You are on page 1of 45

No.

catatan medik : 119385


Masuk RSAM : 24 Oktober 2008
Pukul : 18.00 WIB

I. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien
Identitas Pasien
Nama penderita : An. D Nama Ibu : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan Umur : 26 tahun
Umur : 4 hari Pekerjaan : Karyawan
Nama Ayah : Tn. A Pendidikan :S1
Umur : 31 tahun Hub. dg orangtua : Anak Kandung
Pekerjaan : Karyawan Agama : Islam
Pendidikan :S1 Suku : Jawa
Alamat : Jl. Warakas 4 Gg. 14 Tj. Priok, Jak-Ut

Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Mata kuning
Keluhan tambahan : Demam (-), mual/muntah (-).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ibunya ke MRM dengan keluhan kuning pada mata dan seluruh
tubuh yang baru diketahui sejak 4 hari setelah melahirkan di RS. Sejak masuk RS 24
Oktober 2008 sampai dengan 29 Oktober 2008, pasien masih kuning, demam (-), batuk (-
), pilek (-), BAB warna kuning BAK warna kuning.

Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat kontak dengan orang
yang sakit seperti ini disangkal. Riwayat disuntik atau transfusi darah akhir-akhir ini
disangkal. Riwayat minum obat yang menyebabkan air kencing berwarna merah
disangkal. Riwayat sering minum obat warung disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Disangkal

1
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita sakit seperti ini disangkal. Riwayat kelainan darah
pada keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan

Selama hamil berat badan ibu naik 5 Kg. Ibu memeriksakan kehamilannya di RS dan
kontrol secara teratur 4 kali selama kehamilan. Selama kehamilan ibu menyangkal pernah
minum obat selain dari RS, yaitu dua macam obat tablet berwarna merah 1x.hari dan
tablet warna kuning kecil 1x/hari selama tiga bulan. Riwayat ibu sakit tekanan darah
tinggi selama kehamilan disangkal. Riwayat sakit kuning, kelainan darah dan kekurangan
darah tidak ada. Riwayat konsumsi obat-obatan atau jamu selain dari RS selama hamil
atau saat bersalin tidak ada. Riwayat memelihara kucing di rumah disangkal. Golongan
darah ibu AB, sedangkan golongan darah ayah serta rhesus tidak diketahui.

Riwayat Persalinan

Penderita lahir di rumah sakit ditolong oleh dokter dari seorang ibu G1P1A0. Bayi lahir
cukup bulan, jenis kelamin perempuan, spontan, langsung menangis, berat badan lahir
3200 gram, panjang badan 49 cm. Riwayat kebiruan pada saat ataupun setelah persalinan
tidak diketahui. Penderita langsung disusui ibunya dan penderita tidak tampak kuning
semenjak cek ke dokter 2 hari setelah kelahiran.

Riwayat Makanan
Umur : 0 - 2 bulan : ASI.

Riwayat Imunisasi
Belum ada riwayat imunisasi

II. PEMERIKSAAN FISIK

(terlampir di halaman belakang).

2
RESUME KASUS

I. Anamnesis

Seorang anak perempuan, umur 4 hari dibawa ke RS. MRM pada tanggal 24
Oktober 2008 dengan keluhan utama tampak kuning. Sejak 2 hari setelah lahir, ibu
penderita melihat bayinya tampak kuning. Warna kuning tampak pertama kali pada mata
dan muka yang semakin lama semakin kuning, kemudian menyebar ke badan, tungkai
dan lengan, telapak tangan dan kaki. Keluhan kuning disertai dengan bayi tampak
menangis lemah dan menetak lemah. Keluhan kuning tidak disertai dengan panas badan,
kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak tampak seperti dempul dan
buang air kecil tidak tampak berwarna teh pekat. Karena keluhan tersebut penderita
dianjurkan oleh dokter di tempat melahirkan untuk dibawa ke RS. MRM.
Selama kehamilan berat badan ibu naik 5 kg. Ibu memeriksakan kehamilannya
pada dokter dan kontrol secara teratur sebanyak 4 kali selama kehamilan. Selama
kehamilan ibu tidak pernah minum obat selain dari RS, yaitu 2 macam obat tablet
berwarna merah 1x/hari dan tablet warna kuning kecil 1x/hari selama tiga bulan. Riwayat
ibu sakit tekanan darah tinggi selama kehamilan tidak ada. Riwayat sakit kuning,
kelainan darah dan kekurangan darah dalam keluarga tidak ada. Riwayat mengkonsumsi
obat-obatan atau jamu selama hamil tidak ada. Riwayat memelihara kucing juga
disangkal oleh ibu. Golongan darah ibu adalah AB, sedangkan golongan darah ayah tidak
diketahui, dan rhesus keduanya tidak diketahui.
Penderita lahir pada tanggal 20 oktober 2008 dari seorang ibu G1P1A0 dengan
kehamilan cukup bulan (aterm), lahir spontan, ditolong dokter, langsung menangis dan
tali pusat dipotong. Berat badan lahir 3200 gram dengan panjang lahir 43 cm. Riwayat
kebiruan pada saat ataupun setelah persalinan tidak diketahui. Penderita langsung disusui
ibunya dan penderita tidak tampak kuning setelah 2 hari persalinan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran penderita CM, kesan sakit sedang,
menangis lemah, ikterik kramer V, tanda vital : Nadi = 124 x/m (equal, isi cukup) R = 60
,

x/m (torakoabdominal), S = 36 0C, kulit ikterik, konjungtiva anemis, konsistensi kenyal,

3
permukaan rata, bising usus (+) normal, reflek primitif : moro, isap, rooting, genggam
positif lemah.

II. Diagnosis Akhir


Hiperbilirubinemia ec. Fisiologis

4
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERBILIRUBINEMIA

Ikterus adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perubahan warna


(diskoloriasi) pada mukosa membran dan sklera oleh karena peningkatan kadar bilirubin
dalam serum (> 2 mg/dl). Warna tersebut timbul sebagai akibat penimbunan pigmen
bilirubin indirek yang larut dalam lemak kulit. Pigmen ini terbentuk dari hemoglobin oleh
karena kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase dan zat pereduksi nonenzimatik, yang
terdapat dalam sel RES, sebagian terjadi akibat penumpukan pigmen hasil perubahan
dalam sel mikrosom hati oleh enzim UDPGA menjadl bilirubin yang larut dalam air.
Bentuk yang indirek bersifat neurotoksik pada bayi yang menyebabkan kern ikterus.
Ikterus dapat ditemukan selama minggu pertama kehidupan pada sekitar 60% bayi
cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus hendaknya dipandang sebagai
suatu tanda bahaya bagi bayi, hal ini tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi, metabolisme, ekskresi dan distribusi bilirubin yang terjadi setelah lahir.
Ikterus penting untuk diketahui karena bayi dengan ikterus neonatorum bila dalam
penanganannya kurang tepat dan benar bisa mengakibatkan kejang, kerusakan otak
seumur hidup bahkan sampai terjadi kematian. Prinsip dasar Ikterus pada bayi baru lahir
terdapat pada 25% - 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus
kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologi atau
dapat merupakan hal yang pathologis, misalnya pada inkomptibilitas Rhesus dan ABO,
sepsis, penyumbatan saluran empedu, dan sebagainya.

I. Definisi
Ikterus ialah suatu gejala klinik yang sering tampak pada neonatus. Akibatnya
bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat kuningnya
bayi tidak selamanya sesuai dengan kadar bilirubin serum. Pemeriksaan kadar bilirubin
sangat penting untuk menentukan keadaan klinik yang dihadapi.

5
Menurut beberapa kepustakaan, frekuensi bayi yang menunjukkan ikterus pada
hari pertama sesudah lahir ialah 50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi
prematur. Frekuensi neonatus yang kadar bilirubinnya melebihi 10 mg% rata-rata 10%.

II. Metabolisme dan Exkresi Bilirubin


Pada bayi bilirubin terjadi sebagai hasil degradasi hemoglobin. Proses reaksi
enzim mula-mula mengubah hemoglobin menjadi biliferdin dengan bantuan hemeo
xygenase.

Gambar 1. Produksi dan Metabolisme Bilirubin


Sumber ; American Academy of Pediatrics (2004)

Biliverdin direduksi menjadi bilirubin dengan bantuan enzim biliverdin reduktase.


