You are on page 1of 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumor Rongga Mulut


1. Definisi Tumor Rongga Mulut
Kanker atau Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu
neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal secara terus menerus walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Hal dasar tentang neoplasma adalah hilangnya
responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.
Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma disebut
sebagai tumor, dan ilmu tentang tumor disebut onkologi ( dari oncos yaitu“tumor”
dan logos adalah “ilmu”). Dalam onkologi, pembagian neoplasma menjadi
kategori jinak dan ganas yang didasarkan pada penilaian tentang kemungkinan
perilaku klinis neoplasma.
Suatu tumor dikatakan jinak (benign) apabila gambaran mikroskopik dan
makroskopiknya mengisyaratkan bahwa tumor tersebut tetap akan terlokalisasi,
tidak dapat menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan
dengan tindakan bedah lokal; pasien umumnya selamat. Namun, tumor jinak
dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari sekedar benjolan lokal dan kadang-
kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius.
Tumor ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari
kata Latin untuk kepiting, tumor melekat erat ke semua permukaan yang
dipijaknya, seperti seekor kepiting. Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma,
menunjukan lesi dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan menyebar
ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan kematian (Kumar et al., 2012).
Sehingga kanker rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan sel kanker yang
dapat mengenai rongga mulut, meliputi bibir dan mukosa bibir, lidah, palatum,
gingival, dasar mulut dan mukosa pipi.
2. Etiologi Kanker Rongga Mulut

4
5

Penyebab kanker rongga mulut adalah multifaktorial. Tidak satu pun


penyebab kanker rongga mulut ditemukan secara pasti, tetapi kedua faktor
ekstrinsik dan intrinsik mungkin berhubungan. Faktor ekstrinsik terdiri dari
kebiasaan merokok, minuman alkohol, infeksi sifilis, dan terpapar sinar matahari
(hanya kanker bibir). Faktor intrinsik terdiri dari penyakit sistemik, seperti anemia
defisiensi besi. Keturunan tidak menjadi faktor penyebab utama dari kanker
rongga mulut. Selain itu, beberapa kasus kanker rongga mulut berhubungan
dengan lesi prakanker, khususnya leukoplakia (Neville et al., 2002).
3. Faktor Risiko Kanker Rongga Mulut
Menurut Neville et al. (2002) terdapat berbagai macam faktor risiko untuk
terjadinya kanker rongga mulut, yaitu:

a. Merokok
Kebiasaan menghisap rokok memiliki hubungan secara tidak langsung
dengan perkembangan sel kanker di rongga mulut. Risiko paling tinggi ditemukan
didaerah India dan Amerika Selatan yang memiliki kebiasaan yang disebut
reverse smoking, yaitu memasukkan sisa puntung rokok ke dalam rongga mulut,
kebiasan ini menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya kanker rongga mulut
khususnya terjadi di palatum durum sebanyak 50%. Sebuah penelitian yang
dilakukan di Taiwan pada tahun 2007-2012 dengan sampel sebanyak 599 pasien,
laki-laki sebanyak 577 menderita kanker rongga mulut dan perempuan 22 orang
dengan kebiasaan merokok yang lama, menyirih, dan mengonsumsi alkohol.
Risiko untuk terjadinya kanker rongga mulut pada pasien dengan kebiasaan
merokok sebanyak 85.3% sedangkan pada grup kontrol risikonya mencapai
39.2% (Chou et al., 2014). Menurut Petti et al. (2013) tingginya risiko terjadinya
kanker rongga mulut dengan faktor risiko kebiasaan merokok mencapai 3.6%,
mengonsumsi alkohol sebanyak 2.2%, menyirih sebanyak 7.9%, dan kombinasi
ketiganya sebanyak 40.1%, ini terjadi di Asia Tenggara. Menurut Lin et al. (2013)
dalam penelitiannya membuktikan bahwa adanya hubungan dengan kode genetik
6

