You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CORONER SYNDROME (ACS)

A. Konsep Teori
Acute Coroner Syndrome(ACS) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Akut coroner sindrom adalah terminologi
pada keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total kemiokard
secara akut. (Rilantono, 2012).
Acute Coroner syndrome merupakan spektrum manifestasi akut dan berat
yang merupakan keadaan kegawat daruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah
(Kumar, 2007).

B. Anatomi Fisiologi
Acute Coronary syndrome (ACS) meliputi spektrum penyakit dari infark
miokard akut (IMA) sampai angina tak stabil (unstable angina). Penyebab utama
penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada iskemi dan
infark miokard. Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan
lokasi thrombosis . (Rilantono, 2012). Anatomi Fisiologi
Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan
kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar
8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai
425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung
berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000galon
darah atau setara dengan7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantar kedua
paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan
berada kira-kira 5 cm diatas processusxiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada
pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral
sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa
VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum Tepi kiri cranial jantung berada pada
tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri
caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri
lineamedioclavicularis.

1
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana
teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50
cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara
pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari
jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini
adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan
endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu
disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam atrium
dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.

(Sumber: www.google.com)

2
C. Etiologi
a. Faktor penyebab
- Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1. Faktor pembuluh darah :
# Aterosklerosis.
# Spasme
# Arteritis
2. Faktor sirkulasi :
# Hipotensi
# Stenosis aorta
# Insufisiensi
3. Faktor darah :
# Anemia
# Hipoksemia
# Polisitemia
- Curah jantung yang meningkat :
1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. hypertiroidisme
- Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1. Kerusakan miocard
2. Hypertropi miocard
3. Hypertensi diastolic
b. Faktor predisposisi :
- Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1. Usia > 40 tahun
2. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3. Hereditas
4. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
c. Faktor resiko yang dapat diubah :
3
1. Mayor :
# Hiperlipidemia
# Hipertensi
# Merokok
# Diabetes
# Obesitas
# Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2. Minor:
# Inaktifitas fisik
# Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
# Stress psikologis berlebihan.

D. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima
arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu
absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke
lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami
nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cebderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan penyakit aterosklerosis (Muttaqin,2009).
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan
thrombus pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin,
perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa
pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan
menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini
di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis,
dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki
jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma
(Rilantono, 2012).
4
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik
dan Infark. Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat
sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan
mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan
kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat
menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard). Ventrikel kiri merupakan
ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini
disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.
Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak
cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat
menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T
inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai
energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri.
Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut
ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini
dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri
sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris
merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina),
angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal).
Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri
yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan
hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri
dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi
peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang
disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan
kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium
yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen
(yang sering disebut infark).

5
6
E. Manifestasi Klinis
a. Nyeri :
1. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah
dan abdomen bagian atas.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor.
b. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastric.
c. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi,
dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung.
Sindrom koroner akut dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
- Akut ST-elevasi MI (STEMI)
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika
tidak dilakukan pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium
yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami
fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bantuan
medis harus segera dilakukan.
- Non-ST-elevasi MI (NSTEMI yang sering disebut dengan istilah non
Q-wave MI atau sub-endocardial MI)

7
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang dapat
menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi pada
beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu.
- Unstable angina pectoris
angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah satu atau beberapa
dari kejadian berikut: 1. Angina yang terjadi pada periode waktu tertentu dari
mulai beberapa hari dan meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan
karena faktor pencetus yang lebih sedi11-kit atau kurang. Keadaan ini sering
disebut sebagai crescendo angina. 2. Episode kejadian angina sering berulang
dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak stabil tidak pencetus karena olahraga
tidak begitu jelas. Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan
spontan atau dapat hilang sementara dengan cara minum glyceryl trinitrate
(GTN) sub lingual(Kumar, 2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG

 STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :


hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2
sadapan chest lead.

 NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2


sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
b. Enzim Jantung, yaitu :

 CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada
24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.

 Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8


jam pasca infark

8
 LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya
setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
d. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan
inflamasi.
f. AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
g. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
h. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
i. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

j. Pemeriksaan pencitraan nuklir


1. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.
2. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
k. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
l. Angiografi koroner

9
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan
pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
m. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
n. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

G. Penatalaksanaan
a. Pasien dianjurkan istirahat total
b. Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dada dapat diit
cair
c. Pasang iv line dan infuse untuk pemberian obat-obatan intra vena
Atasi nyeri, dengan :

 Morfin 2.5-5 mg iv atau pethidine 25-50 mg

 Lain-lain : Nitrat, Calsium antagonis, dan Beta bloker


d. Oksigen 2-4 liter/menit
e. Sedatif sedang seperti Diazepam per oral.
f. Antitrombotik

 Antikoagulan ( Unfractional Heparin/ golongan Heparin atau Low


Molecul Weight Heparin/ golongan Fraxiparin)

 Antiplatelet ( golongan Clopidogrel, Aspirin)


g. Streptokinase/ Trombolitik ( Pada pasien dengan Acute STEMI onset <3
jam)
h. Primary PCI ( Pada pasien dengan Acute STEMI onset > 3 jam)

H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
10
a. Aritmia
b. Kematian mendadak
c. Syok kardiogenik
d. Gagal Jantung ( Heart Failure)
e. Emboli Paru
f. Ruptur septum ventikuler
g. Ruptur muskulus papilarisAneurisma Ventrikel

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Keadaan Rambut dan Higiene Kepala

 Inspeksi : Rambut hitam, coklat, pirang, berbau.

 Palpasi : Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum


menunjukkan tingkat hygiene seseorang.
b. Hidrasi Kulit Daerah Dahi

 Palpasi : Penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena mempunyai dasar
tulang. Pada dehidrasi bias ditemukan “finger print”pada kulit dahi
c. Palpebrae
11
 Inspeksi : Bisa terlihat penumpukan cairan atau edema pada palpebrae,
selain itu bias juga terlihat cekung pada pasien dehidrasi

 Palpasi : Dengan cara meraba menggunakan tiga jari pada palpebrae


untuk merasakan apakah ada penumpukan cairan, atau pasien
dehidrasi bila teraba cekung
d. Sclera dan Conjungtiva

 Icterus tampak lebih jelas di sclera disbanding pada kulit. Teknik


memeriksa sclera dengan palpasi menggunakan kedua jari menarik
palpebrae, pasien melihat kebawah radang pada conjungtiva bulbi
maupun conjungtiva palpebrae. Keadaan anemic bias diperiksa pada
warna pucat pada conjungtiva palpebrae inferior.
e. Tekanan Intra Okular (T.I.O)

 Dengan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan TIO bola mata


kiri dan kanan dengan cara tekanan berganti pada bola mata atas
dengan kelopak mata tertutup kewaspadaan terhadap glaucoma
umumnya terhadap pasien berumur lebih dari 40 tahun
f. Hidung

 Inspeksi : Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran


hidung, polip atau pembengkakan
g. Higiene Rongga Mulut, Gigi-Geligi, Lidah, Tonsil dan Pharynk

 Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mocosa (stomatitis), dan


adanya aphtae

 Gigi-geligi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, caries, sisa akar,


gigi yang tanggal, perdarahan, abses, benda asing,(gigi palsu), keadaan
gusi, meradang

 Lidah : kotor/coated, akan ditemui pada keadaan: hygiene mulut yang


kurang, demam thypoid, tidak suka makan, pasien coma, perhatikan
pula tipe lidah yang hipertemik yang dapat ditemui pada pasien typoid
fever

 Tonsil : Tonsil diperiksa pakah ada pembengkakan atau tidak. Diukur


berdasarkan panduan sebagai berikut

12
 T0 – bila sudah dioperasi
 T1- ukuran normal yang ada
 T2- pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
 T3- pembesaran mencapai garis tengah
 T4- pembesaran melewati garis tengah
 Pharinx : dinding belakang oro pharink diperiksa apakah ada
peradangan, pembesaran adenoid, dan lender/secret yang ada
h. Kelenjar Getah Bening Leher

 Pembesaran getah bening dapat terjadi karena infeksi, infeksi


toxoplasmosis memberikan gejala pembesaran getah bening leher
i. Kelenjar Tyroid
 Inspeksi : bentuk dan besarnya bila pembesarannya telah nyata
 Palpasi : satu tangan dari samping atau dua tangan dari arah belakang,
jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien diminta menelan
rasakan apakah terasa ada pembengkakan pada jaringan sekitar.
j. Dada/ Punggung
 Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,
irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/
penonjolan. Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit
lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema
 Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile
fremitus. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk
mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil
melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung
pasien). Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus
cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
 Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi
ke sisi). Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
13
daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara
lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas
jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
 Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi napas vesikuler,
bronchovesikuler, brochial, tracheal.

