Professional Documents
Culture Documents
CVS CASE 2
12. Informasi
tambahan
yang
diperlukan
untuk
memastikan
diagnosis
Pemeriksaan
Fisik:
Tinggi
163cm,
berat
82kg,
berusaha
menahan
sakit,
gelisah,
overhidrasi,
langsung
minta
berbaring,
BP
160/100
mmHg,
pulse
rate
88x/mnt,
RR
22x/mnt.
Oksigenasi
dengan
nasal
canule
5
L/mnt
dan
dibentuk
dari
jalan
masuk
IV
dan
monitoring
ECG,
diberi
2
tablet
acetosal
100
mg,
Isosorbid
dinitrat
5
mg,
dilumatkan,
sublingual,
di
readministrasi
5
menit,
dan
menunggu
pemeriksaan
ECG
lead
12
selesai.
BP
dimonitor
secara
khusus,
dan
terhitung
140/85
mmHg.
Pemeriksaan
Lab:
mengenai
enzim
Troponine
1
dan
CK-‐MB,
SGOT,
SGPT,
LDH,
blood
glucose,
serum
elektrolit,
INR,
APTT,
diperiksa
menggunakan
fibrinolitik
untuk
memastikan
kontraindikasi.
Pemeriksaan
x-‐ray
thoras
juga
harus
dilakukan.
ECG
menunjukkan
gelombang
P
dan
QRS
normal,
gelombang
T
mengalami
elevasi
dan
tinggi
pada
lead
V1-‐
V5.
Dokter
yang
bertugas
segera
memangil
spesialis
jantung
dan
memindahkan
pasien
ke
ICU.
13. Apa
diagnosis
dari
pasien
diatas?
Acute
Coronary
Syndrome
of
coronary
artery
disease
–
Unstable
AP
developing
–
STEMI
14. Apa
itu
angina
pectoris?
Angina
pectoris
merupakan
sindrom
klinis
yang
terdiri
dari
rasa
sakit
di
dada,
rahang,
bahu,
punggung,
atau
lengan
yang
berhubunga
ndengan
myocardial
ischemia
tetepi
tanpa
myocardial
necrosis.
Ini
biasanya
diperburuk
dengan
stress
emosional
dan
dpt
dihilangkan
memakai
nitroglycerin.
15. Jelaskan
karakteristik
angina
spesifik,
dan
keluhan
angina
lainnya.
Deskripsi
inisial
Herberden
akan
ketidaknyamanan
pada
dada
adalah
adanya
“strangling”
(dicengkram)
dan
anxiety
(gelisah)
yang
persisten,
walaupun
biasanya
juga
ada
faktor-‐faktor
lain
yang
mempengaruhi,
seperti
“viselike”,
“constricting”
(mampat),
“insuffocting”
(tercekik),
“cruhsing”
(remak),
“heavy”
(berat),
dan
“squeezing”
(sesak).
Pada
pasien
lain,
kualitas
sensasi
mungkin
lebih
terasa
dan
terdeskripsikan
sebagai
mild-‐
pressure-‐like
discomfort,
unconfortable
numb
(mati
rasa),
burning
sensation.
Lokasi
ketidaknyamanannya
biasanya
retrosternal,
tetapi
biasanya
terjadi
penyabaran
dan
menurun
ke
permukaan
ulnar
dari
lengan
kiri,
lengan
kanan,
dan
permukaan
luar
kedua
lengan
juga
bisa
terkena.
16. Jelaskan
karakteristik
angina
pectoris
Gejala
dari
AP
terdiri
dari
empat
gejala
kardinal
utama:
a. Lokasi
:
umumnya
di
area
retrosternal
dan
menjalar
ke
leher,
baju,
lengan,
rahang,
atau
epigastrium.
Pada
beberapa
kasus,
sakit
dapat
dirasakan
di
area-‐area
tersebut
tanpa
mempengaruhi
area
retrosternal
(typical
angina).
“Typical
angina”
di
definisikan
sebagai
ketidaknyamanan
substernal.
Wanita
dapat
mengalami
atypical
angina
atau
bermanifetasi
sebagai
ekuivalen
angina
seperti
nausea,
dyspnea,
atau
syncope.
b. Hal
yang
membuat
sakit
:
gejala
anginal
kronis
biasanya
diinisiasi
oleh
aktivitas
fisik/olahraga,
stress
emosional,
terpapar
hawa
dingin,
makan
berat,
ejakulasi,
atau
merokok.
c. Karakteristik
:
Sebagian
besar
pasien
mendeskripsikan
angina
sebagai
ketidaknyamanan
pada
dada.
Mereka
menggambarkan
rasa
seperti
terperas,
sesak,
tersedak,
berat,
rasa
panas,
atau
sensasi
panas
/
dingin.
Banyak
pasien
juga
mengalami
dyspnea,
fatigue,
kelemahan,
kepala
terasa
ringan,
nausea,
diaphoresis,
altered
mental
status,
atau
syncope
tanpa
adanya
rasa
nyeri
dada.