Bilirubin yang terbentuk ini terikat pada albumin dan diangkut ke hepar. Bilirubin ini
disebut bilirubin tidak langsung yang mempunyai sifat larut dalam lemak, tidak larut
dalam air, dapat melaui plasenta, dan memberi reaksi tidak langsung dengan Reagens
Hijmans Van den Berg.
Di dalam hepar bilirubin tidak langsung diubah menjadi bilirubin langsung,
melalui rantai reaksi. Dalam rantai reaksi ini, yang terjadi didalam sel-sel hepar, bilirubin

6
yang larut dalam lemak itu diubah menjadi bilirubin diglukoronida yang larut dalam air
dan yang memberi reaksipositif dengan reagens Hijmans Van den Berg. Glucoronyl
tranferase memindahkan asal glukoronik dari asam uri dan difosfoglukoronik (Uridin
disphosphoglukoronik Acid = UDPGA) ke bilirubin, sehingga menjadi bilirubin
diglokoronik. UDPGA ialah satu-satunya bentuk di mana asam glukoronik dapat
diperoleh untuk konjugasi.
Bilirubin langsung tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air. Bilirubin
kemudian dikeluarkan dari hepar melalui Canuliculi empedu ke dalam traktus digestivus,
kemudian keluar bersama dengan faeces. Kalau terjadi hambatan dalam proses
pengeluaran melalui tractus digestivus, dapat terjadi hambatan dalam proses pengeluaran
melalui tractus digestivus, dapat terjadi dekonjugasi bilirubin, dan bilirubin dalam bentuk
ini diserap kembali melalui selaput usus masuk kedalam peredaran darah, akhirnya ke
hepar untuk mengalami proses yang sama. Gangguan dalam pengeluaran bilirubin
langsung ini menyebabkan penumpukan dalam serum yang dapat dikeluarkan melewati
ginjal. Bilirubin tidak langsung tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal karena larut dalam
lemak dan terikat dengan albumin.

Gambar 2. Produksi dan Metabolisme Bilirubin


Sumber ; American Academy of Pediatrics (2004)

7
Dalam proses pertumbuhan janin sistem pengeluaran hasil degradasi hemoglobin
berbeda dengan hal yang telah dijelaskan diatas. Pada janin jalan utama pengeluaran
bilirubin melalui hepar dan traktus intestinalis belum berkembang dengan sempurna.
Penggunaan jalan plasenta hanya dapat dalam bentuk bilirubin tidak langsung. Pada
neonatus kematangan sistem pengeluaran bilirubin melalui jalan hepar dan usus
menentukan terjadinya ikterus neonatorum yang fisiologik. Ikterus fisiologik terutama
terdapat pada bayi prematur karena kurang kematangan sistem itu. Jadi lamanya masa
kehamilan dan derajat kematangan sistem pengeluran bilirubin melalui hepar dan usus
sangat menentukan timbulnya ikterus fisiologik.

III. PATOFISIOLOGI A.
Produksi yang berlebihan
Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi masukan
(supply) bilirubin indirek lebih besar dibandlngkan dengan kemampuan hati, sehingga
kadar bilirubin Indirek akan meningkat. Bilirubin indirek ini tidak larut dalam air dan
tidak diekskresikan ke urin, tetapi terdapat peningkatan pembentukan urobilinogen yang
diekskresikan ke urin akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan
mengakibatkan peningkatan ekskresi sterkobilin ke feses. Pembentukan bilirubin yang
berlebihan, misalnya pada keadaan penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan
destruksi sel darah merah. Ikterus yang terjadi sering disebut sebagai ikterus hemolitik
(Avery dan Kelnar).

B. Sekresi yang menurun


1. Defek pengambilan bilirubin
Gangguan pengambilan bilirubin akibat berkurangnya ligandin, pengikatan
aseptor protein oleh anion lain atau pada keadaan asupan kalori yang
menurun pada 24 jam sampai 72 jam pertama kehidupan (Cloherty).
2. Defek konjugasi bilirubin
Gangguan konjugasi dadalam sel hati terjadi akibat berkurangnya aktivitas
enzim glukoronil transferase, dapat bersifat :

8
a. Total
Jika defisiensi terjadi secara total akan menyebabkan empedu tidak
berwarna dan konjugasi bilirubin tidak dapat beriangsung. Kadar bilirubin
serum dapat melebihi 20 mg/l00ml, sehingga terjadi Kern ikterus yang
sering menyebabkan kematian.
b. Parsial
Ikterus sering tidak tampak sampai usia remaja dan prognosa biasanya
baik. hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat sementara biasanya
timbul pada hari kedua sampai kelima kehidupan, yang diduga akibat
imaturitas enzim. Pengobatan dengan fenobarbital dapat meningkatkan
aktivitas enzim glukoronil transferase sehingga dapat menghilangkan
gejala ikterus (Avery & Cloherty).

C. Ekskresi bilirubin yang menurun


Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan faktor fungsional atau obstruktif.
Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi yang larut
dalam air dan dapat dieksresikan ke urin, sehingga timbul bilirubin uria. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai kegagalan eksresi hati lainnya, seperti
garam empedu (Nelson dan Cloherty).

D. Campuran
Peningkatan kadar bilirubin terjadi oleh karena produksi yang berlebihan dan
sekresi yang menurun. Keadaan in dapat ditemukan misalnya pada keadaan sepsis,
infeksi intrauterin, asfiksia, dan lain-lain.

IV. Jenis Ikterus Neonatorum


A. Ikterus Fisiologis
Sebagai neonatus, terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari
pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke
sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan
tidak memerlukan pengobatan, kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya

9
penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan ikterus dengan kemungkinan besar
menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
 Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

 Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari

 Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan

 Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur

 Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama

 Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.

 Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi, atau
suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.

Gambar 3. Diagnosis Dini (Nomograms)


Sumber ; Subcommittee on Hyperbilirubinemia, Pediatrics (2004).114:297-316

B. Ikterus Patologis
Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum,
waktu timbulnya dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada
Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi

10
klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus
patologik. Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
 Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar
untuk dikeluarkan.

 Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.

 Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan
konjugasi bilirubin.

B.1. Ikterus Hemolitik


Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang
disebut erythroblastosis foetalis atau morbus haemolitik neonatorum (Hemolytic disease
of the new born). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas
golongan darah itu dan bayi.
a) Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di
negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di
Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota
besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian,
kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena
antagonismus Rhesus, di mana tidak didapatkan campuran darah dengan orang asing
pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi rhesus positif dari rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala linik
pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama
makin berat ikterusnya, disertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila
mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan
oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien (hydropsfoetalis).
Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang
berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.

11
b) Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO
lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah
pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G–6–PD
dan Inkompatibilitas ABO.
Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua yang sifatnya ringan. Bayi tidak
tampak sakit, anemia ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang
dalam beberapa hari. Jika terjadi hemolisis berat, sering kali diperlukan transfusi tukar
darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah
pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
c) Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi
bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis
dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan
kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif,
kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.
d) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai
erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya
negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia
sel sabit (sickle –cell anemia).
e) Hemolisis karena diferensi enzym glukosa-6-phosphat dehydrogenase (G-6-
PD defeciency). Penyakit ini mungkin banyak terdapat di Indonesia tetapi angka
kejadiannya belum diketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu
sebab utama ikterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Ikterus
walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya
walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan
besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.

12
B.2. Ikterus Obstruktiv
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar
hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin
langsung.
Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus dicurigai akan terjadi
hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pielonephritis, atau
obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun
kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan
patologik.
Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar
hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat. Bila sampai dengan
terjadi obstruksi (penyumbatan) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan
operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.

B.3. Kernicterus
Encephalopati oleh bilirubin merupakan satu hal yang dipercaya sebagai
komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan ikterus berupa ikterus yang
berat, letargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang.
Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan
apnoea.
Kernicterus biasanya disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin tidak langsung
dalam serum. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg%
sering keadaan berkembang menjadi kernicterus. Pada bayi primatur batas yang dapat
dikatakan ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada
neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi
walaupun kadar bilirubin <16mg%. Pencegahan kernicterus ialah dengan melakukan
transfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung mencapai 20mg%.

V. Manifestasi Klinis
Bayi kelihatan berwarna kuning. Amati ikterus pada siang hari dengan sinar
lampu yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu dan

13
bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai
jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan: Hari 1, tekan pada
ujung hidung atau dahi; Hari 2, tekan pada lengan atau tungkai; Hari 3 dan seterusnya,
tekan pada tangan dan kaki. Derajat ikterus menurut Kramer :
Kramer I Pada kulit kepala & leher
Kramer II Pada kulit tubuh diatas pusat
Kramer III Pada kulit tubuh dibawah pusat dan dada
Kramer IV Pada lengan & tungkai
Kramer V Pada telapak tangan dan telapak kaki

Gambar 4. Derajat Ikterus menurut Kramer


Sumber ; AJDC (1969)

Diagnosis banding pada ikterus fisiologis antara lain ikterus hemolitik, ikterus pada
prematuritas, ikterus karena sepsis, bilirubin ensefalopati (kernikterus), ikterus
berkepanjangan (“Prolonged jaundice”)

VI. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium darah rutin, kadar bilirubin total, direk, indirek. Preparat Darah
Hapus, kadar G-6-PD, golongan darah ibu dan bayi : ABO dan Rhesus, Coomb Test

14
VII. Pencegahan dan Penanganan Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar bilirubin secara tidak langsung di dalam darah dapat
menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak. Kadar bilirubin yang berbahaya
tersebut tergantung pada saat timbulnya ikterus dan kecepatan meningkatnya kadar
bilirubin tidak langsung. Kadar bilirubin 15mg% pada hari ke 4 kurang berbahaya
dibandingkan dengan kadar yang sama pada bayi baru lahir atau hari pertama. Oleh
karena itu, setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus tersebut suatu
ikterus fisiologik atau akan berkembang menjadi ikterus patologik.
Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatn klinik ini dan
dapat menjadi tuntunan untuk melakukan pemeriksaan yang tepat.
Dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan mengobati,yaitu :

ƒ Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin

ƒ Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan
melalui ginjal dan usus, misalnya dengan terapi sinar (fototerapi).

