You are on page 1of 115

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2018

Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan


Pada PT. Barumun (Medan)

Batubara, Anna Rika


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4434
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN

PADA PT. BARUMUN (MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANNA RIKA BATUBARA


NIM : 140200465

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


Program Kekhususan Keperdataan BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Anna Rika Batubara

NIM : 140200465

Judul Skripsi : Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Pada PT. Barumun (Medan)

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar, tidak merupakan ciplakan dari sripsi atau
karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan dari skripsi atau
karya ilmiah orang lain maka segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggungjawab saya.
3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan
atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, April 2018

Anna Rika Batubara


NIM: 140200465

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Anna Rika Batubara*


Rosnidar Sembiring**
Mulhadi***

Penulisan skirpsi ini dilatarbelakangi oleh bagaimana pelaksanaan perjanjian


penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan/atau barang melalui darat yang
dilaksanakan oleh PT. Barumun dalam prakteknya. PT. Barumun merupakan salah satu
perusahaan yang menyediakan jasa angkutan bus antar kota dalam provinsi dengan
trayek Padang Lawas Utara dan sekitarnya. Hubungan hukum antara PT. Barumun
dengan penumpangnya tercipta dari suatu perjanjian pengangkutan yang ditandai
dengan pembelian tiket bus oleh penumpang dan dengan terjadinya transaksi tersebut
berarti pengangkut dan pengguna jasa angkutan menyetujui ketentuan yang terdapat
dalam tiket serta mengetahui hak dan kewajiban nya. Hubungan hukum yang ada antara
PT. Barumun dengan pengguna jasa angkutan mengakibatkan PT. Barumun sebagai
pelaku usaha harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh pengguna jasa
angkutannya, serta bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara PT.
Barumun sebagai penyedia jasa pengangkutan dengan pengguna jasa angkutan apabila
terjadi wanprestasi.
Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum
normatif dengan pengumpulan data secara penelusuran kepustakaan (library research)
untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum
tersier, kemudian data dianalisis dengan metode kualitatif.
Pelaksanaan perjanjian penyelenggraan pengangkutan pada PT. Barumun dalam
prakteknya masih menganut sistem kekeluargaan dengan penumpang, sehingga
peraturan yang dibuat oleh PT. Barumun seolah-olah hanya untuk formalitas semata.
Mengenai hak dan kewajiban dalam pengangkutan PT. Barumun masih kurangnya
kesadaran penumpang atas hak dan kewajiban yang ia miliki, seringkali penumpang
mengajukan komplein tanpa terlebih dahulu membaca ketentuan PT.Barumun yang
terdapat dalam lembaran tiket setelah pembelian tiket dilakukan. Pertanggungjawaban
PT. Barumun dalam penyelenggaraan pengangkutan dalam hal ini adalah ditandai
dengan pembelian tiket bus oleh penumpang dan sejak barang diterima sampai barang
tersebut tiba ditempat tujuan dengan selamat, dan diwajibkan mengganti kerugian
apabila bus mengalami kecelakaan, barang yang diangkut tersebut rusak ataupun hilang
apabila kesalahan memang disebabkan oleh kelalaian pihak pengangkut serta
menyelesaikan sengketa/permasalahan yang ada dengan sistem kekeluargaan.

Kata Kunci: Pengangkutan, Perjanjian, dan Tanggungjawab

* Mahasiswa, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU


** Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
*** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT.atas segala limpahan rahmat dan

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan Salam juga

senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah

membimbing umat manusia menuju jalan keselamatan dan keberkahan.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa pada umumnya

dan khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi tugas akhir dan syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana. Skripsi

dengan judul “PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN PADA PT.

BARUMUN MEDAN” isinya membahas tentang pelaksanaan perjanjian PT. Barumun

sebagai pihak penyedia jasa angkutan umum pada pengangkutan darat, tanggungjawab

PT. Barumun kepada pengguna jasa dalam hal kehilangan, kerusakan, cacat pada barang

serta kecelakaan pada penumpang, bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh

jika terjadi perselisihan antara PT. Barumun dengan pengguna jasa angkutan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapat banyak dukungan

dan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil kepada penulis. Oleh

karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan

bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

ii

Universitas Sumatera Utara


3. Prof. Dr. Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Perdata sekaligus selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih banyak atas saran,

arahan, dan masukan yang membangun dalam setiap bimbingan, serta waktu yang

Bapak berikan sehingga saya menyelesaikan skripsi ini;

7. Bapak Mulhadi S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas

waktu, bimbingan, saran, nasihat, ide dan ilmu yang cemerlang yang Bapak berikan

selama ini disetiap bimbingan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

8. Ibu Mariati Zendrato, S.H., M.Hum, selaku dosen pendamping akademik yang telah

banyak membantu dalam proses penyelesaian studi ini;

9. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar

dan memberikan ilmu yang terbaik, serta membimbing penulis selama menjalani

studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah membantu dalam urusan administrasi;

11. Secara khusus penulis juga ingin mengungkapkan penghargaan dan penghormatan

serta menghaturkan ribuan terimakasih kepada keluargaku:

iii

Universitas Sumatera Utara


a. Ayah ku tercinta, Alm. Ridwan Batubara, yang mencintai dan berkorban jiwa

dan raga demi anak-anaknya melebihi cintanya kepada diri sendiri. Akhirnya

aku dapat meneruskan cita-cita mu, walaupun harus lama menunggu dengan

berbagai halangan yang terus datang menghadang, onak dan duri selalu saja

menghampiri. Dan biarpun Ayah tak dapat mendampingi, tetapi, Yah.. anak mu

telah menjadi seorang Sarjana Hukum;

b. Mama ku tersayang, Miskah Nasution atas segala kasih sayang, cinta, nasehat,

do’a dan ridho yang tak hentinya hingga kini. Apa jadinya aku tanpa kesabaran,

ketabahan, dan do’a mu yang terus memayungiku dalam menghadapi kerasnya

hidup ini;

c. Adik kandung ku semata wayang, Emir Hamzah yang paling manja, terimakasih

karna sudah menjadi acuan/semangat hidup penulis untuk terus dapat

menghadapi kenyataan, kerasnya kehidupan tanpa seorang Ayah;

d. Om Hilman Lubis dan tante Erpi Desrina Hasibuan, yang sudah menyayangi,

mengasihi, mendo’akan dan menganggap penulis seperti anak kandung nya

sendiri. Penulis mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Om dan

Tante, tanpa dukungan kalian, penulis mungkin tidak dapat menyelesaikan studi

di kampus ini.

iv

Universitas Sumatera Utara


12. Kepada Eva Apriyani, sahabat sekaligus sister from another mother, yang selama 7

tahun ini selalu siap siaga ketika dihubungi jam berapa saja saat penulis

membutuhkan nya, yang paling mengetahui, sabar, mengerti, dan memahami

penulis ketika kebodohan dan kegabutan sedang kumat, sebentar lagi long distance

kita akan usai dan kita dapat berjumpa kembali hahaha;

13. Kepada Nida’ul Haq Lubis dan Ashri Azhari Baeha, sebagai rekan seperjuangan

dari awal mula semester ini, terimakasih sudah mengisi hari-hari penulis dengan

kebodohan, kerusuhan, dan sifat keegoisan masing-masing yang justru dapat

mempererat pertemanan konyol ini;

14. Kepada Syadzwina Rizq Alkhansa dan Natasha Karina, sebagai rekan-rekan penulis

di semester menengah sampai sekarang yang menghiasi hari-hari penulis selama

penulisan skripsi ini, penulis lupa bagaimana bisa kami akrab dan seolah

membentuk sebuah grup yang akhirnya dua anggota grup lainnya memutuskan

untuk berpisah, oohh times flies so fast, yakan lon...;

15. Kesayangan kucing-kucing peliharaan penulis, yang selalu manja, minta makan dan

mengganggu penulis dengan berbagai tingkah laku mereka untuk mendapatkan

perhatian penulis;

16. Kepada PT. Barumun beserta seluruh anggota yang ada didalamnya, yang telah

memberikan kesempatan penulis untuk mencari pengalaman kehidupan di dalam

sebuah terminal bus serta menjadikan pengalaman itu menjadi sebuah bahan skripsi

penulis untuk menyelesaikan studi di kampus ini;

Universitas Sumatera Utara


17. Seluruh teman-teman Stambuk 2014 dan juga teman-teman Departemen Hukum

Perdata Program Khekhususan BW dan seluruh pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Atas dukungan mereka, sekali lagi penulis mengucapkan terimakasih. Penulis

berusaha memberi kontribusi pemikiran sederhana sebagai upaya latihan dan belajar

guna menjadi ilmuwan yang lebih baik nantinya. Penulis berharap pada semua pihak

agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya, semoga

karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.Aamiin.

Medan, April 2018

Anna Rika Batubara


NIM: 140200465

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR……………………………………….. ............................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Permasalahan ................................................................................. 8

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 9

D. Manfaat Penulisan .......................................................................... 9

E. Metode Penelitian ........................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 15

G. Keaslian Penulisan.......................................................................... 16

BAB II : PERJANJIAN DALAM KUH PERDATA....................................... 17

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian ........................................ 17

B. Subjek dan Objek Perjanjian .......................................................... 22

C. Syarat Syahnya Perjanjian serta Akibat Hukumnya ....................... 27

D. Jenis-Jenis Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian ......................... 32

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN ................... 36

A. Pengertian dan Tujuan Pengangkutan ............................................ 36

vii

Universitas Sumatera Utara


B. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya ................................ 39

C. Asas Hukum Pengangkutan ............................................................ 41

D. Subjek Dan Objek Hukum Pengangkutan ...................................... 44

E. Tahap Penyelenggaraan Pengangkutan dan Dokumen

Pengangkutan .................................................................................. 54

BAB IV : PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN PT.

BARUMUN (MEDAN)....................................................................... 59

A. Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan pada PT. Barumun ............ 59

B. Hak dan Kewajiban Pengangkut dan Pengguna Jasa Angkutan

dalam Perjanjian Pengangkutan PT. Barumun sebagai Pihak

Penyedia Jasa Angkutan ................................................................. 65

C. Tanggungjawab PT. Barumun Terhadap Pengguna Jasa dalam hal

Terjadi Kehilangan, Kerusakan, atau Keterlambatan Pada Barang

serta Kecelakaan Penumpang ......................................................... 68

D. Bentuk Penyelesaian Sengketa antara PT. Barumun Sebagai

Penyedia Jasa Pengangkutan dengan Pengguna Jasa Angkutan .... 81

BAB V : PENUTUP ........................................................................................... 87

A. Kesimpulan ..................................................................................... 87

B. Saran ............................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau menganut konsep wawasan nusantara

yang mempunyai tujuan bahwa wilayah nusantara serta udara diatasnya dan laut yang

menghubungkan pulau-pulau dengan segenap isinya merupakan kesatuan utuh dan

terpadu serta menyeluruh. Negeri ini memiliki hasil bumi, hasil laut, dan hasil tambang

yang sangat potensial. Kekayaan daratan dan perairan yang dapat digali atau dihasilkan

dikirim ke daerah lain atau di ekspor.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kawasan darat, laut dan udara,

Indonesia memanfaatkan kawasan tersebut dengan menyediakan tiga jenis

pengangkutan sebagai transportasi pengangkutan yaitu pengangkutan darat,

pengangkutan laut atau perairan dan pengangkutan udara untuk mengangkut hasil-hasil

tersebut. 1 Untuk melayani kegiatan tersebut, dibutuhkan sarana transportasi yang

efektif, efisien dalam arti aman, murah, lancar, cepat, mudah, teratur dan nyaman.

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

aktivitas kehidupan sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling

sederhana (tradisional) sampai kepad taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa

didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan

kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah krmajuan dan perkembangan

1
Elfrida Gultom, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi
Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 2-3

Universitas Sumatera Utara


2

kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan

pengangkutan.2

Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan

masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai faktor baik geografis

maupun kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan

ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. 3 Pengangkutan merupakan rangkaian

kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari suatu tempat pemuatan (embarkasi)

ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran

barang muatan.

Rangkaian peristiwa pemindahan ini meliputi kegiatan:

1. Memuat penumpang atau barang kedalam alat angkut;

2. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan; dan

3. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan

Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses

yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Pengangkutan juga dapat dirumuskan

dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegiatan

membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat

pemberangkatan stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan. Untuk menentukan

pengangkutan itu dalam arti luas atau arti sempit bergantung pada perjanjian

pengangkutan yang dibuat pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat.

2
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut Prespektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa
Press, Medan, 2005, hlm. 3
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Cetakan kelima,
Bandung, 2013, hlm. 30

Universitas Sumatera Utara


3

Pada pengankutan kereta api, tempat pemuatan dan penurunan penumpang atau

pembongkaran barang disebut terminal, pada pengangkutan dengan kendaraan umum

disebut terminal, pada pengangkutan dengan kapal disebut pelabuhan, dan pada

pengangkutan pada pesawat udara sipil disbut bandara (bandar udara), dengan

demikian, proses yang digambarkan dalam konsep pengangkutan berawal dari

stasiun/terminal/pelabuhan/bandara pemberangkatan dan berakhir di

stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan, kecuali di tentukan lain dalam perjanjian

pengangkutan.4

Pelaksanaan pembangunan nasional dan perwujudan wawasan nusantara, perlu

disusun sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien, untuk menunjang dan

sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia,

barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan

dinamis serta mendukung perkembangan wilayah dan lebih memantapkan

perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, turut mendukung

pertahanan dan keamanan, serta peningkatan hubungan internasional.

