You are on page 1of 1

[container][center][b]10.

TAJIMA NOI,[/b]
[url=https://www.zerochan.net/2051969]KOSTUM[/url][/center][/container]

Hikayat ini sejatinya berkisah tentang murka seorang Amaterasu.

Terbujuk oleh angin musim panas yang bermain dengan debur ombak, setapak kaki
mungil meniti anak tangga yang berderit oleh pijak. Tubuh anak gadis itu direngkuh
pekat. Membentang dengan pemandangan satu warna yang terpadu putih pada langit
cerah berbintang. Hitam, hitam kelam seperti pekat onyx yang tak terpoles bersih.
Yang kentara hanya lenggok anggun dari kain kimono warna terang yang terlihat
senada pada kulit putih pucat. Mengisi kekosongan panggung lengang yang gelap
gulita.

Pada pada salah satu properti yang teronggok mewah, dengan marmer dan pualam dan
ukiran larik, disanalah putri mungil itu terduduk. Ia punya nama belakang yang
menghalalkan segala jenis harta untuk menjadi kepunyaannya, maka Tajima Noi saat
ini tengah bersandar pada pilar-pilar perumpamaan gua, menengadah dagu pada langit
warna biru prussia dengan kerlip bintang yang samar.

Yang tenang, yang jinak, yang sunyi. [i]Yang gelap[/i].

Sebuah busur panah menempati pangkuan gadis itu, yang talinya ditelusuri perlahan
dengan jemari lentik. Denting musik tradisional mengiringi gerak dramatis nona muda
Tajima yang kemudian beranjak sambil meraih busurnya. Pemandangan panggung masih
hanya diberkati pencahayaan samar dan kilat pantulan cermin umpama Yata no Kagami.
Kemudian busurnya diangkat setara bahu. Tali busur ditarik setelah satu jeda hela
napas pendek. Detik berjalan saat Noi bergeming di posisi tatkala bulir lapis
lazuli menjangkar tepat pada cermin hasil bualan dewa Amenouzume; bidikannya.

Namun ujung mata panah tersebut kemudian beralih ke langit lepas.

Dan ketika jemari pada lengan yang terkunci melepas anak panah,

seluruh pasang mata pias bermandikan cahaya dari panah yang menjentikan kilau
temaram. Pesta pora. Gegap gempita. [I]Kembalinya Amaterasu.[/i] Pendar lembut dari
cahaya tersebut kini mempertontonkan jelas sosok dewi kecil dengan paras ayu dan
helai sutra legam menggantung melewati bahu. Senyum terpoles puas di bibirnya,
kontrasisasi ekspresi Tajima Noi sehari-hari. �Akulah Amaterasu,� Sepuh emas kata-
kata meluncur halus dengan sintaks Jepang lampau. �Dewi matahari, untuk kalian.�
Semburat merah muda membuncah di pipi putih milik sang gadis belia, diikuti suara
yang turut melembut, mengucur bening laiknya mata air Oshino Hakkai.

Ia lentera, ia cahaya, ia Amaterasu.

You might also like