You are on page 1of 6

Nama : reski

Nim : 21606048

Kelas : reg. B (keperawatan)

A. Sistem imun non spesifik


Sistem imun non spesifik ini dibagi kepada empat yaitu pertahanan fisik dan mekanik,
pertahanan biokimiawi, pertahanan humoral serta pertahanan seluler. Dalam sistem
pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan
bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh. Kulit yang
rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan
meninggikan risiko infeksi. Pertahanan  biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida
dalam lambung, enzim proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan
air susu.
1. Inflamasi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
(Dorland, 2002).
Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia,
dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein
plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat
mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk,
membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan
(Corwin, 2008).
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme yang
berbeda :
a. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
b. Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
c. Fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis
(Wilmana, 2007).
Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses
inflamasi yang sudah dikenal ialah :
1) Kemerahan (rubor) : Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang
mengedarkan darah ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan
aliran darah ke tempat cedera (Corwin, 2008).
2) Rasa panas (kalor) : Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara
bersamaan. Dimana rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak
di tempat radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini
terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam
tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007).
3) Rasa sakit (dolor) : Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal: (1)
adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan
tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pengeluaran zat
– zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang
dapat merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan
nyeri (Wilmana, 2007).
4) Pembengkakan (tumor) : Gejala paling nyata pada peradangan adalah
pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang
mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah
ke ruang interstitium (Corwin, 2008)
5) Fungsiolaesa : Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang
terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi.(Wilmana, 2007).
2. Interveron
Interferon adalah protein yang diproduksi secara alami oleh sel di dalam tubuh untuk
melindungi tubuh dari serangan berbagai penyakit, contohnya pada sel-sel
darah putih, sel-sel pembunuh alami, fibroblast-fibroblast, dan sel-sel epithelial. Salah
satu dari kelompok protein antivirus diproduksi oleh hewan, termasuk manusia,
sebagai respon terhadap infeksi oleh virus. Jelas, bagaimanapun, bahwa interferon
berperan dalam pertahanan tubuh terhadap virus yang paling penting, dan bahwa
mereka membantu melawan bakteri dan penyakit-agen penyebab.
Terdapat tiga kelas interferon yaitu, alfa, beta, dan gamma :
a. Interferon-α : yang dibuat oleh sel-sel darah putih, berperan sebagai molekul anti-
viral.
b. Interferon-β : dihasilkan oleh fibroblas dan dapat bekerja pada hampir semua
seldi dalam tubuh manusia.
c. Interferon-γ : dihasilkan oleh limfosit sel T pembantu dan hanya bekerja pada sel-
sel tertentu, seperti makrofag, sel endotelial, fibroblas, sel T sitotoksik,dan
limfosit B.
3. Sell Natular Killer
Sel NK adalah bagian dari limfosit dengan salah satu petanda permukaan
CD16 (merupakan reseptor untuk Fc) dan CD56. Ciri permukaan CD16+ dan
CD56+ tanpa CD3 (CD16+/CD56+CD3-) sampai saat ini digunakan untuk
memastikan bahwa sel tersebut adalah sel NK yang dapat membedakan sel T dan
sel B. Sel NK dapat membunuh sel sasaran secara langsung tanpa sensitisasi
terlebih dahulu dan tanpa tergantung dengan MHC. Selain tidak tergantung oleh
MHC, sel ini juga tidak berinteraksi dengan sel sasaran melalui reseptor T (TCR)
seperti sel T (Bruunsgaards dkk, 2000). Sel NK memegang peran penting dalam
pertahanan alamiah terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit
infeksi khususnya infeksi virus. Sebagian besar sel NK (95%) dapat berfungsi
sebagai sel yang membunuh (killer cell) sel sasaran yang terifeksi virus dan sel
