You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) hampir semua
(98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari
dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian
neonatal disebabkan infeksi seperti: infeksi, tetanus neonatorum, meningitis,
pneumonia, dan diare. (Imral chair, 2007).
Menurut DEPKES RI angka kematian infeksi neonatorum cukup tinggi 13-
50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai
komplikasi infeksi neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi,
hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes, 2007).
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya
morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat
terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam
bulan pertama kehidupan. Lesi radang ditemukan pada sekitar 25% otopsi bayi
baru lahir, lesi-lest tersebut frekwnsinya menduduki tempat kedua sesudah
penyakit membrane hialin.
Angka kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan
penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus rentan
terhadap infeksi.Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak,
kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah. Immunoglobulin
yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi dengan BBLR
lebih mudah terkena infeksi neonahgtorum. Tindakan invasif yang dialami
neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi,
2003).
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum
sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku BBL

1
tersebut di atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi,
frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pencegahan Infeksi pada Bayi?

2. Apa saja tindakan pencegahan infeksi pada bayi?

3. Apa saja prinsip umum pencegahan infeksi pada bayi?

4. Apa saja asuhan neonatus pencegahan infeksi?

5. Apa saja upaya pencegahan infeksi nosokomial pada bayi?

C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Pencegahan Infeksi pada Bayi

2. Untuk mengetahui tindakan pencegahan infeksi pada bayi

3. Untuk mengetahui prinsip umum pencegahan infeksi pada bayi

4. Untuk mengetahui asuhan neonatus pencegahan infeksi

5. Untuk mengetahui upaya pencegahan infeksi nosokomial pada bayi

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Pencegahan Infeksi


Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus
dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan
terhadap infeksi. Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan penolong
untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi.

B. Tindakan pencegahan infeksi


Tindakan pencegahan pada bayi baru lahir, adalah sebagai berikut :
1. Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak
dengan bayi.

2. Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.

3
3. Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang
talipusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan
bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru. Jangan pernah
menggunakan bola karet penghisap untuk lebih dari satu bayi.

4. Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang


digunakan untuk bayi, telah dalam keadaan bersih.

5. Memastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop,


dan benda-benda lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam
keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah digunakan).

4
6. Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudaranya
dengan mandi setiap hari (putting susu tidak boleh disabun).

7. Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air
bersih, hangat dan sabun setiap hari.

8. Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan memastikan


orang yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya.

5
Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan
pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir lebih rentan terhadap infeksi karena sistem
imun mereka imatur, oleh karena itu, akibat kegagalan mengikuti prinsip
pencegahan infeksi terutama sangat membahayakan.

C. Prinsip Umum Pencegahan Infeksi Pada Bayi


Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan
melindungi bayi, ibu dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu
juga akan membantu mencegah penyebaran infeksi :
1. Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
2. Pertimbangkan setiap orang (termasuk bayi dan staf) berpotensi
menularkan infeksi.
3. Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
4. Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.

5. Gunakan teknik aseptik.


6. Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.

6
7. Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang
sampah.
8. Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

D. Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi


Berikan perawatan rutin bayi baru lahir :
1. Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi stabil,
gunakan kain katun yang direndam dalam air hangat untuk membersihkan
darah dan cairan tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari kulit bayi,
kemudian keringkan kulit. Tunda memandikan bayi kecil ( kurang dari 2,5
kg pada saat lahir atau sebelum usia gestasi 37 minggu ) sampai minimal
hari kedua kehidupan.
2. Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok
bayi, atau sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang
direndam dalam air hangat bersabun, kemudian keringkan area tersebut
secara cermat.
3. Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar
untuk meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan puting

E. Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Bayi


Untuk mengendalikan infeksi nosokomial pada bayi baru lahir dan
neonatus diperlukan suatu prosedur standard yang harus dipatuhi oleh petugas
yang terlibat di dalamnya. Prosedur standard ini berbeda untuk setiap bangsal
perawatan. Misalnya prosedur di bangsal bayi baru lahir yang sehat tidak sama
dengan prosedur perawatan di bangsal perawatan intensif.
Secara umum berbagai prosedur dibawah ini harus dikerjakan di bangsal
perawatan bayi:
1. Pencegahan infeksi pada tali pusat
Upaya ini dilakukan dengan cara merawat tali pusat yang berarti
menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena air kencing, kotoran

