You are on page 1of 27

TATALAKSANA NUTRISI PADA ANAK DENGAN GIZI BURUK

Oleh:

M.RIDWAN SUTANTO 130100016


JONATHAN KOSWARA 130100276
VANIA G.H.GIRSANG 130100282
DIANA MARLISA 130100069
IRA FEBRINA 130100017

Pembimbing:
dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi, Sp.GK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
TATALAKSANA NUTRISI PADA ANAK DENGAN GIZI BURUK

M.RIDWAN SUTANTO 130100016


JONATHAN KOSWARA 130100276
VANIA G.H.GIRSANG 130100282
DIANA MARLISA 130100069
IRA FEBRINA 130100017

PEMBIMBING

dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi, Sp.GK


NIP. 198706022010122005

Penilaian Makalah :
Struktur :
Penilaian topik pembahasan :
Kedalaman isi :
NILAI TOTAL :

ii
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih mulia selain mengucapkan puji dan syukur kepada
Tuhan Yang Mahakuasa, atas segala limpahan rahmat dan karunia yang telah
diberikan kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Makalah ini berjudul “Tatalaksana Nutrisi Pada Anak dengan
Gizi Buruk”. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih jauh dari taraf
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dari para pembaca, sehingga makalah ini dapat
disempurnakan lagi pada masa yang akan datang.
Sejujurnya penulis menyatakan bahwa selesainya masalah ini tentu saja
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang turut membantu, khususnya kepada dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi,
Sp.GK selaku dosen pembimbing.
Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, mudah-mudahan
memberikan manfaat untuk kita. Amin.

Medan, November 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 1
1.3. Tujuan Makalah....................................................................... 2
1.4. Manfaat Makalah..................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3


2.1. Gizi Buruk ............................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Gizi Buruk ................................................... 3
2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk ................................................... 4
2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko Gizi Buruk ......................... 8
2.1.4. Diagnosis Gizi Buruk .................................................... 8
2.1.5. Tatalaksana .................................................................... 8
2.1.6. Komplikasi ..................................................................... 8
2.1.7. Prognosis........................................................................ 8

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peningkatan angka kematian balita merupakan salah satu permasalahan
kesehatan di Indonesia. Adapun salah satu penyebabnya adalah kebutuhan gizi yang
tidak terpenuhi. Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standard rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk ini biasa terjadi pada balita (anak dibawah lima tahun. Insidensi dari keadaan
malnutrisi atau gizi buruk diketahui menyebabkan 54 % penyebab kematian pada anak
dibawah usia lima tahun.1,2
Dari seluruh dunia 1,5 juta anak yang meninggal oleh karena malnutrisi berat
dan sekitar 3,5 juta anak meninggal karena malnutrisi sedang.1 Prevalensi gizi buruk di
Asia Tenggara dan Afrika diperkirakan sekitar 19 juta anak menderita gizi buruk.2
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan
pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko yang erat dengan kejadian luar biasa gizi
seperti campak dan diare melalui kegiatan surveilans. Prevalensi balita yang mengalami
gizi buruk di Indonesia masih tinggiMenurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,
secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari
5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka
prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat.
Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9
persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang
naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013 .Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015
yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan
sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015.3

5
Hal ini telah membukakan mata kita bahwa anak balita sebagai sumber daya
untuk masa depan mempunyai masalah yang sangat besar. Apalagi penyakit penyerta
yang sering pada gizi buruk seperti lingkaran setan, yaitu penyakit-penyakit penyerta
justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit penyerta yang sering
terjadi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), diare persisten, cacingan,
tuberculosis, malaria dan HIV/AIDS.4
Faktor penyebab gizi buruk terdiri atas penyebab tak langsung dan langsung.
Adapun penyebab tak langsung seperti kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan, menderita penyakit kanker dan
penyebab langsung yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku dan pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan
masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan
dan kesempatan kerja. Oleh karena itu, untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan
kerjasama dari berbagai pihak yang terkait. 4

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana tatalaksana nutrisi pada gizi buruk ?
1.3. Tujuan Makalah
Yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi, etiologi, faktor risiko, dan klasifikasi gizi buruk.
2. Mengetahui terapi serta terapi nutrisi untuk gizi buruk.
3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
SeniorProgram Pendidikan Profesi Kedokteran di Departemen Ilmu Gizi
FakultasKedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Makalah


1. Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi yang
membutuhkan.

2. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang


tatalaksana nutrisi pada gizi buruk.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GIZI BURUK


2.1.1. Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight, keadaan kurang
gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan
marasmus-kwashiorkor.4,5 Menurut WHO gizi buruk adalah suatu tolak ukur dari suatu
kondisi patologis yang muncul dari sedikitnya jumlah proporsi protein dan kalori, sering
muncul pada bayi dan anak dan biasanya sering berhubungan dengan infeksi.6

2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
2.1.2.1 Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena
diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.7
Gejala marasmus antara lain anak terlihat kurus, rambut tipis dan jarang, kulit
keriput disebabkan karena lemak dibawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (
berkerut), pada balita biasanya cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong
baggy pants, dan iga gambang.8
2.1.2.2 Kwashiorkor
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup
bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi,

7
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati
kronik .7
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang
stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan
udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling
serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan
dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering
terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin
ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada
muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler
ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya
kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit
tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat
generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak
yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada
warna rambut (hipokromotrichia) .
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-
kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas
dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.7
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.7

8
2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa
gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur
(U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai edema yang tidak mencolok.8

2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi dan faktor resiko dari terjadinya gizi buruk adalah :
1. Asupan makan
Asupan makan yang kurang disebabkan beberapa faktor , antara lain tidak tersedianya
secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan
pola makan yang salah. Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan
yang kurang beragam. Pola makan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita
tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi
seimbang.
Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang
meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok,
zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur
dan buah.
2. Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi segala
usaha untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.Rendahnya
ekonomi keluarga , akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga
tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak. Keadaan sosial ekonomi yang
rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan
ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.
3. Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan sangat umum dijumpai disetiap negara di dunia. Kemiskinan dan
kekurangan ketersediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah
kekurangan gizi. Salah satu faktor timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang

9
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya
pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung terjadinya kurang gizi pada anak.
Tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan
ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak. Kurangnya pengetahuan ibu
tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.8
2.1.4. Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.

Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul.


 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lendir).
 Kapan terakhir berkemih.
 Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
 Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,


dilakukan setelah kedaruratan ditangani):

 Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit.


 Riwayat pemberian ASI.
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir.
 Hilangnya nafsu makan.
 Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru.
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir.
 Batuk kronik.
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung.
 Berat badan lahir.
 Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain.
 Riwayat imunisasi.
 Apakah ditimbang setiap bulan.
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak).
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV.

10
Gambar 1. Pemeriksaan Edema.

Pemeriksaan fisis

 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.
 Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan
status dehidrasi pada gizi buruk).
 Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah
dan cepat), kesadaran menurun.
 Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
 Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung.
 Sangat pucat.
 Pembesaran hati dan ikterus.
 Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau
adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash).

Gambar 2. Bitot Spot`s pada defisiensi Vitamin A.

11
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot.
o Ulkus kornea.
o Keratomalasia.
 Ulkus pada mulut.
 Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit.
 Lesi kulit pada kwashiorkor:
o hipo- atau hiper-pigmentasi.
o Deskuamasi.
o Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga).
o Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur).
 Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
 Tanda dan gejala infeksi HIV.

Catatan:

 Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk


memeriksa mata dengan hati-hati untuk menghindari robeknya kornea.
 Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan anak sangat
pucat.9

Tabel 1. Pengukuran Antropometri berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan.

2.1.5. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk


Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk:

12
Gambar 3. Alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk.
Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas
perawatan.

Gambar 4. Alur Pelayanan Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan

13
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:

1. Atasi/cegah hipoglikemia.
2. Atasi/cegah hipotermia.
3. Atasi/cegah dehidrasi.
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Obati/cegah infeksi.
6. Mulai pemberian makanan.
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth).
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro.
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI


Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
Tabel 2. 10 Tatalaksana Gizi Buruk Pada Anak.

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana
yang sesuai untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.

14
SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA GIZI BURUK
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah
rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika
anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan
saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum)
berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan
infus cairan glukosa dan segera rujuk ke rumah sakit.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kangguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi
sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu
anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah
normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak
tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk
dengan dehidrasi adalah :
 Ada riwayat diare sebelumnya.
 Anak sangat kehausan.
 Mata cekung.
 Nadi lemah.
 Tangan dan kaki teraba dingin.
 Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

15
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
 Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa
berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan
memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan
rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal.
 Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan
oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi
intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan
1:1.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya :
 Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
 Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg).
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1
liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan
bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium,
Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak.
Contoh bahan makanan sumber mineral
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,
telur ayam.
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat,
bayam, daging tanpa lemak.

