You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut
“congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya
cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen. Terjadi
OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. 1
Prevalensi OMSK di dunia adalah 65.000.000-330.000.000 jiwa, 94%
diantaranya terdapat di negara berkembang. Jumlah pasien OMSK tipe
maligna adalah 64 setiap tahunnya. Jumlah penderita ini kecil kemungkinan
untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat
kondisi ekonomi yang masih buruk kesadaran masyarakat akan kesehatan
yang masih rendah dan pengobatan yang tidak tuntas. Otitis media supuratif
kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara
sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan
faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara
lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka
kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia
sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga
dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media
supuratif kronis antara 2,1-5,2%.6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.1 Liang telinga
berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2 ½ -3 cm. Telinga tengah terdiri atas membran
timpani, kavum timpani, antrum mastoideus, dan tuba eustachius. Telinga
dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotremia, menghubungkan perilimfe skala timpani dan skala
vestibuli. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli dibagian
atasnya, skala media di bagian bawah dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi
endolimfa.1

Gambar 2.1. Anatomi Telinga

2.1.1. Membran Timpani


Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Diameter rata-rata
membran timpani sekitar 1cm. Letak membrana timpani tidak tegak
lurus terhadap liang telinga, tetapi miring dengan membentuk sudut

2
450 terhadap potongan sagital dan horizontal. Membran timpani
merupakan struktur yang terus tumbuh sehingga memungkinkannya
menutup bila terjadi perforasi.3
Membran timpani terbagi dalam 4 kuadran, dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo (bagian puncak dari membrana timpani yang
menonjol kearah kavum timpani) sehingga didapatkan bagian atas-
depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani.3

Gambar 2.5. membran Timpani

Secara anatomis membran timpani terbagi dalam 2 bagian,


yaitu:
a. Pars Tensa.
Bagian ini adalah bagian terbesar dari membran timpani. Pars
tensa merupakan suatu permukaan yang tegang dan bergetar
dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus
timpanikus pada sulkus timpanikus di tulang temporal.
b. Pars Flaksida (membran Shrapnell)
Terletak di bagian atas depan dan lebih tipis dari pars tensa.
Pars falksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior
(lipatan depan) dan plika maleolaris posterior belakang.3

3
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior
dan postero-superior, kadang-kadang sub total.

Gambar 2.6. Perforasi Sentral


2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi
dari anulus fibrosus. Perforasi pada pinggir postero-superior
berhubungan dengan kolesteatom.

Gambar 2.7. Perforasi Marginal


3. Perforasi total
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai
perforasi total.

2.1.2. Kavum timpani


Kavum timpani merupakan rongga yang dibatasi oleh
1. Dinding medial kavum timpani
Terdapat promontorium, tingkap lonjong (oval window,
fenestra vestibule,), tingkap bulat (round window, fenestra
cochleae,), prominentia kanalis fasialis, pontikulus, subikulus,
nervus Yacobson dan pleksus timpanikus. Juga terdapat celah-celah
yang dapat merupakan tempat tersembunyi yang harus dibersihkan
waktu melakukan eradikasi penyakit.

4
2. Dinding lateral kavum timpani
Dibagian mesotimpanum, membran timpani merupakan
dinding lateral kavum timpani, sedangkan dibagian epitimpanum,
dinding lateralnya adalah skutum, yaitu lempeng tulang yang
merupakan bagian pars skuamosa tulang temporal.
3. Dinding superior kavum timpani
Atap kavum timpani dibatasi oleh lempeng tulang tipis yang
disebut tegmen timpani (sering juga disebut dural plate) yang
memisahkannya dengan fossa media. Di bagian ini terdapat sutura
petroskuamosa yang dilewati oleh serabut-serabut saraf dan
pembuluh darah.
4. Dinding inferior kavum timpani
Lantai kavum timpani ditempati oleh bulbus jugularis yang
dinding superiornya dibatasi oleh lempeng tulang yang mempunyai
ketebalan yang bervariasi, bahkan kadang-kadang hanya dibatasi
oleh mukosa dengan kavum timpani.
5. Dinding anterior kavum timpani
Dinding anterior sebagian besar berhadapan dengan arteri
karotis dibatasi oleh lempeng tulang tipis. Di bagian atas dinding
anterior terdapat semikanal nervus tensor timpani yang terletak
persis diatas muara tuba eustachius.
6. Dinding posterior kavum timpani :
Pada bagian epitimpani, kavum timpani tidak berdinding,
mempunyai hubungan dengan rongga mastoid melalui aditus ad
antrum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat
eminentia pirimidalis yang terletak dibagian superior medial
dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi
eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani.
Terdapat juga fossa inkudis yang terletak persis diatas sinus
lateralis.