sasaran lain yang dilapisi oleh imunoglobulin G (IgG) sehingga berfungsi sebagai sel
sitotoksik yang bergantung pada antibodi (antibody dependent cell mediated
cytoxicity) atau ADCC (Bruunsgaards dkk; 2000). Sel NK merupakan komponen
kekebalan tubuh bawaan (innate immunity) yang berperan sebagai pembunuh
(cytotoxicity) dengan mensekresi lisosom yang mengandung perforin dan
granzym, juga menghasilkan sitokin IFN-ϒ, TNF-α, IL-5, IL-13 (Fatmah; 2006).
Sel NK, selain berperan sebagai pembunuh (cytotoxicity) dengan mensekresi
lisosom yang mengandung perforin dan granzym, juga menghasilkan sitokin
(cytokine) dan chemokine yaitu interferon gama (IFN-ϒ), tumor nercrosis factor
alpha (TNF-α), interleukin (IL-5), IL-13. Selain hal tersebut, sel NK juga
memiliki fungsi sebagai costimulator yang dapat menstimulasi makrofag, sel T
maupun sel B, sehingga menjembatani interaksi antara kekebalan tubuh bawaan
(innate immunity) dengan kekebalan tubuh dapatan (adaptive immunity)(Orange JS
dan Ballas ZK; 2006).
4. Sel komplemen
Komplemen adalah sebuah system yang terdiri atas sejumlah protein yang
berperan dalam pertahanan terhadap benda asing, baik dalama system imun spesifik
dan nonspesifik yang merupakan salah satu system enzim serum yang berfungsi
dalam inflamasi, opsonisasi dan lisis membrna patogen. Terdapat 20 jenis protein
yang diketahui berperan dalam system komplemen.
Mekanisme rekasi pada classical pathway yakni, C1 teraktivasi saat berikatan
dengan kompleks antigen-antibodi. C1 yang telah teraktivasi akan merangsang
pembelahan C2, menjadi C2a dan C2b, serta pembelahan C4, menjadi C4a dan C4b.
C2b dan C4b bergabung dan membentuk senyawa protease yang dikenal sebagai C3-
convertase. C3-convertase ini kemudian berperan dalam pembelahan C3 menjadi C3a
dan C3b. C3a berperan dalam reaksi inflamasi karena mampu merangsang pelepasan
histamine dari sel mast. C3b dapat menjadi C3-convertase dengan bantuan Factor D
dan Factor B ataupun C3b berikatan dengan dinding sel bakteri, dimana sel fagosit
memiliki kemampuan pengenalan terhadap situs C3b, hal ini disebut opsonization.
B. RESPON IMUN SEKUNDER (SISTEM IMUN SPESIFIK)
Respon imun sekunder terjadi individu yang sudah diimunisasi dengan sebuah antigen
dan mengalami tantangan ulang oleh substansi yang sama. Respon keduan dan selanjutnya akan
menghasilkan unit efektor yang lebih besar dan lebih kuat untik waktu yang cukup lama dan
molekul antibodi yang dihasilkan memiliki afinitas yang lebih kuat terhadap antigen tersebut
(Figur A&P 17-7)
Pemrosesan dan penyajian antigen
Kemampuan sell T dalam mengenali antigen terbatas pada fragmen peptida yang
disajiakn APC dengan molekul MHC. Proses pengenalan ini dibantu molekul CD4 dan CD8 pada
permukaan sel T. MHC kelas I akan menyajikan fragmen peptida keda sel CD8, sedangkan MHC
kelas II akan menyajikan ftagma peptida dengan sel CD4. Proses pengenalan ini dikatakan
bergantung pada MHC; yang berarti bahwa APC dan sel T hrus memiliki molekul MHC yang
sama (harus saling mengenalai bahwa keduanya adalah bukan materi asing)
SEL B DAN RESPON ANTIBODI
Sel B mengenali antigen dalam dua bentuk antara lain sebagai berikut :
1. Dalam bentuk bebas, berupa antigen tidak terproses (ditandai adanya karbohidrat). Jika sel
B bertemu dengan antigen sejenis ini, respon imn akan terbatas yaitu hanya memproduksi
IgM dan tidak ada sel B memori yang dihasilkan.
2. Saat protein dan konjugatnya digunkan sebagai antigen, APC harus memproses molekul
tersebut menjadi fragma peptida, kemudian digabungkan dengan molekul MHC dan
disajikan kepada sel T pembantu (Figur A&P 17-9).
Sel T aktif akan menyekresi sitokin yang membantusel B bereaksi akan determinan antigen
protein. Sitokin merangsang pertumbuhan dan maturasi sel B, menginduksi perubahan isotipe,
dan memungkinkan perkembagan memory klonotipe sel T dan sel B.
Setelah aktif oleh antigen dan distimulasi sitokin, sel B beruba seca morfologi dan
fungsinya menjadi bentuk lain yaitu sel plasma. Sel plasma merupakan yang sangat khusus
yang mampu memproduksi imunoglobin dalam jumlah besar.
Imunoglobin
Antibodi atau imunoglobin merupakan keluarga molekul glikoprotein yang terdapat
dalam tubuh dalam bentuk teralut cairan tubuh (plasma dan sekresi mukus) dan melekat pada
kelompok sel pada jaringan padat. Ketika melekat, imunoglobin berada dalam fase inaktif dan
mengikat antigen untuk difagositosis, serta menginisiasi inflamasi dengan mengaktifkan kaskade
komplemen (figur A&P 17-10). Residu terminal asam amino bereaksi dengan reseptor
dipermukaan makrofag, neutrofil, sel B, dan sel mast. Terdapat lima jenis sel imunoglobin