k. Abdomen
 Inspeksi : pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen
membusung/membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati
juga apakah didaerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa.
Laporkan bentuk dan letakknya
 Auskultasi : mendengar suara peristaltic usus, normal berkisar 5-35
kali per menit : bunyi peristaltic yang yang keras dan panjang disebut
borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usu pada tahap
awal. Peristaltic yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila
setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltic sama sekali maka kita
katakana peristaltic negative (pada pasien post operasi)
 Palpasi : sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada
pasien apakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus dipalpasi
terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk
mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis).
Kemudian mencari dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan
(tumor). Periksa juga turgor kullit perut untuk menilai hidrasi pasien.
Setelah itu periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis),
titik MC Burney (appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan
region iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi
hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan
dimulai dari kuadrant kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti

14
irama nafas dan cembungan perut. Rasakan apakah ada pembesaran
hepar atau tidak. Hepar membesar pada keadaan :
 Malnutrisi
 Gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis, thyroid fever, malaria,
dengue, tumor hepar)
 Bendungan karena decomp cordis
l. Anus
 Posisikan pasien berbaring miring dengan lutut terlipat menempel
diperut/dada. Diperiksa adannya :
 Hemhoroid externa
 Fisurra
 Fistula
 Tanda keganasan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual
dan potensial, atau proses kehidupan (Potter & Perry, 2010). Diagnosis
keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi
tanggung gugat perawat. Diagnosa keperawatan yang muncul :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot
jantung
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (faktor biologi, kimia, fisik,
psikologis)
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay
oksigen dan kebutuhan tubuh
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap informasi
yang salah.
3. Intervensi keperawatan
Langkah dalam tahap perencanaan ini dilaksanakan setelah
menentukan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dengan menentukan

15
rencana tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam mengatasi masalah
klien.
Perencanaan keperawatan adalah pedoman yang luas yang
menunjukan arah keseluruhan untuk perpindahan sebagai akibat dari
intervesi tim keperawatan kesehatan. Tujuan dibedakan menjadi 2 yaitu :
tujuan jangka panjang dan pendek.
Diagnosa dan intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot
jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan :
1) Pompa jantung efective
2) Status sirkulasi membaik
3) Status vital sign normal
Kriteria hasil :
a) Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)
b) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c) Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites
d) Tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi :
1) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)
2) Catat adanya distrimia jantung
3) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
4) Monitor status kardiovaskuler
5) Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6) Vital sign monitoring:
a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan Respirasi
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d) Monitor tekanan darah, nadi, respirasi sebelum, selama dan setelah
beraktivitas.
e) Monitor kualitas dari nadi
16
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (faktor biologi, kimia, fisik,
psikologis)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tercapai, kemampuan kontrol
nyeri
Kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2) Kaji intensitas nyeri dengan mengguanakan skala 0-10
3) Kaji sumber nyeri
4) Diskusikan tindakan nyeri yang efektif dan tidak efektif yang pernah
dilakukan sebelumnya
5) Kaji efek nyeri pada pasien :
a) Perubahan pola tidur dan aktivitas
b) Penurunan energi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay
oksigen dan kebutuhan tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan masalah
teratasi dengan kriteria hasil
a. Mampu beraktivitas tanpa bantuan
b. Tidak ada keluhan selama melakukan aktivitas
Intervensi
1) Kaji kemampuan klien beraktivitas
17
2) Monitor faktor kelelahan
3) Monitor respon jantung terhadap aktivitas
4) Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tercapai kemampuan :
1) Kontrol kecemasan
2) Kontrol koping
Kriteria hasil :
a) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b) Klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontrol cemas
c) Vital sign dalam batas normal
d) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi :
1) Awasi tanda kecemasan dan peningkatan kecemasan
2) Identifikasi tingkat kecemasan
3) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
4) Gunakan pendekatan yang menenangkan
5) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap informasi
yang salah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang :
1) Knowledge : disease process
2) Knowledge : health behavior
Kriteria hasil :
a) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan
b) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
18
c) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
2) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
3) Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
4) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
5) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit

19
DAFTAR PUSTAKA

Amin dkk, 2015, Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda, Jogjakarta , Mediaction

Doengus Marilynn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit EGC,


Jakarta

Price Sylvia, 2005, Patofisiologi.Konsep proses penyakitEdisi 4, Penerbit


ECG, Jakarta

Muttaqin. A, 2000, Buku Ajar Asuhan Keperwatan pada Klien gangguan


sistem Kardiovaskuler, Penerbit Salemba Medika, Jakarta

Rilantono.I,2012, Penyakit Kardiovaskuler,Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta.

20

You might also like