Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
Kehamilan adalah dikandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel
sperma (Kushartanti, 2004). Proses kehamilan harus ada spermatozoa, ovum,
pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi (Winkjosastro, 2007).
Kehamilan merupakan suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres, tetapi
berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan
mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Seiring persiapannya untuk
menghadapi peran baru, wanita tersebut mengubah konsep dirinya agar siap
menjadi orang tua (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Hampir setiap tubuh wanita hamil mengalami perubahan baik pada organ
dan sistem organnya. Menurut Mochtar (2011) dan Bobak, Lowdermilk & Jensen
(2004) perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil antara lain:
(6) Metabolisme
Tingkat metabolik basal pada wanita hamil meningkat hingga 15-20%
terutama pada trimester akhir. Terjadi gangguan keseimbangan asam basa,
kebutuhan protein dan kalori meningkat. Wanita hamil sering merasa haus,
nafsu makan bertambah, sering buang air kecil dan kadang dijumpai
glukosuria, serta berat badan ibu hamil akan meningkat.
(7) Payudara
Selama kehamilan, payudara bertambah besar, tegang dan berat. Dapat terjadi noduli-
noduli akibat hipertrofi kelenjar alveoli; bayangan vena-vena lebih
membiru.
Fase kedua yaitu fase postquickening yaitu ibu hamil akan fokus pada
kehamilan dan persiapan untuk menyambut lahirnya bayi. Pergerakan yang
dirasakan dapat membantu ibu membangun konsep bahwa bayinya adalah
individu yang terpisah dengannya dan menyebabkan ibu terfokus pada
bayinya.
2.2 Kecemasan
Kondisi psikologis yang dialami ibu selama hamil, kemudian akan kembali
mempengaruhi aktivitas fisiologis. Kecemasan dapat mempengaruhi detak
jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat, sekresi
asam lambung, dan lain-lain. Tekanan psikologis juga dapat memunculkan gejala
fisik seperti letih, lesu, mudah marah, gelisah, pusing, susah tidur, mual atau
merasa malas (Erlina, 2007).
a.Faktor internal
2) Faktor Pendidikan
Hasil riset yang dilakukan oleh Stuart&Sundeen pada tahun 1995
menyatakan bahwa responden yang berpendidikan tinggi lebih mampu
menggunakan pemahaman mereka dalam merespon berbagai perubahan kondisi
kesahatan secara adaptif dibandingkan kelompok responden yang berpendidikan
rendah. Kondisi ini menunjukkan respon kecemasan berat cenderung dapat
ditemukan pada responden yang berpendidikan rendah karena rendahnya
pemahaman mereka terhadap kondisi kesehatan.
3) Faktor Usia
Usia Ibu hamil dispesifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu: kurang dari
20 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari 30
tahun (tergolong tua). Umur yang lebih muda, lebih mudah mengalami stress
dibandingkan dengan umur yang lebih tua (Prawirohardjo, 2008).
b. Faktor eksternal
1) Dukungan
Semakin baik dukungan yang diberikan maka kecemasan akan semakin
ringan. Keluarga maupun tenaga kesehatan dapat memberikan dukungan kepada
ibu sejak hamil sampai melahirkan. Hal tersebut akan memotivasi dan
menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk mengurangi kecemasan (bobak,
lowdermil, & jensen, 2005). Menurut Carpenito (2006) dukungan suami akan
meningkatkan kesejahtraan psikologis (psychologocal well being) dan
kemampuan penyesuian diri melalui perasaan memiliki, peningkatan harga diri
dan pencegahan psikologis.
2) Lingkungan
Lingkungan menjadi faktor penentu kecemasan ibu hamil. Lingkungan
yang dimaksud adalah budaya yang mendukung kehamilan akan memberikan
pengaruh positif terhadap kecemasan (bobak, lowdermil, & jensen, 2005).
3) Pendidikan kesehatan
Menurut Steward (2006) pendidikan kesehatan atau edukasi adalah
unsur program kesehatan dan kedokteran yang di dalamnya terkandung rencana
untuk mengubah perilaku perseorangan dan masyarakat. Pada sasaran individu
dan keluarga, perawat dapat menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan
demonstrasi. Sedangkan pada sasaran kelompok dan masyarakat, perawat
dapat juga menggunakan metode ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi, role
play ,film, dan interview (Achjar, 2009).