Transportasi merupakan salah satu sarana untuk memperlancar roda

perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka

memantapkan perwujudan wawasan nusantara, meningkatkan serta mendukung

pertahanan dan keamanan negara yang selanjutnya dapat mempererat hubungan antar

bangsa.

4
Ibid., hlm. 43

Universitas Sumatera Utara


4

Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang

mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin meningkatnya

kebutuhan jasa transportasi bagi mobilitas orang dan barang dalam negeri serta ke dan

dari luar negeri. Disamping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang,

pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang memiliki sumber daya alam

yang besar tapi belum berkembang dalam upaya peningkatan dan pemerataan

pembangunan serta hasil-hasilnya.5

Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa

angkutan baik untuk angkutan orang maupun barang. Karena pengangkutan disini

merupakan pengangkutan orang, maka pengguna jasa untuk selanjutnya disebut

penumpang. Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang. 6

Pengertian lainnya adalah menurut pasal 1 ayat 22 UULLAJ, yang disebut dengan

pengguna jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa

perusahaan angkutan umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam UULLAJ ini

dipersamakan dengan pengertian perusahaan angkutan umum, yakni disebutkan dalam

Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi “Perusahaan angkutan umum adalah badan hukum yang

menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum”.

Fungsi pengangkutan sangat penting sekali dalam kehidupan masyarakat,

terutama dalam dunia perdagangan, mengingat kegiatan pengangkutan merupakan

5
Tjahjono, Eka Budi, Martono, Transportasi di Perairan berdasarkan UU No. 17 tahun 2008,
Rajawali Pers, Jakarta, 2011
6
Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Angkutan Jalan dalam
https://www.kompasiana.com/agungsury/perlindungan-hukum-bagi-pengguna-jasa-angkutan-
jalan_5500b435a333115b73511a4d diakses pada 27 Maret 2018 pukul 21:49 WIB

Universitas Sumatera Utara


5

sarana untuk memindahkan barang dari produsen ke agen/grosir dan selanjutnya sampai

ke konsumen dalam hal angkutan barang. Sedangkan untuk pengangkutan penumpang

(orang), maka kegiatan pengangkutan berfungsi untuk memindahkan penumpang

(orang) dari satu tempat ke tempat yang lain yang menjdi tujuannya. Kegiatan jasa

pengangkutan tersebutlah barang dan atau penumpang dapat berpindah dari tempat asal

ke tempat tujuan. Untuk pengangkutan penumpang (orang), maka kegiatan

pengangkutan juga akan membawa fungsi bagi penumpang sebagai pengguna jasa

angkutan. Artinya dengan dukungan jasa angkutan tersebut penumpang dapat sampai ke

tempat yang dituju untuk seanjutnya melakukan kegiatan yang selanjutnya ia

maksudkan.7

Menurut pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(UULLAJ), yang disebut dengan pengguna jasa adalah perseorangan atau badan hukum

yang menggunakan jasa perusahaan angkutan umum. Sedangkan yang disebut

pengangkut dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) ini

dipersamakan dengan pengertian perusahaan angkutan umum yakni disebutkan dalam

pasal 1 ayat 21 yang menyebutkan “Perusahaan angkutan umum adalah badan hukum

yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor

umum”.

PT. Barumun merupakan salah satu perusahaan yang menyediakan jasa angkutan

bus antar kota dalam provinsi dengan trayek Padang Lawas Utara dan sekitarnya dengan

jam oprasional pada jam 08.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB. Pemberangkatan bus

7
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 5

Universitas Sumatera Utara


6

pertama pada pukul 14.00 WIB dan pemberangkatan terakhir pada pukul 20.00 WIB.

PT. Barumun merupakan bus patas yang menyediakan fasilitas bus AC toilet dan bus

Ekonomi toilet dan non toilet. Terkhusus untuk bus AC toilet pemberangkatan pada

pukul 19.00 WIB. Loket/terminal bus PT. Barumun yang terletak di Jalan

Sisingamangaraja no. 48 Marindal-Amplas merupakan kantor cabang yang berada di

kota Medan, sedangkan kantor pusat PT. Barumun berada di Padang Lawas-Sibuhuan.

Jarak tempuh yang di lalui untuk sampai di daerah Padang Lawas kurang lebih 12 (dua

belas) jam perjalanan dengan satu kali pemberhentian untuk sekedar mengisi perut atau

beristirahat didaerah Simpang Kawat.8

Hubungan hukum antara PT. Barumun dengan penumpangnya tercipta dari suatu

perjanjian pengangkutan yang ditandai dengan pembelian tiket bus oleh penumpang.

Hubungan hukum yang ada antara PT. Barumun dengan penumpang mengakibatkan

PT. Barumun sebagai pelaku usaha harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita

penumpang apabila terjadi wanprestasi.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-

pihak yang terkait dengan penyelnggaraan jasa angkutan, baik pengusaha angkutan,

pekerja (sopir/pengemudi), serta penumpang. Secara oprasional kegiatan

penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau supir angkutan dimana

pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan

pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut.

8
Hasil wawancara dengan PT. Barumun

Universitas Sumatera Utara


7

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak

pengangkut dengan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada

dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penumpang atau pengirim.

Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak di tempat

pemberangkatan sampai ditempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai

imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang

disebut biaya pengangkutan. Sedangkan kewajiban penumpang atau pengirim adalah

membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas

pengangkutan sampai ditempat tujuan dengan selamat.9

Dalam tulisan ini membahas hal-hal yang berhubungan dengan pengangkutan

darat saja, khususnya pada hal-hal yang menjadi aspek-aspek pelaksanaan perjanjian

pengangkutan terhadap penumpang dan barang didalam pengangkutan darat.Salah satu

aspek dalam rangka pelindungan hukum bagi pemakai jasa pengangkutan darat adalah

masalah masalah tanggungjawab atau liabilitas pihak penyelenggara pengangkutan

darat. Masalah tanggung jawab tersebut akan senantiasa ada seiring dengan eksistensi

penyelenggara pengangkutan darat itu sendiri.

Adapun penyusunan skripsi ini lebih pada pengangkutan barang dan penumpang

melalui darat yang dilaksanakan oleh PT. Barumun yang banyak digunakan oleh

masyarakat untuk mengangkut barang dagangannya ke Padang Lawas Utara. Karena

pengangkutannya jauh lebih efisien dan barang dapat dikirim atau dapat menggunakan

jasa pengangkutan tersebut setiap hari tanpa perlu repot membawa atau mengangkut

9
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 2

Universitas Sumatera Utara


8

barang dagangan dengan mobil pribadi yang memakan waktu dan tenaga. Sehingga

adapun pertimbangan dan alasan penulis memilih judul ini adalah ingin menguraikan

dan memberikan gambaran tentang pelaksanaan perjanjian pengangkutan melalui jalur

darat. Oleh sebab itu, maka penulis memilih judul mengenai “PELAKSANAAN

PERJANJIAN PENGANGKUTAN PT. BARUMUN (MEDAN)”.

Dengan dasar tersebut diatas, penulis mempunyai keinginan untuk lebih

mengetahui tentang pelaksanaan perjanjian pengangkutan dalam prakteknya sehari-hari.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan

adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan pengangkutan pada PT.

Barumun?

2. Apa saja hak dan kewajiban pengangkut dan pengguna jasa angkutan dalam

perjanjian pengangkutan antara PT. Barumun sebagai pihak penyedia jasa

pengangkutan?

3. Bagaimana tanggungjawab PT. Barumun terhadap penumpang dalam hal

terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan

penumpang?

4. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa antara PT. Barumun sebagai

penyedia jasa pengangkutan dengan pengguna jasa angkutan?

Universitas Sumatera Utara


9

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan

pengangkutan pada PT. Barumun.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban pengangkut dan pengguna jasa

angkutan dalam perjanjian pengangkutan antara PT. Barumun sebagai pihak

penyedia jasa pengangkutan.

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggungjawab dan cara penyelesaian

sengketa PT. Barumun terhadap penumpang dalam hal terjadi kehilangan,

kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan penumpang.

4. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penyelesaian sengketa antara PT.

Barumun sebagai penyedia jasa pengangkutan dengan pengguna jasa

angkutan.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini untuk menambah pengetahuan penulis

tentang aspek-aspek hukum perjanjian, pelaksanaan dan penyelangaraan

pengangkutan melalui darat dan untuk mengetahui apa saja yang menjadi

tanggung jawab pihak pengangkut dalam pelaksanaan pengangkutan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Manfaat Praktis

Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan ataupun

sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang hukum pengangkutan darat, serta memberi manfaat bagi kalangan

mahasiswa di perguruan tinggi dan bagi masyarakat, baik sebagai penyedia jasa

angkutan maupun masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan umum pada

pengangkutan darat.

E. Metode Penelitian

Penelitian (research) berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud dalam

buku ini adalah penelitian terhadap pengetahuan dasar (ilmiah) karena hasil dari

penelitian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Penelitian (research)

merupakan upaya pencarian yang amat benilai edukatif. Setiap penelitian (research) (a)

berangkat dari ketidaktahuan dan berakhir dengan keraguan, dan tahap selanjutnya (b)

berangkat dari keraguan berkhir pada suatu hipotesa (jawaban sementara yang dapat

dianggap benar sebelum dibuktikan sebaliknya). 10

Penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Bambang

Sunggono merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan kepada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk memelajari satu atau beberapa

gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga

pemeriksaan yang mendalam terhadap fata hukum tersebut, untuk kemudian

10
Amiruddin dan Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2004, hlm. 19

Universitas Sumatera Utara


11

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam

gejala yang bersangkutan. 11

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

yuridis normatif yaitu menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-

undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penuisan

skripsi ini, dan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang

dilakukan untuk memperoleh data primer dengan observasi langsung

dilapangan. Penulisan skripsi ini memiliki sifat sebagai penelitian deskripsi

analisis, yaitu penelaahan yang dilakukan oleh peneliti atau pakar bahasa dan

menggarap data kebahasaan yang diperoleh dari penelitian lapangan atau dari

pengumpulan data (kepustakaan).

2. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah

data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara,

observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian

diolah oleh peneliti. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-

dokumen resmi, buu-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil

11
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 38

Universitas Sumatera Utara


12

penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan

perundang-undangan. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang dibuat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang berupa informasi yang diperoleh dari buku-

buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang berhubungan dengan

permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari

bahan hukum sekunder ini ialah untuk memberikan penjelasan dari bahan

hukum primer.

Data sekunder diperoleh dari penelitian di lapangan yang berupa hasil

wawancara dengan responden dari perusahaan pengangkutan yaitu PT.

BARUMUN.

Universitas Sumatera Utara


13

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan

hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,

majalah, surat kabar, dan lain-lain.12

3. Metode Pengumpulan Data

Dilakukan dengan penelitian atau risetuntuk mendapatkan data primer dan

data sekunder yang diperoleh dengan dua cara, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (library research)

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi,

publikasi dan hasil penelitian.

b. Studi Lapangan (field research)

Yaitu studi penelitian yang dilakukan secara langsung ke perusahaan

PT. Barumun yang bergerak dalam pengangkutan melalui angkutan darat

untuk mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan materi

skripsi dengan cara wawancara langsung dengan pimpinan PT. Barumun

sebagai perusahaan pengangkutan demi keilmiahan skripsi ini.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. Barumun yang berkedudukan di Jalan

Sisingamangaraja No. 48, Km 7, Marindal – Amplas, Kota Medan, Provinsi

Sumatera Utara.

12
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 107

Universitas Sumatera Utara


14

5. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya diolah melalui

pendekatan kualitatif. Berdasarkan pada kepustakaan yang ada dan kenyataan

dalam praktek, pemilihan kepada pendekatan kualitatif selalu didasarkan atas

ciri-ciri yang menonjol dari data yang telah terkumpul.

Terhadap data yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif

apabila:

a. Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan

pengukuran

b. Data tersebut sukar diukur dengan angka

c. Hubungan antara variabel tidak jelas

d. Sample lebih bersifat non probabilitas

e. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan pengamatan.

Dalam penulisan ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara

kualitatif, yaitu dengan data-data yag diperoleh baik yang berasal dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun hasil wawancara dengan narasumber akan

dipilih, diatur dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai

permasalahan yang diteliti. Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut kemudian

akan ditarik kesimpupan dengan menggunakan metode dedukatif yaitu penulis akan

menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat

khusus.

Universitas Sumatera Utara


15

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar pembaca dapat

memahami dan memperoleh manfaat dari tulisan ini. Keseluruhan sistematika penulisan

skripsi ini merupakan satu kesatuan yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan kedalam 5

(lima) bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk

memperjelas dan mempermudah penguraian masalah agar dapat lebih dimengerti.

Adapun susunan skripsi ini dapat dilihat sebagai berikut;

Didalam BAB I pendahuluan, merupakan bab pengantar yang terdiri dari latar

belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian,

sistematika penulisan dan keaslian penulisan.

BAB II berisi tentang penjelasan mengenai pengaturan hukum tentang perjanjian

dalam KUH Perdata yang terdiri dari pengertian dan dasar hukum perjanjian, subjek dan

objek perjanjian, syarat syahnya perjanjian serta akibat hukumnya, jenis-jenis perjanjian

dan berakhirnya perjanjian.

Pada BAB III memberikan penjelasan mengenai pengertian dan tujuan

pengangkutan, jenis-jenis pengangkutan dan pengaturannya, asas hukum pengangkutan,

subjek dan objek pengangkutan, tahap penyelenggaraan pengangkutan dan dokumen

pengangkutan.