Gejala-‐gejala
ini
biasanya
disebut
anginal
equivalents.
d. Durasi
:
Iskemia
biasanya
terjadi
selama
3-‐5
menit
dan
tidak
lamanya
tidak
lebih
dari
30
menit
tanpa
menyebabkan
infark
miokardial.
Nyeri
dada
yang
kurang
dari
1
menit
diperkirakan
bukan
berasal
dari
jantung.
17. Jelaskan
mengenai
Stable
/
Unstable
angina
a. Gejala
angina
dikatakan
Stable
jika
tidak
ada
perubahan
subtansial
pada
gejala
dalam
waktu
beberapa
minggu,
peningkatan
rasa
sakit
seiring
bertambahnya
waktu
yang
bergantung
pada
konsumsi
oksigen
miokardial,
stress
emosional,
atau
perubahan
temperatur.
Secara
umum,
definisi
klinis
dari
stable
angina
pectoris
biasanya
berhubungan
dengan
stabilitas
atau
adanya
atheroclerotic
plaque.
CHRONIC-‐STABLE
ANGINA
Chronic
stable
angina
biasanya
merupakan
indikator
pertama
aanya
penyakit
jantung
iskemik
pada
skitar
50%
dari
pasien.
Setelah
dekripsi
dijalankan,
menemukan
lokasi,
kualitas,
dan
durasi
ketidaknyamanan,
baru
dapat
ditentukan
faktor
yang
menyebabkan
dan
faktor
yang
dapat
menghilangkan
sakit.
(Griffin,
O’Rourke)
Tidak
seimbangnya
suplai
aliran
darah
koroner
(CBF)
dan
kebutuhan
metabolik
dari
miokardium
(MVO2)
merupakan
faktor
primer
dari
penyakit
jantung
iskemik.
Atherosclerosis
juga
dapat
menyebabkan
ketidakseimbangan
dan
menyebabkan
nyeri
anginal.
Penyempitan
arteri
koronaria
besar
oleh
vasospasme
atau
secara
permanen
melalui
lesi
obstruktif
bisa
meningkatkan
resistensi
koroner
sehingga
menurunkan
CBF.
Sebagian
besar
pasien
dengan
angina
pectoris
karena
obstruksi
koroner
dapat
memiliki
iskemia
miokardial
yang
disebabkan
oleh
baik
itu
obstruksi
koroner
epicardial
dan
disfungsi
endotel
dari
pembuluh
kecil
maupun
besar.
b. Angina
dikatakan
Unstable
jika
gejala
memburuk
secara
tiba-‐tiba
(frekuensi
dan
durasi
meningkat)
tanpa
adanya
sebab
peningkatan
konsumsi
oksigen
miokardial
yang
jelas.
c. Untuk
sebagian
besar
pasien
dengan
stable
angina
selama
kurang
lebih
satu
minggu,
membedakan
stable
angina
atau
unstable
angina
masih
belum
dapat
dilakukan.
Pasien
ini
mungkin
berada
di
stadium
intermediet
antara
stable
atau
unstable
angina.
18. Apa
itu
Acute
Coronary
Syndrome
ACUTE
CORONARY
SYNDROME
(ACS)
ACS
diperkirakan
berkisar
dari
Unstable
AP
(UAP)
melalui
elevasi
non-‐ST
infark
miokardial
(NSTEMI)
dan
elevasi
ST
infark
miokardial
(STEMI).
Dapat
menyebabkan
mati
secara
tiba-‐tiba.
19. Bagaimana
patogenesis
dari
ACS?
Konsep
baru
patogenesis
atherosclerosis
mencakup
dua
riwayat
hipotesis
utama,
yaitu
“inkrustasi”
dan
“lipid”.
Disfungsi
endotelium
dan
inflamasi
juga
diketahui
dpt
berkontribusi
dalam
inisiasi
dan
progresi
atherosclerosis.
Ruptur
plaque
dan
formasi
trombus
juga
dapat
menyebabkan
aritmia
dan
kematian
mendadak.
Segmen
ST
yang
berubah
menandakan
UAP
NSTEMI
jika
marker
nekrosis
miokardial
tidak
meningkat,
juga
meningkat,
maka
cardiac
marker
dan
elevasi
ST
menandakan
STEMI.
20.
Bagaimana
diagnosis
ACS?
Diagnosis
inisial
dari
acute
coronary
syndrome
(ACS)
didasari
oleh
riwayat
adanya
segala
bentuk
nyeri
dada,
faktor
resiko,
penemuan
ECG,
dan
juga
bisa
menggunakan
cardiac
marker.
National
Heart
Attack
Alert
Program
merekomendasikan
bahwa
pasien
harus
memiliki
keluhan-‐keluhan
tertentu
untuk
harus
diperiksa
lebih
lanjut
lagi.
21. Apa
Evaluasi
dari
ACS?
i. Chest
pain,
tertekan,
sesak,
terasa
berat;
sakit
yang
menjalar
ke
leher,
rahang,
bahu,
punggung,
atau
satu
atau
kedua
tangan.
ii. Indigestion,
atau
heart
burn,
nausea,
dan
atau
muntah
yang
berhubungan
dengan
ketidaknyamanan
dada.
iii. Nafas
pendek
yang
peristen
iv. Kelemahan,
pusing,
kepala
terasa
ringana,
kehilangan
kesadaran.
