Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Dibetes Mellitus
2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh
defisiensi insulin ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam
plasma.8,9
American Diabetes Association (ADA) dan World Health
Organization (WHO) baru – baru ini telah menerbitkan rekomendasi baru
untuk kriteria diagnostik diabetes melitus. Kedua badan ini menyarankan
penurunan batas untuk Gula darah puasa dan lebih menekankan pada
etiologinya. Istilah Diabetes melitus tipe 1 (kerusakan sel B pankreas) dan
tipe 2 (Sekresi insulen yang kurang dan resistensi insulin) lebih disarankan
untuk mengganti istilah “insulin dependen” dan “insulin non dependen”.
ADA telah menyatakan bahwa diagnosis diabetes melitus
ditegakkan jika Random Plasma Glucose (RPG) pada orang yang tanpa
gejala adalah >11,1 mmol/liter. Jika Fasting Plasma Glucose (FPG) diatas
7,0 mmol/liter (glukosa darah 6,1 mmol/liter) pada individu tanpa gejala,
maka pemeriksaan harus diulang pada hari yang berbeda dan diagnosis
ditegakkan jika hasil pemeriksaan masih diatas batas.
ADA menyatakan bahwa FPG antara 6,1 dan 7,1 mmol/liter
(glukosa darah 5,6 – 6,1 mmol/liter) sebagai “impaired glucose
glycaemia”. WHO juga merekomendasikan bahwa diagnosis diabetes
melitus bisa ditegakkan juka RPG diatas 11,1 mmol/liter.
Diabetes juga bisa ditegakkan jika FPG diatas 7,0 mmol/liter dan
pemeriksaan yang serupa atau pemeriksaan toleransi glukosa oral berada
pada kisaran nilai diabetes.7
2.3 Patofisiologi
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pankreas tersebar di seluruh pankreas tetapi berat semuanya hanya 1 - 3%
dari berat total pankreas.Besarnya pulau-pulau Langerhans ini berbeda-
beda, yang terkecil adalah 50m. sedangkan yang terbesar 300 m.
Terbanyak adalah yang besarnya antara 100 dan 225 m. Jumlah semua
pulau Langerhans di pankreas diperkirakan antara 100.000 dan 2.500.00.
Pulau-pulau Langerhans paling kurang tersusun atas tiga jenis sel : sel-sel
a memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, sel-sel d
yang mensekresi insulin , dan sel-sel d yang membuat somatostatin.
Pertama insulin disintesa sebagai proinsulin diubah menjadi insulin
melalui pembelahan proteolitik dan kemudian dibungkus kedalam butir-
butir diantara sel-sel b. Sejumlah besar insulin, normalnya kira-kira 200
unit disimpan dalam pankreas.Sintesa terus berlangsung dengan
rangsangan glukosa.Glukosa dan fruktosa merupakan pengatur utama
pelepasan insulin. Stimulator lain dari pelepasan insulin termasuk asam
amino, glukagon, hormon-hormon gastrointestinal (gastrin, sekretin,
cholecystokinin-pancreozymin, dan enteroglucagon), dan asetilkolin.
Epinefrin dan.norepinefrin menghambat pelepasan insulin dengan
merangsang reseptor a adrenergik dan merangsang pelepasan insulin pada
reseptor b adrenergik.5,9
Pada tipe I terjadi defisiensi insulin yang berat menyebabkan
mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak dan pelepasan asam
amino dari dalam otot.Hiperglikemia terjadi karena dosis insulin yang
normal tidak cukup untuk menandingi meningkatnya kebutuhan insulin.
Hati melalui proses glukoneogenesis, akan mengubah asam amino dan
asam lemak bebas membentuk glukosa dan benda keton. Keduanya
mempunyai peran penting dalam timbulnya gejala ketoasidosis.Pada tipe I
dijumpai peningkatan glukagon yang merangsang hati untuk mengubah
asam lemak bebas menjadi benda keton.Hipotesis terjadinya tipe I
dihubungkan dengan infeksi virus yang membentuk respon autoimun yang
menyebabkan dirusaknya sel beta oleh antibodi. Infeksi oleh virus
dianggap sebagai trigger factor pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetik terhadap diabetes mellitus. Virus-virus yang dianggap
mempunyai pengaruh adalah : virus coxsackie B, virus
encephalamiokardias, mumps, rubella, cytomegalovirus, mononudeosis
infectiosa, varicella dan virus hepatftis.4,6,7,9
Sedangkan patofisiologi tipe II tidak jelas dipahami, tapi yang pasti
ada hubungannya dengan faktor keturunan.Pada tipe II terjadi defisiensi
insulin relatif, hal ini kadang diperberat oleh resistensi insulin yang
biasanya disebabkan karena kegemukan.
