You are on page 1of 41

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

KERATOSIS OBTURANS

Disusun oleh:
Tri Asih M.W Fatubun
(2017-84-030)

PEMBIMBING
dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Telinga merupakan organ yang memiliki fungsi sebagai unit pendengaran dan
keseimbangan. Secara anatomi telinga dapat dikategorikan menjadi telinga luar,
telinga tengah, dan telinga dalam. Adanya gangguan atau kelainan pada telinga
sendiri dapat dilihat berdasarkan telinga bagian mana yang terkena.

Kelainan maupun gangguan yang terjadi pada telinga sangat beragam mulai
dari telinga bagian luar hingga telinga bagian dalam yang akan muncul dengan
gejala dan tanda klinis yang berbeda-beda. Kelainan atau gangguan pada telinga
luar dapat bersifat kongenital maupun muncul akibat suatu infeksi yang mengenai
bagian tersebut, salah satu diantaranya, yaitu keratosis obturans.

Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi lapisan


keratin epidermis pada liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel
yang berlebihan. Keratosis obturans jarang terjadi. Biasanya secara kebetulan
ditemukan oleh pemeriksa dalam pemeriksaan otoskopi. Keratosis obturans
biasanya ditemukan secara bilateral dan dapat disertai dengan bronkiektasis dan
sinusitis kronis.

Keratosis obturans harus dapat dibedakan dengan kolesteatoma. Awalnya


keratosis obturans dan kolesteatoma ektsterna dianggap sebagai satu penyakit
yang sama dimana terdapat penumpukan material keratin dalam liang telinga
sehingga sering tumpang tindih digunakan dalam berbagai artikel atau jurnal
maupun buku. Namun pada kenyataannya kedua penyakit ini berbeda dalam
karateristik dna penatalaksanaanya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang
ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang
terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.
Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian
yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam. 1, 2

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam3

2
1. 1. TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara,
auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit.
Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi
oleh N.facialis.4, 5
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk
unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux
superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan
dari fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis
yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala,
concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan
sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus,
cymba conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus
eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa
triangularis yang merupakan struktur depresif di dekat anthelix, helix yang
merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara
tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun
telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.1, 2, 4, 5

3
Gambar 2. Bagian-bagian dari auricula telinga luar.3

Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan
liang telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok
yang menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan
untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang.
Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan belakang.
Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.1,
4, 5

Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga
bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi
oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan
glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat
yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.1, 2, 4, 5

4
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari
n.auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus. Sedangkan aliran limfe
menuju nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicales superficiales.4, 5

1. 2. TELINGA TENGAH
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang
telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit
yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang
membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui
tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid.4,5
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis
tulang, yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa
ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan
lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti
oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lem-
peng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada
bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang
lebih besar dan terletak lebih ba- wah menuju tuba auditiva, dan yang terletak
lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani.
Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke bela-
kang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian
atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu
auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit,
kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.1, 2, 4, 5, 6

5
1. 1. 1. MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang
memancar ke anterior dan inferior dari umbo.4, 5, 9, 11
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm.
Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus tim-
panicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan
dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus
lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh
plika-plika tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut
pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam
membran timpani oleh membran mucosa. Membran tympan sangat peka terhadap
nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh n.auriculotemporalis dan ramus
auricularis n. vagus.4, 5, 11
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian
terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium,
yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada di bawahnya. Di atas
dan belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong
dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha
scala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat
fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani
sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala
timpani.4,5. 11
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas ke
belakang pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli.
Tonjolan ini menyokong m. tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke
atas dan membentuk takik, disebut processus cochleariformis. Di sekeliling takik
ini tendo m. tensor timpani membelok ke lateral untuk sampai ke tempat

6
insersionya yaitu manubrium mallei.1,2,4,5,11
Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas
promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis
nervi facialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia ini melengkung ke
bawah di belakang pyramis.5

Gambar 3. Membran Timpani 6

1. 1. 2. TULANG-TULANG PENDENGARAN
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu
tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak
tanpa rongga sumsum tulang.5
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum,
processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus late-
ral is. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus.
Collum mallei adalah bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan
ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat pada permukaan medial
membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani pada
pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang

7
dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen.
Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior
dan posterior membran timpani. 1, 5, 9, 11
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis
berbentuk bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum
berjalan ke bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung
bawahnya melengkung ke medial dan bersendi dengan caput stapedis.
Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang dapat dilihat pada
pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan dilekatkan
pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen. 6,7
Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit
dan merupakan tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari
collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada
pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum
annulare. 1, 2,4,5

8
Gambar 4. Tulang-Tulang Pendengaran.7

1. 1. 3. OTOT-OTOT TELINGA TENGAH


Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot
tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-
mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk
melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam
gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid
dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.
Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi
tinggi.2,4,5

9
Tabel 11-6. Otot-Otot Telinga Tengah
Nama Otot Origo Inserio Persarafan Fungsi
M. Tensor Dinding tuba Manubrium Divisi Meredam
Tympani auditiva dan mallei mandibularis n. getaran
dinding Trigemius membrana
salurannya tympani
sendiri Collum
M. stapedius Stapedis N. Facialis
Pyramis Meredam
(penonjolan getaran stapes
tulang pada
dinding
posterior cavum
tympani)