ƒ Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah , yaitu denga tranfusi tukar darah.

V.1. Terapi
 Mulai dengan terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai Ikterus dini atau
Kemungkinan Ikterus Berat (Tabel 1 ) .

 Ambil sampel darah bayi dan periksa kadar bilirubin, bila memungkinkan:

- Tentukan apakah bayi memiliki salah satu faktor risiko (berat lahir < 2500 gram
atau umur kehamilan < 37 minggu, hemolisis atau sepsis);
- Bila kadar bilirubin serum di bawah kadar yang memerlukan terapi sinar, (lihat
Tabel 2) hentikan terapi sinar;
- Bila kadar bilirubin serum sesuai atau diatas kadar yang memerlukan terapi sinar,
lanjutkan terapi sinar.
 Bila ada riwayat ikterus hemolisis, atau inkompatibilitas faktor Rh atau golongan
darah ABO pada kelahiran sebelumnya:

- Ambil sampel darah bayi dan ibu dan periksa kadar hemoglobin, golongan darah
bayi dan tes Coombs;

15
- Bila tidak ada bukti faktor Rh atau golongan darah ABO sebagai penyebab
hemolisis, atau bila ada riwayat keluarga defisiensi G6PD, lakukan pemeriksaan
G6PD, bila memungkinkan.
 Bila hasil pemeriksaan kadar bilirubin dan tes lain telah diperoleh, tentukan
kemungkinan diagnosisnya (lihat Tabel 2 )

Terapi Suportif
- Minum ASI atau pemberian ASI peras
- Infus Cairan dengan dosis rumatan

Pemantauan
I. Terapi
- Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna
kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin
serum selama bayi dilakukan terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
- Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit.
- Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk kembali bila
terjadi ikterus lagi.
II. Tumbuh Kembang
- Bayi pasca perawatan hiperbilirubinemia perlu pemanataun Tumbuh kembang
dengan penilaian atau assessment yang periodik, bila diperlukan konsultasi ke
Sub Bagian Neurologi Anak dan Sub Bagian Tumbuh Kembang
- Bila terjadi gannguan penglihatan, konsultasi ke Bagian Penyakit mata
- Bila terjadi gangguan pendengaran, konsultasi ke Bagian THT

16
Tabel 1 Perkiraan Klinis derajat ikterus
Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi
a
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat
Hari 2 Lengan dan tungkai b Ikterus berat
Hari 3 dan seterusnya Tangan dan kaki
a
Bila ikterus terlihat di bagian mana saja dari tubuh bayi pada hari 1, menunjukkan
kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda
terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
b
Bila ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari 2,
menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan
menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.

Tabel 2. Penanganan ikterus berdasarkan kadar bilirubin serum

Terapi sinar Transfusi tukara


Usia Bayi Sehat Faktor Risiko Bayi Sehat Faktor Risiko
mg/dL μmol/L mg/dL μmol/L mg/dL μmol/L mg/dL μmol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihatb 15 260 13 220


Hari 2 15 260 13 220 19 330 15 260
Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340
Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340
a
Prosedur transfusi tukar lihat di bawah tentang prosedur transfusi tukar.
b
Ikterus yang terlihat pada bagian tubuh mana saja pada hari 1, perlu dilakukan terapi
sinar sesegera mungkin. Jangan menunda terapi sinar sampai diperoleh hasil pemeriksaan
kadar bilirubin.

Untuk mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin, tahap-tahap


tatalaksana yang dilakukan meliputi ;
a. Early feeding.
Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus
fisiologik pada neonatus. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena dengan
pemberian makanan dini terjadi pendorongan gerakan usus, dan mekonium lebih
cepat dikeluarkan, sehingga peredaran Enterohepatik bilirubin berkurang.
b. Pemberian agar-agar
Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik. Mekanismenya
ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.

17
c. Pemberian Phenobarbital
Pemberian phenobarbital ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin tidak
langsung dalam serum bayi. Manfaat phenobarbital ialah mengadakan induksi
enzym mikrosom, sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat.
Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia pada neonatus
selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi
prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan.
Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-
mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian
phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih
murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari
untuk mendapat hasil yang berarti.

Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan
dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus. Contoh paling baik ialah terapi
sinar. Creme (1958) melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang diberi sinar
matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan
dengan bayi lain yang tidak disinari.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian
dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak
toksik untuk tubuh dan dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna. Penggunaan terapi sinar
untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati karena jenis
pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasi, yaitu dapat menyebabkan kerusakan
retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa (insensible water losess), dan
dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi, walaupun hal ini masih
dapat dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum
antara 240-480 nannometer, sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexi glas dan bayi
harus mendapat cairan yang cukup.
Cara penggunaan foto terapi :

ƒ Alat yang dipergunakan lebih atas 10 lampu neon biru masing-masing


berkekuatan 20 Watt.

18
ƒ Susunan lampu ini dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi di
sampingnya.

ƒ Dibawah susunan lampu dipasang plexiglass setebal 1 1\2 cm untuk mencegah


sinar ultraviolet.

ƒ Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi.

ƒ Terapi sinar diberikan sampai kadar bilirubin mencapai 7,5 mg% dengan
membalikkan bayi tiap enam jam. Selama terapi sinar mata bayi dan alat
kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan sinar.

Transfusi tukar darah (exchange transfusion )


Transfusi tukar darah Jakarta di berikan kasus-kasus berikut :
a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung
yang lebih dari 20 mg%
b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar
albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml.
c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum bayi pada hari
pertama (0,3–1 mg% per jam). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas
golongan darah.
d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.
e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14
mg% dan Coombs test langsung positif.

19
ANALISA KASUS

ANALISIS ANAMNESA KETERANGAN UMUM


”Penderita adalah seorang bayi perempuan berusia 4 hari”
Anamnesis ini ditanyakan untuk menilai ikterus yang terjadi apakah fisiologis atau
patologis. Menurut Clohetry (1987) ikterus patologis secara klinik terlihat dengan timbul
ikterus sebelum umur 36 jam post natal, di mana ikterus menetap pada bayi cukup bulan
setelah 8 hari dan kurang bulan setelah 14 hari, dengan kadar bilirubin serum total > 13
mg% dan kadar bilirubin direk > 15 mg%, serta kadar bilirubin serum meningkat > 5
mg% dalam 24 jam.
Pada penderita ini ikterus terjadi > 24 jam, maka berdasarkan kriteria Clohetry, 1987
termasuk ikterus yang fisiologis.
Disamping itu dari anamnesis di atas dapat diperkirakan kemungkinan etiologi dari
ikterusnya. Kemungkinan etiologi dari pada berat badan lahir disesuaikan dengan
timbulnya pada umur tertentu.
Pada penderita ini, karena ikterus terjadi pada hari 3 maka kemungkinan penyebabnya
adalah sepsis, kuning fisiologis, polisitemia, defisiensi G6PD, sferositosis kongenital..

ANALISIS KELUHAN UTAMA


”Penderita dibawa berobat ke RS dengan keluhan utama kulit bayi tampak kuning”.
Pada kasus ikterus neonatorum, keluhan utama yang selalu menjadi alasan orangtua
membawa berobat ke dokter adalah kulit bayi tampak kuning, akan tetapi kadangkala
keluhan penyerta lebih dominan terlihat seperti bayi malas menetek. Keluhan utama
dapat disertai dengan keluhan lainnya bila ada komplikasi atau infeksi sekunder.

ANALISIS ANAMNESA KHUSUS


”Sejak 3 hari setelah lahir, ibu penderita melihat bayi tampak kuning”
Anamnesis ini ditanyakan untuk mengklasifikasikan apakah ikterus yang terjadi fisiologis
atau patologis.
Ikterus fisiologis diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai
pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi oleh hati, terjadi pada bayi cukup

20
bulan dengan kadar bilirubin indirek serum tali pusat 1-3 mg/dl dan akan meningkat
dengan kecepatan < 5 mg/dl/24jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-
3, biasanya mencapai puncak hari 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5-7. Pada bayi kurang
bulan, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada bayi
aterm tapi berlangsung lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,
puncaknya dicapai antara hari 4-7, biasanya kadar puncak 8-12 mg/dl tidak dicapai
sebelum hari ke 5-7, dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke 10 (Nelson,
1991).
Ikterus patologis secara klinik terlihat dengan timbul ikterus sebelum umur 36 jam post
natal, di mana ikterus menetap pada bayi cukup bulan setelah 8 hari dan kurang bulan
setelah 14 hari, dengan kadar bilirubin serum total > 13 mg% dan kadar bilirubin direk >
15 mg%, serta kadar bilirubin serum meningkat > 5 mg% dalam 24 jam (Cloherty, 1987).
Pada pasien ini ikterus terjadi > 24 jam (hari kedua setelah kelahiran), maka berdasarkan
penjelasan diatas tidak termasuk ikterus yang patologis.