22. Klasifikasi
dari
angina
pectoris
dari
Canadian
Cardiovascular
Society
(CCS)
untuk
chornic
angina
i. Melakukan
aktivitas
biasa,
seperti
berjalan
dan
naik
tangga,
tidak
menyebabkan
angina
tetapi
disebabkan
oleh
beban
berat
atau
berlebihan
saat
bekerja
ii. Sedikit
keterbatasan
pada
aktivitas
biasa
iii. Keterbatasan
pada
aktivitas
biasa
iv. Tidak
bisa
melakukan
aktivitas
tanpa
tidak
ada
rasa
nyeri,
gejala
anginal
bisa
dirasakan
bahkan
saat
beristirahat.
23.
Bagaimana
cara
mengetahui
ischemic
heart
disease?
Beberapa
kondisi
tertentu
bisa
meningkatkan
keseimbangan
antara
suplai
oksigen
miokardial
dengan
kebutuhan
serta
mempercepat
atau
memperburuk
angina
pectoris,
seperti
anemia
parah,
takikardi,
demam,
hipertiroidism,
adanya
faktor
resiko
seperti
hipertensi,
dislipidemia,
diabetes
mellitus,
merokok,
riwayat
keluarga,
usia
tua
meningkatkan
terjadinya
nyeri
dada
yang
disebabkan
oleh
iskemia
miokardial.
24.
Apa
itu
silent
ischemia?
Coronary
Artery
Disease
(CAD)
yang
asimptomatik
menandakan
CAD
yang
kurang
diperhatikan,
yang
terjadi
pada
20%
-‐
40%
pasien
dengan
sindroma
koroner
kronik
(stable)
dan
akut
(unstable).
Definisi
silent
ischemia
adalah
pasien
yang
asimptomatik,
tidak
menderita
gejala
anginal
tipikal.
Modalitas
diagnostik
disini
termasuk
resting
ECG,
ambulatory
ECG,
nuclear
scintigraphy,
echocardiography.
Presentasi
klinis
terkategorikan
dalam
3
kelompok:
-‐ Tipe
I
:
myocardial
infarction
(MI)
yang
asimptomatik
bisa
dialami
pasien
dan
diketahui
dengan
resting
ECG
dan
stress
test
(12,5%
MI
memiliki
“silent”
infarction
yang
tidak
terdeteksi,
juga
bisa
terjadi
bersamaan
dengan
aritmia
dan
kematian
mendadak).
Seiring
dengan
meningkatknya
teknologi
dalam
bidang
kedokteran
prevalensi
pasien-‐pasien
tersebut
dapat
meningkat.
Panduan
ACC/AHA
memberi
panduan
bagaimana
memonitor
ambulatory
ECG.
-‐ Tipe
II
:
memiliki
MI
yang
simptomatik
tetapi
juga
memiliki
sindrom
iskemik
asimptomatik
yang
subsekuen
dan
seringkali
terjadi
setelah
adanya
stress
atau
AECG,
yang
memiliki
ambang
rasa
sakit
yang
abnormal.
-‐ Tipe
III
:
pasien
memiliki
CAD
dengan
iskemia
simptomatik
dan
asimptomatik.
Antara
20%
-‐
40%
pasien
dengan
gejala
anginal
kronis
memiliki
silent
ischemia.
Sekitar
75%
episode
iskemia
bersifat
“silent”
dan
25%
sisanya
bersifat
asimptomatik.
SECOND
SESSION
Pasien
masih
merasakan
sakit,
dan
diberi
nitrat
IV
0,5
mg/h,
setelah
memonitor
BP
secara
konstan
di
ICU,
pasien
diberi
morfin
2,5
mg
IV
sebanyak
2x
setiap
10
menit,
dan
setelah
diberi
morfin,
BP
menjadi
90/60
mmHg.
Pada
ICU,
monitor
ECG
menunjukkan
perubahan
ECG,
dan
gelombang
ST
lebuh
bulat,
lead
ECG
12
menunjukkan
adanya
elevasi
gelombang
ST
dengan
gelombang
T
sebelumnya.
1. Apa
diagnosis
pasien
diatas?
ACS
–
Unstable
AP
developed
ACS
–
STEMI,
“in
golden
period
to
reperfusion”
2. Management
apa
yang
harus
diberikan?