BAB IV menjelaskan mengenai pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan

pengangkutan pada PT. Barumun, hak dan kewajiban pengangkut dan pengguna jasa

angkutan dalam perjanjian pengangkutan antara PT. Barumun sebagai pihak penyedia

Universitas Sumatera Utara


16

jasa pengangkutan, tanggungjawab PT. Barumun terhadap penumpang dalam hal terjadi

kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan penumpang, serta bentuk

penyelesaian sengketa antara PT. Barumun sebagai penyedia jasa pengangkutan dengan

pengguna jasa angkutan.

BAB V berisi kesimpulan dan saran, merupakan bab akhir yang merumuskan

suatu kesimpulan dari permasalahan bab-bab sebelumnya dan merupakan jawaban dari

permasalahan dalam skripsi ini. Pada bagian saran, penulis akan memberikan beberapa

saran yang semoga dapat bermanfaat bagi pembaca untuk di terapkan.

G. Keaslian Penulisan

Judul ini diangkat berdasarkan ide, gagasan, pemikirn penulis serta fakta yang

terjadi didalam masyarakat. Judul skripsi ini belum pernah ada di tulis di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini benar dibuat oleh penulis dan keaslian

penulisan dapat di pertanggungjawabkan oleh penulis secara ilmiah.

Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan pada PT. Barumun Medan diangkat oleh

penulis sebagai judul skripsi dan telah diperiksa serta di teliti melalui penelusuran

kepustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pada penelusuran

kepustakaan tidak menemukan adanya judul yang sama dengan Arsip Perpustakaan

Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum

Fakultas Hukum Universtas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PERJANJIAN DALAM KUH PERDATA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian

Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1313 disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu

perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih. Seorang atau lebih berjanji kepada seorang lain ataulebih atau saling berjanji

untuk melakukan sesuatu hal. Ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu

hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya, yang disebut perikatan.13

Suatu perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum

kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada

satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

menunaikan prestasi.14

Pengaturan tentang perjanjian, terdapat pada buku III KUH Perdata, yang terdiri

atas suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum terdiri dari empat (IV)

bab, dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab.

Dalam bab II diatur ketentuan umum mengenai persetujuan sedangkan ketentuan

khusus diatur dalam bab V s/d XVIII ditambah bab VII A. Suatu perjanjian juga

dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat

dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.

Dari pengertian singkat tersebut, kita jumpai didalamnya beberapa unsur yang

memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan hukum (rechtsbetrekking)


13
I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak (Contact Drafting), Kesaint Blanc, Jakarta, 2008,
hlm. 21
14
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni Bandung, 1986, hlm. 6

17

Universitas Sumatera Utara


18

yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person) atau lebih, yang memberi

hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Dengan

demikian, perjanjian atau verbintenis adalah hubungan hukum atau rechtsbetrekking

yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu

perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perorangan atau person adalah

hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum. 15

Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang

dinamakan perikatan. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian

adalah bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan. Jadi, perjanjian adalah sumber

perikatan. Perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk

melakukan sesuatu. Dapat dikatakan dua perikatan (perjanjian dan persetujuan) itu

dalah sama artinya dengan perkataan kontrak, yang sifatnya khusus untuk suatu

perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, Perjanjian adalah sebagai suatu hubungan

hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menunut

pelaksanaan perjanjian itu.16

15
Ibid.
16
Wirjono Prodjodikoro., Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan IX, Penerbit Sumur, Bandung,
1981, hlm. 9

Universitas Sumatera Utara


19

Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda hukum perdata

memperbedakan hak terhadap benda dari pada hak terhadap orang sedemikian rupa

bahwa meskipun suatu perjanjian adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap

merupakan perhubungan hukum antara orang dan dua orang, lebih tegas lagi antara

seorang tertentu dan orang lain tertentu. Arti hukum perdata tetap mengandung suatu

perjanjian sebagai perhubungan hukum dimana seorang tertentu, berdasarkan atas

sesuatu janji wajib untuk melakukan sesuatu hal dan orang lain tertentu berhak

menuntut pelaksanaan kewajiban itu.

Menurut Tirtodiningrat, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan

kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum

yang diperkenankan oleh undang-undang. 17 Berdasarkan pengertian ini, dapat dilihat

bahwa suatu perjanjian terjadi apabila adanya kata sepakat. Apakah perjanjian tersebut

dibuat baik secara langsung misalnya saling berhadapan antara dua orang yang saling

memiliki kepentingan, maupun dalam bentuk tidak langsung misalya dengan memakai

perantara seperti surat menyurat. Apabila diantara kedua belah pihak yang memiliki

kepentingan yang berbeda tersebut menyatakan kesepakatannya maka dalam hal ini

telah dpat disebut suatu perjanjian, karena apabila tidak ada kata sepakt antara kedua

belah pihak maka mengakibatkan perjanjian itu tidak ada.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1

KUH Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat sebagai Undang-

Undang bagi para pihak yang membuatnya. Akan tetapi, Pasal 1338 ayat 3 KUH

17
K.R.M.T Tidiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Cetakan ke IX, ditambah
dan diperbaharui, PT. Pembangunan, Jakarta, 1986, hlm. 83

Universitas Sumatera Utara


20

Perdata menyebutkan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dalam melaksanakan haknya seorang kreditur harus memperhatikan kepentingan

debitur dalam situasi tertentu. Jika debitur menuntut haknya pada saat yang paling sulit

bagi debitur mungkin kreditur dapat dianggap melaksanakan kontrak/perjanjian tidak

dengan itikad baik.18

Pengertian suatu perjanjian dapat pula dibagin ke dalam dua bagian: 19

1. Perjanjian dalam arti sempit, yaitu perjanjian itu berarti segala perjanjian yang

diatur dalam buku III KUH Perdata dan KUHD yang juga dikuasai oleh prinsip

dalam buku III KUH Perdata.

2. Perjanjian dalam arti luas yaitu segala macam hubungan hukum, dimana janji itu

merupakan inti pokok dari hubungan hukum itu. Jadi pengertiannya tidak hanya

mencakup perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata, tetapi juga

mencakup seluruh hubungan hukum, dimana janji itu merupakan inti pokok.

Misalnya:

Perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh pihak-pihak yang sering


disebut dengan perjanjian perjanjian tidak bernama, seperti: sewa beli.

Selanjutnya sebagai tambahan mengenai pengertian daripada suatu perjanjian

dijelaskan juga bahwa, tidak semua perjanjian itu mempunyai akibat hukum. Apabila

tidak memenuhi syarat-syarat syah nya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam

pasal 1320 KUH Perdata, misalnya: Judi.

18
Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2008, hlm. 4
19
Mariam Darus Badrulzaman, Asas-Asas Hukum Perikatan I, Fakultas Hukum USU, Medan,
1970, hlm. 4

Universitas Sumatera Utara


21

Pengingkaran terhadap hubungan semacam ini, tidak akan menimbulkan akibat

hukum. Tetapi sebaliknya bila perjanjian itu tidak melanggar pasal 1320 KUH Perdata,

maka sekalipun tidak dinyatakan secara tegas bahwa perjanjian itu akan menimbulkan

akibat hukum bagi para pihak, dengan sendirinya perjanjian itu akan menimbulkan

akibat hukum.

Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu

di dukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai

bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak.

Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen

pengangkutan penumpang lazim disebut karcis penumpang. Perjanjian penngangkutan

dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party). Seperti charter

pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji ataupun charter kapal untuk mengangkut

barang dagangan. Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan,

didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah

terjadi dan mengikat untuk dilaksanakan.

Namun apabila pihak-pihak menghendaki, diperbolehkan dibuat secara tertulis

yang disebut charter party. Alasan para pihak menginginkan agar perjanjian

pengangkutan disebut secara tertulis adalah mungkin salah satu atau lebih dari alasan-

alasan berikut: 20

1. Kedua pihak ingin memperbolehkan kepastian mengenai kewajiban dan hak.

2. Kejelasan perincian mengenai objek, tujuan dan beban resiko pihak-pihak.

20
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 3

Universitas Sumatera Utara


22

3. Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang.

4. Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian.

5. Kepastian mengenai kapan, dimana dan alasan apa perjanjian berakhir.

6. Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan maksud

yang dikehendaki pihak-pihak.

Dengan demikian pengertian daripada perjanjian pengangkutan adalah consensual

(timbal balik) dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu, dan pengirim barang

(pemberi order) membayar biaya/ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui

bersama.21

B. Subjek dan Objek Perjanjian

1. Subjek perjanjian

Diawal telah ditegaskan bahwa perjanjian timbul, disebabkan oleh adanya

hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian

sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Salah satu orang menjadi pihak

kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur. Kreditur dan debitur itulah yang

menjadi subjek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib

memenuhi pelaksanaan prestasi.

Beberapa orang kreditur berhadapan dengan seorang debitur atau sebaliknya,

tidak mengurangi sah nya perjanjian, atau jika pada mulanya kreditur sendiri dari

21
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta,
Jakarta, 1995, hlm. 67

Universitas Sumatera Utara


23

beberapa orang kemudian yang tinggal hanya seorang kreditur saja berhadapan dengan

debitur, juga tidak mengurangi nilai sah nya perjanjian.

Sebagi tambahan, mengenai subjek perjanjian yang sebagaimana diatur pada Pasal

1329 KUH Perdata yang menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat

perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.

Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan, tidak cakap membuat persetujuan adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa.

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.

3. Orang-orang perempuan, dalam hal yang dietapkan oleh undang-undang dan

pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Kriteria orang yang belum dewasa menurut Pasal 1330 KUH Perdata adalah:

Ayat (1) : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapaiumur genap

21 tahun, dan tidak terlebih dahulu telah kawin.

Ayat (2) : Apabila dalam perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka umur

genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam

kedudukan belum dewasa.

Ayat (3) : Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan

orang tua, berada perwalian atas dasar dan dengan cara

sebagaimana dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan keenam

bab ini.

Universitas Sumatera Utara


24

Sebagaimana yang terdapat dalam pasal yang disebut diatas dapat diketahui

undang-undang menetapkan batas usia seseorang itu dinnyatakan dewasa yaitu 21

tahun, diluar ketentuan ini seseorang tersebut masih dinyatakan belum dewasa, dengan

demikian maka ia tersebut tidak dapat atau tidak cakap untuk melakukan perbuatan

hukum dalam hal perjanjian.

Pengecualian dari ketentuan diatas dapat dilihat ayat (2) nya yang antara lain

menyatakan, apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun,

maka tidak kembali dalam kedudukan belum dewasa.

Tegasnya, seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun tetapi telah

melangsungkan perkawinan menurut ketentuan hukum perdata telah dinyatakan dewasa.

Dan apabila mereka bercerai sedangkan usia mereka masih dibawah 21 tahun, maka

keadaan ini tidak menyebaban berubahnya kedudukan mereka, artinya kedudukan

dewasa yang diperbolehkan karena perkawinan itu tetap melekat padanya walaupun

sudah berakhir.

Lain hal nya dengan orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dimana orang

tersebut karena keadaan-keadaan tertentu dinyatakan tidak cakap untuk melakukan

perbuatan hukum. Misalnya karena dungu, gila atau karena pemboros. Maka untuk

melakukan perbuatan hukum mereka dibantu oleh kuratornya.

Menurut pasal 1446 KUH Perdata, orang-orang yang belum dewasa atau orang-

orang yang ditaruh dibawah pengampuan, maka akibatnya dapat dibatalkan

(vernietigbaar), oleh anak yang belum cakap umur itu (dalam hal ini dilakukan oleh

orang tua nya atau wali nya) dapat diminta pada hakim agar perjanjian tersebut

Universitas Sumatera Utara


25

dibatalkan, jadi pihak lawan tidak dapat minta pembatalan tersebut, dia telah membuat

perjanjian, maka perjanjian itu dapat saja dimintakan pembatalannya kepada hakim oleh

pengampuan nya (curator). Dalam pengertian orang-orang dibawah pengampuan itu,

juga termasuk kedalamnya orang-orang yang sakit jiwa, pemabuk dan sebagainya.

Sehingga mereka tidak cakap untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum. Dengan

demikian, otomatis orang- orang ini tidak cakap untuk membuat perjanjian.

2. Objek Perjanjian

Objek perjanjian adalah prestasi, berupa memberikan sesuatu, berbuat dan/atau

tidak berbuat sesuatu. Pada perjanjian untuk memberikan sesuatu, prestasinya berupa

menyerahkan sesuatu barang atau memberikan kenikmatan atas sesuatu barang. Berbuat

sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan

sesuatu, misalnya bekerja. Tidak berbuat sesuatu, adalah jika debitur berjanji untuk

tidak melakukan perbuatan tertentu, seperti misalnya tidak boleh merokok di tempat

kerja.22

Objek perjanjian memerlukan beberapa syarat, yaitu:23

a. Tertentu atau dapat ditentukan, artinya terjadinya perjanjian karena adanya

suatu objek tertentu/atau dapat ditentukan. Hanya perjanjian dengan objek

yang dapat ditentukan diakui sah;

b. Objeknya diperkenalkan, perjanjian tidak akan menimbulkan perjanjian jika

objeknya bertentangan dengan udang-undang keterkaitan umum atau

kesusilaan;
22
Mohd Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti
Persada, Jakarta, 2005, hlm. 6
23
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


26

c. Prestasinya dimungkinkan untuk dilaksanakan secara objektif dan subjektif.

Secara objektif, setiap orang mengetahui bahwa prestasi mungkin

dilaksanakan dan karena nya kreditur dapat mengharapkan pemenuhan

prestasi tersebut. Pada ketidakmungkinan objektif tidak akan timbul

perjanjian.