1) Gejala fisik
Meliputi telapak tangan basah, tekanan darah meninggi, badan gemetar,
denyut jantung meningkat dan keluarnya keringat dingin. Perubahan fisik yag
terjadi pada ibu hamil contohnya muncul jerawat, varises, noda juga dapat
menimbulkan kecemasan. Perubahan lainnya yang terjadi ketika hamil adalah
mudah lelah, badan terasa tidak nyaman, tidak bisa tidur nyenyak, sering sulit
bernafas, dan lain-lain. Perubahan – perubahan tersebut berbeda – beda
intensitasnya pada masing – masing ibu hamil (Blackburn, 2000).
2) Gejala psikologis
Kecemasan merupakan reaksi psikologis yang wajar pada ibu hamil, jika
ibu hamil dapat mengatasi kecemasannya maka ia akan dapat menikmati tahapan
kehamilannya dengan lebih nyaman dan tenang. Secara psikologis, kecemasan
dapat meningkatkan kerja dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon
tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, muncullah perangsangan pada organ
– organ, seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun fisiologis tubuh
lainnya. Kecemasan yang ditimbulkan secara psikologis juga dikarenakan
ketidakmampuan individu dalam mengidentifikasi ancaman yang datang sehingga
muncul gelaja – gejala seperti marah – marah, takut, perasaan tidak tentu, serta
ketidakmampuan mengendalikan pikiran buruk. Ada dua hal yang menyebabkan
kecemasan pada ibu hamil yaitu perasaan takut dan penolakan ibu terhadap kehamilannya.
Perasaan takut yang dirasakan oleh ibu hamil lebih didasarkan
pada perubahan besar yang terjadi pada tubuhnya. Penolakan ibu terhadap
kehamilannya lebih didasarkan pada calon ibu tersebut tidak menikah atau karena
kesulitan ekonomi sehingga dengan hadirnya anak dapat memberatkan ekonomi
keluarga (Sastrawinata, 2003)
3) Gejala Sosial
Kecemasan dalam ruang lingkup sosial dapat dilihat dari situasi, kondisi
dan obyek tertentu misalnya individu cemas ketika memperlihatkan diri di depan
umum. Keadaan ini terutama terjadi pada individu yang pemalu, penakut, merasa
tidak tentram, dan cemas bila berkumpul dengan orang-orang yang masih asing
dengannya. Pada ibu hamil biasanya kepercayaan tradisional yang dianut dalam
suatu daerah akan berpengaruh terhadap pola pikirnya sehingga akan
menimbulkan kecemasan tersendiri. Sikap yang kurang menyenangkan di pihak
orang-orang yang berarti, sikap yang kurang menyenangkan dari lingkungan juga
menimbulkan efek yang mendalam bagi kondisi mental ibu hamil. Misalnya orang
tua yang tidak menghendaki kelahiran karena takut mengganggu program
pendidikan dan pekerjaan (Blackburn, 2000).
BAI merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kecemasan dan terdiri atas 21 pertanyaan. Setiap pertanyaan pada BAI merupakan
deskripsi singkat dari gejala kecemasan yaitu gejala subjektif, gejala
neurofisiologi, gejala autonom, dan gejala yang berhubungan dengan panik.
Responden diminta menjawab 21 pertanyaan dengan pilihan jawaban; tidak
pernah dialami diberi skor nol, gejala ringan (mengalami gejala tetapi tidak
merasa terganggu) diberi skor satu, gejala sedang (mengalami gejala dan cukup
merasa terganggu) diberi skor dua, gejala berat (sangat terganggu dengan gejala
yang dialami) diberi skor tiga. Skor tersebut kemudian dijumlahkan dan
diinterpretasikan. Skor nol sampai tujuh dikategorikan tidak cemas, skor delapan
sampai 15 dikategorikan cemas ringan, skor 16 sampai 25 dikategorikan cemas
sedang, skor 26 sampai 63 dikategorikan cemas berat (Leyfer, et al, 2006).
2.3 Aromaterapi
(1) Butiran molekulnya yang sangat kecil dengan mudah dapat diserap oleh
jaringan tubuh yang dibawa melalui aliran darah sehingga akan lebih mudah
mencapai sasaran lokasi yang akan diobati.