7
bayi atau tanah. Pemakaian popok bayi diletakkan di sebelah bawah tali
pusat. Apabila tali pusat kotor, cuci luka tali pusat dengan air bersih yang
mengalir dan sabun, segera dikeringkan dengan kain kasa kering dan
dibungkus dengan kasa tipis yang steril dan kering. Dilarang
membubuhkan atau mengoles ramuan, abu dapur dan sebagainya pada
luka talipusat, sebabakan menyebabkan infeksi dan tetanus yang dapat
berakhir dengan kematian neonatal. Tanda-tanda infeksi talipusat yang
harus diwaspadai, antara lain kulit sekitar talipusat berwarna kemerahan,
ada pus/nanah dan berbau busuk. Mengawasi dan segera melaporkan
kedokter jika pada tali pusat ditemukan perdarahan, pembengkakan, keluar
cairan, tampak merah atau berbau busuk.
Untuk perawatan tali pusat, tidak satupun yang lebih baik dari pada
yang lainnya untuk membatasi kolonisasi bakteri. Yang penting ialah
membuat tali pusat kering. Untuk ini dapat dipakai obat-obat topikal
seperti :
- Triple dye (2.29 g brilliant green; 1.14 g proflavine hemisulfate dan
2.29 g crystal violet dalam air).
- Salep Bacitracin
- Krem Silver sulfadiazine
- Betadine 10%
Semua obat diatas dapat memperlambat atau mengurangi kolonisasi
bakteri di tali pusat, terutama Stafilokokkus aureus.
- Alkohol, yang sering dipakai di rumah sakit maupun setelah pulang dari
rumah sakit mempercepat keringnya tali pusat dan lepasnya tali pusat.
Akan tetapi obat ini tidak efektif untuk membatasi kolonisasi bakteri.

8
2. Pencegahan infeksi pada kulit
Beberapa cara yang diketahui dapat mencegah terjadi infeksi pada kulit
bayi baru lahir atau penyakit infeksi lain adalah meletakkan bayi di dada
ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi, sehingga
menyebabkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme ibu yang cenderung
bersifat nonpatogen, serta adanya zat antibodi bayi yang sudah terbentuk
dan terkandung dalam air susu ibu.
Dianjurkan untuk merawat kulit neonatus dengan teknik "dry skin
care", maksudnya membuat kulit agar tetap kering dengan mengatur suhu
kamar, mengurangi trauma pada kulit dan mencegah pemberian chat-chat
topikal yang mempunyai efek samping terhadap kulit. Dalam hal ini

9
termasuk membersihkan bayi hendaknya setelah temperaturnya stabil dan
tidak menggunakan antiseptik. Kemudian untuk menghilangkan darah dan
mekonium dari wajah; kepala dan badan dipakai spans katun yang steril
dengan air hangat.

3. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir


Cara mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir adalah merawat mata
bayi baru lahir dengan mencuci tangan terlebih dahulu, membersihkan
kedua mata bayi segera setelah lahir dengan kapas atau sapu tangan halus
dan bersih yang telah dibersihkan dengan air hangat. Pencegahan
ophthalmia neonatorum adalah satu cara yang praktis dilakukan untuk
mengkontrol infeksi pada bayi baru lahir. Dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir, berikan salep/obat tetes mata untuk mencegah oftalmia neonatorum
(Tetrasiklin 1%, Eritromisin 0.5% atau Nitrasn, Argensi 1%), biarkan obat
tetap pada mata bayi dan obat yang ada di sekitar mata jangan dibersihkan.
Setelah selesai merawat mata bayi, cuci tangan kembali. Keterlambatan
memberikan salep mata, misalnya bayi baru lahir diberi salep mata setelah
lewat 1 jam setelah lahir, merupakan sebab tersering kegagalan upaya
pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir.

10
4. Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi tuberkulosis, imunisasi BCG harus
diberikan pada bayi segera setelah lahir.Pemberian dosis pertama tetesan
polio dianjurkan pada bayi segera setelah lahir atau pada umur 2 minggu.
Maksud pemberian imunisasi polio secara dini adalah untuk meningkatkan
perlindungan awal.Imunisasi Hepatitis B sudah merupakan program
nasional, meskipun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Pada
daerah risiko tinggi, pemberian imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi
segera setelah lahir.