Prestasi pada ketidakmungkinan objektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun,

misalnya prestasinya berupa membangun sebuah rumah dalam sehati. Sedangkan secara

subjektif ketidakmungkinn itu hanya diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.

Sehingga debitur yang dengan janjinya menimbulkan kepercayaan kepada kreditur,

bahwa debitur mampu melaksanakan prestasi, harus bertanggungjawab atas pemenuhan

prestasi itu. Pada ketidak-mungkinan subjektif tidak menghalangi terjadinya perjanjian.

Hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat melaksanakan prestasinya,

misalnya orang yang tidak pandai pembukuan diminta membuat neraca perusahaan.

Memperhatikan pasal 1239, 1240, 1241 dan 1243, prestasi dalam pasal-pasal

tersebut; yaitu prestasi untuk melakukan/berbuat atau tidak melakukan sesuatu,

nampaknya seolah-olah prestasi prestasi yang menjadi voorwerp atau objeknya tidak

mesti sesuatu yang harus dapat memulai dengan uang.

Berdasarkan adanya pengaturan yang berupa penggantian sesuatu kerugian yang

tidak berwujud berarti prestasi yang jadi objek perjanjian bisa saja merupakan sesatu

yang tidak bernilai uang. Pendapat ini, bertitik tolak dari pengertian ganti rugi yang tak

berwujud, yang berupa peralihan kerugian dibidang moral dan kesopanan. Akan tetapi

ada yang berpendapat, prestasi sesuatu perjanjian harus bisa dinilai dengan uang

Universitas Sumatera Utara


27

(geldswaarde). Pendapat ini didasarkan pada pendirian, bahwa setiap prestasi harus

mempunyai “nilai ekonomi”. Jika setiap prestasi harus mempunyai nilai ekonomi,

dengan sendirinya prestasi itu harus mempunyai nilai uang. Inilah prinsip umum yang

melandasi suatu perjanjian. Tentang ketentan yang mengatur ganti rugi berupa sesuatu

kerugian tak berwujud, yaitu kerugian dibidang moral yang tak dapat dinilai dengan

uang adalah ketentuan pasal-pasal yang tidak masuk dalam prinsip umum verbintenis

atau perjanjian harus dianggap sebagai pengecualian

C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian serta Akibat Hukumnya

1. Syarat-Syarat Sahnya Pernajian

Sebuah perjanjian yang telah memenuhi syarat dan sah, mengikat sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, agar keberadaan suatu

perjanjian diakui oleh undang-undang harus dibuat sesuai dengan syarat-syarat yang

telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat syah nya suatu perjanjian menurut

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah sepakat mereka yang mengikatkan diri,

cakap membuat perjanjian, suuatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.24

1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri

Kesepakatan adalah salah satu syarat sah nya perjanjian. Oleh karena itu, saat

lahirnya perjanjan atau untuk menentukan ada atau tidaknya perjanjian adalah

dari adanya kesepakatan. Kesepakatan merupakan persesuaian pendapat satu

sama lainnya tentang isi perjanjian dan mencerminkan khendak untuk

24
Ibid., hlm. 7

Universitas Sumatera Utara


28

mengikatkan diri. Hal yang terpenting pada suatu perjanjian adalah bahwa

masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan

pihak lainnya.

2. Cakap Membuat Perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum. Yang

dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban,

baik orang atau badan hukum yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Jika

yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum tersebut

harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. Dengan terpenuhinya

syarat tersebut, barulah badan hukum iu dapat disebut sebagai pendukung hak

dan kewajiban tau sebagai subjek hukum yang dapat melakukan hubungan

hukum.

Jika para pihak yang membuat perjanjian adalah orang-orang yang dianggap

sebagai subjek hukum yang dapat melakukan hubungan hukum dengan pihak

lain, adalah orang-orang yang tidak termasuk didalam ketentuan Pasal 1330

KUH Perdata, yaitu:

1. Orang Yang Belum Dewasa

Kriteria mengenai orang yang elum dewasa menurut KUH Perdata adalah

mereka yang belum genap 21 tahun dan belum pernah melangsungkan

perkawinan. Pengecualiannya, dalam membuat perjanjian kerja, syarat

kecakapan yang menjadi salah satu syarat syah nya perjanjian, usia dewasa

untuk cakap membuat perjanjian kerja berbeda. Seseorang sudah dianggap

Universitas Sumatera Utara


29

dewasa apabila sudah berumur 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

Dengan demikian, mengenai cakpa dalam membuat perjanjian kerja, untuk

pekerja dapat menyimpang dari Pasal 1330 KUH Perdata.

2. Mereka Yang Berada Dibawah Pengampuan

Orang-orang yang diletakkan dibawah pengampuan adalah setiap orang

dewasa yang selalu berada dalam keadaan kurang akal, sakit ingatan atau

boros. Pembentuk undang-undang memandang bahwa yang bersangkutan

tidak mampu menyadari tanggungjawabnya dan karena itu tidak cakap

bertindak untuk mengadakan perjanjian. Orang yang tidak sehat pikirannya

tidak mampu menginsyafi tanggungjawab yang dipikul oleh seorang yang

mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan

menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Ia

berada dibawah pengawasan pengampu. Kedudukannya sama dengan

seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak belum dewasa harus

diwakili oleh orang tua atau walinya, seorang dewasa yang telah ditaruh

dibawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kerabatnya.

3. Orang Perempuan Yang Bersuami

Pada awalnya seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu

perjanjian, memerlukan bantuan atau izin tertulis dari suaminya. Tidak

cakapnya seorang perempuan yang bersuami berdasarkan KUH Perdata itu,

di Negeri Belanda sendiri sudah dicabut, karena dianggap sudah tidak sesuai

lagi dengan kemajuan zaman. Ketentuan tersebut di Indonesia sudah

Universitas Sumatera Utara


30

dihapuskan. Mahkamah Agung menganggap Pasal 108 s/d 110 KUH Perdata

tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan

untuk mengahadap didepan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari

suaminya sudah tidak berlaku lagi. Kemudian sejak berlakunya Undang-

Undang Perkawinan menyebutkan, hak dan kedudukan isteri adalah

seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga

dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, masing-masing pihak

berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

4. Orang Yang Dilarang Undang-Undang

Dalam kasus yang dilarang oleh Undang-undang dapat diambil contoh dari

ketentuan Pasal 1601i KUH Perdata. Dalam ketentuan itu diatur bahwa

perjanjian kerja antara suami isteri adalah batal. Dengan demikian Undang-

Undang melarang suami dan isteri untuk membuat perjanjian kerja.

5. Suatu Hal Tertentu

Suaru hal tertentu sebagai salah satu syarat syahnya perjanjian adalah

sesuatu yang didalam perjanjian tersebut telah ditentukan dan

disepakati.karen sesuatu yang menjadi objek suatu perjanjian harus

ditentukan atau dinikmati. Jika berupa barang dapat dinikmati atau dapat

ditentukan dan dihitung. Misalnya dalam melakukan perjanjian kerja, untuk

menyerahkan tenaga dan fikirannya kepada pengusaha untuk melakukan

pekerjaan dengan menerima upah, yang dilakuk selama masa tertentu.

Universitas Sumatera Utara


31

6. Suatu Sebab Yang Halal

Sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh Undang-Undan, tidak

bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Suatu perjanjian yang

dibuat dengan sebab yang tidak halal, tidak sah menurut hukum.

Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah mengenai isi perjanjian,

harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa itu adalah

sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian atau dorongan

jiwa untuk membuat perjanjian pada asasnya tidak diperlukan oleh Undang-

Undang. Hukum tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan

seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Gagasan, cita-cita,

pertimbangan yang menjadi dorongan untuk melakukan perbuatan bagi

Undang-Undang tidak penting sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-

Undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Yang diperhatikan Undang-Undan

hanyalah tindakan orang dalam pergaulan masyarakat.

2. Akibat Hukumnya

Akibat hukum dari suatu perjanjian secara jelas disebutkan dalam Pasal 1338

KUH Perdata:

“Semua persetujuan dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka
yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang
dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanaan dengan
itikad baik.”

Dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata tersebut dapat dilihat bahwa semua

persetujuan, baik persetujuan yang bernama maupun yang tidak bernama yang dibut

Universitas Sumatera Utara


32

sesuai dengan ketentuan hukum, mengikat para pihak yang membuat atau dibuat secara

sah yang berarti dalam pembuatan perjanjian itu sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata

sehingga dengan demikian perjanjian yang dibuat itu mengikat dan mempunyai

kekuatan hukum bagi kedua pihak yang berlaku sebagai Undang-Undang.

Jika dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disimpulkan adanya azas kebebasan

berkontrak yang disesuaikan dengan pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian yang

dibuat para pihak tidaklah dapat ditarik seketika tanpa upaya adanya kata sepakat kedua

belah pihak (Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata.

Selanjutnya menurut Pasal 1339 KUH Perdata, persetujuan itu tidak hanya

megikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, Undang-

Undang.

D. Jenis-Jenis Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian

1. Jenis-Jenis Perjanjian

Jenis-jenis perjanjian dalam pengertian umum menurut Mariam Darus dapat

dibedakan sebagai berikut:25

a. Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban pada satu

pihak saja, dan hak pada pihak lain, misalnya; perjanjian hibah, hadiah dan

sebagainya. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang paling

25
Mariam Darus, Hukum Perikatan, Alumni Bandung, 1987, hlm. 15

Universitas Sumatera Utara


33

umum terjadi dalam kehidupan masyarakat, misalnya; perjanjian jual beli,

sewa menyewa dan sebagainya.

b. Perjanjian Dengan Cuma-Cuma dan Atas Beban

Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dimana salah satu pihak

mendapatkan keuntungan dari pihak yang lain secara cuma-cuma. Sedangkan

perjanjian atas beban adalah perjanjian atas prestasi pihak yang satu terdapat

prestasi pihak lainnya. Antara kedua prestasi tersebut terdapat hubungan

hukum satu dengan yang lainnya, misal; jual beli, sewa menyewa.

c. Perjanjian Konsensual, Riil dan Formil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadi dengan kata sepakat.

Perjanjian riil adalah perjanjian selain diperlukan kata sepakat juga

diperlukan penyerahan barang, misalnya; penitipan barang, pinjam pakai dan

pinjam mengganti.

d. Perjanjian Kebendaan (zakelijk) dan Perjanjian Obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan

haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligator

adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan

penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menumbulkan perikatan).

Menurut KUH Perdata perjanjian saja belum lagi mengakibatkan beralihnya

hak milik atas benda yang diperjual belikan, masih diperlukan satu lembaga

lain yaitu penyerahan. Perjanjian jual beli sendiri dinamakan perjanjian

obligator, karena membebankan kewajiban (oblige) kepada para pihak untuk

Universitas Sumatera Utara


34

melakukan penyerahan (levering). Penyerahan sendiri merupakan perjanjian

kebendaan untuk perjanjian benda-benda bergerak maka perjanjian obligatoir

dan perjanjian kebendaannya jatuh bersama.

e. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian-perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian dimana oleh

Undang-Undang setelah diatur secara khusus diatur dalam KUH Perdaa bab

V s/d XVIII ditambah titel VII A dalam KUHD perjanjian asuransi da

pengangkutan.

Baik untuk perjanjian bernama atau perjanjian tidak bernama pada azasnya

berlaku ketentuan-ketentuan daripada bab I, II dan IV buku III KUH Perdata,

sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara

khusus dalam KUH Perdata.

2. Berakhirnya Perjanjian

Hapusnya perjanjian dibedakan dari hapusnya perikatan, karen suatu perjanjian

dapat hapus, sedangkan perikatannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada.

Hanya jika semua perikatan dari perjanjian telah hapus seluruhnya, perjanjian akan

berakhir. Sebaliknya, hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya

perikatan, yaitu apabila suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai

akibat dari pembatalan berdasarkan wanprestasi, semua perjanjian yang telh terjadi

menjadi hapus, perjanjian tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa yang teah dipenuhi,

harus pula ditiadakan. Akan tetapi dapat juga terjadi, bahwa perjanjian berakhir/hapus

untuk waktu kedepannya saja, jadi kewajiban telah ada tetap ada.

Universitas Sumatera Utara


35

Perjanjian dapat hapus dikarenakan:26

a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.

b. Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

c. Ditentukn oleh pihak atau Undang-Undang dengan peristiwa tertentu.

d. Pernyataan menghentikan perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah

pihak atau salah satu pihak.

e. Putusan hakim.

f. Tujuan perjanjian telah tercapai, dan

g. Dengan perjanjian para pihak.

26
Mohd Syaufii Syamsuddin, Op Cit, hlm 41

Universitas Sumatera Utara


BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

A. Pengertian dan Tujuan Pengangkutan

1. Pengertian Pengangkutan

Kata “pengangkutan” berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti mengangkut

dan membawa. Dalam kamus hukum tercantum bahwa, pengangkutan adalah perjanjian

timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengiktkan diri

untuk menyelenggarakan pengangkutan baran dan/atau orang dari suatu tempat ke

tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiim mengikatkan diri untuk

membayar uang angkutan. 27

Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian pengangkutan dari para sarjana,

diantaranya:

a. Menurut Lestari Ningrum, pengagkutan adalah rangkaian kegiatan (peristiwa)

pemindahan penumpang dan/atau barang dari satu tempat pemuatan (embargo)

ketempat tujuan (disembarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau

pembongkaran baranf muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan tersebut meliputi

kegiatan:28

1) Dalam Arti Luas

a) Memuat penumpang dan/atau barang kedalam alat pengangkut.

b) Membawa penumpang dan/atau baran ketempat tujuan.