Double
antiplatelet
loading
dose,
oksigen,
nitrat,
morfin,
anti
thrombin,
dan
PCI
atau
fibrinolysis
–
Statin,
ACEI,
Betablocker
3. Jelaskan
mengenai
non
invasive
DIAGNOSTIC
VALUE
pada
CORONARY
HEART
DISEASE
High
Risk
(angka
mortalitas
<
3%)
a. severe
resting
left
ventriculara
dysfunction
(LVEF
<
0,35)
b. high
risk
treadmill
score
(score
-‐11)
c. severe
excercise
left
ventricular
dysfunction
(exercise
LVEF
<
0,35)
d. stress-‐induced
large
perfusion
defect
(biasanya
sebelah
anterior
kiri)
e. stress-‐induced
multiple
perfusion
defects
of
moderate
size
f. large,
fixed,
perfusion
defect
with
LV
dilation
or
peningkatan
uptake
paru
(thallium-‐201)
g. stress-‐induced
moderate
perfusion
defect
with
LV
dilation
atau
peningkatan
uptake
paru
(thalium-‐201)
h. ochocardiographic
wall
motion
abnormality
(melibatkan
<
2
segmen)
yang
berkembang
pada
dosis
rendah
dobutamine
i. stress
echocardiographic
evidence
of
extensive
ischemia
Intermediate
Risk
(angka
mortalitas
1-‐3%)
a. Mild/moderate
resting
left
ventricular
dysfunction
(LVEF
–
0,35-‐0,49)
b. Intermediate
risk-‐tradmill
score
(-‐11
<
score
<
5)
c. Stress
induced
moderate
perfusion
defect
with
LV
dilation
or
increased
lung
intake
(thallium-‐201)
d. Limited
stress
echocardiographic
ischemia
with
a
wall
motion
abnormality
pada
dobutamin
dosis
tinggi
melibatkan
<=2
segmen
Low
Risk
(angka
mortalitas
<
1%)
a. Low
risk
treadmill
score
(socre
>=5)
b. Perfusi
miokardial
normal
/
kecil
saat
istirahat
atau
stress
Normal
stress
echocardiographic
wall
motion
atau
tidak
ada
keterbatasan
abnormalitas
resting
wall
motion
ketika
stress.
4. Kapan
dokter
harus
memeriksa
cardiac
marker?
Pemeriksaan
laboratoris
untuk
mengkonfirmasi
diagnosis
dapat
dibagi
menjadi
empat
kelompok:
(1)
ECG,
(2)
serum
cardiac
biomarkers,
(3)
cardiac
imaging,
dan
(4)
indeks
nonspesifik
nekrosis
jaringan
dan
inflamasi.
Laju
liberasi
protein
spesifik
berbeda,
tergantung
dari
lokasi
intraselular
dan
berat
molekul
dan
aliran
darah
dan
limfatik
lokal.
Pola
pelepasan
protein
bisa
menjadi
kepentingan
diagnosis,
namun
strategi
reperfusi
darurat
harus
dilakukan
(berdasarkan
kombinasi
penemuan
klinis
dan
ECG)
sebelum
hasil
tes
darah
dilakukan.
SERUM
CARDIAC
BIOMARKERS
merupakan
protein
tertentu,
yang
disebut
serum
cardiac
markers,
yang
dilepas
dalam
darah
dengan
kuantitas
yang
besar
dari
otot
jantung
nekrotik
setelah
STEMI.
1) CK-‐MB
Creatine
phosphokinase
(CK)
meningkat
dalam
4
–
8
jam
dan
umumnya
kembali
normal
dalam
48
–
72
jam.
Isoenzim
MB
dari
CK
memiliki
keuntungan
dari
total
CK
yang
tidak
tampak
pada
konsentrasi
signifikan
pada
jaringan
ekstrakardiak
dan
oleh
karena
itu,
dianggap
lebih
spesifik.
2) Caradiac-‐specific
troponin
T
(cTnT)
dan
cardiac
specific
troponin
I
(cTnI)
Troponin
cardiac
memiliki
sekuens
asam
amino
yang
berbeda
dari
yang
ada
di
otot
skelet.
cTnT
dan
cTnI
normalnya
tidak
terdeteksi
pada
darah
individu
normal,
tetapi
bisa
meningkat
setelah
STEMI
menjadi
20x
lebih
tinggi
dari
batas
atas.
Pengukuran
cTnT
dan
cTnI
merupakan
salah
satu
prosedur
diagnostik
yang
berguna,
yang
sekarang
digunakan
sebagai
marker
biokimia
untuk
MI.
Cardiac
troponin
baru
dirasa
berguna
ketika
ada
kecurigaan
akan
injuri
muskuloskeletal
atau
MI
kecil
yang
angkanya
dibawah
limit
deteksi
untuk
pengukuran
CK
dan
CKMB.
Level
cTnT
dan
cTnI
bisa
tetap
meningkat
7
–
10
hari
setelah
STEMI.
Myoglobin
merupakan
cardiac
marker
yang
lain,
yang
berhubungan
dengan
darah
beberapa
jam
setelah
STEMI.
Walaupun
myoglobin
merupakan
cariac
marker
pertama
yang
meningkat
setelah
STEMI,
namun
myoglobin
kurang
spesifik,
dan
secara
cepat
akan
dibuang
melalui
urin,
sehingga
level
darah
kembali
ke
batas
normal
dalam
waktu
24
jam
setelah
infark.
Banyak
rumah
sakit
menggunakan
cTnT
dan
cTnI
daripada
CKMB
sebagai
diagnosis
rutin
serum
cardiac
marker
untuk
mendiagnosis
STEMI.