Tabel 1. Otot-Otot Telinga Tengah.5

1. 1. 4. TUBA EUSTACHIUS
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan
dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor
pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam
cavum timpani dengan nasopharing.4,5

1. 1. 5. ANTRUM MASTOID
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa
ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad
antrum, diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.5

10
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad
antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan
cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semicircularis
posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen
timpani, yang berhubungan dengan meninges pada fossa kranii media dan lobus
temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum
dengan cellulae mastoideae.5

I. 3. TELINGA DALAM
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial
terhadap telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari
sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun
dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus. 4, 5

Gambar 5. Telinga Dalam12

11
1. 3. 1. TELINGA DALAM OSSEUS
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan
bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membra-
naceus.4,5
Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak
posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis sennicircularis. Pada
dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan
ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran
timpani sekunder. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga
dalam membranaceus. 4,5,8,11
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior,
posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis
mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke
dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh
dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semicircularis. 1,2,5
Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus
terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal,
tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis
lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis
nervi facial is.2,5
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian
anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae,
dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah
putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga
bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan
basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak
sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.1,4,5,11
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus
acusticus internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir

12
spiral, yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis
dan membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina
spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis
menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di sebelah bawah.
Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis
stapedis dan ligamentum annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam
scala tympani dipisahkan dari cavum timpani oleh membrana tympani secundaria
pada fenestra cochleae. 1, 5, 11

1. 3. 2. TELINGA DALAM MEMBRANACEUS


Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan
berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus
terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga
ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan
ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating
berhubungan dengan bebas.2,4,5
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan
dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh
ductus utriculosaccularis.5
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus
utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan
posterior pars petrosa ossis temporalis.3,6
Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus
yang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan
lain.5
Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis
semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus
satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai
atau berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau

13
berkurang, kecepatan gerak endolympha di dalam ductus semicircularis akan
berubah sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding ductus semicircularis.
Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensorik di dalam ampulla ductus
semicircularis.5
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
terletak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan
mengandung receptor-receptor sensorik untuk pendengaran. 2,5

1. 4. PERDARAHAN TELINGA
Perdarahan telinga terdiri dari 2 macam sirkulasi yang masing – masing
secara keseluruhan berdiri satu–satu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan
satu lagi memperdarahi telinga dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara
keduanya. 4,5
Telinga luar terutama diperdarahi oleh cabang aurikulo temporal
a.temporalis superficial di bagian anterior dan dibagian posterior diperdarahi oleh
cabang aurikuloposterior a.karotis externa.4
Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang
mempunyai banyak sekali anastomosis. Cabang timpani anterior a.maxila externa
masuk melalui fisura retrotimpani. Melalui dinding anterior mesotimpanum juga
berjalan aa.karotikotimpanik yang merupakan cabang a.karotis ke timpanum
.dibagian superior, a.meningia media memberikan cabang timpanik superior yang
masuk ketelinga tengah melalui fisura petroskuamosa. A.meningea media juga
memberikan percabangan a.petrosa superficial yang berjalan bersama Nervus
petrosa mayor memasuki kanalis fasial pada hiatus yang berisi ganglion
genikulatum. Pembuluh-pembuluh ini beranastomose dengan suatu cabang
a.auricula posterior yaitu a.stilomastoid, yang memasuki kanalis fasial dibagian
inferior melalui foramen stilomastoid. Satu cabang dari arteri yang terakhir ini,
a.timpani posterior berjalan melalui kanalikuli korda timpani. Satu arteri yang
penting masuk dibagian inferior cabang dari a.faringeal asendenc.arteri ini adalah
perdarahan utama pada tumor glomus jugular pada telinga tengah. 2,4,5

14
Tulang-tulang pendengaran menerima pendarahan anastomosis dari arteri
timpani anterior, a.timpani posterior, suatu arteri yang berjalan dengan tendon
stapedius, dan cabang – cabang dari pleksus pembuluh darah pada promontorium.
Pembuluh darah ini berjalan didalam mukosa yang melapisi tulang-tulang
pendengaran, memberi bahan makanan kedalam tulang. Proses longus incus
mempunyai perdarahan yang paling sedikit sehingga kalau terjadi peradangan atau
gangguan mekanis terhadap sirkulasinya biasanya mengalami necrosis.4,5
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a.
labirintin) yang berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a.
basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah
anastomosis.4,5
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu : 4
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta
sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis
semisirkularisposterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran
basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh
arteri spiral yang mendarahi organ corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum
berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur
utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea.
Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan
utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Aliran vena telinga luar dan tengah dilakukan oleh pembuluh–pembuluh
darah yang menyertai arteri v.emisari mastoid yang menghubungkan kortek
keluar mastoid dan sinus lateral. Aliran vena telinga dalam dilakukan melalui 3
jalur aliran .dari koklea putaran tengah dan apical dilakukan oleh v.auditori
interna. Untuk putaran basiler koklea dan vestibulum anterior dilakukan oleh

15
v.kokhlear melalui suatu saluran yang berjalan sejajar dengan akuadutus kokhlea
dan masuk kedalam sinus petrosa inferior. Suatu aliran vena ketiga mengikuti
duktus endolimfa dan masuk ke sinus sigmoid pleksus ini mengalirkan darah dari
labirin posterior.4,5