Kegemukan sendiri seringkali akan menyebabkan :
Mengurangi jumlah reseptor insulin di sel target
Menyebabkan resistensi terhadap insulin karena perubahan pada post
reseptor
2.4 Diagnosis
Diabetes mellitus dapat diketahui dengan adanya gejala yang
timbul sebagai akibat hiperglikemia seperti pofiuria, polidifsia, pofifagia,
penurunan berat badan, gangguan kesadaran, ketosis dan gangguan
degeneratif (neuropati, retinopati, nefropati).9,10
Diagnosis diabetes dapat ditegakkan melalui 3 cara. Dua dari 3
cara ini dapat dikerjakan dengan mudah oleh dokter di bagian emergensi.14
Pada tipe I terjadi proses autoimun yang dapat merusak sistem saraf
autonom dan meningkatkan neuropati autonomik, dengan gejala klinik :
hipohidrosis; berkurangnya respon denyut jantung terhadap valsava maneuver
(<5 x/mnt) dan hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah > 30 mmHg pada
perubahan posisi tegak berdiri).1,6,7
Pasien dengan neuropati autonomik dapat mengalami hipotensi berat
setelah pemberian obat anestesi, adanya peningkatan risiko gastroparesis,
aspirasi, episode hipoksia dan retensi urin. Hipotensi dapat terjadi pada 50%
pasien diabetes mellitus dengan neuropati autonomik. Insidensi neuropati
autonomik bervariasi tergantung dari lamanya mengidap penyakit. Pirart
mencatat laju sebesar 7% dalam 1 tahun setelah diagnosis dan sebesar 50 %
untuk mereka dengan diagnosis yang ditegakkan lebih dari 25 tahun
sebelumnya. Burke mendapatkan 1,4 % pasiennya mengalami variasi laju
jantung tak normal. Umumnya disfungsi autonomik meningkat dengan
bertambahnya umur dan lamanya sakit Ada hubungan antara tes refleks
kardiavaskuler yang memburuk dan kontrol gula darah.Beberapa pasien
diabetes dengan neuropati autonomik dapat meninggal
mendadak.Kemungkinan ini terjadi karena respon abnormal terhadap hipoksia,
apnoe tidur atau aritmia jantung namun belum ada penjelasan yang pasti.
Pasien dengan neuropati autonomik mengandung risiko tinggi.1,5,6,7
Pada diabetes mellitus lanjut sering dijumpai penyakit ginjal. Kondisi
tersebut dengan mikroalbuminuria dan kelainan filtrasi glomerulus yang
dijumpai perubahan pada klirens kreatinin.Dengan kontrol gula yang ketat pada
penderita diabetes dapat melindungi fungsi ginjal. Hipertensi, meskipun tidak
pernah tinggi sekali akan timbul jika glomerular filtration rate (GFR)
berkurang. Jika ada hipertensi berat atau hipertensi timbul tiba-tiba, harus
difikirkan kemungkinan adanya suatu penyakit berupa stenosis arteria renalis
yang aterosklerotik.Aktifitas plasma renin adalah normal atau
berkurang.Hipoaldosteronisme yang hiporeninemik dengan hiperkalemia dan
asidosis metabolik dengan hiperkloremia sedang adalah suatu keadaan biasa
pada nefropati diabetik. Infeksi dan sepsis memainkan peranan penting dalam
meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasca bedah penderita , hal tersebut
dihubungkan dengan adanya fungsi leukosit yang terganggu. Penderita dengan
kontrol gula yang ketat dimana kadar gula dipertahankan di bawah 250 mg/dl
fungsi leukosit akan pulih.5,6,7,8
Hogan melaporkan adanya peningkatan insiden kesulitan intubasi yang
disebabkan oleh "stiff joint syndrome" pada beberapa penderita .Pada awalnya
sindrom ini terjadi pada sendi phalanx proksimal jari IV dan V, kemudian
meluas ke persendian lainnya dari jari dan tangan, sendi atlantooksipital leher,
dan sendi besar lainnya.Ketidak mampuan untuk mengekstensikan kepala
karena imobilitas atlantooksipital dapat menyulitkan intubasi.Akan tetapi dari
suatu penelitian retrospektif terhadap rekaman anestesi dari 725 pasien yang
dilakukan transplantasi ginjal dan atau transplantasi pankreas (209 diantaranya
mengidap diabetes), tidak seorangpun yang dilaporkan mempunyai tingkat
kesulitan laringoskopi sedang sampai berat. Secara keseluruhan 4,8% penderita
diabetes yang mempunyai tingkat kesulitan intubasi ringan sampai sedang
dibandingkan 1,0% pada non penderita diabetes. Kekakuan sendi ini
disebabkan karena adanya jaringan kolagen abnormal periartikuler yang
disebabkan oleh mikroangiopari progresif.Kelainan kolagen dihubungkan
dengan glikosilasi non enzimatik protein.'Banyak pasien ini mempunyai tanda
"Prayer Sign" yaitu ketidakmampuan mendekatkan permukaan kedua palmar
dan sendi-sendi jari. Insidens " stiff joint syndrome" dapat mencapai 30 % pada
penderita DM tipe I.1,5,6,7,8
Pada DM tipe I, idealnya kontrol gula darah yang dapat diterima harus
tercapai dalam 2 sampai 3 hari sebelum pembedahan. Untuk pasien-pasien
yang kronis, dengan kontrol metabolik yang buruk, mungkin perlu dirawat
di rumah sakit selama 2 sampai 3 hari untuk penyesuaian , dosis insulin.