”Ibu pasien melihat bayi tampak kuning. Warna kuning tampak pertama kali pada mata
dan muka yang semakin lama semakin kuning, kemudian menyebar ke badan, telapak
tangan, dan kaki”

Anamnesis ini ditanyakan untuk melihat penyebaran ikterus, sehingga dapat dilakukan
penilaian derajat ikterus menurut Kramer (1969), ikterus mulai timbul di kepala dan leher
kemudian meluas ke zona lainnya. Cara ini dapat memperkirakan kadar bilirubin serum
secara kasar dan untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap bilirubin indirek bebas atau
bilirubin direk secara laboratorium.
Pada pasien ini ditemukan ikterus telah mencapai telapak tangan dan kaki, hal ini
menandakan derajat ikterus Kramer V dengan korelasi kadar bilirubin darah > 15 mg%.
Korelasi pemeriksaan Kramer dengan kadar bilirubin darah

Derajat Rata-rata serum Rata-rata serum

Bilirubin indirek Bilirubin indirek


(mmol / 1) (mq %)
I 100 5,85
II 150 8,77

21
III 200 11,70
IV 250 14,62
V > 250 > 15

“Keluhan kuning disertai dengan bayi tampak mengantuk, menangis lemah dan menetek
lemah. Keluhan kuning tidak disertai dengan panas, kejang infantil ataupun muntah”.

Anamnesis ini ditujukan untuk menilai apakah telah terjadi komplikasi ikterus yaitu kern
ikterus. Gejala klinis awal dari kern ikterus dapat berupa menurunnya aktivitas bayi,
peningkatan iritabilitas dan kesukaran minum. Pada stadium selanjutnya terdapat
kekakuan ektremitas, epistotonus, kaku kuduk, tangisan melengking dan kejang-kejang.
Bila bayi ini bertahan hidup kelak dikemudian hari masih terdapat gejala sisa neurologis
berupa gangguan perkembangan motoris, gangguan perkembangan mental, gangguan
bicara, gangguan fungsi sensoris, epilepsi atau gangguan perilaku (Boejang, 1994).

Dari anamnesis di atas, penderita tampak lesu, lemah dan mengantuk (letargi) serta malas
minum, gejala-gejala tersebut merupakan gejala prodromal dari kern ikterus.

Penjelasan
Kern ikterus adalah sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan
bilirubin tak terkonjungasi di dalam sel-sel otak (Behrman, 1996). Istilah ini mula-mula
digunakan oleh Schmorl pada tahun 1904 untuk menggambarkan pewarnaan kuning pada
inti sel otak yang umumnya ditemukan pada bayi-bayi kuning yang meninggal akibat
eritroblastosis yang berat. (Oski, 1991; Bratlid, 1990). Gejala-gejala klinis kern ikterus
berdasarkan stadiumnya antara lain sebagai berikut : Stadium 1

Refleks moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry.
Stadium 2
Opistotonus, kejang, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata bergerak-gerak ke
atas
Stadium 3
Spatisitas menurun, pada usia sekitar 1 minggu

22
Stadium 4
Gejala sisa lanjut : spastisitas, tuli parsial/komplit, retardasi mental, paralisis
bola mata ke atas, displasia dental.

Pada bayi cukup bulan, kern ikterus umumnya terjadi saat kadar bilirubin plasma
melebihi 20 mg/dl, sedangkan pada bayi kurang bulan kern ikterus dapat juga terjadi pada
kadar bilirubin kurang dari 20 mg/dl. (Gomella, 1994; Watchko, 1992). Bayi yang
memperlihatkan gejala neurologik yang nyata mempunyai prognosis yang jelek. Tujuh
puluh lima persen bayi seperti itu akan meninggal dunia dan 80 % dari mereka yang
hidup akan memperlihatkan gejala sisa berupa koreoatetosis bilateral, spasme otot
involunter, keterbelakangan mental, tuli dan quadriplegi spastis (Behrman, 1996). Faktor-
faktor yang mempengaruhi efek toksik bilirubin di otak antara lain ;
1. Makin tinggi konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi maka makin besar
kemungkinan timbulnya kern ikterus (Watcko dan Oski, 1992).
2. Dengan memperhatikan keseimbangan antara bilirubin anion yang terikat
albumin, albumin, ion hidrogen dan asam bilirubin, tampak bahwa konsentrasi
albumin serum sangat penting dalam menentukan efek toksik bilirubin (Watcko
dan Oski, 1992).
3. Menurut 'teori bilirubin bebas' efek toksik bilirubin terjadi apabila molekul
bilirubin anion tidak terikat masuk ke dalam otak dan berikatan dengan sel otak
(Guyton, 1976). Bilirubin yang berikatan dengan albumin tidak dapat melewati
sistem saraf pusat dan bersifat nontoksik (Volpe, 1987).
4. Hasil penelitian eksperimental dan klinik menunjukkan bahwa asidosis
meningkatkan efek toksik bilirubin. Pada penelian in vivo, penurunan pH akan
meningkatkan pengikatan dan ambilan bilirubin oleh sel jaringan yang dikultur
(Watcko dan Oski, 1992).
5. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, sehingga dengan demikian dapat
mudah melewati sawar darah otak (Volpe, 1987). Makin tinggi konsentrasi
bilirubin tak terkonjugasi maka makin besar kemungkinan timbulnya kern ikterus

23
MEKANISME NEUROTOKSIK BILIRUBIN
Mekanisme kerusakan neuron oleh bilirubin sampai saat ini masih diperdebatkan. Urutan
kejadian sampai menimbulkan kerusakan kematian saraf dapat dilihat pada gambar
dibawah ini (Watcko dan Oski, 1992).
Bilirubin ekstraseluler

Ikatan bilirubin anion dengan fosfolipid (gangliosid) membrane plasma

Bilirubin anion masuk Pembentukan asam


kedalam sel bilirubin

Pengikatan bilirubin anion


Agregasi dan
dgn fosfolipid membrane
presipitasi asam
mitokondria Retikulum
bilirubin
endoplasma dan inti sel.

Kerusakan membran
Pembentukan asam plasma
bilirubin pada tempat yang
sama

Kematian sel saraf

”Buang air besar tidak tampak seperti dempul dan buang air kecil tidak tampak
berwarna teh pekat”

Anamnesis ini bertujuan untuk membedakan apakah ikterus yang terjadi karena
prehepatik, hepatik dan post hepatik.

24
Untuk membedakan ketiga ikterus tersebut secara sederhana dapat kita tentukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mana ditemukan gejala-gejala klinis seperti
tercantum dalam tabel berikut :
Gejala Prehepatik
Mata Kuning
BAB Tak ada kelainan
BAK Tak ada kelainan
Gatal -
Nyeri -
tekan -
Gejala Hepatik Posthepatik
Mata Kuning orenye Kuning hijau
BAB Seperti dempul Seperti dempul
BAK [+]|[-] ++
Gatal Seperti air the Seperti air teh
Nyeri [+] [-] ++
tekan [+] [-] ++

Dari anamnesis di atas tidak ditemukan perubahan warna buang air besar dan buang air
kecil, maka pada penderita ini kemungkinan ikterus yang terjadi prehepatik (peningkatan
bilirubin indirek).

”Penderita lahir pada tanggal 20 Oktober 2008 dari seorang ibu G1P1A0 yang merasa
hamil cukup bulan (36 minggu), lahir spontan, langsung menangis, ditolong oleh dokter,
dengan berat badan lahir = 3200 gr, panjang badan 43 cm. Riwayat kebiruan pada
saat/setelah persalinan disangkal. Penderita langsung disusui ibunya dan penderita tidak
tampak kuning saat disusui oleh ibunya 2 hari setelah kelahiran”

Anamnesis ini ditanyakan untuk melihat faktor predisposisi ikterus pada pasien tersebut,
sehingga membantu dalam menentukan kemungkinan etiologi, pengobatan dan
prognosanya.
Dari anamnesis di atas didapatkan bahwa penderita lahir aterm. Maturitas hati cukup
pada kehamilan aterm di mana risiko terhadap ikterus neonatorum berkurang. Risiko
ikterus yang berkurang disebabkan campuran produksi bilirubin berkurang.