Isi dari kavum timpani adalah tiga buah tulang pendengaran


yaitu maleus, inkus dan stapes yang menghubungkan membran

5
timpani ke tingkap lonjong. Maleus adalah tulang pendengaran
terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. Inkus
mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Stapes mempunyai caput,
collum, dua lengan, dan sebuah basis.

2.1.3. Tuba Eustachius

Gambar 2.2 Perbedaan tuba eustachius pada anak dan dewasa22

Tuba eustachius menghubungkan kavum timpani dengan


nasofaring, berjalan dari muaranya pada bagian atas dinding depan
atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring persis dibelakang
ujung belakang konka inferior. Pada orang dewasa perbedaan tinggi
muaranya di kedua tempat itu adalah sekitar 25 mm, sedangkan
panjangnya sekitar 30-40 mm. Pada anak ukurannnya lebih pendek
dan lebih datar. 3

Fungsi tuba adalah untuk ventilasi, drainase sekret dan


menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga
selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi dapat
dibuktikan dengan melakukan perasat Valsalva dan Toynbee. Tuba
eustachius terdiri dari tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring
dan sepertiganya terdiri dari tulang.1

Pada anak tuba eustachius lebih pendek, lebih lebar dan


kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba
orang dewasa 37,5 mm dan pada anak < 9 bulan adalah 17,5 mm.

6
Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila
oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap.1

2.1.4. Antrum Mastoideum


Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani didalam
pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan dengan telinga tengah
melalui aditus, diameter aditus lebih kurang 1 cm. Dinding anterior
berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan
cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar
trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis
semisirkularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis
tulang yaitu tegmen timpani yang berhubungan dengan meninges
pada fossa cranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior
berlubang-lubang menghubungkan antrum dan cellulae mastoidea.3

2.1.5. Fisiologi Pendengaran

Gambar 2.3 Fisiologi Pendengaran

Telinga manusia dapat mendengar suara dengan frekuensi 20-


20.000 Hz. Ambang pendengaran terhadap masing-masing frekuensi
berbeda , paling sensitif terhadap frekuensi 500-8000 Hz.
Berdasarkan ambang pendengaran menurut American National
Standard Institute (ANSI), ambang pendengaran yang terukur pada
audiometri nada murni pada setiap frekuensi diplotkan sehingga
tergambar sebagai grafik ambang pendengaran pada audiogram. Pada
audiogram, bila tertulis bahwa ambang pendengaran sebuah telinga

7
tertera 10 Db untuk frekuensi tertentu, itu berarti bahwa ambang
pendengaran telinga tersebut adalah terhadap suara 10 db lebih
nyaring dibandingkan ambang pendengaran menurut standar ANSI.1

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi


oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui
udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran
timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamflikasikan getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong . Energi getar yang telah diamflikasikan
ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran reissner yang mendorong endolimfa , sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter kedalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis. 1

2.2 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan
riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau
purulen. 3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat
menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2

8
bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara
lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan
higiene yang buruk. 1

2.3 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu : 3
a. Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas
pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani
ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustakhius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta
migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam
perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe
respirasi dan mukosiliar yang jelek.
b. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.
Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering
mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah
terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai
menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah
mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan
pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan
mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang
dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1,

9
interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor.
Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom
yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya
serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

2.4 Patogenesis
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan
dengan tuba eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun
faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki fungsi penting yang
berhubungan dengan kavum timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi
proteksi, dan fungsi drainase. Penyebab endogen maupun eksogen dapat
mengganggu fungsi tuba dan menyebabkan otitis media. Penyebab endogen
misalnya gangguan silia pada tuba, deformitas palatum, atau gangguan otot-
otot dilatator tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi yang
menyebabkan inflamasi pada muara tuba.1
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis media
akut (OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga dapat terjadi
akibat kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube) pada kasus
otitis media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup
spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau
paparan alergen dari lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang
persisten.5
Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius sehingga
kavum timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengann
otorea terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani
menyebabkan proses kongesti vaskuler, mengakibatkan terjadi iskemi pada
suatu titik, yang selanjutnya terjadi titik nekrotik yang berupa bercak
kuning. Bila disertai tekanan akibat penumpukan discharge dalam kavum
timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. 5

