You are on page 1of 16

BIDANG ILMU BEDAH MULUT

LAPORAN KASUS
ODONTEKTOMI

Supervisor:
drg. Setiadi Warata Logamarta, Sp. Ort

Oleh:
Pascalis Adhi K., S.KG
G4B015001

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2019

TINJAUAN PUSTAKA

A. Impaksi

1
Gigi impaksi merupakan gigi yang erupsi sebagian atau tidak dapat erupsi oleh karena
terhalang oleh gigi, tulang atau jaringan lunak yang ada disekitarnya. Gigi impaksi sering
terjadi pada gigi molar ketiga (M3) bawah, gigi M3 atas, gigi kaninus atas dan insisivus
kedua, dapat juga terjadi pada kaninus bawah dan premolar atas dan bawah. Gigi impaksi
dibedakan menjadi dua keadaan yaitu impaksi penuh atau impaksi total dan impaksi sebagian
(Pedersen, 2012).
Gigi impaksi diklasifikasikan sebagai berikut; impaksi gigi M3 pada mandibula,
impaksi gigi M3 pada maksila, impaksi gigi kaninus pada mandibula, impaksi gigi kaninus
pada maksila, impaksi gigi insisivus lateral maksila dan impaksi gigi M2 mandibula. Gigi
impaksi M3 pada mandibula di klasifikasikan berdasarkan angulasi gigi menurut George
Winter yaitu angulasi sumbu panjang gigi impaksi molar terhadap sumbu panjang gigi M2,
meliputi impaksi mesioangular, horizontal, distoangular dan vertikal (Gambar 1) (Fragiskos,
2007).

Gambar 1. Klasifikasi impaksi M3 berdasarkan angulasi gigi (1) mesioangular; (2)


distoangular; (3) vertikal; (4) horizontal; (5) bukoangular; (6)
linguoangular; (7) inverted

Klasifikasi
gigi M3 pada
mandibula

berdasarkan antero-posterior mandibula menurut Pell dan Gregory yaitu berdasarkan


perbandingan ukuran mesio-distal M3 bawah dengan ruang yang tersedia dari distal M2
sampai ramus asenden mandibula. Kelas I jika antero-posterior gigi M3 = jarak dari anterior
ramus ke distal M2; Kelas II jika jarak dari anterior ramus ke distal M2 lebih kecil dari
anterioposterior gigi M3, terdapat sejumlah tulang yang masih menutupi bagian distal M3;
Kelas III jika tidak ada ruang sama sekali untuk erupsi gigi M3 (Gambar 2) (Fragiskos,
2007).

2
Gambar 2. Klasifikasi impaksi M3 mandibula berdasarkan ukuran mesio-distal gigi
terhadap ramus

Klasifikasi gigi M3 pada mandibula berdasarkan hubungan bidang oklusal menurut Pell
dan Gregory yang dilihat berdasarkan letak molar tiga dalam tulang mandibula. Kelas A jika
ketinggian puncak gigi M3 sama dengan oklusal gigi M2, Kelas B jika ketinggian puncak
gigi M3 dibawah garis oklusal gigi M2, tetapi diatas garis servikal dan Kelas C jika
ketinggian puncak gigi M3 di bawah garis servikal gigi M2 (Gambar 3) (Fragiskos, 2007).

Gambar 3. Klasifikasi impaksi M3 mandibula berdasarkan ketinggian bidang oklusal

B. Odontektomi
Odontektomi adalah pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat bertumbuh atau
bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan cara
pencabutan tang biasa melainkan diawali dengan pembuatan flap mukoperiostal, diikuti
dengan pengambilan tulang undercut yang meghalangi pengeluaran gigi tersebut, sehingga
diperlukan persiapan yang baik dan rencana operasi yang tepat dan benar dalam melakukan
tindakan bedah pengangkatan molar bawah yang terpendam, untuk menghindari terjadinya
komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan (Pedersen, 2012). Odontektomi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dikeluarkan gigi secara utuh dan secara separasi.
1. Indikasi dilakukan tindakan odontektomi gigi impaksi yaitu:

3
a. Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya infeksi karena erupsi yang terlambat
dan abnormal (perikoronitis), dan mencegah berkembangnya folikel menjadi keadaan
patologis (kista odontegenik dan neoplasia).
b. Golden age (panjang akar 1/3 atau 2/3) dan sebelum mineralisasi tulang (15-25
tahun).
c. Bila terdapat kelainan patologis (odontegenik).
d. Sebelum dilakukan rencana perawatan orto (memperbaiki maloklusi)
e. Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit berdenyut kadang terasa sakit
sampai kepala
f. Gigi impaksi terlihat mendesak gigi molar kedua.
g. Diperkirakan akan mengganggu perawatan orthodonsia dan pembuatan protesa.
h. Akan mengganggu perawatan di bidang konservasi atau pembuatan mahkota gigi
pada gigi molar kedua
i. Terdapat keluhan neurologi, misalnya : cephalgia, migrain
j. Merupakan penyebab karies pada molar kedua karena retensi makanan
k. Terdapat karies yang tidak dapat dilakukan perawatan
l. Telah terjadi defek pada jaringan periodontal pada gigi molar kedua (Peterson, 2004).
2. Kontra indikasi odontektomi gigi impaksi yaitu:
a. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
b. Bila tulang yang menutupi gigi yang tertanam terlalu banyak sehingga struktur tulang
yang dibuang banyak dan mengakibatkan lamanya proses penyembuhan ataupun
tulang menjadi rapuh atau rentan fraktur.
c. Pasien dengan riwayat penyakit yang berat, seperti diabetes mellitus, penyakit
jantung, dan hipertensi.
d. Kemungkinan timbulnya kerusakan yang parah pada jaringan yang berdekatan, misal
saraf dan gigi sebelahnya (Peterson, 2004).

Pada dasarnya desain flap untuk operasi gigi molar tiga dibagi menjadi dua kategori:

4
a. Flap envelope
Insisi yang bisa diandalkan untuk pembedahan impaksi molar tiga bawah adalah
flap envelope (Gambar 4). Teknik ini biasanya dilakukan dengan membuat insisi
horizontal pada tepi gingiva. Flap dibuat memanjang dari papilla mesial molar pertama
rahang bawah dan mengelilingi sekitar leher gigi ke sudut garis distobukal dari molar
kedua, kemudian garis insisi memanjang ke posterior dan lateral sampai ke perbatasan
anterior ramus mandibular (Riawan, 2007).
Flap envelope seringkali digunakan untuk membuka jaringan lunak mandibula
dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga, perluasan insisi posterior harus divergen
kearah lateral untuk menghindari cedera pada saraf lingual seperti ditunjukkan pada
gambar. Insisi envelope dibuka kearah lateral sehingga tulang yg menutupi gigi impaksi
terbuka. Keuntungan flap ini adalah kerusakan minimal dari suplai vaskular pada jaringan
flap, penutupan dan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Akses bedah yang
terbatas merupakan kelemahan utama desain flap ini (Riawan, 2007).

Gambar 4. Desain flap envelope

b. Flap triangular
Flap triangular terdiri dari satu insisi vertikal dan 1 insisi horizontal. Pada tahun (1940),
Fischer mendeskripsikan suatu flap triangular submarginal dengan satu insisi horizontal dan
satu insisi vertikal. Insisi vertikal diletakkan ke arah midline dan insisi horizontal berupa
suatu insisi kurva sub marginal yang diletakkan di sepanjang mahkota gigi pada gingiva
cekat dengan mempertahankan gingiva margin (Riawan, 2007)
Flap triangular merupakan bagian dari desain envelope dengan membebaskan insisi
vertikal (Gambar 5). Teknik ini biasanya dilakukan dengan membuat insisi horizontal pada
tepi gingiva, kemudian dimodifikasi seperlunya dengan melakukan insisi serong kearah
anterior. Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapang pandang
yang lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah pembedahan dapat dilihat pada gambar.
Flap triangular menunjukkan kasus di mana gigi yang terkena dampak tertanam dalam
tulang dan membutuhkan pengangkatan tulang yang luas (Riawan, 2007).
Flap ini memiliki dua keuntungan utama. Membuat insisi yang longgar yaitu berupa
suatu insisi pendek pada gingiva cekat dan margin yang akan mempermudah operator untuk
memperluas lapang pandang dan untuk mendapatkan akses yang diperlukan. Hal ini juga
5
mengurangi tekanan pada flap. Flap triangular juga memacu penyembuhan luka yang sangat
cepat. Flap ini terutama diindikasikan untuk gigi-gigi posterior mandibular dan anterior
maksila. Flap ini merupakan flap yang dapat digunakan untuk gigi posterior mandibular
(Riawan, 2007).