IgG
IgG berperan dalam opsonisasi antigen agar mudah diambil oleh sel RES atau berperan dalam
mengaktifkan komplemen melalui jalur klasis. Ketika imflasi terjadi pada jaringan
ekstravaskular, IgG keluar dari ruangan vaskular menuju daerah yang terinfeksi. Terdapat empat
sub kelas kelas IgG berdasarkan fariasi komposisi asam amino pada rantai beratnya.
IgA
IgA merupaka iminoglobin yang yang ditemukan saliva, air mata, kolostrum, susu usus, dan
sekret bronkus. IgA sekretoris (mukosa) mencegah penempelan mikororganisme pada lapisan
mukosa epitel dan meningkat mekanisme ketahan terhadap infeksi lokal pada pernafasan, saluran
pencernaan, dan saluran urogenital.
IgM
IgM mormalnya derada dalam bentuk pentamer yang distabilkan oleh rantai J peptida. IgM
merupakan molekul imunoglobulin terbesar dan merupakan kelas yang diidentifikasi dengan
tanda ‘alami’. Imunoglobulin ini diproduksi untuk merespon tantangan bakteri pada flora normal
usus. IgM tidak hanya melawan bakteri tersebut dan bakteri serupa yang mungkin menginfeksi
jaringan sekaligus, tetapi imunoglobulin yang menyusun isoaglutinin yang berperan dalam
pengelompokan antigen golongan darah.
IgM lebih efektif daripada IgG dalam mengaktifkan komplemen karan hanya dengan satu ikatan
molekul pentamerik pada sebuah sel untuk membuat kaskade (IgG membutuhkan kedua ikatan
molekul). IgM adalah antibodi yang dapat terlihat pertama kali pada respons antigen bergantung
timus dan merupakan satu- satunya antibodi yang digunakan untuk melawan antigen tidak
tergantung timus.
IgE
Pada kebanyakan orang IgE terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dalam darah. Pengecualian
pada orang yang mengalami alergi atopik atau terinfeksi parasit cacing. IgE pada manusia
umumnya menempel pada permukaan sel mast, yakni tempat antigen akan menempel dan memicu
pelepasan mediator kimiawi seperti histamin yang berperan dalam kaskade ekspresi alergi atopik.
IgD
Fungi fisiologi IgD belum diketahui. IgD terdapat dalam jumlah yang banyak dalam permukaan
pada permukaan sel limposit B primitif dan hanya berperan dalam pengenalan antigen.
Antibodimonoklonal
Antibidimonoklonal adalh imunoglobulin yang disentesis melalau penggabunga sel plasma normal
(untuk antibodi) dengan sel mieloma (untuk kelangsungan). Produknya adalah sel hibrid yang
merupan imunoglobulin dengan spesifitas identik.
Koplemen Dan Penguatan Fungsi Antibodi
Plasma komplemen dapat diaktifkan dalam dua mekanisme yaitu :
1. Jalur klasik yang melibatkan antibodi
2. Jalur lain yang tidak bergantung pada antibodi
LIMFOSIT T DAN IMUNITAS SELULER
Imunitas dimediasi sel (cell-mediated immunity [ICM]) atau dikenal juga dengan
imunitas seluler merupakan respon imun yang tidak melibatkan antibodi pada saat bekerja.
Imunitas seluler penting untuk perlindungan terhadap virus, bakterinyang lambat
pertumbuhannya, jan infeksi jamur.imunitas ini juga memiliki pern utama dalam pengawasan
sestem imun, bereaksi terhadap sel klon yang abnoermal, dan sel ganas. Berbagai sel diri sendiri
yang mengalami perubahan akan tumor dapat dicegah. Fungsi lain kekebalan selurer adalah
penolakan primer alograf dan perkembangan reseptor respons hipersensitivitas tertunda seperti
dermatis (poison oak) dan hipersensitivitas terhadsp bakteri basilus. Berbagai fungsi biologis sel
limposit T dimediasi oleh limfokin (sitokin).
Limfosit T perperan utama dalam respon seluler bersama subset sel T yang lain.
Beberapa memiliki fungsi pengatur dan dinamika sel T pembantu atau sel T supresor. Lainnya
berfungsi sebagai sel efektor. Sitokin dari sel T pembantu yang diaktifkan antigen akan
mem,bantu pematangan sel B dnan memproduksi antibodi serta memodulasi pematangan dan
peningkatan fungsi sel T sitotoksin (Figur A&P 17-12). Pentingnya fungsi sel T pembantu
tercermin pada konsekuensi parah yang terjadi ketika sel iini mengalami openurunan fungsi akbat
tekanan fisik, kimiawi, atau pada kondisi fisik infeksi HIV. Sel T membantu pada orang yang
terinfeksi akan menyebabkan infeksi coportunistik berkelanjutan dan perkembangn keganasan
pada organ dengan acquired imumunodeficiency syndrome (AIDS).
SITOKIN
Sitokin merupakan istilah umum untuk faktor yang berasal dari sel dan fungsi untuk memediasi
interaksi antar sel. Sitokin merupan kelompok protein dengan empat jenis fungsi yaitu
sebaiberikut:
1. Peningkatan fogositosis mononuklear
2. Pengaturan pertumbuhan limfosit, deferensiasi maturasi, dan aktivitas sekretor
3. Inflamasi
4. Efek sistemik seperti induksi demam dan induksi aktivitas hematopoesis sumsum tulang.