25
”Letak belakang kepala, lahir spontan”
Anamnesis ini ditanyakan untuk mencari faktor risiko kejadian perinatal, misalnya lahir
dengan vakum ekstraksi atau forceps yang dapat menimbulkan sefal hematom
(perdarahan). Kejadian perinatal yang menyebabkan perdarahan melalui mekanisme
hemolisis akan mempengaruhi peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Pada penderita ini lahir dengan letak normal dan tanpa intervensi alat yang
memungkinkan terjadinya trauma persalinan.

”Langsung menangis, ditolong oleh dokter”


Anamnesis ini ditanyakan untuk mencari faktor predisposisi asfiksia yang mengurangi
kapasitas ikat bilirubin yang dapat mempengaruhi peningkatan kadar bilirubin.
Pada penderita ini didapatkan langsung menangis, akan tetapi tidak diketahui nilai
APGAR pada saat persalinan, sehingga tidak bisa dikatakan apakah bayi prediposisi
asfiksia atau tidak.

”Dengan berat badan lahir = 3200 gr, panjang badan = 43 cm”


Dari anamnesis di atas didapatkan bahwa penderita lahir dengan berat badan normal
sehingga risiko timbulnya ikterus neonatorum dengan mekanisme campuran antara
produksi bilirubin yang berlebih dan sekresi yang menurun dapat disingkirkan.

”Riwayat kebiruan pada saat ataupun setelah persalinan tidak diketahui”


Anamnesis ini ditanyakan untuk mencari faktor predisposisi asfiksia yang akan
mengurangi kapasitas ikat bilirubin yang dapat mempengaruhi peningkatan kadar
bilirubin. Asfiksia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen pada bayi yang ditandai
dengan tampak kebiru-biruan dengan penilaian berdasarkan nilai APGAR.

26
Cara menentukan nilai APGAR
Simbol Tanda Nilai
0 1 2
A Appearance (warna Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh
kulit) biru/pucat kaki biru tubuh
(putih) kemerahan
P Pulse (denyut nadi) Tidak ada < 100 x/mnt > l00 x/mnt
G Grimace (refleks Tidak ada Perubahan Bersin/menangis
dengan memasukkan mimik
kateter ke hidung)
A Activity (tonus otot) Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif,
sedikit fleksi ekstrimitas fleksi
R Respiration effort Tidak ada Lemah Menangis
(usaha bernafas) kuat/keras
KETERANGAN.
1. Asfiksia berat ; nilai 0-3
2. Asfiksia ringan-sedang ; nilai 4-6
3. Normal ; nilai 7-10

Pada penderita ini tidak diketahui nilai APGAR.

”Penderita langsung disusui oleh ibunya dan penderita, tidak tampak menjadi semakin
kuning bila disusui oleh ibunya”

Anamnesis ini ditanyakan untuk mencari faktor penyebab ikterus neonatorum yang
berhubungan dengan pemberian air susu ibu (Breast Milk Jaundice). Diperkirakan 1:200
bayi aterm yang menyusui memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang
cukup berarti antara hari ke 4-7, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl,
selama minggu ke-3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-
angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu, dengan kadar
yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan turun
cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari. Penghentian menyusu selama
2-4 hari, bilirubin serum akan turun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu
kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi seperti
sebelumnya. Susu yang berasal dari ibu mengandung 5β-pregnan-3α, 20β-diol dan asam
lemak rantai panjang tak teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktivitas
konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusui. Pada ibu lainnya,

27
susu mereka menghasilkan lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya
ikterus (Nelson, 1991).
Pada penderita ini tidak didapatkan kelainan ikterus yang berhubungan dengan pemberian
air susu (breast milk jaundice).

”Selama kehamilan berat badan ibu naik 5 Kg. Ibu memeriksakan kehamilannya pada
bidan dan kontrol secara tidak teratur sebanyak 3 kali selama kehamilan. Selama
kehamilan ibu tidak pernah minum obat selain dari bidan, yaitu 2 macam obat tablet
berwama merah 1 x/hari dan tablet mama kuning kecil lx/hari selama tiga bulan dan
diberi suntikan l kali. Riwayat ibu sakit tekanan darah tinggi selama kehamilan tidak
ada. Riwayat sakit kuning, kelainan darah dan kekurangan darah dalam keluarga tidak
ada. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan/jamu selain dari bidan selama hamil atau saat
bersalin tidak ada. Riwayat memelihara kucing diakui. Golongan darah ibu adalah AB,
sedangkan golongan darah ayah adalah A, rhesus tidak diketahui”.

Anamnesis riwayat kehamilan di atas ditanyakan untuk mencari fakor risiko dan faktor
predisposisi timbulnya ikterus, yaitu :
a. Keadaan yang mengurangi kapasitas ikat albumin (asidosis, asfiksia,
hipoalbuminemia, infeksi TORCH, prematuritas, hipoglikemia).
b. Keadaan yang meningkatkan kerentanan sel-sel terhadap toksisitas bilirubin
(asfiksia dan hipoalbuminemia).
c. Obat yang menghambat daya kerja glukoronil transferase (Novobiosin,
Flavaspidat, Sulfa)

”Selama kehamilan berat badan ibu naik 5 Kg. Ibu memeriksakan kehamilannya pada
bidan dan kontrol secara tidak teratur sebanyak 4 kali selama kehamilan. Selama
kehamilan ibu tidak pernah minum obat selain dari dokter, yaitu 2 macam obat tablet
berwarna merah 1 x/hari dan tablet warna kuning kecil lx/hari selama tiga bulan”.

Anamnesis riwayat prenatal care yang dilakukan bertujuan untuk menjaga agar ibu
maupun bayi sehat selama kehamilan ataupun pada saat persalinan, memperkecil risiko
timbulnya infeksi TORCH, dan mempersiapkan agar kelahiran bayi normal. Pada
penderita ini prenatal care terlihat baik, sehingga kemungkinan kecil terhadap timbulnya
prematuritas dan bayi lahir dengan berat badan rendah.

28
”Riwayat ibu sakit tekanan darah tinggi selama kehamilan tidak ada”
Anamnesis ini ditanyakan untuk mencari terdapatnya hipertensi pada ibu, yang
merupakan salah satu resiko timbulnya prematuritas dan bayi lahir dengan berat badan
rendah. Pada penderita ini tidak ditemukan hipertensi selama kehamilan.

”Riwayat sakit kuning, kelainan darah dan kekurangan darah dalam keluarga tidak ada”

Anamnesis ini ditujukan untuk mencari apakah terdapat penyakit hepatitis B pada ibu
yang ditularkan kepada janin, merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan ikterus
pada bayi. Kebanyakan infeksi HBSAg positif asimptomatik pada ibu hamil, virus
hepatitis B menyebabkan berat badan lahir rendah, kadang-kadang hepatitis akut yang
merupakan penyebab timbulnya ikterus neonatorum (Nelson, 1991). Riwayat kelainan
darah ditanyakan untuk mencari etiologi ikterus yang disebabkan kelainan darah genetik,
seperti sferisitosis herediter, defisiensi G6PD, galaktosemia, hemoglobinophatia-alfa-
thalasemia). Riwayat kekurangan darah untuk mencari anemia yang diderita oleh ibu.

”Riwayat mennkonsumsi obat-obatan/jamu selain dari dokter/bidan selama hamil atau


saat bersalin tidak ada”

Anamnesis riwayat pemakaian obat-obatan selama kehamilan penting, karena terdapat


obat-obatan yang dapat menghambat daya ikat albumin dan daya kerja glukoronil
transferase, sehingga menyebabkan peningkatan kadar bilirubin serum. Contohnya :
Novobiosin, Flavaspidat, dan Sulfa. Disamping itu jamu-jamuan tradisional ada yang bisa
menyebabkan timbulnya hepatitis drug induce.

”Riwayat memelihara kucing diakui”


Anamnesis ini ditujukan untuk mencari apakah terdapat faktor penyebab ikterus akibat
infeksi TORCH yang diketahui hidup dalam bulu-bulu binatang peliharaan, dimana
infeksi TORCH yang dapat menimbulkan bayi lahir dengan berat badan rendah dan
hepatitis. Infeksi virus TORCH terdiri dari virus Toksoplasma gondii menyebabkan berat
badan lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus, anemia; virus rubella dengan gejala

29
berat badan lahir rendah, hepatosplenomegali, ptekhie, osteitis; virus sitomegalo
menyebabkan anemia, trombositopeni, hepatoslenomegali, ikterus, encefalitis; virus
herpes simpleks menyebabkan penyakit multisistem organ paru, hali, SSP, lesi-lesi kulit
vesikuler, retinopati. (Nelson, 1994).