27
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, PT. Prestasi Pustaka, Jakarta, 2012, hlm. 413
28
Lestari Ningsrum, Usaha Perjalanan Wisata Prespektif Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hlm. 134

36

Universitas Sumatera Utara


37

c) Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan.

2) Dalam Arti Sempit

Kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari

stasiun/terminal/bandara/pelabuhan tempat pemberangkatan ke

stasiun/terminal/bandara/pelabuhan tempat tujuan.

b. Menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan adalah proses kegiatan

membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan

menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang

ditentukan.29

c. Menurut A. Abdurrachman, yang dimaksud denn pengangkutan pada umumnya

adalah pengangkutan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain, alat-alat

fisik yang digunakan untuk pengangkutan semacam itu termasuk kendaraan dan

lain-lain.30

Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwapengangkutan adalah kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dengan

menggunakan sarana angkut dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan imbalan jasa

dari pengirim atau penumpang sebagai harga dari pengangkutan tersebut.

2. Tujuan Pengangkutan

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba

ditempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun

barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat
29
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 19
30
Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi-Keuangan-Perdagangan, Inggris-Indonesia, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1982, hlm. 1113

Universitas Sumatera Utara


38

ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu

yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak

mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit, atau meinggal dunia. Jika yang

diangkut itu barang, selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan,

kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai

sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi

kepentingan manusia dan pelaksaaan pembangunan.

Perjanjian pengangkutan dikatakan tidak mencapai tujuan mungkin terjadi karena

keadaan berikut ini:31

1. Tiba di tempat akhir pengangkutan, tetapi tidak selamat karena barang

mengalami kerusakan, kehilangan sebagian, atau penumpang luka parah,

meninggal dunia.

2. Tidak sampai ditempat akhir pengangkutan, tetapi selamat karena muatan tetap

utuh, penumpang tetap sehat, walaupun alat angkutan mengalami kerusakan

atau mogok.

3. Tiba di tempat akhir pengangkutan dengan selamat, tetapi penerima tidak mau

membayar biaya pengangkutan dengan alasan tertentu, sedangkan pengirim

tidak membayar biaya pengangkutan lebih dahulu karena segala sesuatu sudah

diserahkan kepada penerima.

31
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat Laut dan Udara, Citra Aditya Bakti,
Cetakan Pertama, Bandung, 1991, hlm. 71

Universitas Sumatera Utara


39

Tercapainya tujuan perjanjian pengangkutan memberi manfaat atau kenikmatan

kpada pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas. Manfaat kenikmatan

tersebut adalah sebagai berikut:32

1. Dari kepentingan pengirim, pengirim memperoleh manfaat keuntungan pribadi

maupun keuntungan komersial.

2. Dari kepentingan pengangkut, pengangkut memperoleh manfaat keuntungan

material sejumlah uang, atau keuntungan immaterial berupa meningkatkan

kepercayaan masyarakat atas jasa pengangkutan yang diusahakan oleh

pengangkut.

3. Dari kepentingan penerima, penerima memperoleh manfaat untuk konsumsi

pribadi maupun keuntungan komersial.

4. Dari kepentingan penumpang, penumpang memperoleh manfaat kesempatan

mengemban tugas, profesi, meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian,

ditempat yang di tuju (tempat baru).

5. Dari kepentingan masyarakat luas, masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan

yang merata, dan kelangsungan pembangunan.

B. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya

Dalam kemajuan teknologi serta bertambahnya jumlah penduduk dunia, hal ini

disertai dengan peningkatan permintaan jasa angkutan oleh masyarakat harus diimbangi

dengan sistem penyelenggaraan angkutan yang dapat memenuhi seluruh jenis

32
Ibid., hlm. 72

Universitas Sumatera Utara


40

kebutuhan masyarakat secara terpadu. Sebagai akibat berhasilnya pembangunan

nasional, kebutuhan jasa angkutan tidak terbatas pada kebutuhan untuk memindahkan

orang, barang dari suatu tempat ke tempat lain, melainkan kebutuhan angkutan barang

maupun orang untuk menunjang bidang usaha lain.

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan jenis-jenis pengangkutan yang

dikenal pada umumnya, yaitu:

1. Pengangkutan Darat

Pengangkutan darat dapat dilakukan dengan menggunakan kereta api an

kendaraan umum, yang pengaturannya terdapat dalam:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yakni dalam Buku I Bab V

bagian 2 dan 3, mulai Pasal 90 sampai demgan Pasal 98. Dalam bagia tersebut

diatur sekaligus pengagkutan darat dan perairan darat, namun hanya khusus

mengenai pengangkutan barang

b. Peraturan PerUndang-Undangan, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007

tentang Perkeretaapian (pengganti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992

tentang Perkeretaapian) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

2. Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut dapat dilakukan dengan menggunakan kapal, yang

pengaturannya terdapat dalam:

Universitas Sumatera Utara


41

a. KUHD, dalam Buku II Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal, Buku II VA

tentang Pengangkutan Barang, dan Buku II VB tentang Pengangkutan Orang.

b. Pengaturan PerUndang-Undangan, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran (pengganti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992

tentang Pelayaran).

3. Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara dapat dilakukan dengan menggunakan pesawat udara, yang

pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan (pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan).

C. Asas Hukum Pengangkutan

Dalam setiap Undang-Undang yang dibuat, biasanya dikenal sejumlah asas atau

prinsip yang mendsari diterbitkannya Undang-Undang tersebut. Asas-asas hukum

merupakan pondasi suatu Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya.

Metrokusumo menyatakan bahwa asas hukum merupakan hukum bukan merupkan

hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau

merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang

setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan

hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat

atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.33

33
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003, hlm.
34

Universitas Sumatera Utara


42

Didalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum. Asas-asas hukum

pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

asas hukum publik dan asas hukum perdata.

Berikut uraian kedua asas hukum pengangkutan:

1. Asas yang Besifat Publik

Asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang

berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak yang dalam

pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan

pihak pemerintah (penguasa). Asas bersifat publik terdiri atas:34

a. Asas Manfaat
Makna dari asas ini yaitu setiap pengangkutan harus dapat memberikn nilai
guna yang sebesarbesarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan
rakyat, dan pengembangan peri kehidupan yang berkesinambungan bagi warga
negara.
b. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap penyelenggaraan usaha pengangkutan
dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam
kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai
semangat kekeluargaan.
c. Asas Adil dan Merata
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan harus
dapat memberikn pelayanan yang adil dan merata bagi segenap lapisan
masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
d. Asas Keseimbangan
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap penyelenggaraan harus dengan
keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan
pengguna dan penyedia jasa, antara individu dan masyarakat, serta antara
kepentingan nasional dan internasional.
e. Asas Kepentingan Umum
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan harus
lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.

34
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm. 12

Universitas Sumatera Utara


43

f. Asas Keterpaduan
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan harus
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan
saling mengisi, baik intra maupun antarpengangkutan.
g. Asas Tegaknya Hukum
Makna dari asas ini yaitu bahwa pemerintah wajib meningkatkan dan
menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara
Indonesia agar selalu sadar dan taa pada hukum dalam penyelenggaraan
pengangkutan.
h. Asas Percaya Diri
Makna dari asas ini yaitu ahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan harus
berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan serta
bersendikan kepribadian bangsa.
i. Asas Keselamatan Penumpang
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan
penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan dan/atau asuransi
kerugian lainnya. Asuransi kecelakaan termasuk dalam lingkup asuransi sosial
yang bersifat wajib. Keselamatan penumpang tidak hanya diserahkan pada
perlindungan asuransi, tetapi juga penyelenggara perusahaan pengangkutan
harus berupaya menyediakan dan memelihara alat pengangkut yang memenuhi
standar keselamatan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan konvensi
nasional.

2. Asas yang Bersifat Perdata

Asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang

hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu

pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas bersifat perdata terdiri

atas:35

a. Asas Perjanjian
Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan
perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pemilik
barang. Tiket/karcis penumpang dan dokumen pengangkutan merupakan tanda
bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan tidak
diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-
pihak. Akan tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi dan
mengikat harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen pengangkutan.

35
Ibid., hlm. 14

Universitas Sumatera Utara


44

b. Asas Koordinatif
Asas ini mengandung makna bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan
mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau
membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan
melaksanakan perintah penumpang atau pemilik barang, pengangkut bukan
bawahan penumpang atau pemilik barang. Asas ini menunjukkan bahwa
pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa.
c. Asas Campuran
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan merupakan campuran dari
tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan
melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut.
Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini beraku pada pengangkutan, kecuali jika
ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Asas Retensi
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkut tidak menggunakan hak
retensi (hak menahan barang). Penggunaan hak retensi bertentangan dengan
tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban
menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e. Asas Pembuktian dengan Dokumen
Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan selalu di buktikan
dengan dokumen pengangkutan. Tidak ada dokumen pengangkutan berarti
tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika ada kebiasaan yang sudah
berlaku umum, misalnya, pengangkutan dengan pengangkut perkotaan
(angkot) tanpa tiket/karcis penumpang.

D. Subjek dan Objek Hukum Pengangkutan

1. Subjek Hukum Pengangkutan

Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan

badan hukum, dan perseorangan. Subjek hukum pengangkutan adalah pendukung hak

dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam

perjanjian pengangkutan, antara lain:36

36
Lestari Ningrum, Op. Cit., hlm. 140

Universitas Sumatera Utara


45

a. Pengangkut

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/atau penumpang. Dapat berstatus Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), ataupun perorangan yang

berusaha dibidang jasa pengangkutan. Ciri-ciri karakteristik pengangkut antara

lain:

1) Perusahaan penyelenggaraan angkutan.

2) Menggunakan alat pengangkut mekanik.

3) Penebit dokumen angkutan.

b. Pengirim (Consigner, Shipper)

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian pengangkuan untuk

dapat membayar biaya angkutan atas barang yang diangkut. Pengirim yang tidak

mengambil barangnya dari tempat penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka

waktu yang ditetapkan, dikenakan biaya penyimpanan barang. Apabila ada

keterlambatan pemberangkatan oleh pengangkut, pengangkut wajib membayar

ganti rugi sejumlah biaya angkut yang telah dibayar oleh pengirim. Ciri dan

karakteristik pengirim, antara lain:

1) Pemilik barang yang berstatus pihak dalam perjanjian.

2) Membayar biaya angkutan.

3) Pemegang dokumen angkutan.

Universitas Sumatera Utara


46

c. Penumpang (Pessanger)

Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan

atas dirinya yang diangkut atau semua orang/badan hukum pengguna jasa

angkutan, baik darat, laut, maupun udara. Ciri dan karakteristik penumpang,

antara lain:

1) Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian.

2) Membayar biaya angkutan.

3) Pemegang dokumen angkutan.

d. Ekspeditur

Ekspeditur adalah orang/badan hukum yang pekerjaannya mencarikan pengangkut

barang di darat atau di perairan untuk kepentingan pengirim. Ekspeditur adalah

pengusaha yang menjalankan perusahaan dibidang usaha ekspedisi muatan

barang, seperti ekspedisi muatan kereta api, ekspedisi muatan kapal laut, dan

ekspedisi muatan pesawat udara. Ekspeditur mengurus berbagai macam dokumen

dan formalitas yang berlaku guna memasukkan dana/atau mengeluarkan barang

dari alat angkut atau gudang stasiun/pelabuhan/bandara. Ciri dan karakteristik

ekspeditur, antara lain:

1) Perusahaan perantara pencari pengangkut barang.

2) Bertindak untuk dan atas nama pengirim.

3) Menerima provisi dari pengirim.

Universitas Sumatera Utara


47

e. Agen Perjalanan (Travel Agent)

Agen perjalanan adalah pihak yang mencarikan penumpang bagi pengangkut.

Agen perjalanan ini bertindak atas nama pengangkut dan menyediakan fasilitas

angkutan kepada penumpang dengan cara menjual tiket/karcis kepada penumpang

dan penumpang membayar biaya angkutan yang kemudian oleh agen perjalanan

disetorkan kepada pengangkut dan pihak agen perjalanan mendapat provisi dari

pihak pengangkut. Hubungan hukum yang terjadi adalah pemberian kuasa

keagenan (contract of representative agency). Ciri dan karakteristik agen

perjalanan, antara lain:

1) Perusahaan perantara pencari penumpang.

2) Bertindak untuk dan atas nama pengangkut.

3) Menerima provisi dari pengangkut.

f. Perusahaan Muat Bongkar (Stevedoring)

Perusahaan muat bongkar adalah perusahaan yang menjalankan bisnis bidang jasa

pemuatan barang ke kapal (loading) dan pembongkaran barang dari kapal

(unloading). Perusahaan ini merupakan perusahaan yang berdiri sendiri atau dapat

juga merupakan bagian dari perusahaan pengangkut.

Apabila perusahaan muat bongkar merupakan bagian dari perusahaan pengangkut,

dari segi hukum pengangkutan, perbuatan muat bongkar adalah perbuatan

pengangkut dalam penyelenggaraan pengangkutan dan segala perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh pengusaha muat bongkar dan pekerjanya merupakan

tanggungjawab pengangkut.

Universitas Sumatera Utara


48

Apabila perusahaan muat bongkar merupakan perusahaan yang berdiri sendiri,

perbuatannya dapat sebagai pelaksanaan pemberian kuasa dari pengirim dalam hal

pemuatan atau pemberian kuasa dari penerima dalam hal pembongkaran.

g. Perusahaan Pergudangan (Warehousing)

Perusahaan pergudangan adalah perusahaan yang bergerak dibidang bisnis jasa

penyimpanan barang didalam gudang pelabuhan selama barang yang

bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu

pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada dibawah pengawasan Dinas

Bea dan Cukai. Ada tiga macam gudang, yaitu:

1. Gudang bebas adalah gudang penyimpanan/penimbunan barang yang

sudah bebas dari segala kewajiban dan pemeriksaan Bea dan Cukai.

