You are on page 1of 7

1

I. ARTI DAN LAPANGAN ANTROPOLOGI MEDIS

Akhir-akhir ini perhatian kalangan ahli-ahli antropologi mengenai masalah-masalah kesehatan


dan penyakit dalam konteks kebudayaan makin bertambah. Salah satu bidang pokok dalam
pembangunan di negeri kita ini ialah masalah kesehatan penduduk, baik dalam arti jasmani dan rohani
(jiwa). Dalam menghadapi masalah ini tidak dapat disangkal bahwa selain ilmu-ilmu sosial lainnya
antropologi medis dalam kerja samanya dengan ilmu-ilmu kesehatan turut memegang peranan penting.

Gambaran umum mengenai arti antropologi medis serta beberapa masalah atau lapangan
perhatiannya dalam hubungan dengan usaha-usaha kita menghadapi masalah kesehatan dan penyakit
dan keluarga berencana merupakan beberapa masalah dalam pembangunan nasional.

II. PERTUMBUHAN DAN RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI MEDIS

Antropologi medis (medical anthropology) mulai resmi dipergunakan sejak tahun 1963. Proses
lahirnya ilmu bagian ini dapat diikuti sekitar tahun 1940an dimana masalah-masalah kesehatan dan
penyakit dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan tertentu makin menarik perhatian ahli-ahli
antropologi sebagai masalah-masalah khusus. Kegiatan-kegiatan penelitian yang dilakukan banyak
dalam bentuk kerjasama dengan ilmu-ilmu sosial lainnya dan terutama ilmu kesehatan masyarakat. Hasil
yang dicapai inilah yang telah merintis lahirnya dasar-dasar empiris dan teoritis bagi antropologi medis.
Ahli-ahli antropologi medis berpendirian bahwa masalah besar kesehatan dan penyakit manusia adalah
masalah bersama antropologi budaya dan antropologi fisik. Sehingga ruang lingkup antropologi medis
secara umum dirumuskan sebagai lapangan spesialisasi yang mempelajari masalah-masalah biocultural
manusia dengan segala bentuk ciptaannya, dalam hubungan kesehatan dan medisin.

Orientasi biocultural ini mengingatkan pada suatu ilmu induk antropologi yang mempelajari
manusia sebagai organisme biologis dan sosial budaya pada semua tempat dan waktu. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Alland (1966) : Antropologi medis dapat merupakan penghubung utama
antara antropologi biologis dan antropologi budaya, terutama dalam lapangan evolusi biologi dan
kebudayaan.

Ackerknecht, salah seorang pelopor utama antropologi medis (Th 1941), mengatakan bahwa soal
penyakit dan perawatan sebagai proses-proses biologis semata-mata adalah hanya bersifat abstrak.
Sebenarnya gejala-gejala seperti seseorang jatuh sakir, penyakit apa yang menimpanya, dan bagaimana
perawatan yang diberilkan kepadanya, sebagian besar bergantung pada factor-faktor kemasyarakatan.
Antropologi medis dapat dikatakan lebih bersifat praktis yang tertuju pada usaha membantu
memecahkan masalah-masalah kesehatan dan penyakit. Jadi merupakan lapangan penerapan
antropologi budaya (applied anthropology in medicine, Caudill, 1953).
2

III. LAPANGAN PERHATIAN ANTROPOLOGI MEDIS

Penyakit dan kematian adalah masalah-masalah kehidupan umum yang dihadapi manusia, yang
sewaktu-waktu dapat dialami. Dalam setiap kebudayaan, atas dasar pengalaman-pengalaman telah
dikembangkan berbagai kepercayaan, pengetahuan dan praktek sebagai suatu kesatuan aktivitas untuk
memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit baik jasmani maupun rohani, yang
secara singkat disebut sistim medisin.

Sistim medisin dapat dibagi menjadi 2 golongan besar :

1. Sistim medis ilmiah, merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan (terutama berasal dari
dunia barat)
2. Sistim medisin tradisionil, yang hidup dalam aneka warna kebudayaan-kebudayaan manusia.