”Golongan darah ibu adalah AB, sedangkan golongan darah ayah serta rhesus tidak
diketahui”.
Anamnesis ini ditanyakan untuk mencari apakah etiologi dari ikterus yang terjadi akibat
Ketidakcocokan golongan dari utama dan rhesus antara ibu dan janin. Tabel
Kompatibllitas Darah Ibu dan Darah Janin.
Golongan darah Golongan darah janin
ibu Kompatibel Inkompatibel
O O -
A O, A A, B,AB
B O, B B, AB
AB O, A, AB A, AB

Pada penderita ini didapatkan golongan darah ibu AB, golongan darah anak A,
berdasarkan tabel di atas maka terdapat kompatibilitas.

Anamnesis Makanan
”Diberikan PASI dengan jumlah 20-30 ml sebanyak 3 kali/hari”

Anamnesis makanan ditanyakan untuk melihat kualitas dan kuantitas pemberian makanan
apakah telah memenuhi kebutuhannya sesuai dengan umurnya.
Pada penderita ini telah diberikan kira-kira 75 cc/hari, jumlah tersebut kurang mencukupi
kebutuhan normal (300 cc/hari).

Riwayat Immunisasi
”Penderita belum mendapatkan immunisasi”

30
Anamnesis di atas ditanyakan untuk melihat status kekebalan tubuh penderita terhadap
penyakit yang dapat menimbulkan ikterus.

ANALISIS PEMERIKSAAN FISIK

Neonatus dan bayi kecil yang normal belum dapat memberikan respons terhadap stimulus
tertentu, dalam hal ini kesadaran disimpulkan dari kemampuan bayi memberi respons
terhadap stimulus yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Pada penderita ini tampak mengantuk dan lemah sehingga kesadarannya letargis.

”Kesan : tampak sakit sedang”


Kesan diambil dengan menilai penampakkan pasien secara keseluruhan. Kesan keadaan
sakit tidak selalu identik dengan serius atau tidaknya penyakit yang diderita. Pada
penderita ini bayi tampak sakit sedang.

”Menangis : lemah”
Karakteristik tangisan pasien kadang-kadang memberi petunjuk umum ke arah diagnosis
tertentu. Tangisan yang kuat dapat disebabkan karena pasien memang merasa sakit,
ketakutan atau memang sekedar mau menangis saja. Tangisan yang kuat biasanya
memberi petunjuk bahwa pasien tidak dalam keadaan distress berat dan tidak dalam
keadaan lemah. Sebaliknya tangisan yang lemah menunjukkan keadaan pasien yang
lemah atau sakit cukup berat.

“Derajat Ikterik : Kramer V”


Penentuan derajat ikterik berdasarkan Kramer

Warna kuning terjadi secara sefalokaudal, timbul pertama di kepala, kemudian menyebar
ke badan, ekstremitas dan berakhir di telapak kaki dan tangan.
1. Kepala dan leher
2. Badan sampai pusat

31
3. Pusat bagian bawah sampai lutut
4. Lutut sampai pergelangan kaki, bahu sampai pergelangan tangan
5. Kaki dan tangan termasuk telapak tangan dan kaki.

Cara : menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
clavicula, lutut, dll. (Boejang, 1994)

Pengukuran
Berat badan : 3200 gr Panjang badan : 42 cm
Lingkar kepala : 29 cm Lingkar dada : 25 cm
Lingkar Perut : 24 cm Lingkar Lengan Atas : 10 cm

Pengukuran di atas dilakukan untuk menilai apakah terdapat gangguan pertumbuhan


intrauterin bayi.

Kurva pertumbuhan intrauterin


Berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin, pasein ini termasuk bayi aterm dengan umur
kehamilan 39 minggu (>37 minggu), berat badan lahir 3200 gram (>2500gram),
lingkaran kepala 29 cm (< 33 cm), dan lingkaran dada 25 cm (< 30 cm).

Tanda vital Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah tidak dilakukan karena pada neonatus dianjurkan melakukan
tindakan invasif sekecil mungkin untuk menghindari timbulnya hal-hal yang tidak
diinginkan seperti infeksi.
Nilai normal tekanan darah
Umur Sistolik Diastolik
Neonatus 80 46
6 bl-1 th 89 60
1 th 96 66
2 th 99 64
3 th 100 67
4 th 99 65
5-6 th 94 55
7-8 th 100 56

32
8-9 th 105 57
10-11 th 111 58
12-13 th 115 59
13-14 th 118 60

Pada pasien didapatkan Nadi = 140 x/menit, Regular, Equal, Isi cukup.
Nilai normal denyut nadi Istirahat
Umur Batas Normal Rata-rata
Neonatus 70-190 125
1-11 bl 80-160 120
2 th 80-130 110
4 th 80-120 100
6 th 75-115 100
8 th 70-110 90
10 th 70-110 90

♀ ♂ ♀ ♂
12 th 65- 105 85
14 th 60-100 90
16 th 55-95 75
18 th 55-95 50-90 70 75
heart rate : 150 x/menit
Nilai normal HR pada neonatus < 160 x/menit

Respirasi : 56 x/menit, abdominothorakal


Nilai normal respirasi (WHO)
Umur Respirasi
0-2 bl 60 kali/menit
2 bl-1 th 50 kali/menit
1 th-5 th 40 kali/menit
> 5 th 30 kali/menit

Kepala
Wajah : ikterik
Mata : sklera ikterik, konjungtiva anemis
Hidung : Simterus, pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : sianosis perioral (-)
Abdomen : datar, lembut, bising usus normal.

33
Neurologi ;
Refleks sucking dan rooting (+) lemah
Refleks sucking ini akan negatif bila anak telah kenyang. Bila refleks ini negatif dan tidak
dalam keadaan kenyang menunjukkan adanya depresi SSP (misalnya noksia oleh karena
ibu dengan anestesi, kelainan kongenital).
Refleks Rooting akan tetap ada sampai umur 6 bulan. Pada umur selanjutnya mata
memegang peranan dan bayi secara sadar akan mencari botol dan tidak untuk jari. Pada
masa anak selanjutnya refleks rooting dan sucking dapat ditemukan bila ada diserebrasi
yang ekstrim.

Refleks Moro (+) lemah


Stimulasi berupa pergerakan kepala yang sekonyong-konyong pada bahu. Respon terdiri
dari abduksi lengan dan tangan membuka, kemudian diikuti segera oleh gerakan lengan
seperti memeluk. Pergerakan asimetris dapat timbul pada brachial palsy, fraktur
klavikula/humerus, luksasi sendi bahu. Kegagalan lengan untuk abduksi dengan bebas
dan kegagalan tangan untuk membuka menunjukkan adanya hipotoni. Kelemahan dari
respon menunjukkan hipotoni. Refleks moro yan menetap sesudah umur 6 bulan
menunjukkan kemungkinan adanya cerebral palsy. Pada penderita ikterus dengan
komplikasi kern ikterus terdapat penurunan refleks moro.

Refleks menggenggam (+) lemah


Bila telapak tangan ditempelkan jari atau suati benda, bayi akan menggenggam dengan
kuat. Refleks ini telah ada sejak lahir dan akan mengurang pada umur 4 bulan dan
meghilang pada umur 6 bulan. Dalam keadaan istirahat tangan bayi sampai umur
beberapa bulan sering menggenggam. Setelah umur 3-4 bulan tangan sering terbuka. Bila
setelah umur 4 bulan masih selalu menggenggam terus atau sesudah umur 6 bulan refleks
menggenggam masih menetap, awas bahaya.

Ekstremitas
 Refleks fisiologis = [+]|[+]

34
 Refleks patologis = [-]|[-]  Untuk melihat tanda Kern Ikterus

 Plantar Creases > 1/3 anterior  Untuk menilai maturitas

Ballard Skor = 30 sesuai dengan umur kehamilan 36 minggu. Penilaian umur kehamilan
perlu dilakukan untuk menilai maturitas sebagai salah satu faktor penentu dalam terapi.

Pada pemeriksaan pasien ini didapatkan :


 Kulit seperti kertas, kulit retak lebih dalam, tidak ada vena (skor 4)

 Lanugo menipis (skor 2)

 Lipatan plantar 2/3 anterior (skor 3)

 Payudara areola penuh dengan tonjolan 5-10 mm (skor 4)

 Daun telinga bentuk sempurna dan membalik seketika (skor 3)

 Kelamin perempuan labia mayora menutupi labia minora (skor 3)

 Sikap (posture) (skor 2)

 Sudut pergelangan tangan (square window wrist) (skor 1)

 Membalik lengan (arm recoil) (skor 2)

 Susut poplitea (scarf sign) (skor 2)

 Tanda selempang (skor 2)

 Tumit telinga (heel to ear) (skor 2)

 Nilai total : 30

 Berdasarkan Ballard score maturity = 36 minggu.