2. Gudang entrepot adalah gudang penyimpanan/penimbunan barang yang

belum diketahui status dan tujuannya serta berada dibawah pengawasan

Dinas Bea dan Cukai karena tidak dipenuhinya kewajiban oleh

importirnya.

3. Gudang pabean adalah gudang penyimpanan/penimbunan barang yang

baru saja diturunkan dari kapal atau segera akan dimuat ke kepal.

h. Penerima (Consignee)

Penerima adalah pengirim yang dapat diketahui dari dokumen pengangkutan.

Dapat berupa pembeli/importir atau pihak yang memperoleh kuasa atau pengirim.

Ciri dan karakteristik penerima, antara lain:

Universitas Sumatera Utara


49

1) Perusahaan atau perseorangan yang memperoleh hak dari pengirim

barang.

2) Dibuktikan dengan penguasaan dokumen angkutan.

3) Membayar atau tanpa membayar angkutan.

2. Objek Hukum Pengangkutan

Objek adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum

pengangkutan, yaitu terpenuhinya hak dan kewajiban pihak-pihak secara benar, adil,

dan bermanfaat. Objek hukum pengangkutan terdiri atas:37

a. Barang Muatan (Cargo)

1) Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi

oleh Undang-Undang, yaitu: barang sandang, barang pangan, barang

rumah tangga, barang pendidikan, barang pembangunan, hewan.

2) Secara fisik barang muatan dibedakan menjadi enam golongan, yaitu:

barang berbahaya, barang tidak berbahaya, barang cair, barang berharga,

barang curah, barang khusus.

3) Secara alamiah barang muatan dibedakan menjadi empat golongan,

yaitu: barang padat, barang cair, barang gas, barang rongga (mobil,

boneka, tv, dll)

4) Dari jenisnya barang muatan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu

a) General cargo, yaitu berbagai jenis barang yang dimuat dengan cara

pembungkusan/pengepakan dalam bentuk unit-unit kecil.

37
Ibid., hlm. 144

Universitas Sumatera Utara


50

b) Bulk Cargo, yaitu satu macam barang dalam jumlah besar yang

dimuat dengan cara mencurahkannya kedalam kapal atau tangka.

c) Homogenouscargo, yaitu satu macam barang dalam jumlah besar

yang dimuat dengan cara pembungkusan/pengepakan.

5) Dilihat dari cara menjaga dan mengurusnya (custody and handling),

barang muatan dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:38

a) Barang berbahaya (dangerous cargo) yang sifatnya mudah terbakar

(highly flamable), mudah meledak (highly explosive), mudah pecah

(highly breakable), mengandung racun (poisonous).

b) Barang dingin atau beku (refrigerated cargo) yang perlu diangkut

menggunakan ruang pendingin, misalnya, daging atau ikan segar,

obat-obatan.

c) Barang yang panjang atau beratnya melebihi ukuran tertentu,

misalnya barang peti kemas, barang koli.

b. Alat Pengangkut

Sebagai pengusaha yang menjalankan perusahaan angkutan, pengangkut

memiliki alat pengangkut sendiri atau menggunakan alat pengangkut milik

orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkut terdiri dari:

1. Kereta Api

Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, bak berjalan sendiri

maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun

38
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 116

Universitas Sumatera Utara


51

sedang bergerak di jalan rel, menurut kegunaannya, kereta api

digolongkan menjadi dua, yaitu:

i. Kereta api barang yang digunakan khusus untuk mengangkut barang.

ii. Kereta api penumpang yang digunakan khusus untuk mengangkut

penumpang.

2. Kendaraan Umum

Kendaraan umum adalah alat yang dapat bergerak dijalan, terdiri dari

kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh

peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu dan dipungut bayaran

bagi yang menggunakan fasilitas ini. Kendaraan umum wajib dilakukan

pendaftaran, tujuannya adalah untuk:

a) Mengumpulkan data yang dapat digunakan untuk tertib administrasi,

pengendalian kendaraan yang dioperasikan di Indonesia.

b) Mempermudah penyidikan pelanggaran atau kejahatan yang

menyangkut kendaraan yang bersangkutan serta dalam rangka

perencanaan, rekayasa, dan menajemen lalu lintas dan angkutan

jalan.

c) Memenuhi kebutuhan data lainnya dalam rangka perencanaan

pembangunan nasional.

Universitas Sumatera Utara


52

3. Kapal Niaga

Kapal niaga adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang

digerakkan dengan tenaga mekanik, termasuk kendaraan yang berdaya

dukung dinamis. Beberapa jenis kapal niaga, yaitu:

a) Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang

mempunyai penggerak mesin (kapal motor, kapal uap).

b) Kapal yang berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat

dioperasikan dipermukaan air atau diatas permukaan air dengan

menggukanan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan

dan/atau rancangan bangun kapal itu sendiri (jet foil).

c) Kapal penumpang (pessanger ship) adalah kapal yang dibangun

khusus untuk mengangkut penumpang. Kapal ini terdiri dari

beberapa geladak dan tiap geladak terdiri dari kamar-kamar

penumpang berbagai kelas, seperti Kapal Kambuna dan Kerinci.

d) Kapal barang penumpang (cargo-pessanger ship) adalah kapal yang

dibangun untuk mengangkut barang dan penumpang bersama-sama.

Kapal ini terdiri dari beberapa geladak untuk barang dan kamar untuk

penumpang.

e) Kapal barang dengan akomondasi penumpang terbatas, yaitu kapal

barang biasa, tetapi diizinkan membawa penumpang dalam jumlah

terbatas, yaitu maksimum dua belas orang yang ditempatkan dalam

kamar, bukan digeladak (dek).

Universitas Sumatera Utara


53

Kapal wajib didaftarkan. Di Indonesia sistem pendaftaran kapal adalah

sistem tertutup, dalam arti hanya kapal-kapal yang memenuhi

persyaratan tertentu yang dapat didaftarkan di Indonesia, yaitu kapal

harus berukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20m3 atau yang dinilai

sama dengan itu serta dimiliki oleh warga negara Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia. Syarat tanda pendaftaran kapal adalah

groose acte. Kapal juga harus memiliki tanda kebangsaan, yang

diperoleh berdasarkan negara dimana kapal tersebut di daftarkan. Kapal

yang telah didaftarkan dan mempunyai tanda kebangsaan dapat dibebani

beban hipotik, berarti oleh hukum kapal tersebut dianggap sebagai

barang tetap, sehingga dapat dijadikan jaminan utang.

4. Pesawat Udara

Pesawat udara niaga adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer

karena daya angkat dari reaksi udara, digunakan untuk umum dan

dipungut bayaran. Pesawat udara niaga yang dioperasikan di Indonesia

wajib mempunyai tanda pendaftaran. Pesawat udara sipil yang dapat

memperoleh tanda pendaftaran Indonesia adalah pesawat udara yang

tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan

sebagai berikut:

a) Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau oleh badan hukum

Indonesia

Universitas Sumatera Utara


54

b) Dimiliki oleh warga negara asing/badan hukum asing dan

dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum

Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun

secara terus-menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa

guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya.

c) Dimiliki oleh instansi pemerintah.

d) Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah.

Tanda kebangsaan pesawat udara wajib dimiliki setelah mempunyai

tanda pendaftaran pesawat udara. Pesawat udara yang telah didaftarkan

dan mempunyai tanda kebangsaan dapat dibebani hipotik,

pengembanannya harus di daftarkan, dan ketentuan yang berlaku baginya

adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

E. Tahap Penyelenggaraan Pengangkutan,dan Dokumen Pengangkutan

1. Tahap Penyelenggaraan Pengangkutan

Apabila diperinci, proses penyelenggaraan pengangkutan baik melalui kereta api,

darat, perairan, maupun udara selalu meliputi lima tahap kegiatan, antara lain:39

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, penumpang atau pengirim menguruspenyelesaian biaya

pengangkutan dan dokumen pengangkutan serta dokumen-dokumen lainnya

yang diperlukan bagi pengangkutan barang, misalnya, dokumen perpajakan dan

39
Ibid., hlm. 174

Universitas Sumatera Utara


55

dokumen perizinan. Pengangkut menyediakan alat pengangkut pada hari,

tanggal, dan waktu yang telah disepakati berdasarkan dokumen pengangkutan

yang telah diterbitkan. Pengurusan biaya pengangkutan dan dokumen

pengangkutan serta dokumen-dokumen lainnya oleh penumpang atau pengirim

dapat diwakilkan oleh pihak lain, seperti agen perjalanan ataupun perusahaan

ekspedisi muatan.

b. Tahap Pemuatan

Pada tahap ini penumpang yang sudah memiliki karcis/tiket penumpang dapat

naik dan masuk alat pengangkut yang telah disediakan oleh pengangkut di

stasiun, terminal, pelabuhan, atau bandara tertentu berdasarkan peraturan dan

tata tertib yang berlaku. Pada pengangkutan barang, pengirim atau ekspeditur

yang mewakilinya menyerahkan barang kepada pengangkut untuk dimuat dalam

alat pengangkut. Atau pengirim menyerahkan barang kepada perusahaan jasa

dibidang bongkar untuk dimuat ke dalam alat pengangkut.

c. Tahap Pengangkutan

Pada tahap ini, pengangkut menyelenggarakan pengangkutan, yaitu kegiatan

memindahkan penumpang atau barang dari tempat pemberangkatan ke tempat

tujuan dengan menggunakan alat pengangkut yang sesuai dengan jenis

perjanjian pengangkutan. Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan itu adalah

stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara. Ditempat pemberangkatan dan tempat

tujuan dilakukan pemeriksaan atau pengecekan dokumen dan barang yang

diangkut guna menetapkan apakah penumpang atau barang yang diangkut itu

Universitas Sumatera Utara


56

sah menurut Undang-Undang atau tidak sah untuk dapat dilakukan tindakan

pengamanan.

d. Tahap Penurunan/Pembongkaran

Pada tahap ini, penumpang diturunkan dari alat pengangkut karena angkutan

sudah berakhir di tempat tujuan, sedangkan pada pengangkutan barang

kegiatannya adalah pembongkaran barang dari alat pengangkut. Pada tahap ini,

pengangkut menyerahkan barang kepada penerima dan penerima menyerahkan

pembongkaran barangnya kepada perusahaan jasa dibidang usaha muat bongkar

dan meletakkannya di tempat yang telah disepakati. Penerima menyerahkan

pengurusan selanjutnya kepada ekspeditur, baik mengenai barang maupun

dokumen.

e. Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini, pihak-pihak yang menyelesaikan persoalan yang terjadi selama

atau sebagai akibat pengangkutan. Penumpang yang mengalami kecelakaan,

luka, atau meninggal dunia diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

dan kesepakatan. Pada pengangkutan barang, pengangkut menerima biaya

angkutan dan biaya-biaya lainnya dari penerima jika belum dibayar oleh

pengirim. Pengangkut menyelesaikan semua klaim ganti rugi yang menjadi

tanggungjawabnya jika itu timbul akibat penyelenggaraan pengangkutan.

2. Dokumen Angkutan

Dalam pengadaan perjanjian pengangkutan tidak ada peraturan perUndang-

Undangan yang mensyaratkan adanya suatu bentuk tertentu, sehingga perjanjian

Universitas Sumatera Utara


57

pengangkutan dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan, asal diantara para pihak

terdapat persetujuan kehendak. Sekalipun demikian dalam praktik perjanjian

pengangkutan selalu dibuat dalam bentuk tertulis, yaitu dokumen angkutan, 40 atau juga

biasa disebut surat angkutan.

Ketentuan pengaturan mengenai dokumen angkutan pada umumnya tidak

tercantum dalam KUHD. Hanya aturan mengenai dokumen angkutan untuk

pengangkutan laut yang tercantum, seperti pada Pasal 454 KUHD tentang perjanjian

charter kapal, Pasal 506 KUHD tentang konsumen, serta Pasal 90 KUHD tentang

dokumen dalam perjanjian pengangkutan darat yang disebut surat muatan.

Dalam Pasal 90 KUHD ditentukan bahwa dokumen/surat angkutan merupakan

perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau nahkoda. Sebetulnya

tanpa dokumen/surat angkutan, apabila tercpai persetujuan kehendak antara kedua

belah pihak perjanjian telah ada, sehingga dokumen/surat angkutan hanya merupakan

surat bukti belaka mengenai perjanjian angkutan. Dokumen/surat angkutan dinyatakan

telah mengikat bukan hanya ketika dokumen/surat angkutan tersebut telah

ditandatangani pengirim/ekspeditur, melainkan juga ketika pengangkut/nahkoda telah

menerima barang angkutan beserta dokumen/surat angkutan tersebut.41

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, terdapat pengertian mengenai

dokumen, yaitu bahwa dokumen adalah sesuatu yang tertulis atau tercetak, yang dapat

dipakai sebagai bukti atau keterangan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat

40
H.M. Hudi Asrori S, Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, Kreasi Wacana, Yogyakarta,
2010, hlm. 41
41
Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991,
hlm. 16

Universitas Sumatera Utara


58

disimpulkan bahwa dokumen angkutan adalah sesuatu yang tertulis atau tercetak yang

dapat dipakai sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan antara pihak pemakai jasa

angkutan dengan pengangkut. Dalam hal ini meliputi pengangkutan orang dan

pengangkutan barang.