Sebagai
tujuan
untuk
mengkonfirmasi
diagnosis
MI,
serum
cardiac
marker
harus
diukur
saat
pasien
masuk
RS,
6-‐9
jam
setelah
pasien
MRS,
dan
12-‐24
jam
setelah
MRS
jika
diagnosis
belum
pasti.
Reaksi
nonspesifik
akan
injuri
miokardial
berhubungan
dengan
polymorphonuclear
leukocytosis,
yang
nampak
beberapa
jam
setelah
onset
nyeri
dan
bertahan
selama
3
–
7
hari.
Penghitungan
WBC
seringkali
menginjak
angka
12.000
sampai
15.000
/
microliter.
Laju
sedimentasi
eritrosit
meningkat
lebih
lambat
dari
WBC,
dan
memuncak
pada
minggu
pertama
dan
tetap
terelevasi
selama
1
sampai
2
minggu.
5. Jelaskan
mengenai
hsCRP
(high
sensitivity
C-‐Reactive
Protein)
pada
penyakit
Cardiovascular!
CRP
merupakan
protein
fase-‐akut
yang
nonspesifik
yang
digunakan
untuk
mendiagnosis
infeksi
bakteri
dan
inflamasi.
CRP
juga
akan
meningkat
ketika
ada
nekrosis
jaringan.
CRP
merupakan
indikator
yang
lebih
sensitiv
daripada
laju
sedimentasi
eritrosit
(ESR).
Test
ini
juga
berguna
utk
mengevaluasi
pasien
dengan
acute
myocardial
infarction
(AMI).
Level
CRP
berhubungan
dengan
puncak
peningkatan
CKMB,
tetapi
puncak
peningkatan
CPR
terjadi
18
atau
72
jam
kemudian.
Perkembangan
terbaru
dari
high-‐sensitivity
CRP
(hsCRP)
memungkinkan
tes
akurat
bahkan
pada
level
rendah.
Plak
athrematous
pada
arteri
yang
mengalami
gangguan
mengandung
sel-‐sel
inflamasi.
Level
C-‐reactive
protein
merupakan
memrediksi
yang
lebih
kuat
pada
penyakit-‐penyakit
CVS
jika
dibandingkan
dengan
level
LDL-‐cholesterol.
Namun,
jika
tidak
digunakan
bersamaan
dengan
profil
lipid,
akan
menambah
informasi
prognostik
yang
dihubungkan
dengan
faktor
resiko
Framingham.
Normal
:
<
1.0
mg/dL
atau
<
10
mg/L
Cardiac
risk
-‐
Low
<
1.0
mg/L
-‐
Average
1.0
–
3.0
mg/L
-‐
High
>
3.0
mg/L
6. Aspartate
Aminotransferase
(AST/SGOT)
Aspartate
Aminotransferase
merupakan
enzim
yang
juga
dilepas
saat
miocardial
infarction.
Seperti
CK,
pada
MI
akut,
AST
meningkat
paling
tinggi
saat
24
jam
dan
menurun
ke
level
normal
setelah
48
jam
post-‐infark.
Namun,
AST
tidak
bersifat
spesifik
terhadap
penyakit
jantung
dan
bisa
merefleksikan
penyakit-‐penyakit
paru,
liver,
otot
skelet.
Oleh
karena
itu,
AST
bukanlah
marker
utama
dan
jarang
digunakan
pada
diagnosis.
7. Lactate
Dehydrogenase
(LDH)
Seperti
CK,
LDH
merupakan
enzim
yang
dilepas
saat
miocardial
infarction.
Ada
lima
isoenzim,
yaitu
LDH1,
LDH2,
LDH3,
LDH4,
dan
LDH1,
tetapi
LDH1
dan
LDH2
adalah
yang
terbanyak.
Pada
kondisi
normal,
serum
LDH2
lebih
tinggi
dari
LDH1.
Saat
MI
akut,
ada
karakteristik
“LDH
flip”
dimana
LDH1
meningkat
lebih
tinggi
dari
LDH2
sehingga
merubah
rasio
LDH1
:
LDH2.
Jika
ada
perubahan
rasio,
maka
kita
harus
mencurigai
adanya
infark.
THIRD
SESSION
Saat
menyiapkan
revaskularisasi
medikamentosa,
tiba-‐tiba
monitor
menunjukkan
gelombang
QRS
yang
cepat
dan
lebar
dan
hilangnya
gelombang
P.
Pasien
mengalami
kejang
dan
kehilangan
kesadaran,
kemudian
ada
aktivasi
kode
alaram
biru,
dokter
memeriksa
jalan
nafas,
dan
tidak
ada
nafas,
denyut
juga
tidak
trepalpasi.
Dokter
langsung
melakukan
resusitasi
dengan
memberikan
nafas
buatan
dan
kompresi
dada
dan
menyiapkan
alat
defibrilator,
yang
dilanjutkan
dengan
advanced
cardiovascular
life
support.