ICAM-1 rs5498 pada masyarakat Taiwan dengan kebiasaan merokok terhadap


kejadian kanker rongga mulut.
b. Mengunyah Tembakau
Kebiasaan mengunyah tembakau dalam jangka waktu yang lama
ditemukan di budaya barat yang meningkatkan risiko kanker rongga mulut
sebanyak empat kali. Selain itu, penelitian lain dilakukan pada pekerja wanita di
sebuah perusahaan tekstil yang memiliki kebiasaan mengunyah tembakau berisiko
0,5 kali lebih besar dibanding pekerja laki-laki. adanya hubungan yang kuat
kebiasaan mengunyah tembakau dengan meningkatnya risiko terjadinya kanker
ronggasebanyak 8.3%..
c. Menyirih
Betel quid adalah suatu kebiasaan mengunyah tanaman alami seperti buah
pinang, daun tembakau, dan slaked lime, hal ini dilakukan untuk mencapai efek
psikostimulan. Slaked lime memiliki daya absorbs molecular tinggi dibanding
tanaman lainnya. Diantara pengguna di Asia risiko terbentuknya kanker rongga
mulut sebesar 8%. Kebiasaan ini juga berhubungan dengan perkembangan lesi
prakanker, seperti leukoplakia.
d. Alkohol
Konsumsi alkohol dan penyalahangunaannya belum terbukti dalam
pembentukan awal kanker rongga mulut. Kebiasaan ini akan menjadi faktor
penyebab yang signifikan jika dikombinasikan dengan penggunaan tembakau.
Penelitian membuktikan meningkatnya risiko kanker mulut bergantung pada dosis
yang digunakan dan lamanya penggunaan serta kombinasi mengkonsumsi alkohol
dan tembakau dalam jangga waktu yang lama.
e. Phenol
Penelitian terbaru mengatakan risiko terjadinya kanker rongga mulut
meningkat pada pekerja lama di industri kayu, ini disebabkan karena terpaparnya
suatu bahan kimia karsinogenik yaitu phenoxyacetic acid. Terlepas dari kanker
mulut, phenol sudah diketahui meningkatkan risiko nasal carcinoma dan
nasopharingeal carcinoma.
f. Radiasi
7

Radiasi ini meningkatkan risiko terjadinya kanker pada bibir, ini


ditemukan pada laki-laki berkulit putih di Amerika Serikat dengan insiden 4 per
100.000 penduduk sebelum abad ke-20. Seiring bertambahnya waktu, risiko
terhadap kanker ini berkurang karena berkurangnya paparan sinar matahari akibat
sedikitnya pekerjaan/aktivitas diluar rumah.
g. Defisiensi Zat Besi
Defisiensi besi khususnya dalam keadaan berat dan kronis yang juga
dikenal dengan Plummer-Vinson atau Paterson-Kelly Syndrome. Diketahui dapat
meningkatkan risiko squamous cell carcinoma pada esofagus, orofaring, dan
mulut bagian posterior. Keganasan ini berkembang pada lebih dini dibanding pada
pasien tanpa anemia defisiensi besi. Seseorang yang mengalami defisiensi besi
juga memiliki ganguan sel imunitas. Selain itu, besi juga penting dalam
membantu fungsi sel epitel saluran pencernaan bagian atas, sehingga sel epitel
berkembang menjadi lebih cepat dan menjadi atropi atau mukosa menjadi imatur.
h. Infeksi Sifilis
Infeksi sifilis di tingkat tersier sudah dibuktikan memiliki hubungan yang
kuat dengan berkembangnya kanker lidah di bagian dorsal. Penelitian ini
menyebutkan risiko relatifnya mencapai empat kali. Selain itu, seseorang yang
menderita karsinoma lidah memiliki risiko lima kali untuk hasil yang positif pada
pemeriksaan serologi terhadap antigen sifilis dibanding pada pasien yang tidak
memiliki kanker lidah. Terlepas dari itu, infeksi sifilis yang disertai memiliki
keganasan pada rongga mulut jarang karena infeksi tersebut telah terdiagnosa
sekaligus terobati sebelum onset ditingkat tersier.
i. Infeksi Candida
Hiperplastik kandidiasis sering menjadi kondisi prakanker di rongga
mulut. Oleh karena lesi ini seperti plak berwarna putih yang tidak bisa diangkat,
ini juga dikenal sebagai candidal leukoplakia. Namun, sulitnya dalam
membedakan klinis dan histopatologi hiperplastik kandidiasis dengan leukoplakia
yang disebabkan oleh kandidiasis. Sebuah penelitian eksperimen menunjukkan
bahwa beberapa jenis Candida albicans menyebabkan lesi hiperkeratosis pada
lidah pada bagian dorsal tikus tanpa disertai faktor-faktor lainnya. Walaupun
8