Untuk bedah minor cukup dengan pemberian insulin subkutan.Pada pagi
hari sebelum pembedahan, pasien diberikan 1/3 sampai 2/3 dosis insulin
normal secara subkutan, bersamaan dengan pemberian cairan dextrose 5%
100 cc/jam/70 kgBB. Dua pertiga dosis insulin normal diberikan jika kadar
glukosa darah puasa lebih dari 250 mg/dl setengah dosis insulin normal
untuk kadar glukosa antara 120 sampai 250 mg/d!, dan sepertiga dosis
insulin normal untuk kadar glukosa di bawah 120 mg/dl. Pasien dengan
kadar glukosa darah rendah, atau normal tetap membutuhkan sejumlah kecil
insulin untuk mengimbangi peningkatan efek katabolik stres pembedahan,
penurunan metabolisme protein, dan mencegah lipolisis. Tanpa insulin, DM
tipe I berisiko tinggi untuk mengalami ketosis dengan pembedahan.6
Terdapat beberapa regimen tatalaksana perioperatif untuk pasien DM.
Yang paling sering :tdigunakan adalah pasien menerima sebagian -biasanya
setengah dari dosis total insulin pagi hari dalam bentuk insulin kerja sedang:
Tabel 1: Dua teknik yang umum digunakan untuk tatalaksana insulin
perioperatif pada pasien DM
3. Ukur kadar gula darah tiap jam dan sesuaikan dengan kebutuhan insulin
seperti di bawah ini :
Obesitas dan infeksi berat akan menambah kebutuhan insulin 1,5 - 2 kali
lipat Hal penting yang harus diingat dalam mengelola kadar gula prabedah pada
pasien diabetes adalah menetapkan sasaran yang jelas kemudian pemantauan
kadar gula darah untuk menyesuaikan terapi sesuai sasaran.1,9
Regimen lain untuk pemberian infus glukosa insulin dan kalium (GIK)
dikenal dengan regimen Alberti. Pemberiannya dapat terpisah atau bersama-
sama.Berikut ini salah satu teknik GIK. Pagi hari diberikan dosis intemiten
insulin, kemudian 500 cc dextrose 5% ditambah 10 KCl diberikan dengan
kecepatan 2 cc/kg/jam. Infus insufin disiapkan dengan mencampurkan 50 unit RI
ke dalam 250 cc Nad 0,9% sehingga berkonsentrasi 0,2 unit/cc larutan. Sebelum
pemberian dextrose - kalium atau insulin, ukur kadar gula darah kemudian cek
gula darah tiap 2-3 jam, dan berikan dosis insulin sesuai dengan hasil pengukuran
di bawah ini:
DAFTAR PUSTAKA
1. Brown Jr and Frink. Anesthetic Management of Patients with Endocrine
Disease in A Practice of Anesthesia, 6thed, Edward Arnold, 1996: 995-
1004.
2. Gieseeke and Lee. Diabetic Trauma Patients in Text Book of Trauma
Anesthesia ang Critical Care, Mosby Year Book Inc, 1993: 663-671.
12. Litt L, Roizen MF. Endocrine and Renal Function in Risk and Outcome in
Anesthesia, JB Lippincott, 1988: 111-125.