Dalam praktek, dokumen angkutan yang biasa ada secara umum baik dalam

pengangkutan laut, darat, maupun udara ada tiga macam antara lain: 42

1. Tiket penumpang, untuk pengangkutan orang.

2. Tiket bagasi, untuk pengangkutan bagasi.

3. Surat muatan, untuk pengangkutan barang.

42
H.M. Hudi Asrori S, Op. Cit., hlm. 43

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN

PADA PT. BARUMUN (MEDAN)

A. Pelaksanaan Perjanjian Penyelenggaraan Pengangkutan pada PT. Barumun

Dalam membicarakan tanggungjawab pegangkut, terlebih dahulu adanya

perjanjian. Karena tanggungjawab itu timbul sebagai akibat dari adanya perjanjian

diantara pihak. Didalam penutupan setiap perjanjian akan menimbulkan kewajiban dan

hak diantara para pihak, terutama dalam perjanjian timbal balik. Pelanggaran terhadap

kewajiban yang dibebankan akan mengakibatkan adanya tanggungjawab untuk

membayar ganti rugi dari pihak yang dibebani tanggungjawab dan sebaliknya kepada

pihak lawannya akan menimbulkan hak untuk menuntut ganti rugi. 43

Untuk melakukan pengangkutan dari satu tempat ke tempat tujuan dilakukan

dengan suatu perjanjian. Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik

antara pengangkutan dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat

tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman mengikatkan dirinya untuk

membayar biaya angkutan.

43
Yenny Barmawi, “Laporan Penelitian Tanggungjawab Terbatas Sebagai Sarana Perlindungan
Bagi Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa Dalam Pengangkutan Laut di Indonesia”, BPHN, Dep. Kehakiman
dan HAM, Jakarta, 2002, hlm. 44

59

Universitas Sumatera Utara


60

Terjadinya perjanjian pengangkutan selalu didahului oleh perbuatan negosiasi

timbal balik antara pihak pengirim/penumpang dan pihak pengangkut. Perbuatan

negosiasi tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam Undang-Undang, yang ada hanya

pernyataan “persetujuan kehendak” (toestemming) atau “kesepakatan” (consensus)

sebagai salah satu unsur pasal 1320 KUH Perdata Indonesia.44

Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam

pasal-pasal hukum perjanjian B.W, akan tetapi oleh Undang-Undang telah ditetapkan

berbagai peraturan khusus yang bermaksud melindungi kepentingan umum dan

membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan dengan cara

meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut.

Kewajiban pengangkut sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya adalah

menyelenggarakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai ke tempat

tujuan dengan selamat. Jika tidak selamat maka inilah yang akan menjadi

tanggungjawab dari pigak pengangkut. Bila penyelenggaraan pengangkutan tidak

selamat, perobatan yang timbul akibat terjadinya kecelakaan adalah tanggungjawab

PERUM A.K. JASA RAHARJA, dan jika barang yang diangkut dalam keadaan rusak

atau hilang, maka disini pihak pengangkutan wajib untuk membayar ganti kerugian

sebesar yang telah ditentukan oleh pihak pengangkut yakni maksimum 10x dari biaya

pengiriman barang, sedangkan surat hanya diganti ongkos kirim saja.45

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Pengangkutan Jalan, setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan dijalan harus sesuai

44
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 139
45
Hasil wawancara dengan PT. Barumun

Universitas Sumatera Utara


61

dengan peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis, dan layak jalan, serta sesuai

dengan kelas jalan yang dilalui. Agar kendaraan bermotor itu memenuhi persyaratan

teknis dan layak jalan, wajib diuji tipe dan uji berkala yang dibuktikan dengan tanda

bukti lulus uji. Dalam surat tanda bukti uji dicantumkan daya angkut maksimum

kendaraan bermotor. Setiap kendaraan bermoto yang disediakan oleh pengangkut selalu

dalam keadaan memenuhi syarat keselamatan agar dapat sampai di tempat tujuan

dengan selamat.

Setelah terjadi kesepakatan antara penumpang atau pengirim mengenai

pengangkutan dengan kendaraan bermotor, yang pertama kali diselesaikan adalah

pembayaran biaya pengangkutan dan penerbitan dokumen pengangkutan. Atas dasar

dokumen tersebut, pengangkut (perusahaan angkutan umum) menyiapkan kendaraan

bermotor di terminal pemberangkatan atau ditempat yang telah disepakati sesuai jadwal

yang telah ditetapkan. Penumpang yang sudah memiliki karcis dapat naik ke kendaraan

bermotor (bus) atau barang yang akan diangkut dimuat kedalam kendaraan bermotor.

Setelah pemuatan selesai, pengangkut atau supir yang mewakilinya menyiapkan

keberangkatan kendaraan bermotor sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Dalam prakteknya, PT. Barumun dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan

masih menganut sistem kekeluargaan, dimana jika ada penumpang yang hendak

membatalkan tiket pada saat jam keberangkatan sudah tiba, uang yang ia bayarkan pada

saat membeli tiket dikembalikan penuh. Hal ini berbanding terbalik dengan ketentuan

yang termuat dibelakang tiket “Dan bila keberangkatan dibatalkan diatas 12 jam

Universitas Sumatera Utara


62

keberangkatan maka uang anda dianggap hangus”. Seolah-olah ketentuan yang dibuat

oleh PT. Barumun hanya untuk formalitas, karna tidak sesuai dalam kesehariannya.

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Pengangkutan Jalan, untuk kelancaran dan keselamatan pengangkutan jalan, setiap

pengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki surat izin mengemudi sesuai

dengan jenis kendaraan bermotor ysng dikemudikan. Surat izin mengemudi terdiri atas

surat izin mengemudi kendaraan bermotor perseorangan dan surat izin mengemudi

kendaraan bermotor umum. Surat izin mengemudi merupakan merupakan tanda bukti

kecakapan dan keabsahan pengemudi untuk mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan.

Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan pengangkutan dijalan, perusahaan

pengangkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu

istirahat bagi pengemudi. Pengaturan ini perlu, mengingat faktor kelelahan dan

kejenuhan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengemudi dalam mengemudikan

kendaraan bermotor secara wajar. Oleh karena itu, pergantian pengemudi setelah

menempuh jarak dan waktu tertentu mutlak diperlukan untuk melindungi keselamatan

pengemudi, penumpang, pemilik barang dan pengguna jalan lainnya.

Selama proses pengangkutan berlangsung, pengemudi pengangkutan umum diberi

kewenangan untuk menurunkan penumpang atau barang yang diangkut ditempat

pemberhentian terdekat jika ternyata penumpang atau barang yang diangkut itu dapat

membahayakan keamanan dan keselamatan pengangkut. Kewenangan ini digunakan

Universitas Sumatera Utara


63

dengan pertimbangan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum

dan kepatutan.

Barang-barang yang dilarang dikirim menurut PT. Barumun adalah barang-barang

yang berbahaya yang mudah meledak, beracun, dapat menimbulkan percikan api, dan

dapat merusak barang lainnya (air accu atau barang kimia) dan barang-barang yang

terlarang seperti narkotika, ganja, morpin, shabu-shabu, dan sejenisnya.46

Jika pengangkut lalai dalam melakukan tugasnya dalam proses pengangkutan

berlangsung, perusahaan pengangkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang

diderita oleh penumang, pengirim barang, atau pihak ketiga. Tanggungjawab

penumpang dimulai sejak penumpang diangkut sampai tiba di tempat tujuan yang telah

disepakati. Sedangkan tanggungjawab terhadap pemilik barang dimulai sejak barang

tersebut diterima dari pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima ditempat

tujuan yang telah disepakati. Namun, PT. Barumun tidak bertanggungjawab atas

kerugian yang timbul apabila:47

1. Barang bawaan yang tidak berongkos dan tidak terdaftar dalam tiket diurus

sendiri oleh penumpang yang bersangkutan dan jika hilang tidak menjadi

tanggungjawab pengangkut.

2. Kerusakan atau kehilangan barang/dokumen yang disebabkan oleh bencana

alam hura-hara, pencurian, perampokan, pembajakan, atau peristwa yang

tidak dapat diduga terlebih dahulu (force majeur).

46
Ibid.
47
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


64

Kebocoran, kerusakan, busuk tau mati untuk sejenis barang yang berupa:

barang cair, barang pecah belah, makanan, buah-buahan, binatang hidup, dan

tumbuh-tumbuhan.

Kerusakan atau kehilangan barang/dokumen yang disebabkan karena

pembungkusan (packing) yang tidak sempurna.

3. Semua resiko teknis yang terjadi selama dalam pengangkutan yang

menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsi baik

yang menyangkut mesin atau barang sejenis maupun barang elektronik

seperti: tv, kulkas, komputer, AC, atau barang elektronik lainnya.

4. Klaim dari pengaduan tentang tidak sampainya barang di tempat tujuan

diterima maksimum 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal pengiriman, apabila

lewat dari batas tersebut, maka barang dianggap sudah sampai ditujuan.

Setelah kendaraan bermotor tiba di terminal tujuan atau tempat yang disepakati

seperti tertera pada dokumen pengangkutan, penumpang turun dari kendaraan bermotor

dan barang di bongkar dari kendaraan bermotor lalu disimpan ditempat penyimpanan

yang telah ditetapkan oleh perusahaan pengangkutan.

Universitas Sumatera Utara


65

B. Hak dan Kewajiban Pengangkut dan Pengguna Jasa Angkutan dalam

Perjanjian Pengangkutan PT. Barumun sebagai Pihak Penyedia Jasa

Angkutan

1. Hak dan Kewajiban Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan

a. Hak-hak Pengangkut

Di dalam KUHD, mengenai hak-hak pengangkut tidak diatur secara

terperinci. Sehingga, Hudi Asrori menyimpulkan bahwa dapat dikatakan hak

yang dimiliki oleh pengangkut adalah hak atas biaya angkutan yang yang

harus dibayar penumpang/pengirim. Termasuk didalamnya adalah hak

pengangkut untuk memenuhi pemenuhan atau menolak pengangkutannya,

apabila penumpang/pengirim barang tidak melaksanakan kewajibannya

membayar uang angkutan. Namun demikian, hak pengangkut untuk

menuntut pemenuhan atau menolak pengangkutan tersebut tidak pernah

dimanfaatkan, karena dalam praktek perjanjian pengangkutan biaya

angkutan selalu diminta oleh pengangkut sebelum pengangkutan

dilaksanakan, yaitu pada saat mengadakan perjanjian pengangkutan.48

b. Kewajiban Pengangkut

Dalam Pasal 91 KUHD ditentukan bahwa pengangkut berkewajiban

mengangkut barang-barang yang diserahkan kepadanya ke tempat tujuan

yang telah ditentukan. Selain itu, pengangkut juga berkewajiban

48
H.M. Hudi Asrori S., Op. Cit., hlm. 30

Universitas Sumatera Utara


66

menyerahkan kepada penerima tepat pada waktunya dan dalam keadaan

seperti pada waktu diterimanya barang tersebut.

Kewajiban pengangkut yang lain juga ditentukan dalam Pasal 96 ayat (1)

KUHD, yang menentukan bahwa pengangkut berkewajiban untuk

mengadakan suatu register atau daftar mengenai barang-barang yang telah

diterimanya untuk diangkut.

Kewajiban pengangkut dalam angkutan penumpang dalam Pasal 522

KUHD, mewajibkan pengangkut untuk menjaga keamanan penumpang dari

saat naik sampai saat turun angkutan, pengangkut bertanggungjawab atas

perbuatan orang-orang yang dipekerjakan olehnya, dan barang-barang yang

digunakan pada pengangkutan itu, pengangkut bertanggungjawab atas

kerugian yang timbul karena keterlambatan pengangkutan kecuali bila ia

dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut akibat dari suatu peristiwa

yang layaknya yang tidak dapat dicegah atau dihindari olehnya.

2. Hak dan Kewajiban Pengirim dan Penerima

a. Hak-hak Pengirim dan Penerima

Hak-hak pengirim lebih banyak ditentukan oleh persetujuan kedua belah

pihak. Pada umumnya, hak pengirim adalah bahwa barang-barangnya yang

akan diangkut oleh pengangkut sampai di tempat tujuan dan diserahkan

kepada penerima yang berhak dengan selamat. Apabila terjadi kehilangan

atau kerusakan selama dalam pengangkutan, maka pengirim berhak untuk

menuntut ganti rugi. Terhadap hak-hak ini sebetulnya juga dimiliki oleh

Universitas Sumatera Utara


67

penerima karena dalam pengangkutan barang, penerima merupakan pihak

yang mempunyai hubungan hukum dengan pengirim.49

b. Kewajiban Pengirim

Sebagai pihak yang memakai jasa angkutan, pengirim mempunyai kewajiban

membayar uang angkutan sebagai konra prestasi dari penyelenggaraan

pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut. Kewajiban ini sebetulnya

baru timbul apabila diperjanjikan lebih dahulu, karena menurut ketentuan

Pasal 491 KUHD, kewajiban membayar uang angkutan ada pada penerima

setelah barang-barang diterimanya.