10
Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu
berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari kanalis
auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam
kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani
menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-
menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan
penggolongan stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi disebabkan oleh proses yang bersifat
eksaserbasi atau persisten, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan
jaringan sikatrik. 5

Gambar 2.4. Diagram Patofisiologi OMSK.6

Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi


mukosa sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret
mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang

11
berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan
jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase. Keadaan seperti ini
menyebabkan OMSK menjadi penyakit persisten.1
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga
tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi
telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi
pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat
destruktif, sehingga mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau
kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat
subepitel.18 Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.1

2.5 Faktor Risiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga
tengah melalui tuba eustakhius. Fungsi tuba eustakhius yang abnormal
merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis
dan sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika
Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif
tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti
hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul
sebagai infeksi telinga kronis. 2

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :


1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio

12
ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat. 2
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil
pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder. 2
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan
dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak
diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya
penyakit ke arah keadaan kronis. 2
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan
oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten
terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering
dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%,
Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.5
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda
dengan kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan
pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang
perforasi tadi. 5
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme
yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri. 5

13
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih
besar terhadap otitis media kronis. 4
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau
bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kebenarannya. 4
8. Gangguan fungsi tuba eustakhius
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakhius
sering tersumbat oleh edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
perforasi membran timpani menetap pada OMSK. 4
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang
hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. 4

2.6 Gejala Klinis


1. Telinga berair (otore)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 3

14
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. 3
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat.
Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea. 3
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis. 3
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita
yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat

15
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani. 3

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : 3


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan
penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah
lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada
tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau
bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah. 4
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi.
Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 4
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.

16
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. 4
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan
manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya
memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik
memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang
biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas. 4
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh
kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. 4
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari
mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri
yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis
media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza. 4
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari
hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab
biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan
tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi
membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk
melalui perforasi tadi. 4
2.8 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi
yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus

17
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol
infeksi sebelum operasi. 3
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi,
yang dapat dibagi atas: konservatif dan operasi. 2
1. Otitis media supuratif kronik benigna
a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan
untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran. 3
b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga): 3
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah
dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini
sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering. 3
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris
dan nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan
diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan

18
reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan
serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine. 3
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.
Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi
dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.
Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga
dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan
dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann. 3
2) Pemberian antibiotika :
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila
sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes
yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi
dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam
yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. 4
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik
yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari
1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.4
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media
kronik adalah : 2
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

19
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik
terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan
negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika
tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. 2
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya
terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan.
Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin
tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya
golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya
paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. 2
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon
(siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin
generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga
efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral. 2
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang
bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan
dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu. 3

20
2. Otitis media supuratif kronik maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan
atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain : 1
1) Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 1
2) Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi
atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid
dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding
batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi
satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dan mencegah komplikasi intrakranial, sementara
fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien
tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teraut ke
dokter. 1
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada
rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga
operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus
liang telinga luar menjadi lebar.
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di
daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga

21
mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik
dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada. 5
4) Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan,
dikenal juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya
dilakukan di membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah
berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan
perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman
fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.5
5) Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan
dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. 5
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali
harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan
bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal
istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi
dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan
atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.
Tidak jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6
s/d 12 bulan. 5
6) Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang
dikerjakan pada kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi
yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit dan
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi
radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di membran