Dalam setiap masyarakat kondisi badan dan rohani yang sehat, pencegahan dan penyembuhan
penyakit, adalah merupakan kompleks kebutuhan anggota-angotanya, maka medisin disebut juga
pranata sosial. Dalam hubungan ini nilai, norma, peranan, sikap, kebiasaan, idée, upacara, dll,
kesemuanya saling terkait membentuk suatu sistim dalam suatu masyarakat.

Medisin sebagai suatu pranata sosial terintegrasi dengan pranata sosial lainnya terutama : religi,
pemerintahan, kekerabatan, pendidikan, kesenian, ekonomi/mata pencaharian hidup, ke dalam suatu
keseluruhan yang fungsionil, yaitu kebudayaan. Sistim medisin dalam konteks inilah yang menjadi pusat
lapangan perhatian antropologi medis.

Peranan dan sumbangan yang dapat diharapkan dari kalangan ahli-ahli antropologi medis dalam
hubungannya dengan masalah kesehatan masyarakat , antara lain :

1. Melakukan penelitian yang mendalam mengenai konsepsi-konsepsi kesehatan dan penyakit


dalam konteks sosial-budaya suatu masyarakat.
2. Memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan-
pendekatan yang dapat lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
3. Membantu petugas-petugas kesehatan untuk mengetahui betapa besar aspek-aspek sub
culture mereka yang dapat mempengaruhi hubungan-hubungan aktivitas dalam program-
program kesehatan.
4. Membantu mengermbangkan pengertian di kalangan anggota-anggota masyarakat
mengenai manfaat-manfaat dari program kesehatan bagi kehidupan mereka.

Demikianlah pokok-pokok tersebut dapat diarahkan dalam usaha-usaha kita untuk memecahkan
masalah utama, yang dikenal sebagai masalah perubahan sistim medis tradisionil atau kedukunan,
dengan sistim medis ilmiah.

Sistim medisin sebagai pusat antropologi medis adalah merupakan bagian dari suatu
kebudayaan. Unsur-unsur sosial-budaya yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan penyakit
digolongkan kedalam 3 aspek, yaitu :
3

1. Adat-istiadat atau tata kelakuan yang merupakan suatu jaringan dari sikap, norma,
kepercayaan, idée, nilai, dsb, yang berhubungan deng konsepsi-konsepsi antara lain :
keadaan sehat, keadaan sakit, kebersihan, kotor, sebab penyakit, sebab kematian, tubuh
manusia, keagamaan, ketakhyulan, kedukunan, kedokteran ilmiah, kesuburan wanita,
kehidupan sesuil, keturunan, dan lingkungan ekologi.

2. Proses-proses dan aktivitas-aktivitas bersama yang berhubungan dengan pemeliharaan


kesehatan, menyembuhkan penyakit atau gangguan-gangguan lainnya. Dalam kehidupan
kemasyarakatan dapat dilihat hubungan –hubungan aktivitas yang berpusat pada pasien,
antara lain : - hubungan pasien dalam lingkungan kekerabatan, hubungan pasien dengan
dukun atau dokter/petugas kesehatan lainnya, hubungan kerabat pasien dengan dokter atau
dukun, hubungan dukun atau dokter/petugas kesehatan lainnya dengan masyarakat
lingkungan mereka, kehidupan rumah sakit sebagai suatu lingkungan kemasyarakatan, serta
dokter dalam hubungannya dengan anggota-anggota lainnya di dalam lembaga kesehatan
baik sesama kalangan profesional maupun dengan personal lainnya.

3. Aspek hasil karya atau unsur-unsur kebudayaan materi, yang berupa makanan dan
minuman, berbagai jenis obat-obatan tradisionil, obat-obatan ilmiah, rumah tempat tinggal,
alat-alat kebersihan, alat-alat kedukunan, alat-alat kedokteran, rumah sakit, pusat-pusat
kesehatan lainnya, dsb.