1. 5. PERSARAFAN TELINGA
Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabang–cabang sensoris dari
cabang aurikulotemporal saraf ke–5 (N. Mandibularis) dibagian depan, dibagian
posterior dari Nervus aurikuler mayor dan minor, dan cabang–cabang Nervus
Glofaringeus dan Vagus. Cabang Nervus Vagus dikenal sebagai Nervus Arnold.
Stimulasi saraf ini menyebabkan reflek batuk bila teliga luar dibersihkan. Liang
telinga bagian tulang sebelah posterior superior dipersarafi oleh cabang sensorik
Nervus Fasial .4,5
Tuba auditiva menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan
saraf–saraf yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh Nervus
Cranialis VII dan IX.4
M.tensor timpani dipersarafi oleh Nervus Mandibularis (Nervus Cranial
V3 ). sedangkan M.Stapedius dipersarafi oleh Nervus Fasialis.3
Korda timpani memasuki telinga tengah tepat dibawah pinggir
posterosuperior sulkus timpani dan berjalan kearah depan lateral ke prosesus
longus inkus dan kemudian kebagain bawah leher maleus tepat diatas perlekatan
tendon tensor timpani setelah berjalan kearah medial menuju ligamen maleus
anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani .4

II. FISIOLOGI TELINGA


2. 1. FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor
khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap
berkurangnya energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara

16
berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga
tengah.13
Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun
telinga mereka ke arah sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak
gelombang suara, tetapi daun telinga manusia relatif tidak bergerak. Karena
bentuknya, daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang mendekati
telinga dari arah belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang
membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.13
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri
ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga
yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang
tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu
mencapai telinga yang terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar
suara yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara. Korteks pen-
dengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi
sumber suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan satu telinga.13,14
Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah,
bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang
bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang
sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang
suara.11,13
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan
di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari
tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang
berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran
timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke
koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons
terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan
frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani
ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan

17
menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, seperti
dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan
cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem osikuler yang
memperkuat tekanan gelombang suara dan udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar
daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya
yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan
gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran
menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-
sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali
lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan
tambahan ini cukup untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea.1,2,4,11,13,14
Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu
sistem tubulus bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih
mudah untuk memahami komponen fungsional koklea, jika organ tersebut
"dibuka gulungannya", seperti diperlihatkan dalam. Di seluruh panjangnya, koklea
dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus
koklearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk
kompartemen tengah. Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea,
hampir mencapai ujungnya. Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti
kontur bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti
kontur luar spiral. Cairan di dalam duktus koklearis disebut endolimfe. Skala
vestibuli dan skala timpani keduanya mengandung cairan yang sedikit berbeda,
yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat cairan di
kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli
disekat dare rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat melekatnya stapes.
Lubang kecil berlapis membran lainnya, yakni jendela bundar, menyekat skala
timpani dari telinga tengah. Membrana vestibularis yang tipis memisahkan duktus
koklearis dare skala vestibuli. Membrana basilaris membentuk lantai duktus
koklearis, memisahkannya dare skala timpani. Membrana basilaris sangat penting

18
karena mengandung organ Corti, organ untuk indera pendengaran.11,13,14
Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe
ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala
vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, menyebabkan jendela
bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala vestibuli melalui membrana
basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan
energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara
dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada
bagian atas membrana basilaris yang bergetar, mengalami perubahan posisi
terhadap membrana tektorial di atasnya. (b) Berbagai bagian dart membrana
basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi yang berbeda-beda. (c) Ujung
membrana basilaris yang pendek dan kaku, yang terletak paling dekat dengan
jendela oval, bergetar maksimum pada nada berfrekuensi tinggi. Membrana
basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar maksimum pada nada-
nada berfrekuensi rendah.1,2,13,14
Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis
mengalami perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam.
Rambut-rambut ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu
tonjolan mirip tenda-rumah yang menggantung di atas, di sepanjang organ Corti.13
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat
ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan
jendela oval menonjol ke dalam: (1) perubahan posisi jendela bundar dan (2)
defleksi membrana basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong
perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema; dan
ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar
menonjol ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk mengkompensasi
peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke
luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah

19
posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya
persepsi suara; tetapi hanya menghamburkan tekanan.13,14
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan
melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan
kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian.
Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan
melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke
bawah, atau bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ
Corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik
turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel
reseptor terbenam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-
rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana
basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial. Perubahan bentuk
mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion
gerbang-mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang
bergantianpotensial reseptor—dengan frekuensi yang sama dengan rangsangan
suara semula.13, 14
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui
sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf
auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris
bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang
menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan
pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit
zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris
bergerak ke bawah).2,13,14
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-

20
rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian)
saluran di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di
reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial
aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan
menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi
suara.11,13,14