15
menit
kemudian,
denyut
mulai
bisa
terpalpasi
dan
dokter
menyiapkan
pengobatan
intervensi
pada
laboratorium
intervensi
kardiovaskular.
1. Management
umum
yang
dilakukan
pada
kasus
diatas?
Kasus
ini
adalah
henti
jantung
pada
tachicardia
ventricular
tanpa
denyut.
Management
utamanya
adalah
caradiac
life
support
basic
diikuti
dengan
intervensi
cardiac
life
support
advanced.
2. Jelaskan
mengenai
MEDICAL
MANAGEMENT
Chronic
Stable
AP.
Management
komprehensif
pada
chronic
stable
angina
memiliki
lima
aspek:
a. identifikasi
dan
pengobatan
akan
penyakit
yang
berhubungan
yang
memperburuk
angina
b. penurunan
faktor
resiko
koroner
c. Aplikasi
metode
umum
dan
nonfarmakological,
dengan
dengan
perhatian
utama
yang
ditujukan
pada
gaya
hidup
d. Management
farmakologis
1. Agen
antiplatelet
:
aspirin
80-‐325
atau
clopidogrel
2. Agen
penurun
lipid
dari
HMG-‐co-‐A
reductase
inhibitor
(STATIN)
bisa
menurunkan
resiko,
menyebabkan
regresi
plak
3. Nitrogliserin
(NTG)
dan
nitrate.
Standar
utamanya
menggunakan
NTG
sublingual
4. Betablocker
5. Ca-‐antagonist
6. ACE-‐I/ARB
Semua
terapi
medis
(aspirin,
angiotensin-‐coverting
enzyme
[ACE]
inhibition,
dan
penurun
lipid
efektif)
bisa
mengurangi
mortalitas
dan
morbiditas
pada
pasien
dengan
angina
stabil
kronis
dan
fungsi
LV
yg
krg
baik.
Terapi
lain
seperti
nitrat,
betablocker,
dan
calcium
antagonists
menunjukkan
bahwa
bisa
meningkatkan
gejala
dan
performa.
Tetapi
efek-‐efeknya
pada
pasien
angina
stabil
belum
terlihat.
e. Revaskularisasi
dengan
teknik
berdasar-‐kateter
perkutaneous
atau
dengan
operasi
koroner
bypass.
3. Jelaskan
management
umum
ACUTE
CORONARY
SYNDROME
Tujuan
utama
management
nya
adalah
utk
mengontrol
gejala,
menghilangkan
iskemi,
mencegah
efek
samping
(kematian,
MI,
re-‐infark)
Pengobatan
rumah
sakit
Anti-‐ischemic
drug
a. nitrat,
NTG
menurunkan
kebutuhan
O2
dan
meningkatkan
hantaran
O2
dengan
meningkatkan
pooling
vena
dan
menurunkan
tegangan
dinding
pembuluh.
NTG
juga
dapat
mendilatasi
arteri
koroner
besar.
b. Morphin
sulfate
(1-‐5
mg
iv)
c. Betablocker
yang
menurunkan
HR,
menurunkan
kontraktilitas
dan
afterload
d. Calcium
channel
blocker
yang
menginhibisi
kontrasi
otot
polos
vaskuler
e. ACEI
f. Antiplatelet
:
aspirin,
clopidogrel
g. Lipid
lowering
agent
:
Statin
h. Antithrombin
:
Unfractionated
heparin
dan
heparin
dengan
berat
molekuler
rendah
i. Platelet
Glycoprotein
IIb/IIIa
receptor
inhibirot
pada
pasien
yang
diterapi
dengan
strategi
invasif
j. Revaskularisasi
untuk
menghilangkan
gejala
pada
pasien
angina
saat
istirahat
atau
aktivitas
minim
4. Kejadian
utama
ACS
(komplikasi
darurat)
Henti
jantung
:
Ventricle
fibrilation,
asystole,
aktivitas
elektrik
tanpa
pulsasi
Acute
left
heart
failure
dan
syok
kardiogenik
Lethal
arrhytmias
5. Jelaskan
management
pada
UGD
Pengobatan
umum
a. Oksigen
b. Antiplatelet
(Aspirin)
162-‐325
mg
dan
untuk
pemeliharaan,
diberi
75-‐162
mg,
atau
clopidogrel
300-‐600mg
(untuk
pemeliharaan
75
mg),
atau
bisa
diberi
Ticlopidine.
c. Kontrol
nyeri
cardiac
dengan
mengombinasikan
nitrat,
oksigen,
Morphine
2-‐8mh,
dan
betablocker
sebagai
anti
anginal
drug.
d. Terapi
antritrombin
loading
dose
500mg
dan
utk
pemeliharaan,
250
mg/hari.
Terapi
Reperfusi
-‐ Fibrinolysis/thrombolysis
tidak
memiliki
kontraindikasi,
mengalami
PCI
dalam
waktu
90
menit,
dalam
waktu
12
jam
dari
onset.