IV. ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA DARI KELUARGA BERENCANA

Kita semua sudah mengetahui betapa pentingnya masalah keluarga berencana (KB) bagi
pembangunan nasional di Indonesia. Masalah KB membutuhkan pendekatan secara interdisipliner,
misalnya dari ahli kependudukan, ekonomi, sosiologi, dan ahli –ahli kesehatan.
Dalam hal KB di Indonesia, terdapat penduduk yang dikenal mayoritas yaitu masyarakat
pedesaan dengan aneka warna kebudayaan, dan ada pula masyarakat yang hidup dalam berbagai tipe
perkotaan dan yang tergolong dalam bdrbagai suku-suku bangsa dan lapisan-lapisan masyarakat.
Berhasilnya program KB banyak ditentukan oleh bagaimana pengetahuan kita tentang aspek-aspek
sosial-budaya dari masyarakat, melalui penelitian. Selain itu beberapa factor lain juga mempengaruhi
misalnya hubungan antara petugas-petugas kesehatan dengan anggota-anggota masyarakat yang
bersangkutan. Petugas-petugas kesehatan harus menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat itu.
Penduduk yang dihadapi menganggap mereka sebagai orang luar dan tidak jarang memperlihatkan sikap
serba curiga. Berbeda halnya denga sikap yang diperlihatkan oleh penduduk terhadap dukun yang
dianggap sebagai tokoh penting yang dipercaya dan dikagumi. Petugas akan berhadapan bukan hanya
dengan wanita-wanita dan suami mereka masing-masing, tetapi juga dengan orang tua mereka,
pemimpin-pemimpin formil dan informal. Situasi hubungan seperti itu akan lebih sulit lagi kalau
petugasnya adalah pria dalam menghadapi wanita.

Hal ini merupakan masalah yang dapat dimaklumi, karena petugas tidak selalu dapat
melepaskan diri seluruhnya dari kerangka berfikir subculture-nya. Dewasa ini dukun-dukun telah turut
4

dikerahkan dalam program keluarga berencana di Indonesia, terutama di lingkungan masyarakat


pedesaan. Peranan dukun dan kedukunan dalam batas lingkungan kemasyarakatan tertentu merupakan
lapangan perhatian lain yang penting, terutama yang menyangkut hubungan antar dukun dengan pasien
dan kerabat pasien, dukun dalam lingkungan komuniti, dukun dengan dokter dan petugas –petugas
kesehatan lainnya, praktek-prakter dukun serta hubungan kedukunan denga unsur-unsur kebudayaan
lainnya dalam masyarakat.

V. ILMU KEDOKTERAN DAN KEDUKUNAN

Walaupun ilmu kedokteran dan kedukunan berhubungan dengan penyakit dan pengobatan,
keduanya mempunyai perbedaan yang asasi. Perbedaan asasi antara kedokteran dan kedukunan adalah
seperti perbedaan antara ilmu dan kepercayaan.

Perbedaan asasi antara kedokteran dan kedukunan adalah sebagai berikut :

No. ILMU KEDOKTERAN KEDUKUNAN


1. Ilmu kedokteran, adalah ilmu yang Kedukunan berdasarkan kepercayaan,
berdasarkan eksperimen ilmiah berdasarkan berhubungan erat dengan tenaga-tenaga
akal, dapat diterangkan dengan hukum sebab- supernatural, kebatinan, agama dan tradisi.
akibat.
2. Diagnosis (menentukan suatu penyakit) Diagnosis tidak memerlukan anamnesis atau
Dilakukan dengan anamnesis (menanyakan pemeriksaan, tetapi ditentukan oleh kekuatan
riwayat penyakit dan riwayat kedokteran si supernatural
penderita. Disertai denga pemeriksaan fisik
dan klinik.
3. Prognosis (menentukan kesudahan suatu Prognosis ditentukan oleh kekuatan gaib.
penyakit), didasarkan atas pemeriksaan dan
penemuan-penemuan
4. Ilmu kedokteran diajarkan secara formal di Kedukunan diajarkan secara informal dan
perguruan tinggi, cara-cara yang dipakai selalu diterima tidak dengan kritis
diteliti dengan kritis, kontinyu, kebenarannya
berubah-ubah dari masa ke masa