16
5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk
secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
UMUR KOTRIMOKSASOL AMOKSISILIN
ATAU (Trimetoprim + Sulfametoksazol)  Beri 3 kali
BERAT BADAN  Beri 2 kali sehari selama 5 hari sehari untuk
5 hari
Tablet dewasa Tablet Anak Sirup/5ml Sirup
80 mg trimeto 20 mg trimeto 40 mg trimeto
prim + 400 mg prim + 100 mg prim + 200 mg
125 mg
sulfametok sulfametok sulfametok
sazol sazol sazol per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg) ½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml
Tabel 3. Dosis Kotrimoksazol dan Amoksisilin.
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan.
Catatan :
 Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit
infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi
lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah
Sakit Umum.
 Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan
metronidazol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera
rujuk ke rumah sakit.
6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faal anak
sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai

17
segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO
75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet
sebagai berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
- Energi : 100 kkal/kg/hari.
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari.
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari).
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah
berikan dengan sendok/pipet.
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan :
 Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian
formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).
 Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½
dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik (
dibutuhkan ketrampilan petugas ).
 Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari.
 Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan
pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam.
 Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1).
Pantau dan catat :
- Jumlah makanan yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah.
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja.
- Berat badan (harian).
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema ,
mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik.

18
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch-up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
 Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak.
 Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam
jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan
dengan kandungan energi dan protein yang sama.
 Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. Frekwensi nafas.
2. Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3.Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari.
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari.
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari.
- Protein 4-6 g/kgbb/hari.
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula (
lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

19
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
 Baik bila kenaikan bb  50 g/Kg bb/minggu.
 Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75  FORMULA WHO 100
ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA
Tabel 4. Tahapan dalam pemberian diet gizi buruk pada anak.

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan terlalu cepat memberikan preparat besi (Fe). Tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2).
Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
 Tambahan multivitamin lain.
 Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup
besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
UMUR TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI
DAN Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml
BERAT BADAN 0,25 mg Asam Folat  Berikan 3 kali sehari
 Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan ¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
(7 - < 10 Kg)
12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Tabel 5. Dosis zat besi dalam penatalaksanaan gizi buruk.

20
 Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal
sebagai berikut :
UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT
(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Tabel 6. Dosis obat pada anak yang mengalami gizi buruk dengan kecacingan

 Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A


200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Tabel 7. Dosis Vitamin A pada anak-anak.
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A.
9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan :
- Kasih sayang.
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan.
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari.
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh.
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di
rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola pemberian
makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan
dan ikuti pemberian makanan, dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas.
21
- Pelayanan di pusat pemulihan gizi untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari.
Ikuti nasehat pemberian makanan dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan
secara teratur di posyandu/puskesmas.
- Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat.
- Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu.
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai
umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.10
Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk tanpa tanda
bahaya atau tanda penting tertentu.

22
Hal yang harus diperhatikan :
1. Jangan beri Fe sebelum minggu ke 2 ( Fe diberi pada fase stabilisasi).
2. Jangan berikan cairan intravena kecuali syok atau dehidrasi berat.
3. Jangan beri protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi.
4. Jangan diberi diuretik pada penderita kwashiorkor.5
Pada anak dengan gizi buruk hanya boleh diberhentikan tatalaksananya jika
rasio berat badan dan tinggi badan adalah ≥ −2 𝑍-score dan tanpa edema sekurangnya 2
minggu atau ukuran lingkar lengan atas ≥125mm dan tanpa edema sekurangnya 2
minggu .11

2.1.6. Komplikasi

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan
begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat
banyak. Pengaruh gizi buruk bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa
organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas,
ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.12

Pada anak gizi buruk bisa terjadi anemia. Anemia pada gizi buruk adalah
keadaan berkurangnya hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya
asupan zat besi (Fe) atau asam folat. Gejala yang bias terjadi adalah anak tampak pucat,
sering sakit kepala, mudah lelah, dan sebagainya. Pengaruh system hormonal yang
terjadi adalah gangguan hormone kortisol, dan insulin.11

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita gizi buruk.
Kematian seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti tuberculosis, radang paru,
infeksi saluran cerna) atau gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi
karena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Infeksi yang berat tadi pada akhirnya
mengancam jiwa.11

Malnutrisi diketahui menyebabkan kerusakan hati melalui mekanisme seperti


infiltrasi lemak dan akumulasi aflatoksin. Dalam penelitian kami, gangguan fungsi hati,
ditunjukkan oleh INR yang berkepanjangan dan peningkatan jumlah bilirubin, dan
kerusakan hepatoselular (peningkatan ALT) sangat terkait dengan hasil klinis yang

23
buruk. Anak-anak dengan malnutrisi harus dinilai untuk disfungsi hati dan dirujuk lebih
awal jika ada tanda-tanda adanya gangguan serius. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Lenise Swanson, telah menemukan bahwa fosfat serum yang sangat rendah <0.6mmol /
l dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Hal ini sesuai dengan penelitian
lain dimana kadar fosfat serum rendah dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, fosfat rendah ini dapat dianggap sebagai penanda prognostik
tambahan dan pengukuran fosfat dianjurkan pada semua pasien dengan malnutrisi
oedematosa, terutama diare, untuk memungkinkan suplementasi dan rujukan yang
sesuai.3,4