Candida spp. secara umum menyebabkan perkembangan kanker mulut dan


esofagus, namun petogenesis dan patomekanisme masih belum dapat dijelaskan
dengan pasti. C. albicans merupakan mikroorganisme yang normal dalam rongga
mulut dan bisa menjadi agen penyebab suatu penyakit apabila terganggunya
ekosistem dalam rongga mulut
4. Gejala Klinis Tumor Rongga Mulut
Lesi dapat menimbulkan nyeri lokal atau kesulitan menelan tetapi banyak
yang asimtomatik sehingga lesi diabaikan. Akibatnya banyak yang terdiagnosis
sampai tahap lanjut yang tidak dapat diobati lagi. Menurut Wood dan Sawyer
(1997), gejala kanker rongga mulut sebagai berikut:
1) Plak
2) Eritroplakia (merah)
3) Leukoplakia (putih)
4) Eritroleukoplakia (merah dan putih)
5) Eksofitik :
a) Merah
b) Putih
c) Merah jambu
d) Kombinasi banyak warna
e) Ulserasi
f) Non-ulserasi
6) Krusta
7) Lesi hitam atau kecoklatan
8) Blep
9) Permukaan yang kasar
10) Nyeri atau tidak nyeri
11) Perdarahan
12) Maloklusi
13) Bengkak di leher
14) Susah menelan
15) Perubahan rasa kecap
9

16) Perubahan suara

B. SARCOMA
1. Definisi Sarkoma
Sarkoma adalah kelompok tumor yang umumnya menyerang jaringan pada
tubuh bagian tengah (mesoderm), namun dapat juga menyerang pada jaringan
tubuh bagian luar (ektoderm).Sarkoma sering didapati pada jaringan ikat dan sel-
sel pada otot, tulang, dan pembuluh darah.Beberapa jenis sarkoma termasuk
tumor jinak, namun ada juga yang termasuk tumor ganas atau disebut kanker.
2. Macam-macam Sarcoma
a. Osteosarcoma

Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk osteoid atau tulang yang imatur. Osteosarkoma
juga dapat diklasifikasikan oleh situs asal mereka sebagai (1) jenis konvensional,
yang timbul dalam rongga meduler; (2) tumor juxtacortical, yang timbul dari
permukaan periosteal; dan (3) osteosarkoma extraskeletal, timbul pada jaringan
lunak (Regezi, 2012).
Osteosarkoma ke dalam tiga subklas yaitu: osteolitik, osteoblastik, dan
telangiektatik.
1) Osteolitik osteosarkoma . Jenis ini lebih sering pada orang dewasa, sifat
regenerative dari tulang lebih lemah dibandingkan pada usia muda. di sini
terjadi kerusakan tulang dan diganti dengan jaringan tumor yang terdiri
dari sel-sel yang tidak terbentuk sempurna, zat-zat intercelular dihasilkan
kemudian tulang rawan atau myxomatous atau jaringan fibrous atau semua
jaringan bergabung.
2) Osteoblastik osteosarkoma. Pada jenis ini produksi tulang meningkat.
Lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.Tampak
pembentukan periosteal yang tampak seperti tangkai-tangkai, spikula-
spikula atau lamellae yang membentang dalam arah vertikal dari tulang
sampai ke batas luar dari tumor. Dalam gambaran radiografi,tampak
sebagai gambaran seperti ”sun-ray effect”. Gambaran ini bukan
10