35
ANALISIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Klasifikasi anemia Nilai Normal Hitung Nilai normal
Jenis Leukosit
Umur Kadar Hb Umur X 1000 Sel %
(gr%) sel/mm3
Lahir 18-26,5 Bayi baru 9,0-30,0 Basofil 0-0,75
lahir
2 minggu 13,4-19,2 24 jam 9,4-34,0 Eosinofil 1-3
1 bulan 12,1-17,3 1 bulan 5,0-19,5 Netrofil 3-5
batang
3 bulan 9,6-16,2 1-3 tahun 6,0-17,5 Netrofil 54-62
segmen
6 bulan s/d < 11 4-6 tahun 5,5-15,5 Limfosit 25-33
6 tahun
6 tahun s/d < 12 8-13 tahun 4,5-13,5 Monosit 3-7
12 tahun
Dewasa 4,5-11,0
Sumber ; WHO Sumber ; Nelson (1996) Sumber ; Nelson (1996)

Berdasarkan tabel di Berdasarkan tabel di Pada pasien ini nilai


atas maka pada bayi atas leukosit eosinofil sesuai dengan
ini terdapat anemia di (17770/mm3) pada bayi normal yang
mana Hb = 14,6 gr% adalah normal menandakan tidak
terdapat alergi

Trombosit 291.300 mm3  pasien nilai trombositnya normal (Normal = 150.000-350.000 mm3)

ANALISIS DIAGNOSA BANDING


Hiperbilirubinemia neonatorum ec defisiensi G6PD
Defisiensi G6PD adalah penyakit yang paling penting dan berperan dalam terjadinya
hemolitik yang diinduksi oleh infeksi atau beberapa obat, dan anemia non sferositik
kronik. Defisiensi enzim ini terkait kromosom X.. Hemolisis terjadi karena defisiensi
enzim tersebut menyebabkan sel darah merah gagal mempertahankan stress oxidant yang
berhubungan dengan infeksi dan pemberian beberapa obat. Sel darah merah yang normal
mengandung Glutathion (GSH), yang berfungsi sebagai buffer intraseluler yang
mendegradasi peroxida dan melindungi protein sel dari luka oxidan. Pada defisiensi
G6PD, kapasitas GSH menurun sehingga mudah terjadi luka oxidant dan henolisis.
G6PD sering berhubungan dengan asal ras dan jenis kelamin. Kejadian pada ras Asia
berkisar antara 5 - 40%. Dan penyakit ini banyak menyerang pria oleh karena terpaut

36
oleh kromosom X. Pada difisiensi G6PD hemolisis spontan bisa terjadi pada bayi
prematur tapi tidak terjadi pada bayi yang sesuai pada bayi cukup bulan.

ANALISIS DISKUSI DIAGNOSIS KERJA


Hiperbilirubinemia neonatorum ec gangguan konjugasi bilirubin, neonatus cukup bulan
(36 minggu), bayi sesusai masa kehamilan, lahir spontan, letak kepala.

Dasar pertimbangan diagnosis kerja pada penderita ini adalah :


Pada anamnesis terdapat gejala ibu penderita melihat bayinya tampak kuning setelah 4
hari melahirkan. Warna kuning tampak pertama kali pada mata dan muka yang semakin
lama semakin kuning, kemudian menyebar ke badan, telapak tangan, dan kaki. Keluhan
kuning tidak disertai dengan panas badan, kejang ataupun muntah. Keluhan kuning
disertai bayi tampak mengantuk, menetek lemah dan menangis lemah. Buang air besar
tidak tampak seperti dempul dan buang air kecil tidak tampak berwarna teh pekat.
Penderita lahir dari seorang ibu G1P1A0 yang merasa hamil cukup bulan (36 minggu),
langsung menangis, dengan berat badan lahir = 3200 gr, panjang badan = 38 cm.

Riwayat kebiruan pada saat/setelah persalinan tidak diketahui. Penderita langsung disusui
ibunya dan penderita tidak tampak menjadi semakin kuning bila disusui oleh ibunya.
Selama kehamilan berat badan ibu naik 5 Kg. Ibu memeriksakan kehamilannya pada
dokter dan kontrol secara teratur sebanyak 3 kali. Riwayat memelihara kucing tidak
diakui. Golongan darah ibu adalah A, sedangkan golongan darah anak adalah B (Rh
positif).

Pada pemeriksaan fisik terdapat kelainan yang dapat ditemukan pada hiperblirubinemia
neonatorum antara lain : keadaan umum penderita letargis, kesan sakit sedang, menangis
lemah, Ikterik Kramer V, tanda vital : Nadi = 122 x/m, R = 50 x/m, S = 360 C, kulit
ikterik, konjungtiva anemis, sklera ikterik, bising usus [+] normal, refleks primitif : moro,
isap, rooting, genggam positif lemah, ekstremitas akral hangat.

37
Pada pemeriksaan laboratorium rutin didapatkan Hb = 14gr% (normal), Lekosit =
17700/mm3 (normal), Trombosit = 291.300/mm3 (normal), PCV = 44% (normal).

ANALISIS USUL PEMERIKSAAN


Pemeriksaan laboratorium feses perlu dilakukan pada penderita ikerus. Jika ditemukan
tinja yang berwarna putih seperti dempul, eritrosit > 1/LP yang menandakan adanya
perdarahan saluran pencernaan akibat sirosis (jarang pada bayi).
Selain itu pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
bilirubin dalam urin, artinya terdapat peningkatan bilirubin indirek atau tidak.

ANALISIS PENATALAKSANAAN
Umum
1. Pertahankan suhu 36,5 - 37,5 C (mencegah/mengatasi hipotermi)
2. Pemberian PASI.
Khusus
Prinsip pengelolaan hiperbilirubinemia neonatal yaitu segera menurunkan kadar bilirubin
indirek untuk mencegah jangan sampai timbul komplikasi kern ikterus. Pada penderita ini
dilakukan terapi sinar dengan indikasi : berat badan lahir > 3200 gram dengan etiologi
gangguan konjugasi bilirubin.

38
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia neonatorum :
Serum Berat < 24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
bilirubin badan lahir
(mg%) (gram)
<5 Semua
5-9 Semua Fototerapi
jika
hemolisis
10-14 < 2500 Transfusi Fototerapi
> 2500 bila Periksa jika bilirubin > 12
hemolisis mg%
15-19 < 2500 Transfusi ganti Pertimbangkan Transfusi
ganti
> 2500 Fototerapi
≥20 Semua Transfusi ganti

periksa observasi
ikterus
Dari Maisels MJ, in GB Avery (Ed.), Neonatology. Philadelphia : Lippincott, 1972.

Indikasi terapi sinar :


1. Bayi dengan berat badan lahir rendah (<1500)
2. Bayi prematur dengan trauma/memar yang hebat
3. Bayi dengan proses hemolisis sementara menunggu transfusi ganti.
Indikasi fototerapi berdasarkan berat badan lahir :

Berat Badan Lahir Indikasi


< 1500 Dalam 24 jam langsung disinar tanpa melihat kadar bilirubun serum
1500 - 1999 Tanpa hemolisis, disinar mulai pada kadar bilirubin 10 mg/dl
Dengan hemolisis, disinar mulai pada kadar bilirubin 8 mg/dl

2000 - 2499 Tanpa hemolisis, disinar mulai pada kadar bilirubin 12 mg/dl
Dengan hemolisis, disinar mulai pada kadar bilirubin 10 mq/dl

>2500 Tanpa hemolisis dan bayi sehat, tanpa disinar


Dengan hemolisis atau ada faktor kontraindikasi transfusi ganti, disinar mulai
pada kadar bilirubin 15 mg/dl

39
Kontraindikasi :
1. Hiperbilirubinemia karena bilirubin direk (hepatitis)
2. Hiperbilirubinemia obstruktiva (atresia biliaris)

Tata cara terapi sinar :


Bayi dalam keadaan telanjang dalam inkubator (mata dan testis ditutup dengan penutup
yang tidak tembus cahaya).
a. Jarak bayi dengan lampu 45-50 cm.
b. Bagian bawah unit fototerapi dalam lapisan termoplastik setebal 0.25 inchi.
c. Posisi bayi dirubah-rubah dalam 24 jam 3 posisi T2M (telentang, tengkurap,
melintang).
d. Ukur suhu bayi tiap 2 jam (pertahankan suhu 36,5 - 37,50 C).
e. Waktu minum, fototerapi distop dulu.
f. Selama penyinaran, ibu bayi diizinkan kontak dengan bayi.
g. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit (timbang berat badan 2x/ hari).
h. Periksa kadar bilirubin total 12-24 jam.
i. Berikan ekstra minum 10 - 15 ml/kgBB.

Pengaruh terapi sinar terhadap bilirubin


Terapi sinar merupakan cara yang paling sering digunakan dalam mengelola neonatal
hyperbilirubinemia. Ketika bilirubin mengabsorbsi foton dari cahaya, akan timbul reaksi
kimia berikut : fotooksidasi, isomerisasi konfigurasi dan isomerisasi struktur (Ennefer,
1990).
Fotooksidasi
Fotooksidasi akan menyebabkan hilangnya bilirubin secara bertahap dari serum sampel
yang terpapar oleh sinar matahari. Fenomena ini merupakan hasil fotooksidasi bilirubin
yang menghasilkan produk tak berwarna yang larut dalam air. Meskipun fotooksidasi
membantu mengurangi bilirubin prosesnya berlangsung lambat, dari semua data hasil
penelitian yang ada menunjukkan bahwa mekanisme tersebut hanya berperan sedikit
mengeliminasi bilirubin selama fototerapi (Ennefer, 1990).