2.1.7. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini dapat buruk apabila telah terjadi komplikasi infeksi
yang dapat menyebabkan kematian. Prognosis gizi buruk juga dapat baik apabila
malnutrisi bias diatasi secara cepat dan tepat. Kematian bisa dihindari jika dehidrasi
berat dan penyakit kronis seperti tuberculosis atau hepatitis yang bisa menyebabkan
sirosis hepatis bisa dihindari. Pada anak dengan gizi buruk di usia lebih muda, bias
terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversible dibandingkan
dengan anak yang mendapatkan keadaan malnutrisi pada usia lebih dewasa. Sedangkan
untuk keadaan psikomotor, anak yang mendapat pengobatan dan perbaikan keadaan gizi
pada usia lebih muda akan cenderung mendapat kesembuhan psikomotor lebih
sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Akan tetapi pertumbuhan dan
perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi gizi buruk cenderung lebih lambat
terutama terlihat jelas dalam ukuran tinggi badan dan pertumbuhan berat badan anak
walaupun secara ratio antara berat badan dan tinggi badan nantinya tetap dalam batas
normal. 2,3,4.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengusulkan kerangka waktu untuk
pengelolaan malnutrisi berat, yang terdiri dari fase stabilisasi dan rehabilitasi. Tahap
stabilisasi menangani masalah yang memerlukan koreksi selama 0-7 hari pertama,
dengan hipoglikemia, hipotermia, dan dehidrasi yang memerlukan intervensi dan
koreksi segera. 24-48 jam pertama merupakan periode berisiko tinggi untuk komplikasi
ini, dan juga berbagai kelainan elektrolit, dan klinisi harus secara aktif mencari dan
mengatasi komplikasi ini. Selama studi yang dilakukan dalam keadaan darurat di

24
Nigeria, hipoglikemia diketahui secara signifikan terkait dengan kematian dan risiko
kematian dalam waktu 24 jam setelah masuk. Sebuah penelitian berbasis di Kenya yang
melihat hasil hipoglikemia saat masuk menemukan angka kematian 20% di antara anak-
anak hipoglikemik, dibandingkan dengan 3,8% pada anak-anak normoglikemik.
Kematian sangat tinggi pada anak-anak hipoglikemik dengan tanda-tanda malnutrisi
parah.

25
BAB III
KESIMPULAN

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight, keadaan kurang gizi tingkat berat
pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Dalam proses
pelayanan KEP berat/gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase
rehabilitasi dengan 10 tatalaksana yaitu pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula
dalam darah rendah), pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah), pengobatan
dan Pencegahan kekurangan cairan, pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit, pengobatan
dan pencegahan infeksi, pemberian makanan balita KEP berat/gizi buruk, perhatikan masa
tumbuh kejar balita (catch-up growth), penanggulangan kekurangan zat gizi mikro, beri
stimulasi sensorik dan dukungan emosional, dan persiapan untuk tindak lanjut di rumah.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Mengesha M. Treatment outcome and factor affecting time to recovery in children with
severe acute malnutrition treated at outpatient therapeutic care program.Global Health
Action 2016. hal.1-10.
2. World Health Organization. Guideline: Update on the management of severe acute
malnutrition in infants and children. 2013: 10, 55-59.
3. RISKESDAS 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI.
4. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
dan Anak.
5. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk.2011.Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan
Ibu dan Anak.Dirktorat Bina Gizi.Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
6. Singh S, Kumar MC.Efficacy of serum transferrin & serum pseudocholinesterase as
biochemical markers in assessing protein energy malnutrition in children.International
Journal of clinical Biochemistry and Research 2017 ;4(1):77-80.
7. Alderman H dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 19. Philadelphia : Elsevier.
hal. 175.
8. Novitasari D.2012.Faktor-faktor resiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita yang Dirawat di
RSUP Kariadi Semarang.Universitas Diponegoro. hal:1-92.
9. Hospital Care For Children.2016.Penilaian Awal Anak dengan Gizi Buruk.
http://www.ichrc.org/72-penilaian-awal-anak-gizi-buruk
10. Nasar S. IDAI. Pedoman tatalaksana kurang energi protein.Jakarta :IDAI.
11. Muscaritoli M. 2015.Treatment Outcome of Severe Acute Malnutrition Case at The
Tamale Teaching Hospital.Hindawi Publishing Corporation. 2015. p.7
12. Swanson LC, Prognostic Factors in Children with Severe Acute Malnutrition at a Tertiary
Hospital in Cape Town, Africa, Stellenbosch University, 2014, 23-26.

27

You might also like