22
timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combine approach) yaitu melalui
liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timppanotomi
posterior. 5
2.9 Komplikasi
1. Komplikasi di telinga tengah
a. Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung
ke kanalis fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis,
kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan
granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut. 5
2. Komplikasi di telinga dalam
a. Fistula labirin
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler
labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat
masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi
komplikasi tuli total atau meningitis. Fistula di labirin dapat diketahui
dengan tes fistula yaitu dengan memberikan tekanan udara positif
ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau corong
telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada
ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet
dipencet dan udara di dalamnya menyebabkan perubahan tekanan
udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten akan
terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes fistula positif
akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila
fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah
mati/ paresis kanal. 5
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut
labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf
berat, sedangkan labirinitis terbatas (labirinitis sirkumskripta)
menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja. Labirinitis terjadi oleh

23
karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk
labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentu labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis
supuratif dibagi atas labirinitis supuratif akut difus dan kronik difus. 4
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini
berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang
menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejala berupa nyeri
telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi Schuller,
tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu
operasi mastoidektomi. 5
b. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam,
nyeri kepala dan penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP
berupa kejang, hemiplegia dan tanda kernig positif. 5
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis.
Pada abses subdural kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan
bakteri. Pada abses ekstradural nanah keluar waktu mastoidektomi,
sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf sebelum
mastoidektomi. 4
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah,
serta nyeri kepala hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa
LCS kadar gula menurun dan protein meninggi. Meningitis diobati
terlebih dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal,
atau fossa kranial media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus
lateralis, petrositis atau meningitis. Biasanya merupakan perluasan

24
langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis.
Umumnya didahului abses ekstradural. 5
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor
intensif dan tidak tepat menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal
berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri kepala, demam, muntah,
letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada LCS protein
meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi
abses ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi
komputer. Pengobatan antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase
lesi. Setelah keadaan umum baik, dilakukan mastoidektomi. 4
2.10 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila
dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari
fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya
fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui
prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna. 1
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien
dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK
yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada
18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu
meningitis. 1

25
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. NMK
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 31 Desember 1973
Agama : Hindu
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dusun Apuan Kelod
Tanggal Periksa : 13 Desember 2018
No RM : 255391

3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Bangli dengan keluhan Keluar cairan
dari telinga kiri sejak sekitar 3 hari yang lalu dan semakin memberat sejak
satu hari yang lalu. Pasien mengatakan cairan berwarna putih kekuningan dan
berbau. Telinga juga dirasakan seperti bunyi mendengung dan merasa telinga
kiri mengalami penurunan pendengaran. Pasien mengatakan ini bukan
pertama kali dialami olehnya, Berdasarkan pengakuan pasien, pada saat
pertamakali keluar cairan dari telinga kiri sekitar beberapa bulan yang lalu
namun sudah membaik setelah berobat ke RSUD Bangli. Keluhan keluar
cairan dikatakan muncul jika saat pasien mengalami pilek. Riwayat pilek (+),
nyeri (-), keluar cairan bercampur darah (-). Keluhan pusing maupun demam
(-). Pasien menyangkal adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada telinga
kanan tidak dirasakan ada keluhan oleh pasien. Pasien mengaku memiliki
kebiasaan mengorek telinga sejak lama.

26
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit serupa : Beberapa bulan yang lalu
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes melitus : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat asma : (+)
 Riwayat operasi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes melitus : disangkal
 Riwayat alergi dan asma : disangkal
Riwayat Prbadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami
dan anak nya. Paien tidak merokok dan tidak mengkomsumsi minuman
berakohol.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : normocephali
Wajah : simetris
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Gigi dan Mulut:
Gigi-geligi : normal
Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)

27
Status Lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
Pemeriksaan Telinga
Kanan Kiri
Tragus Nyeri tekan (-), edema (-), Nyeri tekan (-), edema (-),
tanda peradangan (-) tanda peradangan (-)
Daun Bentuk dan ukuran normal, Bentuk dan ukuran normal,
Telinga tanda peradangan (-) tanda peradangan (-)
Liang Serumen (+) minimal, Serumen (+) minimal,
Telinga hiperemis (-), discharge (-) hiperemis (+), discharge
(+) warna kekuningan.
Membran Warna: Merah Warna:
Timpani Intak (+) Perforasi (+) < 25%
Perforasi (-) Cone of light (-)
Cone of light (+) Retraksi (-),
Retraksi (-)

Hidung dan Sinus Paranasal


Pemeriksaan Kanan Kiri

Hidung Luar Bentuk normal, deviasi (-), Bentuk normal,deviasi(-),


edema (-) edema (-)
Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Transluminasi (tidak Transluminasi (tidak
dilakukan) dilakukan)
Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi Anterior