Bagan 1. Fisiologi Pendengaran 13

21
2. 2. FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga
dalam memiliki komponen khusus lain, yakni aparatus vestibularis, yang
memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk
koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan gerakangerakan mata dan postur
tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam
tulang temporalis di dekat koklea—kanalis semisirkularis dan organ otolit, yaitu
utrikulus dan sakulus. 2,13,14
Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala.
Seperti di koklea, semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe
dan dikelilingi oleh perilimfe. Juga, serupa dengan organ Corti, komponen
vestibuler masing-masing mengandung sel-sel rambut yang berespons terhadap
perubahan bentuk mekanis yang dicetuskan oleh gerakan-gerakan spesifik
endolimfe. Seperti sel-sel rambut auditorius, reseptor vestibularis juga dapat
mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan.
Namun, tidak seperti sistem pendengaran, sebagian besar informasi yang
dihasilkan oleh sistem vestibularis tidak mencapai tingkat kesadaran.2,11,13
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau
rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir
balik, atau memutar kepala. Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis
yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu
sama lain. Sel-sel rambut reseptif di setiap kanalis semisirkularis terletak di atas
suatu bubungan (ridge) yang terletak di ampula, suatu pembesaran di pangkal
kanalis. Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi di
atasnya, yaitu kupula, yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula.
Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan, seperti ganggang Taut yang
mengikuti arah gelombang air.13,14
Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel rambut
yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti gerakan kepala. Namun, cairan
di dalam kanalis, yang tidak melekat ke tengkorak, mulamula tidak ikut bergerak
sesuai arah rotasi, tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia

22
(kelembaman). (Karena inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda
yang bergerak akan tetap bergerak, kecuali jika ada suatu gaya luar yang bekerja
padanya dan menyebabkan perubahan.) Ketika endolimfe tertinggal saat kepala
mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada
dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala
(serupa dengan tubuh Anda yang miring ke kanan sewaktu mobil yang Anda
tumpangi berbelok ke kiri). Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong ke
arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala, membengkokkan rambut-
rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Apabila gerakan kepala berlanjut
dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak
bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak mereka.
Ketika kepala melambat dan berhenti, keadaan yang sebaliknya terjadi. Endolimfe
secara singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala sementara
kepala melambat untuk berhenti. Akibatnya, kupula dan rambutrambutnya secara
sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan
dengan arah mereka membengkok ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara
bertahap berhenti, rambut-rambut kembali tegak. Dengan demikian, kanalis
semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis
tidak berespons jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler
dengan kecepatan tetap.2,13,14
Rambut-rambut pada sel rambut vestibularis terdiri dari dua puluh sampai
lima puluh stereosilia, yaitu mikrovilus yang diperkuat oleh aktin, dan satu silium,
kinosilium. Setiap sel rambut berorientasi sedemikian rupa, sehingga sel tersebut
mengalami depolarisasi ketika stererosilianya membengkok ke arah kinosilium;
pembengkokan ke arah yang berlawanan menyebabkan hiperpolarisasi sel. Sel-sel
rambut membentuk sinaps zat perantara kimiawi dengan ujung-ujung terminal
neuron aferen yang akson-aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis
lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditorius
dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi sel-sel
rambut meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di serat-serat aferen;
sebaliknya, ketika sel-sel rambut mengalami hiperpolarisasi, frekuensi potensial

23
aksi di serat aferen menurun.13,14
Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai
perubahan rotasional gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan
informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi
perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak dalam garis lurus tanpa
memandang arah). Utrikulus dan sakulus adalah struktur seperti kantung yang
terletak di dalam rongga tulang yang terdapat di antara kanalis semisirkularis dan
koklea. Rambut-rambut pada sel-sel rambut reseptif di organ-organ ini juga
menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa di atasnya, yang gerakannya
menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di
sel rambut. Terdapat banyak kristal halus kalsium karbonat—otolit ("batu
telinga")—yang terbenam di dalam lapisan gelatinosa, sehingga lapisan tersebut
lebih berat dan lebih lembam (inert) daripada cairan di sekitarnya. Ketika
seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus
berorientasi secara vertikal dan rambut-rambut sakulus berjajar secara
horizontal.1,3,13,14
Sakulus memiliki fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa is
berespons secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal
(misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi atau deselerasi liner
vertikal (misalnya meloncat-loncat atau berada dalam elevator).13
Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis
dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis, suatu kelompok
badan sel saraf di batang otak, dan ke serebelum. Di sini informasi vestibuler
diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk:
(1) mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan; (2) mengontrol
otot mata eksternal, sehingga mata tetap terfiksasi ke titik yang sama walaupun
kepala bergerak; dan (3) mempersepsikan gerakan dan orientasi.13,14
Beberapa individu, karena alasan yang tidak diketahui, sangat peka
terhadap gerakan-gerakan tertentu yang mengaktifkan aparatus vestibularis dan
menyebabkan gejala pusing (dizziness) dan mual; kepekaan ini disebut mabuk
perjalanan (motion sickness). Kadangkadang ketidakseimbangan cairan di telinga

24
dalam menyebabkan penyakit Meniere. Tidaklah mengherankan, karena baik
aparatus vestibularis maupun koklea mengandung cairan telinga dalam yang
sama, timbul gejala keseimbangan dan pendengaran. Penderita mengalami
serangan sementara vertigo (pusing tujuh keliling).13,14