Jadi perbedaannya kelihatan tegas, tetapi di sini juga terdapat “daerah senja”, daerah marginal
yang kabur, dimana keduanya tutup-menutupi atau bercampur. Misalnya dalam penyakit-penyakit yang
jelas penyebabnya, umpamanya luka kena pisau dapur yang tidak mempunyai kekuatan magis, maka
meskipun dukun dapat menuduh kekuatan gaib yag menggelincirkan pisau itu, Dia juga mungkin
memberikan obat yang dipilih secara empiris yang diturunkan sebagai tradisi. Dan obat-obat ini setelah
melalui eksperimen-eksperimen, dapat diambil oleh kedokteran.

Disamping itu ada juga orang-orang yang sukar merasakan perbedaan tersebut. Misalnya ada
dokter yang berjiwa mistik, sehingga prosedur kedokteran biasa tidak cukup misterius baginya. Bagi
dukun –dukun modern, mantera dan jamu sudah terlalu kolot, maka mereka memakai alat-alat teknik
5

modern dan rumus- rumus palsu yang dapat digolongkan ke dalam pseudo-science. Oleh Jordan disebut
juga “sciosophy”, yaitu kedunguan yang disistimasi. Orang-orang ini juga tidak melihat beda antara
kedokteran dan kedukunan.

VI. KULTUS KEDOKTERAN DI AMERIKA

Jika dukun-dukun perseorangan bergabung dengan dukun-dukun yang sama cara


pengobatannya, maka terjadilah kultus kedokteran. Kultus itu dapat demkian pesatnya sehingga
mempunyai perguruan-perguruan formal juga.

Di Amerika Serikat terdapat 4 kultus besar, yaitu :

1. Homeopati.
Didirikan oleh dokter Hahnemann, 1810, menyebar sampai ke Amerika tahun 1840. Dasar kultus
ini adalah hukum “similia” yaitu sesuatu obat akan menyembuhkan sesuatu penyakit, kalau
obat itu akan menimbulkan gejala-gejala yang sama bila diberikan pada orang sehat.
Contoh yang sesuai dengan hukum itu adalah pencacaran, tetapi dukun-dukun homeopati
mempraktekkannya untuk segala-galanya.
Obat-obatnya diberikan dalam dosis yang sangat kecil, sampai satu per sedesililiun. Jumlah obat-
obatan homeopati ada beribu-ribu, terdiri dari tumbuh-tumbuhan dan logam-logam, tetapi apa
saja mungkin menjadi obat mereka. Contoh obat-obat yang agak aneh : kutu busuk yang digiling
hidup hidup, tinja musang, urina manusia, dll.

2. Naturopati.
Didirikan di Eropa di abad 18. Kultus ini menyerahkan kesehatan manusia kepada alam, dan
obat-obatannya tidak ada yang diminum. Semuanya seperti keadaan asalnya dalam alam.
Contohnya pengobatan mandi air panas, sinar matahari, tidur di tanah, berjalan tanpa alas kaki,
pantang daging, puasa, dsb.
Ada 2 aliran Naturopati yaitu :
a. Iri-diagnosis , menentukan penyakit dengan melihat iris mata. Iris terbagi atas 40 zona yang
berhubungan dengan berbagai bagian tubuh.

b. Zona –terapi. Membagi tubuh manusia menjadi 10 zona, lima pada tiap-tiap sisi, setiap
zona berakhir di ujung jari tangan dan kaki. Penyakit dapat disembuhkan dengan memijit
jari atau zona tertentu dengan karet, sisir, jepitan dsb. Menstruasi yang sakit dapat diobati
dengan menekan tempat tertentu pada lidah.