Cavum nasi Corpus alienum (-), sekret Corpus alienum (-),


(-), sekret (-),
Konka inferior hiperemis (-),hipertrofi (-), hiperemis(-),hipertrofi(-),
mukosa merah muda (-) mukosa merah muda (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

28
Pemeriksaan Tenggorokan
Mukosa normal, basah dan berwarna merah
Bibir dan bukal
muda.

Gigi geligi Jumlah sesuai usia, karies (-)

Lidah Simetris (+), ulkus (-), pseudomembran (-)

Uvula Simetris (-), deviasi (-), hiperemis (-)

Mukosa merah muda, sekret (-), tanda


Faring
peradangan (-)
Kanan : T1, abses (-), mukosa hiperemis (-),
pembesaran tonsil (-), detritus (-), kripte
melebar (-)
Fossa tonsil
Kiri : T1, abses (-), mukosa hiperemis (-),
pembesaran tonsil (-), detritus (-), kripte
melebar (-)

3.4. DIAGNOSIS BANDING


Otitis Media Supuratif Kronis AS
Otitis Media Akut
Barotitis Media

3.5. DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronis AS

3.6. PENATALAKSANAAN
 Pembersihan liang telinga
 Pemberian obat cuci telinga H2O2
 Medikamentosa
- Antibiotik  Mezatrin I x 500 mg (p.o)
Otilon eardrops 3 x I (gtt AS)
- Dekongestan  Tremenza 3 x I (p.o)
- Mukolitik  Ambroxol 3 x 30mg (p.o)

29
 KIE :
- Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak
mengorek-ngorek liang telinga.
- Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah
hilang, agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi
komplikasi.
- Untuk sementara, telinga kiri jangan dulu terkena air. Bila mandi
telinga kiri ditutup bisa menggunakan kapas.
- Datang kembali untuk kontrol, untuk melihat perkembangan
peyembuhan pada perforasi membran timpani.
3.7. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

30
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis otitis media supuratif konis didapatkan melalui hasil anamnesis


dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada pasien perempuan berusia 45
tahun, datang ke Poliklinik THT RSUD Bangli dengan keluhan keluar cairan dari
telinga kiri sejak sekitar 3 hari yang lalu dan semakin memberat sejak satu hari
yang lalu. Pasien mengatakan cairan berwarna putih kekuningan dan berbau.
Sebelumnya pasien pernah mengalami hal serupa. Didukung dengan hasil
pemeriksaan fisik yang menunjukkan membran timpani telinga kiri tampak
perforasi mendukung diagnosis Otitis media supuratif kronik (OMSK) pada
pasien tersebut.
Adanya pilek menunjukkan penyebab munculnya keluhan keluar cairan dari
telinga. Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba
auditiva yang selanjutnya menyebabkan sekret dari cavum nasi dapat berpindah
menuju telinga tengah melalui tuba, sehingga muncul keluhan keluar cairan dari
telinga yang diperberat ketika pasien sedang pilek. Penumpukan sekret pada
telinga tengah dapat memicu suat infeksi lebih lanjut sehingga dibutuhkan terapi
optimal.
Terapi lini pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik selama 7
hari. Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat
perkembangan terutama penutupan pada perforasi membran timpani. Dekongestan
oral digunakan untuk mengurangi sumbatan pada tuba Eustachius, sehingga
drainase sekret lebih lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba kembali normal..
Antibiotik oral diberikan pada pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi.
Antibiotic topikal dapat diberikan pada pasien setelah dilakukan cuci telinga
menggunakan H202 3% agar hasil dari penggunaan antibiotika topical dapat
maksimal.

31
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga
tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran
timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif kronik dapat terbagi atas: tipe tubotimpani dan
tipe atikoantral dimana tipe anti koantral merupakan tipe paling ganas karena
terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi. Penatalaksanaan OMSK dapat
terbagi atas pengobatan konservatif dan operasi.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies,
Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.

Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth


pada tanggal 5 Januari 2018.

Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher.
Edisi 6. Jakarta : FKUI .2007.

Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar
ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009.
Jakarta : FKUI. h.86.

Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-Up.


Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada tanggal
3 Januari 2018

WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.

34

You might also like