Jika
tidak
ada
STEMI,
gejala
yang
ada
harus
dilaporkan
dan
dievaluasi
dengan
12
lead
ECG
10-‐15
menit
sekali
untuk
menidentifikasi
STEMi
secepat
mungkin.
Precutaneous
Coronary
Intervention
–
Stent
deployment.
6. Sebutkan
komplikasi
MI
a. Pump
failure
–
acute
pulmonary
edema,
hipertensi,
dan
syok
cardiogenic.
b. Arrythmias
dan
heart
block
c. Cardiac
arrest
d. Recurrent
unstable
angina
e. Systemic
embolism
setelah
infark
besar
f. Mitral
regrugitation
setelah
MI
inferior
atau
posterior
menyebabkan
disfungsi
papilari
muskular
dan
VSD
yg
di
dapat.
7. Konsep
untuk
mengurangi
mortalitas
dan
faktor
resiko
Strategi
untuk
membuat
konseling
behavioral
lebih
efektif
termasuk:
a. Memberikan
aliansi
terapeutik
kepada
pasien
b. Meningkatkan
komitmen
dari
pasien
utk
merubah
gaya
hidup
:
berhenti
merokok,
memilih-‐
milih
makanan,
meningkatkan
aktivitas
fisik.
c. Memastikan
pasien
mengerti
hubungan
antara
gaya
hidup
dan
penyakit
d. Membantu
pasien
utk
mengatasi
rintangan
saat
mengubah
gaya
hidup
e. Melibatkan
pasien
dlm
mengidentifikasi
faktor
resiko
utk
merubah,
contoh,
berat
badan
dan
obesitas,
BP.
f. Mendesain/memodifikasi
perubahan
gaya
hidup.
g. Menggunakan
strategi
utk
meningkatkan
kapasitas
pasien
utk
melakukan
perubahan
h. Memonitor
kemajuan
perubahan
gaya
hidup
melalui
kontak
lanjutan.
8. Jelaskan
cara
revaskularisasi
pada
pasien
PCI
9. Indikasi
Precutaneous
Coronary
Intervension
pada
stable
angina
dan
acute
coronary
syndrome
Indikasi
PCI
:
pada
stable
Coronary
Artery
Disease
Indikasi
Umum
PCI
pada
CAD
stabil:
1. PCI
memberi
kelegaan
dini
dan
lebih
komplit
dari
angina
daripada
terapi
medis
dan
membuat
pasien
lebih
bisa
melakukan
aktivitas
fisik
dan
kurangnya
iskemia
saat
test.
2. Baik
PCI
dan
operasi
CABG
memberi
kelegaan
terhadap
gejala.
Indikasi
PCI
pada
NSTE-‐ACS
Ø Kepentingan
untuk
membedakan
pasien
dengan
unstable
angina
(UA)
atau
NSTEMI
resiko
tinggi
maupun
rendah,
yg
dilakukan
dgn
angiography
dini
Ø Pasien
dengan
resiko
tinggi
akan
memburuknya
penyakit
menjadi
MI
dan
kematian
harus
melakukan
angiografi
koroner
dlm
kurun
waktu
48
jam
adalah:
1. Recurrent
resting
pain
2. Perubahan
segmen
ST
dinamis
(ST-‐segment
depresion
0.1
mV
atau
transien
[
<
30
menit]
elevasi
segmen
ST
>/
0.1
mV)
3. Meningkatnya
troponin-‐I,
troponin
T,
atau
level
CK-‐MB
4. Instabilitas
hemodinamik
pada
periode
observasi.
5. Aritmia
mayor
(ventricular
tachycardia,
fibrilasi
ventrikular)
6. Early
post-‐infarction
unstable
angina
7. DM
8. Umur
>
65
–
70
tahun
9. Riwayat
CAD,
MI
sebelumnya,
PCI
atau
CABG
terdahulu
10. Congestive
heart
failure,
pulmonary
oedema,
murmur
regrugitasi
mitral
baru
11. Meningkatnya
marker
inflamatori
(contoh:
CRP,
fibrinogen,
IL-‐6)
12. Insufisiensi
Renal
10.
Jelaskan
mengenai
farmakologi
dan
obat
yang
digunakan
pada
MI
a. Jelaskan
mengenai
preparasi
Nitrat
MOA
:
meningkatkan
formasi
Nitric
Oxide
dan
cGMP
pada
otot
polos
vaskular.
Diberikan
secara
sublingual/bucal/transdermal.
Karena
first
pass
metabolism
dari
Glyceryl
trinitrate
sangat
ekstensif
jika
diadministrasikan
secara
oral.
ADR
:
hipertensi;
pingsan,
facial
flushing,
pusing
b. Jelaskan
mengenai
Aspirin
Mekanisme
aksi
sebagai
Antiplatelet
:
Aspirin
menginhibisi
sintesis
Thromboxane
A2
dengan
asetilasi
ireversibel
dari
enzim
cyclooxygenase
Indikasi
:
Antiplatelet
(dosis
kecil),
Analgesik-‐antipiretik,
Antiinflamatori
ADR
L
Gastric
upset,
reaksi
alergi.
c. Jelaskan
mengenai
Clopidogrel
dan
Ticlopidine
Mekanisme
aksi
:
merupakan
derivat
thienopyridine
yang
mencapai
aksi
antiplatelet
dengan
memblok
reseptor
ADP
pada
platelet
secara
ireversibel.