Gambar 5. Desain flap triangular

C. Manajemen Perdarahan
Hal pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan panik. Berikan
penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan tidak perlu dikhawatirkan.
Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon
kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering
hanya dengan melakukan penekanan, perdarahan dapat diatasi. Jika ternyata perdarahan
belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan dengan tampon yang telah diberi anestetik
lokal yang mengandung vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien diminta
menggigit tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah perdarahan sudah berhenti.
Pemberian bahan absorbable gelatine sponge (alvolgyl / spongostan) atau dapat kita lakukan
penjahitan pada flap yang telah dibuat yang mengalami perdarahan tersebut.
Perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita lakukan klem
dengan arteri clamp lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh darah dengan benang atau
dengan kauterisasi. Pada perdarahan yang masif dan tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan
siapkan segera hemostatic agent seperti asam traneksamat. Injeksikan asam traneksamat
secara intravena atau intramuskuler (Malamed, 2000)

6
LAPORAN KASUS

1. Kasus
Seorang pasien laki-laki usia 21 tahun datang dengan keluhan ingin cabut gigi bungsu
kanan bawah karena sering merasa tidak nyaman. Terkadang pasien merasakan sakit dan
sering linu jika terkena makan dan minuman dingin. Pasien tidak memiliki kelainan sistemik
dan seorang mahasiswa.

2. Identitas Pasien
Inisial pasien : Tn. DP
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa

3. Pemeriksaan Subjektif
a. Chief complain:
Pasien datang ke RSGM Unsoed ingin mencabut gigi belakang kanan bawah (48) yang
berlubang dan terasa tidak nyaman.
b. Present illness:
Gigi yang tumbuh sering mengakibatkan sakit dan linu hingga kepala.
c. Post medical history:
Pasien tidak dicurigai mempunyai riwayat penyakit sistemik dan tidak sedang
mengkonsumsi obat / menjalani perawatan apapun.
d. Post dental history:
Pasien pernah melakukan penambalan gigi.
e. Family history:
Ibu memiliki riwayat hipertensi.

7
f. Social history:
Pasien adalah seorang mahasiswa.

4. Pemeriksaan Objektif
a. Keadaan umum pasien baik ”compos mentis”
b. Tekanan darah 110/90 mmHg
c. Denyut nadi 80x/ menit
d. Pernafasan 20x/menit
e. Suhu tubuh: 36,5°C
f. Inspeksi
Ekstra Oral : Tidak ada kelainan
Intra Oral : Gigi 48 impaksi 1A Horizontal
Palpasi (-), perkusi (+), mobilitas (-), vitalitas (+)
Jaringan lunak disekitar gigi normal yaitu kemerahan (-), mudah berdarah (-)

Gambar 1. Gambaran klinis pasien

8
Gambar 2. Gambaran rontgen periapikal

5. Assessment
Gigi 48 impaksi 1A Horizontal
6. Planning
Odontektomi
7. Prognosis
Baik
8. Prosedur Perawatan
a. Presurgical, anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
anastesi, persiapan alat dan bahan
Alat :

9
Diagnostik set Pinset anatomis dan cirurgis
Scapel Mikromotor
Blade no.15 Round diamond bur
Elevator periosteal Needle holder
Bein lurus Bone file
Cryer Kuret
Forceps/ tang jockey forceps Gunting benang & jaringan

10
Bahan:
Handscoon Alkohol
Nursecap Larutan anastesi pehacain
slaber Larutan irigasi
Cotton roll Spongostan
Cotton pellet Benang silk
Kassa, tampon Jarum jahit halfmoon
Spuit Suction bedah
Larutan antiseptik (povidone
iodine 3%)
b. Desinfeksi ekstraoral dan intraoral menggunakan povidone iodine
c. Anestesi lokal dan mandibular blok. Pada kasus dilakukan anestesi blok mandibula,
dengan menganestesi nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis menggunakan
teknik blok fisher (Purwanto dan Juwono, 2012) dan nervus bukalis longus dengan
infiltrasi. Bahan anestesi yang digunakan adalah pehacain yang tiap ml berisi lidokain
HCL 20 mg dan adrenalin 0,0125 mg dengan dosis maksimal 7 mg/KgBB (Mims,
2014).
d. Melakukan insisi untuk membuat flap triangular dengan memperhatikan prinsip
pembuatan flap. Menggunakan blade no.15 dibuat garis insisi yang dimulai dari
pertengahan bagian distal gigi molar 3 sampai distal gigi molar pertama (flap
triangular). Insisi kearah anterior dibuat tepat pada gingiva tepat dibawah distal molar
pertama turun kearah kaudal. pembukaan flap (full thickness flap) daerah insisi dengan
raspatorium sehingga lapangan pandang cukup dan akses terhadap gigi impaksi lebih
jelas.