merupakan gambaran yang khas pada osteosarkoma, gambaran ini juga


dapat ditemukan pada tumor-tumor yang lain dan adakalanya dijumpai
pada infeksi kronis tulang yang ringan. Jenis osteoblastik bukan
merupakan tumor ganas pada mandibula seperti di tulang-tulang yang lain.
3) Telangiektatik osteosarkoma. Menurut Ewing, tumor ini ditandai dengan
adanya pelebaran pembuluh darah dan sinus-sinus darah yang banyak
digolongkan sebagai teleangiektatik osteosarkoma. Berkembang dengan
cepat, menghancurkan tulang, mengakibatkan fraktur, periosteum
perforasi dengan cepat dan bercabang melalui otot dan jaringan lunak
(Syafriadi, 2008).
Etiologi. Belum diketahui.faktor presdiposisi : trauma, ekstrinsik karsinogen,
karsinogen kimia, virus (Syafriadi, 2008).
gambaran klinis. osteosarkoma konvensional yang melibatkan mandibula dan
maksila menampilkan kecenderungan sedikit untuk laki-laki (60%). Meskipun
kejadian puncak osteosarcoma kerangka terjadi pada dekade kedua, kasus yang
timbul di rahang umumnya hadir 1-2 dekade kemudian, dengan usia rata-rata 35
tahun (kisaran, 8-85 tahun). mandibula lebih sering terkena daripada maksila
dengan rasio 1,7 ke 1. Mayoritas (60%) dari osteosarkoma mandibula timbul
dalam tubuh mandibula; situs umum lainnya termasuk pubis, sudut mandibula,
naik ramus, dan sendi temporomandibular.
Presentasi yang paling umum dari rahang osteosarcoma r rasa sakitterlokalisi dan
pembengkakan. Dalam beberapa kasus, displacement gigi dapat terjadi, serta
paresthesia disebabkan oleh keterlibatan saraf alveolar inferior. tumor rahang
menampilkan gejala klinis yang sama tetapi juga dapat menyebabkan paresthesia
dari saraf infraorbital, epistaksis, hidung tersumbat, atau masalah mata seperti
proptosis dan diplopia. Mukosa ulserasi biasanya tidak terlihat sampai penyakit
tahap akhir. Durasi rata-rata gejala sebelum diagnosis adalah 3 sampai 4 bulan
(Regezi, 2012).
different diagnosa. Pelebaran seragam ruang ligamen periodontal sekitarnya
semua gigi dapat terlihat seperti scleroderma. radiolusen “moth-eaten” yang
umum untuk keganasan lainnya, osteomyelitis kronis, dan beberapa neoplasma
11

jinak. Sebuah penampilan radiografi sklerotik dari osteosarcoma dapat dilihat


seperti karsinoma metastatik (terutama karsinoma prostat) dan calcifying epitel
tumor odontogenik. Diagnosis histologis bergantung pada identifikasi sel spindle
ganas memproduksi osteoid. Banyak osteosarcomas pada rahang didominasi
chondroblastic, bagaimanapun, dan mungkin salah didiagnosis sebagai
chondrosarcoma. Osteosarcoma dengan komponen fibroblastik dominan dapat
salah didiagnosis sebagai displasia fibrosa, fibrosarcoma, atau sarkoma
pleomorfik lain tulang (Regezi, 2012).
Management. Pengelolaan sarkoma tulang wajah melibatkan kombinasi dari
operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Meskipun sarkoma paling sering dikelola
operasi, sekarang diakui bahwa kemoterapi memainkan peran penting pada
beberapa pasien dengan tumor ini. Kemoterapi dapat diberikan sebelum operasi
(neoadjuvant kemoterapi) atau pasca operasi (kemoterapi adjuvant) (Regezi,
2012).
Prognosa. Secara keseluruhan, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun dari 25%
sampai 40% dilaporkan untuk rahang osteosarkoma. Pasien dengan tumor
mandibula umumnya tarif lebih baik dibandingkan dengan tumor rahang atas.
Osteosarcoma rahang umumnya terjadi lagi (40% sampai 70%), dengan tingkat
metastasis dari 25% menjadi 50%. Osteosarkoma lebih cenderung bermetastasis
ke paru-paru dan otak dari ke kelenjar getah bening regional. Setelah penyakit
telah menjadi metastatik, waktu kelangsungan hidup rata-rata adalah 6 bulan
(Regezi, 2012).
b. Kondrosarcoma
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang
rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak
kedua setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang
terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) anaplastik yang berkembang menjadi
ganas. Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder.
Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma
primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit
lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut
12

kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan


kondrosarkoma primer (Syafriadi, 2008).
Patofisiologi. kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya
kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya
memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan
tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang mati dibersihkan oleh
osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas
yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis
bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula.
Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki
ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung epifisis
lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel
kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang,
dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi (Regezi, 2012).
Penentuan Grade Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1)
apabila jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian grade kondrosarkoma
dapat juga melalui pemeriksaan mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel
tumor masih mirip dengan sel normal dan pertumbuhannya lambat serta
kemungkinan metastase sangat kecil. Pada grade tinggi, sel tumor tampak
abnormal dengan pertumbuhan dan kemampuan metastase yang sangat cepat.
Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade tinggi
kondrosarkoma lebih sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang
lain. Yang termasuk grade rendah adalah kondrosarkoma sekunder sedangkan
yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma primer (Syafriadi, 2008).
Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:
1) Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan
yang lambat dan secara khas terdapat di epifisis tulang-tulang tubular
terutama pada femur dan humerus. Sesuai dengan namanya, biopsi dari
tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak vakuola besar. Akan
13

tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant


cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai
kalsifikasi fokal.
2) Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled
neoplastic cells dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi
peningkatan perubahan mitosis dan penipisan kartilago.
3) Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe
kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah gabungan antara grade rendah
kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di mana terjadi
keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi
sebagai keganasan kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan
nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus padat
dengan disertai beberapa pembesaran.
4) Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma.
Lesi umumnya terletak pada bagian metafisis femur, jarang pada diafisis.
diagnosis banding. Kondrosarkoma biasanya berasal dari tulang normal, atau
merupakan perubahan ganas dari kelainan jinak seperti osteokondroma dan
enkondroma (Regezi, 2012).
Pengobatan dan Prognosis. Karena chondrosarcomas adalah neoplasma
radioresisten, lebar eksisi bedah lokal atau radikal adalah terapi pilihan (Regezi,
2012).
c. Fibrosarcoma
Fibrosarkoma atau fibroblastic sarcoma atau malignant mesenchymal tumor
adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel mesenkim, yang terdiri dari sel-sel
fibroblas ganas dengan latar belakang kolagen, ditandai dengan fibroblas immatur
yang proliferatif atau sel spindel anaplastik yang tidak berdifferensiasi.Tumor ini
berasal dari jaringan ikat fibrosa (Regezi, 2012).
14

Berdasarkan tingkat keganasannya (grading histopatologi),fibrosarkoma


dibagi dalam low grade fibrosarcoma,dan high grade fibrosarcoma.Menurut
French Federation of Cancer System, gradingfibrosarkoma ditentukan
berdasarkan differensiasi sel tumor, indeks mitosis, dan nekrosis sel
tumor.Differensiasi sel tumor tergantung pada kemiripan sel tumor dengan
fibroblas matur (spindel). Low grade fibrosarcoma ditandai dengan gambaran
fibroblas yang homogen dengan inti oval,sedikit pleomorfik,kolagen yang
melimpah,mitosis jarang dijumpai, dan pola herringbone yang sangat
jelas.Sedangkan high grade fibrosarcoma biasanya sangat selular,dijumpai sel-sel
yang atipik dan pleomorfik,dengan inti hiperkromatik,kolagen yang sedikit,dan
mitosis atipik yang mudah dijumpai,kadang-kadang dijumpai multinucleated giant
cell,pembuluh darah immatur yang tidak memiliki endotel, dan area nekrosis
(Regezi, 2012).
Diagnosis Banding
1) Mallignant fibrous histiocytoma, merupakan sarkoma jaringan lunak yang
banyak ditemukan terutama pada ekstremitas, yaitu 70%-75%. MFH
berupa massa kelenjar tumor jaringan lunak, besar, dan tidak nyeri.
2) Giant cell tumor merupakan tumor yang agresif tetapi merupakan tumor
jinak pada metafisis atau epifisis pada tulang panjang.
3) Osteolytic osteosarcoma adalah keganasan yang paling umum dari tulang
belakang multiple myeloma, kasusnya terjadi sekitar 50% di sekitar lutut.
Terapi. Surgical resection dengan wide margins adalah penatalaksanaan yang
biasa dilakukan. Pada fibrosarkoma dengan low grade operasi biasanya adekuat,
meskipun kekambuhan lokal terjadi dalam 11% pada pasien. Sedangkan pada
fibrosarkoma dengan high grade sering membutuhkan preoperatif atau anjuvant
chemotherapi setelah operasi untuk memenuhi kelangsungan hidup (Regezi,
2012).
d. Ewing’s sarcoma
HPA
1) Massa tumor labulated
15

2) Tersusun atas sel-sel bulat kecil yang uniform dengan nukleus bulat yang
mengandung kromatin halus dan nukleus kecil
3) Sitoplasma yang sedikit / eosinofilik. (Vilie, 2012)
DD
1) Osteomyelitis
2) Osteosarcoma
3) Neuroblastoma metastatik. (Vilie, 2012)
Rencana Perawatan
Kemoterapi sistemik digabungkan dengan pembedahan / radioterapi atau
keduanya untuk kontrol lokal tumor. (Vilie, 2012)

You might also like