III. KERATOSIS OBTURANS


III.1 DEFINISI
Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi lapisan
keratin epidermis pada liang telinga, berwarna putih seperti mutiara, sehingga
membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Penyakit
ini tidak mengenai bagian kartilagenous meatus auditorius eksternus. Secara khas,
lesi ini hanya terbatas pada meatus, tanpa menyebabkan destruksi tulang. Bila
tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan destruksi bagian
tulang meatus auditorius eksternus.8,9,10
Keratosis obturans sebenarnya telah diperkenalkan oleh Wreden pada tahun
1874 untuk membedakannya dengan impaksi serumen. Penyakit ini juga harus
dibedakan dari kolesteatoma primer yang ditandai dengan invasi jaringan
skuamosa dari telinga bagian tengah yang disertai dengan erosi dan destruksi
tulang. Piepergerdes dan rekannya pada tahun 1980 menyatakan bahwa keratosis
obturans dihasilkan oleh penyakit pada kulit meatus auditorius eksternus
sedangkan penyakit pada tulang meatus auditorius eksternus merupakan dasar
bagi kolesteatoma pada meatus auditorius eksternus. 8,9,10

III.2 EPIDEMIOLOGI
Keratosis obturans pada umumnya terjadi pada pasien usia muda antara
umur 5-20 tahun dan dapat menyerang satu atau kedua telinga. Morrison
melaporkan bahwa terdapat 50 kasus keratosis obturans pada tahun 1956 dimana
20 pasien berumur 5-9 tahun, 15 pasien berumur antara 9 ± 19, dan 15 pasien
berumur antara 20 ± 59 tahun. Black and Clayton melaporkan terjadinya keratosis
obturans pada anak-anak pada tahun 1958 dengan insidens 90% terjadi secara
bilateral. 8,9,1

25
III.3 ETIOLOGI
Etiologi keratosis obturans hingga saat ini belum diketahui. Namun,
mungkin disebabkan akibat dari eksema, seboroik dan furonkulosis. Penyakit ini
kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik. 8,9,10,11

III.4 PATOFISIOLOGI
Keratosis obturans terjadi karena migrasi abnormal epitel pada lapisan kulit
liang telinga. Secara normal, epitel dari permukaan membran timpani pars
flaksida bermigrasi turun ke pars tensa dan kemudian bergerak secara inferior
melewati membran timpani. Namun, pergerakan sel epitel pada penyakit ini
nampak terbalik. Kegagalan migrasi ini atau adanya obstruksi pada saat migrasi
yang disebabkan oleh lapisan keratin menyebabkan akumulasi debris epitel pada
meatus bagian dalam. Hal ini sesuai dengan studi tentang kulit normal pada
telinga luar yang dilakukan oleh Alberti (1964) menunjukkan bahwa secara
normal terdapat migrasi epitel dari membran timpani ke meatus auditorius
eksternus. 8,9,10,11,12
Menurut Paparella dan Shumrick, keratosis obturans dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain : produksi berlebihan dari sel epitel, kegagalan migrasi
epitel kulit dan ketidakmampuan mekanisme pembersihan diri oleh meatus
auditorius eksternus. Mekanisme pembersihan diri oleh meatus auditorius
eksternus merupakan hasil dari kordinasi proses maturasi keratin dan migrasi sel
ke luar. Pada keratosis obturans, mekanisme ini tidak berfungsi. 8,9,10,11,12
Hubungan bronkiektasis dan sinusitis dengan kejadian keratosis obturans
(secara frekuensi muncul ipsilateral) telah dilaporkan sebelumnya (Morrison,
1956; Black 1964). Berkaitan dengan penemuan ini menyebabkan munculnya
hipotesis bahwa adanya pus menstimulasi sistem refleks simpatis dari cabang
trakeobronkial untuk merangsang refleks sekresi serumen yang menyebabkan
obstruksi oleh keratin dan pembentukan sumbat epidermal. 11,12,13,14

26
III.5 KLASIFIKASI KERATOSIS OBTURANS
1. Tipe Inflamasi : tipe ini disebabkan oleh inflamasi akut yang melibatkan
liang telinga luar. Infeksi virus pada umumnya menjadi penyebab masalah
ini. Reaksi inflamasi yang melibatkan liang telinga secara sementara
mengubah migrasi epitel. Kondisi ini dapat dicegah dengan pengangkatan
keratosis.9,11,13
2. Tipe diam (silent) : pada tipe ini tidak terdapat resiko infeksi akut yang
dilibatkan. Kondisi ini dicurigai disebabkan oleh abnormal separasi karatin
yang menetap meskipun telah diangkat dan akan membutuhkan
pengangkutan ulang. 9,11,13

III.6 MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinis yang dapat timbul pada penyakit ini adalah tuli konduktif akut,
nyeri telinga yang hebat, liang telinga yang lebih lebar, membran timpani yang
utuh tapi lebih tebal dan tinnitus serta jarang ditemukan otorea. Gangguan
pendengaran dan nyeri telinga yang hebat disebabkan oleh desakan gumpalan
epitel berkeratin di liang telinga. Keratosis obturans bilateral sering ditemukan
pada usia muda. 8-14
Sering dikaitkan denagan sinusitis dan bronkiektasi. Pada penyakit ini juga
ditandai dengan adanya erosi tulang liang telinga yang terjadi menyeluruh
sehingga tampak liang telinga menjadi luas.8-14

III.7 DIAGNOSIS
Anamnesis
Sejarah otologi harus diperoleh dalam rangka untuk mengetahui gejala awal
keratosis obturan. Gejala yang paling umum adalah kehilangan pendengaran,
otalgia yang hebat, otorea dan tinnitus yang bilateral disertai dengan bronkiektasis
dan sinusitis kronik.14,15,16