(2) Minyak esensial juga memiliki sifat mudah larut dalam lemak sehingga
mudah terserap ke dalam lapisan kulit bila dioleskan atau digosokkan.
(3) Minyak esensial mampu meredakan ketegangan pada otot-otot yang sedang
mengalami kelelahan akibat aktivitas yang berlebihan.
(4) Minyak esensial juga dapat mempengaruhi impuls dan refleks saraf yang
diterima oleh ujung-ujung reseptor pada lapisan terluar dari kulit (epidermis).
Selain itu, minyak ini dapat mempengaruhi aktivitas fungsi kerja otak melalui
sistem saraf yang berhubungan dengan indra penciuman. Respon ini akan
merangsang peningkatan aktivitas neurotransmitter, yaitu berkaitan dengan pemulihan
kondisi psikologis (seperti emosi, perasaan, pikiran dan
keinginan).
(5) Efek medis minyak esensial juga dapat membantu produksi prostaglandin
yang berperan penting dalam meregulasi tekanan darah, pengendalian rasa
sakit, serta keseimbangan hormonal (Jaelani, 2009).
2.3.3 Metode Pemanfaatan Minyak Esensial
Penggunaan minyak esensial murni yang dapat memberikan manfaat untuk
seorang individu dikenal dengan istilah aromaterapi. Aromaterapi dapat
memberikan efek terapi baik secara fisik maupun psikologis dan dapat
dimanfaatkan melalui beberapa cara, antara lain:
(1) Pemakaian topikal, yaitu minyak esensial yang diaplikasikan langsung pada
kulit bagian luar, melalui sentuhan (dengan dioleskan atau dipijat), melalui
kompres dan berendam dalam bak mandi. Pada pemakaian topikal ini,
minyak esensial akan diabsorpsi melalui kulit
(2) Pemakaian oral atau internal, yaitu minyak esensial yang diaplikasikan
langsung pada mukosa kulit melalui mouthwash (obat kumur) dan pessaries
atau supositoria. Melalui supositoria pemakaian minyak esensial lebih
ditujukan untuk sindrom gangguan saluran cerna (irritable bowel syndrome),
hemorhoid, infeksi vagina dan jamur (candida).
(3) Pemakaian inhalasi, yaitu cara yang paling cepat dan efektif untuk terapi
masalah psikologis dan merupakan cara pemakaian yang paling umum. Bau
yang dihirup oleh individu akan berikatan dengan gugus steroid dalam kelenjar keringat
disebut osmon, yang berpotensi sebagai penenang kimia
alami (Buckle, 2003).
Minyak esensial murni memiliki efek yang sangat kuat, terutama jika
dilihat dari segi aromanya. Beberapa minyak esensial dapat memiliki efek toksik
seperti dapat membuat kulit iritasi jika tidak diaplikasikan dengan benar. Dalam
beberapa kondisi, minyak esensial tidak dapat digunakan karena dapat
memperburuk kondisi seseorang yang menggunakannya. Oleh sebab itu,
penggunaan minyak esensial perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan petugas
kesehatan (Bharkatiya et al, 2008).
Nama Lavender berasal dari Bahasa Latin lavare yang artinya to wash
(mencuci). Bunga ini pertama kali ditemukan di daerah mediterranian dan
merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam family Labiate (National
Center for Complementary and Alternative Madicine, 2009). Pada jaman dahulu,
minyak esensial lavender digunakan oleh bangsa Romawi dan penduduk di
dataran Eropa dalam proses pembuatan mummi (pengawetan mayat). Selain itu,
minyak esensial ini juga dimanfaatkan sebagai, parfum dan obat-obatan untuk
mengatasi insomnia. Namun, seiring dengan perkembangan jaman, minyak
esensial lavender semakin banyak digunakan karena memiliki pengaruh positif
untuk sistem saraf pusat (Balkam, 2004).
melemaskan sistem kerja saraf dan otot-otot yang tegang dengan cara menurunkan
kerja dari sistem saraf simpatis saat seseorang mengalami kecemasan (Rahayu dkk, 2007).
Efek linalool asetat juga mempengaruhi sistem neuroendokrin tubuh melalui sistem limbik
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pelepasan
hormon dan neurotransmitter yang dapat meningkatkan rasa nyaman, seperti
enkhephalin dan endorphin (Buckle, 2003).