IL-2 dikenal juga sebagi faktor pertumbuhan sel T. Fungsi faktor pertumbuhan diketahui sangat
penting dalam penelitian retrovirus. Penelitian terkini menunjukan potensi penggunaan IL-2
untuk terapi kasus keganasan.

IL-3 dan IL-4 diperlukan dalam switching isotype sel B yang diinduksi antigen, untuk mengubah
peroduksi dan sekresi IgM menjadi IgG (atau IgA ke IgE) . IL-3 juga menstimulasi sel induk
sumsung tulang untuk berdiferensisasi menjadi prekusor monosit dan granulosit.

Interferon (IFN) merupakan kelompok molekul lain yang bertidak sebagai penyalur pesan
intraseluler. Terdapat tiga jenis yaitu IFN-α yang diproduksi oleh banyak jenis sel; IFN-β yang
dihasilkan fibroblast; IFN-¥ yang dihasilkan sel limfosit T. Semua jenis inteferon memiliki
aktifitas antivirus dan memiliki efek menularkan aktifitas proliferasi pada sel normal dan sel yang
mengalami keganasan.

Tumor necrosis factor (TNF) bertindak sebagai factor pertumbuhan untuk fibroblast dan memilii
factor nekrotik untuk sel tumur. TNF berpartisipasi dalam menginduksi respon fase akut dan
merupakan faktor utama dalam induksi syok endotoksik (pada infeksi bakteri garam negatif).
Jenis

You might also like