27
Pemeriksaan Fisis
Selain pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan otologi menjadi perhatian
khusus. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam,
perubahan status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk
kearah komplikasi. Pada inspeksi, tampak terlihat adanya obstruksi di sepanjang
membrane timpani pada meatus auditorius eksternus oleh gumpalan debris keratin
berwarna putih yang berisi serumen berwarna coklat pada bagian tengah. Adanya
gumpalan keratin dalam meatus auditorius eksternus meningkatkan tekanan pada
dinding meatus sehingga terjadi remodeling tulang. Hal ini menyebabkan pelebaran
tulang pada MAE yang disertai oleh inflamasi epithelium. Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan
garputala 512 Hz dilakukan untuk mengetahui tuli konduksi dan dibandingkan dengan
pemeriksaan audiometri. 14,15,16

III.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Radiologic Imaging
Pada CT-Scan tulang temporal dapat memperlihatkan erosi dan pelebaran
meatus. 14,15,16
b. Patologi
Sumbatan keratin pada keratosis obturans terlihat seperti garis geometric di
dalam meatus auditorius eksternus yang terlihat seperti gambaran onion skin.
Gambaran patologi ini dihubungkan denagan adanya hyperplasia di bawah epithelium dan
adanya inflamasi kronik pada jaringan subepitelium. 14,15,16

III.9 DIAGNOSIS BANDING


Keratosis obturans dapat didiagnosis banding dengan kolesteatoma eksterna.
Berikut adalah table yang membedakan antara keratosis obturans dan
kolesteatoma eksterna : 12
Keratosis obturans Kolesteatoma eksterna

Umur Dewasa muda Tua

Penyakit terkait Sinusitis, bronkiektasi Tidak ada

28
Keratosis Obturans Kolesteatoma Eksterna

Nyeri Akut/berat Kronis/ nyeri tumpul

Ganggaun pendengaran Konduktif/sedang Tidak ada/ringan

Sisi telinga Bilateral Unilateral

Erosi tulang Sirkumferensial Terlokalisir

Kulit telinga Utuh Ulserasi

Osteonecrosis Tidak ada Bisa ada

Otorea Jarang Sering

III.10 PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada keratosis obturan berupa pengangkatan desquamated
squamous epithelium. Selain itu, dapat dilakukan operasi dengan general anestesi
untuk debridement, canal plasty dan timpanomastoidektomi dapat dilakukan
untuk mencegah berlanjutnya erosi tulang. Penyakit ini biasanya dapat dikontrol
dengan melakukan pembersihan liang telinga secara periodik setiap 3 bulan,
mengurangkan akumulasi debris.10,17,18
Pemberian obat tetes telinga dari campuran alcohol atau gliserin dalam
peroksid 3%, tiga kali seminggu sering kali dapat menolong. Pada pasien yang
telah mengalami erosi tulang liang telinga, seringkali diperlukan tindakan bedah
dengan melakukan tandur jaringan ke bawah kulit untuk menghilangkan gaung di
dinding liang telinga. Yang penting ialah membuat agar liang telinga berbentuk
seperti corong, sehingga pembersihan liang telinga secara spontan lebih terjamin.

III.11 KOMPLIKASI
Mikroorganisme yang berpotensi berbahaya yang sering ada pada keratosis
obturans :17,18

Bakteri / jamur Komplikasi


Actinobacter Iwofii Sepsis, pneumonia, infeksi pernapasan

29
Enterobacter cloacae Sepsis, infeksi pneumonia
Pseudomonas aeruginosa/ anaerobic EO, Septikemia, pneumonia
S. aureus Kolesteatoma, Abses internal,
Karbunkel
Aspergillus Favus Hipersensitif, pneumonitis, penyakit
sistemik lainnya
Candida parapsilosis Candidiasis, keratosis, penyakit mukosa

30
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
a. Nama : Nn. LGS
b. Umur : 14 tahun
c. Jenis Kelamin : perempuan
d. Alamat : Eri
e. Agama : Kristen Protestan
f. Pekerjaan : Pelajar
g. No. RM : 13-45-33
h. Tanggal Pemeriksaan: 27 Juli 2018
i. Tempat Pemeriksaan : Poli-klinik THT RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Nyeri telinga kiri
b. Anamnesis Terpimpin : (Autoanamnesis)
Keluhan nyeri telinga kiri dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu
aktivitas, sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya, pasien mengaku merasakan
gatal yang hebat pada telinga kiri, kemudian pasien mulai mengorek
telinga kirinya dengan menggunakan “cutton bud”, kemudian pasien
merasakan nyeri pada telinga kirinya, dan mulai berair dan disertai bau.
Pasien juga mengeluhkan adanya telinga berdenging, dan disertai rasa
penuh. Penurunan pendengaran (+) Batuk dan flu (-), demam (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
 Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
 Riwayat hipertensi, Diabetes mellitus disangkal.
 Riwayat alergi disangkal.

31
d. Riwayat Kebiasaan:
 Pasien sering mengorek telinga pasien dengan menggunakan cutton
bud.
 Pasien tidak sering berenang ataupun menggunakan headset untuk
mendengarkan musik.
e. Riwayat Pengobatan
 Pasien menggunakan minyak tawon yang diteteskan ke telinga kiri.
f. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada keluarga yang pernah mengalami hal demikian.