e. Pembebasan jaringan tulang mandibula yang menutupi gigi impaksi untuk


mendapatkan akses dan membebaskan retensi di daerah bukal dan distal dengan
menggunakan bur tulang dengan pendingin air garam fisiologi 0,09% atau air steril,
pengambilan retensi pada daerah mahkota gigi yang impaksi dari arah oklusoservikal
dengan menggunakan bur tulang, pengambilan retensi bagian distal dengan
pengungkitan menggunakan bein.
f. Separasi gigi untuk memisalkan bagian mahkota dengan akar, pengungkitan sisa
bagian gigi impaksi dengan menggunakan bein.
g. Setelah gigi impaksi terambil seluruhnya, lakukan debridement berupa pembersihan
luka operasi, pembersihan sisa-sisa granulasi dan polikel gigi impaksi dengan kuret,
pengeluaran debris pada daerah luka dengan spooling NaCl 0.9%, menghaluskan tulang
yang tajam dengan bonefile, pembersihan soket gigi dari sisa fragmen tulang atau
jaringan nekrotik memakai kuret dan melakukan irigasi dengan larutan antiseptik
(povidone iodine atau H2O2).
h. Dilakukan penjahitan kembali flap dengan suturing simple interrupted menggunakan
silk 0.4.
i. Gigit tampon 30 menit
j. Instruksi pasca operasi
Setelah menjalani proses odontektomi pasien perlu mendapatkankan penjelasan
bagaimana agar luka pasca odontektomi lekas sembuh dan terhindar dari komplikasi.
Meliputi perhatian seksama pada luka operasi dimulai dari 24 jam pertama setelah
operasi sampai 3 hari kemudian. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Segera setelah odontektomi selesai, pasien diharuskan menggigit tampon
selama 30-60 menit, dan tampon dapat diganti dengan tampon steril sampai
beberapa kali.
2) Bagian luar daerah yang telah dilakukan odontektomi dikompres dengan
es selama 15 menit setiap setengah jam sampai 4 jam setelah odontektomi. Hal ini
akan mengurangi perdarahan dan pembengkakan.
3) Anjuran minum antibiotika, antiinflamasi dan analgesik secara teratur.
Pengobatan medikamentosa dilakukan dengan pemberian antibiotik, anti-
inflamasi dan analgetik untuk membantu mengatasi berbagai komplikasi tersebut.
Antibiotik golongan penisilin tetap merupakan obat pilihan, namun bila uji kulit
positif diberikan klindamisin dengan dosis 3×300 mg selama 3-5 hari. Untuk
penghilang nyeri cukup diberikan tablet ibuprofen 400-800 mg atau asetaminofen
500 mg 3-4 kali sehari, selama 2-3 hari. Dapat ditambahkan adjuvant analgesic
berupa muscle relaxant dan antiinflamasi kortikosteroid. Deksametason 0,5 mg
dapat diresepkan sebagai adjuvant analgesic untuk mengurangi inflamasi dan
pembengkakan yang kemungkinan besar akan terjadi.
4) Diperkenankan untuk makan dengan diet lunak.
5) Setelah makan, mulut dibersihkan dengan cara menggunakan obat kumur
antiseptik dan hanya boleh dipergunakan setelah 24 jam pasca odontektomi.
6) Jahitan diangkat 8 hari setelah odontektomi.
7) Menjaga kebersihan mulut dengan tetap menggosok gigi dan dihindari
untuk berkumur keras, air hanya dialirkan kedalam rongga mulut dengan
menggunakan air matang, bukan air keran.
8) Hindari makan dan minum panas.
9) Tidak boleh merokok.
10) Tidak diperkenankan untuk kumur-kumur, pada keadaan perdarahan
ringan dianjurkan untuk menggigit tampon kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, D., 2007, Oral surgery, Editor: Schroder GM, Heidelberg, Berlin,
Springer.
Mims, 2014, Mims Edisi Bahasa Indonesia Vol 15, Jakarta, PT Bhuana Ilmu Populer.

Malamed S., F., 2000, Medical Emergencies in the Dental Office, Mosby Inc.,
St.Louis

Pedersen, Gordon., 2012, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta, EGC.

Peterson. 2004. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery, London, BC Decker Inc.

Purwanto dan Juwono, 2012, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, Jakarta, EGC.

Riawan, Lucky. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar, Universitas Padjadjaran
Bandung.

You might also like