40
Isomerisasi konfigurasi
Bila 4Z, 15Z bilirubin (bentuk asli bilirubin) mengabsorbsi foton sinar, akan terjadi
perubahan susunan kimia dari bentuk Z menjadi bentuk E. Semua isomer E dari bilirubin
bersifat lebih larut dalam air dibandingkan bentuk aslinya. Isomer-isomer E dari bilirubin
secara spontan (dalam keadaan gelap) dapat kembali menjadi konfigurasi 4Z, 15Z yang
lebih stabil, tetapi dapat distabilkan oleh ikatan dengan albumin (Ennefer, 1990)

Isomerisasi struktur
Isomerisasi struktur melalui perubahan susunan atom bilirubin, membentuk struktur baru
yang disebut lumirubin atau photobilirubin II, (E,Z)-cyclobilirubin. Seperti dalam isomer
E, ikatan hidrogen pada bagian dalam lumirubin terputus, sehingga lebih larut dalam air
dibandingkan 4Z, 15Z bilirubin. Lumirubin tidak dapat kembali ke bentuk asli bilirubin,
meskipun tidak berikatan dengan albumin. Pada keadaan-keadaan tertentu terapi sinar ini
tampaknya tidak banyak bermanfaat pada penderita-penderita dengan gangguan motilitas
usus, obstruksi usus atau saluran cerna. Hal ini terjadi karena penurunan peristaltik usus
akan mengakibatkan meningkatnya reabsorbsi enterohepatik bilirubin, sehingga secara
klinik seolah-olah terapi sinar tidak bekerja efektif (Ennefer, 1990)

Fototerapi dihentikan jika ;


1. Kadar bilirubin cukup rendah untuk terjadinya kern ikterus
2. Faktor resiko terjadinya kadar bilirubun tosik telah teratasi

ANALISIS KOMPLIKASI
KELAINAN MEKANISME YANG MUNGKIN TERJADI
Kulit berwarna kecoklatan seperti Induksi dari siotesls melanin dan/atau dispresi oleh
terbakar matahari (tanning) sinar matahari
Bronze Baby Syndrome Berkurangnya ekskresi hepatite dari photo-product
bilirubin
Diare Merangsang sekresi bilirubin
Intolerasi Laktosa Kerusakan mukosa dari vili epitel
Hemolisis Fotosensitifitas menggangu sirkulasi eritrosit
Kulit terbakar Pemaparan yang luas terhadap emisi gelombang
pendek dari lampu flouresens
Dehidrasi Bertambahnya Insensible water loss

41
karena menyerap energi foton
Ruam kulit Gangguan fotosensitase terhadap sel mast kulit
dengan pelepasan histamin
Dikutip dari Odell C : Neonatal hyperbilirubinemia New York Grune & Stratton 1980:
131

ANALISIS PROGNOSA
Prognosa penderita hiperbilirubinemia neonatorum baik bila tidak ada komplikasi kern
ikterus. Pada penderita ini didapatkan quo ada vitam : ad bonam dengan melihat tanda-
tanda vital yang normal, sedangkan quo ad functionam pada penderita ini ad bonam
dengan melihat tak tampak tanda-tanda kern ikterus.

Upaya mengatasi hiperbilirubinemia terdiri dari dua tahap tindakan, yaitu ;

PROGNOSIS
Dengan menggunakan kriteria patologis, maka sepertiga dari bayi yang menderita
hemolisis yang tidak mendapat pengobatan dan kadar bilirubin serum yang lebih dari 20
mg%, akan mengalami kern ikterus. Perkiraan yang dapat dipercaya tentang frekuensi
sindroma klinis ternyata tidak ada, sebagai akibat spektrum manifestasi yang luas. Tanda-
tanda neurologis yang nyata mempunyai prognosis buruk karena sebanyak 75% bayi
seperti itu atau lebih akan meninggal dunia dan 80% dari mereka yang hidup akan
memperlihatkan koreoatetosis bilateral disertai spasme otot involunter. Keterbelakangan
mental, ketulian dan quadriplegia spastis lazim ditemukan. Bayi yang mempunyai resiko
sebaiknya dilakukan tes penyaring pendengaran.

PENCEGAHAN
Pencegahan terjadinya hiperbilirubinemia adalah yang paling penting. Pada masa
antenatal, intranatal maupun postnatal harus diupayakan agar tidak terjadi
hiperbilirubinemia. Anggapan hiperbilirubinemia diberikan pada neonatus cukup bulan
dengan kadar bilirubin indirek serumnya setiap waktu sebesar 15 mg% dan pada bayi
kurang bulan atau berat lahir rendah sebesar 10 mg%.

42
Pada beberapa keadaan timbulnya ikterus dapat dicegah atau dihentikan peningkatannya
dengan cara :
a. Pengawasan antenatal yang baik (menentukan golongan Rh, ABO dan lain-lain
dari darah ibu).
b. Penggunaan obat-obatan yang rasional pada ibu hamil dan ibu yang melahirkan.
hendaknya dihindari penggunaan obat-obatan yang merupakan bilirubin displacer
seperti sulfisoksazol, beberapa jenis salisilat, sefalosporin dan lain-lain yang dapat
meninggikan kadar bilirubin plasma bayi baru lahir. Selain itu, perlu juga
dihindari setiap pencetus hemolisis pada penderita defisiensi enzim G-6-PD.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksia dan asidosis pada janin dan neonatus.
d. Pimpinan partus yang baik untuk mencegah trauma lahir.
e. Pemberian fernobarbital pada ibu hamil atau segera sesudah bayi lahir.
f. Iluminasi yang baik pada ruang bersalin dan bangsal bayi baru lahir.
g. Pemberian minuman (ASI) sedini mungkin.
h. Pencegahan infeksi.

43
Daftar Pustaka

Cloherty JP, Neonatal Hyperbilirubinemia, dalam Manual of Neonatal Care, Edisi ke 3,


Boston, Little Brown Company, 1991 : 298 - 299.

Ennefer JF. Blue light, Green light. White light, More light : Treatment of Neonatal
Jaundice. Clin. In Perinatol. Vol. 17. No. 2, 1990 : 467 -481.

Guyton AC. Hati dan Sistem Empedu. Dalam Fisiologi Kedokteran, edisi ke 5. Saunders
Company, 1976 : 392 - 400.

Oski FA. Disorder of Bilirubin Metabolism. Dalam : Schaffer and Avery's : Disease of
The Newborn. Edisi ke 6. Philadelphia. WB Saunders, 1991 : 754 - 761.

Behrman, Kliegman, Arvin. Kern Ikterus. Dalam : Nelson textbook of pediatricts, edisi
ke-15. Philadelphia : WB Saunders, 1996; 496-498.

Bratlid D. How bilirubin gets into the brain. Clinical Perinatology, 1990; 17: 449-465.

Gomella TL. Hyperbilirubinemia. Dalam : Neonatology Management, procedures, on


call problems, diseases and drugs, edisi ke-3. Norwalk : Appleton 8i Lange, 1994;
311-317.

Watcko JF, Oski FA. Kern ikterus in preterm newborns; past, present, and future.
Pediatrics 1992; 90 : 707-715.

Volpe JJ. Bilirubin and brain injury. Dalam : Neurology of the newborn, edisi ke-2.
Philadelphia : WB Saunders, 1987; 386-408.

Cashore WJ, Stern L. Neonatal hyperbilirubinemia. Pediatrics Clinic North Am, 1982;
29: 1191-1203. Kliegman RM Fetal and neonatal medicine. Dalam Berhman,
Kliegman, penyunting. Nelson essensials of pediatrics. Philadephia : WB
Saunders, 1990; 186-188 Bratlid D, Cashore WJ, Oh W. effect os asidosis on
bilirubin deposition in rat brain. Pediatrics, 1984; 73 431-434.

Marjono M, Sidharta P. Sawar darah otak. Dalam : neurologi klinis dasar, edisi ke-6.
Jakarta : Dian Rakyat, 1997; 362-369.

Wahidiyat I, Matondang CS,& Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak. Balai


Penerbit FKUI, Jakarta, 1991. Hal -.25-27.

Odell C : Neonatal hyperbilirubinemia New York Grur & Stratton 1980: 131.

Gartner L 8t Whitington P. disorders of Bilirubin metabolism. Dalam Nathan D & Oski


F, eds. Hematology of Infancy and Childhood. 3,d ed. Philadephia: WB Saunders,

44
1987 : 29. Maisels MJ, in GB Avery (Ed.), Neonatology. Philadelphia : Lippincott,
1972.

45

You might also like