C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: CM TD : 110/80 mmHg Nadi: 95 x/m
Suhu: 37 o C RR: 20 x/ m SpO2: 97%
a. Pemeriksaan Telinga
1. Inspeksi dan palpasi :
Kanan Kiri
Bentuk/ukuran normal , massa (-), Bentuk/ukuran normal ,
hiperemis (-) massa (-), hiperemis (-)

2. Otoskopi
Kanan Kiri
Daun Telinga N.Tekan/Tarik (-) / (-) N.Tekan/Tarik (+) / (+)
Liang Telinga Lapang,massa (- ) Sempit, massa putih
secret tidak ada kecoklatan banyak,
secret (+). Odema (+),
hiperemis (+/-)
Membran Intak, refleks cahaya Sulit dievaluasi.
Timpani (+), perforasi (-).

32
3. Pemeriksaan Pendengaran
Kanan Kiri
Rinne - -
Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (+)
Schwabach Memanjang Memanjang
Kesimpulan Tuli konduktif Tuli konduktif

b. Pemeriksaan Hidung
1. Inspeksi dan palpasi
Kanan Kiri
Bentuk/ukuran normal, NT (-), massa Bentuk/ukuran normal, NT
(-) (-), massa (-)

2. Rhinoskopi Anterior
Kanan Kiri
Cavum Lapang, Massa (-), Lapang, secret (-) massa (-
secret (-). ).

Concha Edema (-), hipertrofi (-), Edema (-), hipertrofi (-),


hiperemis (-), warna merah hiperemis (-), warna merah
muda. muda.
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

c. Pemeriksaan Tenggorokan
1. Inspeksi
Tonsil T1/T1, permukaan tidak rata, Detritus (-) Kripta (-),
Hiperemis (-)
Oropharinx Permukaan licin, edema (-), hiperemis (-), PND (-),
granuler (-)
Uvulae Deviasi (-), edema (-), hiperemis (-)

33
2. Larigoskopi indirect : Tidak dilakukan Pemeriksaan
d. Pemeriksaan Leher
1. KGB : NT (-), pembesaran (-)
2. Kelenjar Tyroid : Pembesaran (-), NT (-), Mobile
3. Nodul / Tumor : Tidak ditemukan

D. Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan.


E. Resume
Keluhan nyeri telinga kiri dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu
aktivitas, sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya, pasien mengaku merasakan gatal
yang hebat pada telinga kiri, kemudian pasien mulai mengorek telinga kirinya
dengan menggunakan “cutton bud”, kemudian pasien merasakan nyeri pada
telinga kirinya, dan mulai berair dan disertai bau. Pasien juga mengeluhkan
adanya telinga berdenging, dan disertai rasa penuh. Penurunan pendengaran (+)
Batuk dan flu (-), demam (-).
Pada riwayat penyakit dahulu pasien Pasien belum pernah mengalami
keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat alergi disangkal. Untuk riwayat
kebiasaan, Pasien sering mengorek telinga pasien dengan menggunakan cutton
bud. Pasien tidak sering berenang ataupun menggunakan headset untuk
mendengarkan musik. Untuk riwayat pengobatan, Pasien menggunakan minyak
tawon yang diteteskan ke telinga kiri, dan untuk riwayat keluarga, tidak ada
keluarga yang mengalami hal demikian.
Pada pemeriksaan fisik, inspeksi dan palpasi telinga kiri kanan dalam batas
normal. Pada pemeriksaan otoskopi, telinga kanan lapang, terdapat massa
keputihan, secret (-) membran timpani intak, refleks cahaya (+). Telinga kiri nyeri
tarik dan nyeri tekan tragus (+) liang telinga sempit, terdapat massa putih
kecoklatan. Secret (+), odema (+) dan hiperemis (+), membrane timpani dan
refleks cahaya serta perforasi sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan garpu tala,
ditemukan kedua telinga pasien mengalami tuli konduktif. Pada pemeriksaan
hidung, inspeksi dan palpasi dalam batas normal, cavum nasi concha dan septum

34
kedua hidung dalam batas normal. Pada pemeriksaan tenggorokan dan leher
dalam batas normal.

F. Diagnosa
Keratosis obturans auricular sinistra
G. Diagnosis Banding
1. Otitis eksterna difusa
2. Kolesteatoma eksterna
3. Otomikosis
4. Cerumen prop
H. Terapi
a. Tindakan
 Aural toilet dengan menggunakan H2O2 3% selama 3-5 menit
b. Medikamentosa
 Klindamycin 300 mg/Po, 1 dd 1 tab
 Methylprednisolon tablet 4mg/Po, 3 dd 1 tab
 Loratadine tablet 10 mg/Po, 1 dd 1 tab
 Otilon 3 dd 3 gtt AS
I. Anjuran
 Hindari korek telinga
 Hindari masuk air
 Jangan tetes dengan minyak-minyak