5. Staf perawatan
Oleh karena banyaknya penderita dalam satu bangsal dan kurangnya
staf, akan meningkatkan terjadinya infeksi nosokomial. American
Academy of Pediatrics menganjurkan pada bangsal bayi baru lahir yang
sehat (level I) rasio perawat : bayi adalah 1 : 6- 8; sedangkan bangsal bayi
dengan rawat gabung parsiel membutuhkan 1 perawat untuk 4- 5 pasangan
ibu bayi. Disini dianjurkan agar perawat mencuci tangan terlebih dulu
sebelum kontak dengan bayi. Di bangsal bayi baru lahir dengan perawatan

11
intensif yang sederhana diperlukan rasio 1 : 3-4, maksudnya satu perawat
untuk 3-4 bayi, dan pada bangsal perawatan intensif (NICU) 1 perawat
untuk 1- 2 bayi.
6. Desain ruang perawatan
Jarak yang adekuat antara tempat tidur bayi dengan peralatan lainnya
dapat menc egah kepadatan dan mengurangi risiko kontaminasi yang tidak
disengaja antara bayi dengan petugas. Luas lantai yang di rekomendasikan
untuk satu tempat tidur bayi bervariasi tergantung intensitas perawatannya.
Untuk level I : 20 -25 feet/tempat tidur; Level II 30-50 feet dan Level III
80- 100 feet/inkubator.
7. Rawat gabung
Banyak rumah sakit melakukan rawat gabung untuk merawat bayi
normal. Dari berbagai penelitian terlihat bahwa tidak ada kenaikan insiden
infeksi nosokomial pada bayi- bayi yang dirawat gabung bila
dibandingkan pada bayi- bayi yang dirawat di bangsal perawatan bayi
normal. Jadi program ini adalah suatu cara yang potensial untuk
mengurangi risiko kepadatan dan menurunkan kontaminasi silang di
bangsal perawatan bayi normal. Setiap orang yang ma suk ke kamar bayi
harus memakai sandal khusus dan mencuci tangan.

8. Air Susu Ibu


Air susu ibu adalah makanan standard bagi semua bayi. Menggalakkan
penggunaan air susu ibu adalah sangat penting karena ASI memberi
perlindungan alamiah terhadap problema saluran cerna yang sering timbul
pada neonatus. Clavano (1982) dengan cara rawat gabung dan penggunaan
ASI berhasil menurunkan kejadian diare, moniliasis mulut dan sepsis.
Sedangkan Narayan (1981) dengan penggunaan ASI pada BBLR berhasil
pula menurunkan kejadian infeksi.
9. Mencuci tangan
Oleh karena cara penularan infeksi yang utama di bangsal bayi adalah
melalui tangan petugas (bakteri transien) , maka mencuci tangan

12
merupakan satu cara yang efektif untuk melaksakan program mengkontrol
infeksi. Dengan mencuci tangan maka mikroba yang berada di tangan
petugas akan hilang. Mencuci tangan dengan memakai sabun selama 15
detik akan menghilagkan mikroba yang berada di tangan (bakteri transien).
Sedangkan untuk membersihkan bakteri residen diperlukan waktu yang
lebih lama dan harus memakai detergen antibakteri.
Prosedur mencuci tangan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Lengan baju digulung diatas siku dan buka cincin, jam tangan serta
gelang tangan.
2. Cuci tangan selama 2 menit dengan sikat dan detergen antimikroba.
Bersihkan semua area dan jari- jari.
3. Bersihkan jari dan kuku.
4. Semua hal diatas dibersihkan dibawah air yang mengalir.
5. Kemudian tangan dibersihkan dengan kertas pembersih.
6. Mencuci tangan selama 15 detik atau lebih bila akan mengerjakan bayi
yang lain.

8. Isolasi
Diperlukan pada kasus yang menular seperti penyakit karena
stafilokokkus, konjungtivitis bakterialis, dan diare. Perlindungan fisik
(isolasi) adalah suatu cara untuk mengendalikan penyebaran infeksi di
rumah sakit. Isolasi ada dua cara :
1. Mengisolasi sumber
2. Isolasi protektif, mengisolasi penderita risiko tinggi untuk mendapat
infeksi
Metode Isolasi :
1. Barrier nursing, yaitu prosedur perawatan khusus untuk mengurangi
penyebaran infeksi melalui kontak langsung/perawatan