Indikasi
:
menghambat
thrombosis
(TIA,
complete
stroke,
unstable
angina
pectoris)
ADR
:
Clopidogrel
memiliki
efek
samping
lebih
sedikit
dari
ticlopidine.
ADR
ticlopidine
:
nausea,
dyspepsia,
diare,
hemorrhage,
leukopenia.
d. Jelaskan
mengenai
Heparin
Heparin
berikatan
dgn
kuat
terhadap
antithrombin
dan
menyebabkan
perubahan
konformasional
pada
antithrombin.
Antithrombin
merupakan
antikoagulan
endogen.
Ia
menginhibisi
faktor
pembekuan
protease,
terutama
thrombin
=
Iia,
IXa,
Xa,
melalui
pembentukan
kompleks.
Harus
dimonitor
dengan
Activated
partial
thromboplatin
time
(aPTT)
jika
kita
menggunakan
heparin
ADR
heparin
:
Bleeding
&
Heparin-‐induced
Thrombocytopenia.
Kontraindikasi
Heparin:
-‐ Hipersensitivitas
thd
heparin
-‐ HIT
-‐ Bleeding
-‐ Hemofilia
-‐ Purpura
-‐ Hipertensi
parah
-‐ Intracranial
hemorrhage
-‐ Inefective
endocarditis
-‐ Lesi
ulseratif
dari
GIT
-‐ Active
TBC
-‐ Terancam
aborsi
-‐ Visceral
carcinoma
-‐ Penyakit
hepar
/
renal
Rute
administrasi
Heparin
:
Parenteral
(injeksi
subkutan
atau
infus
intravena
berlanjut)
e. Jelaskan
mengenai
Warfarin
Warfarin
merupakan
antikoagulan
oral
MOA
:
memblok
karboksilasi
dependen
vitamin
K
dari
residu
glutamat
yang
berakibat
terhadap
produksi
faktor
modifikasi
VII,
IX,
X,
dan
prothrombin.
Mereka
tidak
bisa
menjadi
koagulan
karena
gamma-‐karboksilasi
mengkonversi
Ca3+
binding
properties
yang
esensial
bagi
protein
utk
berkumpul
menjadi
kompleks
katalitik
efisien.
f. Jelaskan
mengenai
Fibrinolytic
Drugs
(Thrombolytics)
Thrombolitics
:
obat
yang
bisa
lisis
(larut)
thrombus
baru
Contoh
:
streptokinase,
alteplase,
anistreplase
MOA
:
-‐ Streptokinase
bukan
merupakan
enzim.
Ia
berikatan
pada
plasminogen
di
sirkulasi
untuk
membentuk
aktivator,
yang
mengkonversi
plasminogen
ke
plasmin.
Streptokinase
memiliki
selektivitas
untuk
menggumpal,
karena
konsentrai
inhibirot
plasmin
rendah
diantara
thrombus.
Streptokinase
bisa
menyebabkan
reaksi
alergi
à
reaksi
anaphylaxis.
Streptokinase
diberikan
secara
infus
intravena
-‐ Alteplase
merupakan
t-‐PA
pada
manusia
(tissue
plasminogen
activator)
yang
dibentuk
dari
teknologi
DNA
rekombinan.
Obat
ini
tidak
menyebabkan
reaksi
alergi.
-‐ Anistreplase
(amisoylated
plasminogen-‐streptokinase
activator
comples;
APSAC)
merupakan
komplek
plasminogen
dan
streptokinase
yang
diinaktivasi
oleh
gugus
anisoyl
pada
pusat
katalitik.
Pada
darah,
gugus
anisoyl
perlahan-‐lahan
hilang
utk
mengaktifkan
plasminogen-‐streptokinase.
Hal
ini
memperpanjang
durasi
aksi
menjadi
4-‐6
jam
dan
membuatnya
bisa
diberikan
sebaga
injeksi
intravena
tungga.
Reaksi
alergi
mungkin
terjadi.
g. Jelaskan
mengenai
inhibitor
kompetitif
dari
HMG-‐CoA
Reductase
(Reductase
Inhibitors:
Statin)
MOA
:
Statin
menginhibisi
HMG-‐CoA
reductase
à
menurunkan
sintesis
kolesterol,
meningkatkan
formasi
reseptor
LDL
di
hepatosit.
Contoh
:
Lovastatin,
Atrovastatin,
Fluvastatin,
Pravastatin,
Simvastatin,
Rosuvastatin
Indikasi
:
dislipidemia
ADR
:
elevasi
aktivitas
serum
aminotransferase,
elevasi
Creatinine
Kinase
à
jika
otot
nyeri,
lemah,
atau
lelah,
CK
harus
diperiksa
secara
langsung
dan
obat
harus
dihentikan
jika
aktivitasnya
meningkat
diatas
ambang
normal.