35
BAB IV
DISKUSI

Pasien bernama Nn. LGS, umur 14 thn datang ke Poli THT RSUD dr.
Haullusy, Ambon tanggal 27 Mei 2018 dengan keluhan nyeri pada telinga kiri.
Keluhan nyeri telinga kiri dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu
aktivitas, sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya, pasien mengaku merasakan gatal
yang hebat pada telinga kiri, kemudian pasien mulai mengorek telinga kirinya
dengan menggunakan “cutton bud”, kemudian pasien merasakan nyeri pada
telinga kirinya, dan mulai berair dan disertai bau. Pasien juga mengeluhkan
adanya telinga berdenging, dan disertai rasa penuh. Penurunan pendengaran (+)
Batuk dan flu (-), demam (-).
Berdasarkan hasil anamnesis awalnya dipikirkan kemungkinan yang
mengarah ke Otitis eksterna diffusa dimana ditemukan gejala-gejala yang mirip
dengan keratosis obsturans yakni :
1. Tuli konduktif pada kedua telinga
2. Nyeri hebat pada telinga kiri
3. Telinga kiri terasa penuh
4. Tinitus
5. Ketidaknyamanan pada telinga kiri
Kemudian dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk lebih menegakan
diagnosis yaitu pemeriksaan otoskopi, pada telinga kiri didapatkan nyeri tarik
dan nyeri tekan tragus (+/-), serta terlihat liang telinga yang menyempit akibat
massa putih kecoklatan yang memenuhi liang telinga. Kemudian dilakukan
aural toilet / ekstraksi dengan menggunakan H2O2 3% pada telinga kiri,
Setelah itu dibersihkan dengan menggunakan suction, dikeluarkan massa
coklat keputihan, dengan konsistensi terbungkus massa putih kotor, darah (+/)
sedikit keras dari 2/3 dalam liang telinga.

36
Gambar. Tampak massa coklat keputihan, konsistensi sedikit keras.

Setelah massa coklat kehitaman tersebut dikeluarkan, masih tersisa massa


lainnya yang terlihat pada 2/3 dalam liang telinga, namun masih sulit untuk
dikeluarkan karena konsistensi yang keras dan lengket, sehingga dilakukan
kembali aural toilet dengan menggunakan H2O2 3% selama 3-5 menit.
Setelah itu, telinga pasien kembali dibersihkan dengan menggunakan suction,
dan ditemukan lagi massa coklat keputihan hanya saja konsistensi lebih lunak
dibandingkan dengan massa yang sebelumnya.

Gambar. Tampak massa coklat keputihan, konsistensi lunak

37
Dari hasil anamanesis dan pemeriksaan fisik, serta tindakan yang
dilakukan, kini dapat diambil kesimpulan pasien ini menderita keratosis
obsturans, dimana selain gejala-gejala yang telah disebutkan diatas, hal ini
juga didukung oleh umur yang masih muda dimana hampir sebagian besar
kasus keratosis obturans terjadi pada usia dewasa muda. Nyeri yang dirasakan
oleh pasien juga tergolong nyeri akut, yang baru berlangsung kurang lebih
sejak 1 minggu yang lalu, disertai penurunan pendengaran.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood I., Fisiologi Manusia dari sel ke sitem. Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran; EGC; Jakarta; 2000. Hal 180.
2. Lesson R C, dkk. Buku ajar Histologi. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran;
EGC; Jakarta; 1996. Hal 574-576
3. Snell S, Richard. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta; 2006. Hal 782
4. Sanna M, Russo A, Donato De G, Color Atlas of Otoscopy from diagnostic
to Surgery; New York; 1999.
5. Edward Y, Amri D. Penatalaksanaan Koleasteatoma Eksterna. Bagian
Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas/ RS. Dr. M Djamil. Padang. Page (5).
6. Soepardi A E, Iskandar N, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi keenam. Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta; 2006.\
7. Hafif F.A, dkk. Kelainan telinga luar, Dalam: Soepardi A E, Iskanadar N,
dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher. Edisi keenam. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Indonesis;
Jakarta;2006.
8. Csillag Andras, Atlas Of The Sensory Organ Functional Dan Clinical
Anatomy. Department Of Anatomy, Histology, and Embryology
Semmelweis University, Budapest, Hungary; 2005; page 1-2
9. Perasud R, Chartrath P, Cheesman A. Atypical keratosis obturans. J
Otolaryngology. 2003Anonym. Drtbalu’s otolaryngology. Keratosis
obturans. Page 3. Desember 2014.
10. Rohmah, M Y. Keratosis obturans. Fakultas Kedokteran Universitas
Jember, 2012, page 1-4
11. Sharma C R. Is Keratosis obturans a predisposing factor for external
auditory canal choleasteatoma; Some interesting cases. Indian Journal of
Otology; July 2014. Page 1-3

39
12. Boise I R. Penyakit telinga luar. Dalam : Adasms GL, Boise I R, Highler
PA. Boise Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke 6. Penerbiit Buku Kedokteran
EGC; Jakarta 1997. Hal 77
13. Morrison W A, keratosis obturans. Cited on [2018 july 29]. Available from :
http/journals.Cambridge.org/action/displayAbstract?frompage=online&aid=
938476&fileld=S0022215100052968
14. Anonym. External ear canal cholesteatoma and keratosis obsturans. Otology
seminar
15. Browning G G. Keratosis obturans in chapter 3. Pathology of Inflamatory
condition of the external and middle ear. Page 8
16. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al., Eds. Keratosis Obturans.
Otolaryngologyl: Head & Neck Surgery. 4th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier
Mosby: 2007.
17. Bull R T. Color of Atlas of ENT diagnostic. The External Audiotory
Meatus. Clinical science. New York. Page 62.
18. Soepardi A E. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan
Leher. Dalam Soepardi A , Iskandar N. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi keenam. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia; Jakarta; 2006.

40

You might also like