13
2. Pemisahan penderita, dirawat pada "single room" atau isolator plastik
untuk mengurangi penyebaran melalui udara atau dari penderita
3. Ventilasi mekanik, untuk mengurangi penyebaran melalui udara dengan
cara mengeluarkan bakteri dari kamar penderita dan pada isolasi
protektif yang membebaskan kamar penderita dari bakteri yang ada
diluar kamar.
Pada perawatan neonatus sebenarnya kamar isolasi saja tidak perlu jika :
1. Ada perawatan yang adekuat dan tenaga dokternya dan mempunyai
waktu yang cukup untuk mencuci tangan
2. Ruang rawatan yang cukup adekuat
3. Tiap kamar rawatan mempunyai tempat cuci tangan
4. Adanya program pendidikan yang kontinu mengenai
penyebaran infeksi nosokomial terhadap petugas medis yang
bekerja diruang neonatus/perinatologi. Dengan kata lain, bila keempat
point tersebut diatas tidak ada maka perlulah ruang isolasi dengan
fasilitas yang terpisah dari ruang rawatan neonati.
Neonatus dengan infeksi berat sebaiknya dirawat di ruang perawatan
intensif (sepsis, meningitis dan pneumonia). Neonatus dengan infeksi yang
penyebarannya melalui udara harus dipisahkan dari neonatus lainnya dan
sebaiknya ditempatkan di luar ruang perawatan neonatus.
9. Pengunjung
Harus dibatasi masuk ke bangsal perawatan bayi untuk mencegah
timbulnya infeksi, terutama terhadap pengunjung yang sakit.
10. Pengkontrolan terhadap epidemic
Yaitu dengan pemeriksaan epidemiologi mendata prosedur dan teknik
yang selama ini digunakan untuk merawat bayi seperti perawatan kulit dan
tali pusat, cara-cara desinfeksi dan sterilisasi alat - alat. Hal ini dilakukan
dengan cara :

14
1. Survei Kultur dari pasien- pasien yang disangkakan untuk mendeteksi
karier asimptomatik (misalnya tali pusat lubang hidung pada epidemi
stafilokokkus)
2. Kultur bagian- bagian tubuh petugas yang selalu berhubungan dengan
perawatan bayi untuk mengetahui sumber dan cara penularan.
3. Memperhatikan bayi- bayi yang dirawat
4. Memperhatikan kesehatan petugas
5. Merubah prosedur perawatan kulit dan tali pusat
6. Merubah cara membersihkan tangan dan antiseptik yang digunakan
7. Antimikroba profilaksis, seperti penisilin pada epidemi streptokokkus.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejadian infeksi nosokomial pada bayi baru lahir diberbagai rumah sakit di
Indonesia bervariasi dari 1.4 % sampai dengan 19.2 %, dimana terlihat dari tahun
ke tahun kejadian infeksi nosokomial ini semakin berkurang. Pemberian
antibiotika yang lebih dari 3 hari akan meningkatkan kolonisasi bakteri di
saluran cerna dan tenggorok. Untuk mengendalikan infeksi nosokomial pada
neonatus diperlukan suatu prosedur standard yang harus dipatuni oleh para
petugas kesehatan yang terlibat di dalamnya. Alkohol yang sering dipakai di
rumah sakit- rumah sakit, ternyata hanya berperan untuk mempercepat keringnya
tali pusat tetapi tidak untuk membatai kolonisasi bakteri. Perlu diperhatikan rasio
perawat dan bayi serta desain ruangan rawatan yang benar untuk mencegah
timbulnya infeksi nosokomial. Rawat gabung mempunyai peranan untuk
mengurangi kepadatan bangsal perawatan dan menurunkan kontaminasi silang
dari bayi- bayi. Air susu ibu sangat penting dalam hal memberikan
perlindungan alamiah kepada bayi- bayi, sehingga akan dapat menurunkan
kejadian infeksi. Oleh karena infeksi nosokomial yang terjadi pacta masa neonatus
lebih sering melalui tangan, maka mencuci tangan merupakan satu prosedur yang
harus dikerjakan bila kita akan memeriksa bayi- bayi.

B. Saran
Dengan penulisan makala ini penulis berharap agar dapat menamba ilmu
pengetahuan kepada pembaca oleh karena itu, harapa penulis kepada pembaca
semua agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

16
DAFTAR PUSTAKA

Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Abdul Bari Saifudin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Stright, Barbara. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC
Sarwono Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

17

You might also like