3. Osteopati
Didirikan pada tahun 1874, mendasarkan teorinya pada gangguan-gangguan tulang belakang.
Segala penyakit disebabkan oleh gangguan saraf dan aliran darah karena ruas-ruas tulang
belakang tidak benar letaknya (terkilir).
6

4. Kiropraktik
Didirikan pada tahun 1895. Penyebab penyakit juga karena terrkilirnya tulang belakang. Mereka
tidak memakai obat minum dan tidak mengambil prosedur-prosedur kedokteran. Contohnya,
difteria, disebabkan oleh terganggunya ruas dada keenam.

VII. PERANAN BAGI AHLI ANTROPOLOGI KESEHATAN


.
Dalam suatu studi mengenai kurangnya pemanfaatan suatu klinik kesehatan lingkungan di
sebuah kota besar seperti di bagian timur Amerika Serikat, dikatakan oleh Jones, bahwa praktek-praktek
kesehatan dari banyak orang di wilayah itu sebagaian dapat dijelaskan melalui pengobatan yang buruk
yang diterima masyarakat di klinik-klinik kesehatan masyarakat. Semula petugas kesehatan melihatnya
dari sikap populasi sasaran. Namun ternyata sebagian dari masalah yang ditelusuri berasal dari sikap
dan kurangnya pemikiran para profesional kesehatan bagaimana melihat golongan miskin. Klinik itu
terletak disebuah rumah sakit yang terkenal “gaya”, tetapi banyak orang yang tidak percaya bahwa ada
pasien jalan yang gratis di rumah sakit itu, sehingga mereka tidak berusaha mendatanginya.

Banyak pengamat dalam peranan kesehatan, termasuk para dokter, mungkin merasa bahwa
gambaran ini meskipun benar adanya di masa lalu, kini telah ketinggalan. Semakin banyak para dokter
yang mau dan sangat berkeinginan untuk mengalihkan diagnosis dan pengobatan para pasien, baik yang
berpenyakit akut maupun yang rumit masalahnya, kepada petugas kesehatan lain yang mampu. Pada
masa lalu, seorang spesialis perawat klinik mangambil alih tanggung jawab dalam unit perawatan intensif
yang semula hanya dilakukan oleh para dokter. Program “asisten dokter” kini juga telah dibentuk dalam
sejumlah fakultas kedokteran, dan pengkaryaan pria dan wanita dalam peranan baru tersebut semakin
mendapat persetujuan para dokter yang semakin terdesak waktunya untuk memenuhi permintaan.
Praktek kesehatan seperti halnya perawatan, sedang mengalami perubahan yang cepat, dan hal ini mau
tidak mau tercermin dalam perencanaan kebutuhan kesehatan di negara-negara berkembang.

Pola mengganti pengobatan tradisional, baik dengan pengobatan modern maupun dengan
bentuk-bentuk alternative, nampaknya terjadi di seluruh dunia. Semua sistem perawatan kesehatan
memenuhi paling sedikit beberapa dari kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan para penderita
yang mencari pertolongan mereka, sehingga mash dapat bertahan. Kini pengobatan tadisional telah
merupakan salah satu simbol-simbol potensial dari nasionalisme, sebagai bukti dari kekunoan
kebudayaan dan kepandaian pendukungnya. Maka pengobatan tradisional mempunai daya tarik.
Pengobatan-pengobatan alternative kurang memiliki nilai simbolik tersebut, maka mereka tidak memiliki
apa-apa yang dapat ditawarkan, selain membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan. Diduga, di
tahun-tahun yang akan datang pengobaan dan penyembuh tradisional dampaknya terhadap
perkembangan pelayanan kesehatan nasional akan sangat sedikit

DAFTAR PUSTAKA
1. Kalangi, Nico S., Lapangan Perhatian Antropologi Medis, dalam Berita Antropologi Th VIII No. 29,
Penerbit Djambatan, 1976.
7

2. Foster, George M dan Barbara Gallatin Andeson, Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh
Priyanti Pakan Suryadarma dan Meuthia F.Hatta Swasono, Penerbit Unifersitas Indonesia, 1986.

3. Azwar Agoes dan T. Jacob M.S, Antropologi Kesehatan Jilid I. Penerbit Buku Kedokteran. 1992.

You might also like