3. Hak dan Kewajiban Penumpang

a. Hak Penumpang

Hak-hak pnumpang bus umum; hak-hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam menggunakan jasa bus antar kota; hak untuk memilih

jasa angkutan bus antar kota serta mendapatkan jasa angkutan bus antar kota

tersebut sesuai dengan nilai tukar an kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

angkutan bus antar kota; hak untuk didengar keluhannya atas jasa angkutan

bus antar kota yang digunakan; hak untuk mendapatkan advokasi,

perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen jasa

angkutan antar kota secara patut; hak untuk diperlakukan atau dilayani

secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan

49
Ibid., hlm. 32

Universitas Sumatera Utara


68

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila pelayanan fasilitas

yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya; hak-hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perUndang-

Undangan.

b. Kewajiban Penumpang

Dalam Pasal 533 KUHD, mengatur kewajiban penumpang untuk

menyerahkan dirinya untuk diangkut, membayar angkutan lebih dahulu

sebelum pemberangkatan pengankutandan bila pada permulaan perjalanan

atau pada waktu melanjutkannya setelah berhenti sebentar penumpang tidak

pada waktunya berada dalam pengangkutan dan karena itu tidak dapat ikut

melanjutkan perjalanan seluruhnya atau sebagian maka ia harus membayar

biaya angkutan sepenuhnya dikurangi dengan suatu jumlah yang ditentukan

oleh hakim untuk biaya pemeliharaan bila ada perselisihan.

C. Tanggungjawab PT. Barumun Terhadap Pengguna Jasa dalam hal Terjadi

Kehilangan, Kerusakan atau Cacat pada Barang serta Kecelakaan

Penumpang

Istilah tanggungjawab dalam arti liability dapat diartikan sebagai tanggung gugat

dan merupakan bentuk spesifik dari tanggungjawab hukum menurut hukum perdata.

Tanggung gugat merujuk pada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang

Universitas Sumatera Utara


69

harus membayar suatu kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum.

Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggungjawab, antara lain:50

a. Tanggungjawab karena Kesalahan (Fault Liability)

Prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan dalam beberapa literatur dibidang

angkutan juga dikenal dengan istilah fault liability. Berdasakan prinsip-prinsip

ini, pengangkut harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh

penumpang, pengirim/penerima barang atau pihak ketiga, karena kesalahannya

dalam melaksanakan angkutan. Pihak yang menderita kerugian wajib

membuktikan kesalahan pengangkut. Prinsip ini diatur dalam Pasal 1365 KUH

Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum (illegal act) sebagai aturan umum.

Bila dilihat dari sudut pandang penumpang, dalam hal ini adalah pihak yang

harus membuktikan kesalahan dari pihak pengangkut, sangatlah berat bagi

penumpang untuk membuktikannya. Dibidang angkutan pada umumnya,

penumpang terkendala pada kesulitannya untuk membuktikan adanya kelalaian

(kesalahan) pengangkut. Mengingat secara phisik seorang penumpang yang

berada dalam alat angkut (bus umum), tidaklah mudah mengetahui dan

memahami keseluruhan rentetan kejadian yang menimpa bus yang

ditumpanginya, terutama pada saat terjadinya kecelakaan. Selain itu, status

sebagai penumpang sangat berbeda dengan pengangkut yang merupakan

operator alat angkutan (bus umum). Penumpang sebagai konsumen tidak

50
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 43

Universitas Sumatera Utara


70

mengetahui duty of care yang seharusnya lebih diketahui dengan baik oleh

pengangkut (sebagai pelaku usaha).

Apabila pengangkut menggunaakan argumentasi bahwa kerugian penumpang

diakibatkan oleh suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari, maka

pihak penumpang akan kesulitan untuk mematahkan argumentasi pengangkut

tersebut. Oleh sebab itu, asas ini telah banyak ditiggalkan atau tidak lagi dipakai

sebagai landasan dalam mengukur tanggungjawab pihak pengangkut.

b. Tanggungjawab Berdasarkan Praduga (Presumption Liability)

Prinsip ini menentukan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggungjawab

atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya.

Akan tetapi, bila pengangkut dapat membuktikan ia tidak bersalah, ia

dibebaskan dari tanggungjawab membayar ganti kerugian. Yang dimaksud

“tidak bersalah” adalah:

1) Tidak melakukan kelalaian.

2) Tidak berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari

kerugian.

3) Peristiwa yang terjadi tidak mungkin dihindari.

Asas ini lebih dirasakan adil dalam hal pembebanan pembuktian suatu kesalahan

karena pihak pengangkut dianggap lebih mengetahui keadaan/kondisi penyebab

armadanya yang mengalami kecelakaan.

c. Tanggungjawab Mutlak (Absolute Liability)

Universitas Sumatera Utara


71

Prinsip ini menentukan bahwa pengangkut harus bertanggungjawab atas setiap

kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa

keharusan pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan pengangkut. Prinsip ini

tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tidak perlu dipersoalkan.

Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggungjawab dengan alasan apapun

yang menimbulkan kerugian itu.

Asas tanggungjawab ini hanya diharuskan apabila kecelakaan armada mengenai

pihak ketiga, yaitu orang dan/atau barang yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan

usaha pengngkutan tersebut. Misalkan sebuah bus menabrak rumah penduduk di pinggir

jalan yang mengakibatkan penghuninya mengalami kecelakaan dan/atau kematian.

Dalam hal ini pihak pengangkut wajib memberikan penggantian sebesar kerugian yang

diderita pihak ketiga tersebut tanpa mempersoalkan apa penyebabnya bus menabrak

rumah tersebut.

Tanggungjawab pengangkut tersebut dibatasi oleh Pasal 1247 dan Pasal 1248

KUHPerdata. Dalam Pasal 1247 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Si berutang hanya

diwajibkan mengganti biaya, ganti rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus

dapat diduga sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinta perikatan

itu disebabkan mengenai tipu daya yang dilakukan olehnya”. Dalam pasal ini yang

dimaksud dengan kerugian adalah kerugian yang dapat diperkirakan secara layak pada

saat timbulnya perikatan.

Dalam pasal 1248 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Bahkan jika hal tidak

dipenuhinya perikatan disebabkan tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi, dan

Universitas Sumatera Utara


72

bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan

yang hilang baginya hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak

dipenuhinya perikatan”. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa kerugian itu harus

merupakan akibat yang langsung dari tidak terlaksananya perikatan dari perjanjian

pengangkutan.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan

Jalan juga terdapat ketentuan mengenai tanggungjawab pengangkut, dimana seperti

yang disebutkan dalam pasal 186, yang berbunyi “Perusahaan angkutan umum wajib

mengangkut orang/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau

dilakukan pembayaran biaya angkutan olen penumpang dan/atau pengirim barang”.

Selanjutnya pada Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “Perusahaan angkutan umum wajib

mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karen lalai

dalam melaksanakan pelayanan angkutan”.

Kemudian pada Pasal 91 KUHD ditentukan bahwa:

“Pengangkutan harus menanggung segala akibat yang menimbulkan kerugian


yang terjadi pada barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya setelah
barang-barang-barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerugian yang
diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang itu sendiri, karena keadaan
memaksa atau kesalahan atau kealpaan pengirim”.

Seperti yang dikemukakan diatas, bahwa pengangkut berkewajiban untuk

mengangkut dan menyelenggarakan pengangkutan barang yang diserahkan kepadanya

mulai tempat pemuatan barang sampai di tempat tujuan dengan selamat. Apabila dalam

hal tersebut diatas terdapat kekurangan jumlah barang, terlambatnya datang barang,

Universitas Sumatera Utara


73

tidak ada penyerahan barang (musnah), terdapat kerusakan pada barang yang terjadi

selama pelaksanaan pengangkutan maka ini yang menjadi tanggungjawab pihak

pengangkut.

Pengangkut harus bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari akibat-akibat

yang ditimbulkannya dan harus mengganti kerugan yang terjadi atas kerusakan pada

barang tersebut.

Tanggungjawab pengangkut dapat ditiadakan apabila ia dapat membuktikan

bahwa kerugian itu timbul sebagai akibat dari cacat pada barang itu sendiri atau

kesalahan dan kealpaan si pengirim, keadaan memaksa sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 91 KUHD.

Dalam praktek dapat dilihat bahwa kerugian akibat dari kemusnahan atau

keruskan barang yang terjadi karena keadaan memaksa ada diluar tanggungjawab pihak

pengangkut. Maksudnya, pengangkut tidak diharuskan untuk mengganti kerugian jika

kerugian itu terjadi karena keadaan memaksa. Misalnya terjadi kebakaran pada

kendaraan tersebut. Maka dalam hal ini pihak yang memikul resiko terhadap rusaknya

barang tersebut adalah pihak pengirim dan penerima barang kecuali pihak pengangkut

tidak dapat membuktikan bahwa resiko itu terjadi diluar kekuasaannya.

Dalam hal kurang sempurnanya pembungkusan barang yang akan diangkut

diketahui oleh pihak pengangkut sebelum mulai pelaksanaan pengangkutan, maka

dalam hal ini seharusnya ia menolak atau mengingatkan kepada si pengirim bahwa

pembungkusan barang kurang sempurna. Jika hal ini tidak dilakukan, maka barang

tersebut akan menjadi tanggungjawab pihak pengangkut, sebaliknya apabila hal

Universitas Sumatera Utara


74

demikian dilakukan maka kerusakan atas barang bukan merupakan tanggungjawab

pengangkut.

Mengenai ketidaksempurnaan pelaksanaan pengangkutan barang tersebut, yang

menjadi kewajiban pengangkut untuk mengganti kerugian, hanyalah diakibatkan

langsung dari kesalahan atau kelalaian pengangkut.

Dalam hal ini berarti, jika kelalaian terjadi diluar kesalahan maka pengangkut

tidak diwajibkan untuk mengganti kerugian terhadap kerusakan barang tersebut.

Kerugian akibat kemusnahan atau kerusakan yang terjadi karena cacat pada barang itu

sendiri, maka yang harus mengganti rugi adalah pihak pengirim, sebab ia sendiri yang

lalai melakukan kewajiban dalam perjanjian pengangkutan tersebut, sehingga timbul

kerugian.

Cacat pada barang itu sendiri dimaksud karena sifat dari barang itu sendiri. Atas

dengan kata lain kerusakan tersebut mengakibatkan tidak tahan lama barang tersebut

dalam masa pengangkutan seperti buah-buahan, maka kerusakan itu terjadi karena

buah-buahan terlalu masak menyebabkan pembusukan.

Kesalahan pegirim juga dapat terjadi karena salah menghitung jumlah barang

yang dimasukkan kedalam bungkusan yang akan dikirim. Jadi kekurangan jumlah

barang yang tidak sesuai dengan faktur barang adalah diluar tanggungjawab pihak

pengangkut. Karena hal ini dapat dilihat pada ketentuan tang dikeluarkan perusahaan

didalam surat muatan, menyatakan: “Bahwa kiriman yang tidak sesuai dengan faktur

barang adalah tanggungjawab pengirim. Selain itu juga ada ketentuan lain menyatakan;

isi tidak diperiksa”.

Universitas Sumatera Utara


75

Maksud kedua ketentuan tersebut pada dasarnya adalah sama, dimana isinya

adalah bahwa setiap kerusakan dan kemusnahan yang terdapat dalam bungkusan adalah

diluar tanggungjawab pihak pengangkut.

Dari uraian-uraian diatas, maka apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa

kerugian itu terjadi diluar kesalahannya, maka resiko dan tanggungjawab dipikul

pengirim maupun oleh pihak penerima sendiri. Karena adanya tanggungjawab yang

sangat besae pada perjanjian pengangkutan maka biasanya diusahakan adanya

pembatasan tanggungjawab. Dan pembatasan tanggungjawab tersebut oleh Undang-

Undang tidak dilarang, karena ketentuan seperti ini tidak bersifat memaksa asal tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dimana biasanya ketentuan

tanggungjawab itu dimuat pada surat muatan yang menyertai barang tersebut.

Walaupun ada kemungkinan bagi pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia

sama sekali tidak bertanggungjawab tetapi hal seperti itu jarang terjadi, sebab para

pengirim akan memilih pengangkut yang mau bertanggungjawab atas barang yang

diangkut, akan mengakibatkan kehilangan langganannya, sehingga akan merugikan

perusahaan sendiri.

Apabila kemusnahan atau kerusakan itu adalah akibat dari kesalahan penempatan

atau kurang tepatnya cara penempatan barang didalam angkutan, jika hal ini dapat

dibuktikan oleh pihak pengirim atau pemilik barang, maka yang wajib mengganti

kerugian itu adakag pihak pengangkut. Pengangkut dalam hal ini bukanlah supir atau

kru ataupu kru yang menjalankan kendaraan tersebut, tetapi yang dimaksud adalah

majikan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1367 KUH Perdata, yaitu “Seseorang tidak

Universitas Sumatera Utara


76

saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan barang-barang yang berada

dibawah penguasaannya”.

Jadi timbulnya suatu kerugian yang diderita oleh si pengirim atau si pemilik

barang karena suatu kejadian atau keadaan yang mengakibatkan musnah atau hilangnya

barang tersebut, maka bentuk tanggungjawab yang diberikan oleh pihak pengangkutan

yaitu berupa ganti rugi dalam bentuk uang sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam

surat muatan, dimana ganti rugi yang diberikan atas kerusakan atau kehilangan barang

hanya diganti sebesar 10 (sepuluh) kali ongkos kirim.

Adapun saat diketahui telah terjadi suatu pelaksanaan perjanjian pengangkutan

barang secara tidak baik (tidak sempurna) didalam prakteknya adalah saat penerima

barang menerima barang-barang yang dialamatkan kepadanya sebagaimana yang

dimuat dalam surat muatan, karena surat muatan itu diserahkan bersama-sama dengan

barang yang diangkut.

Bila ternyata barang-barang muatan itu ada yang rusak atau tidak lengkap

jumlahnya, maka mulai saat ini penerima barang dapat melakukan tuntutan ganti rugi

kepada pihak pengangkut. Akan tetapi si penerima barang hanya dapat menuntut

penggantian kerugian yaang betul-betul atau nyata-nyata ada pada saat itu. Hal ini

berarti bahwa penerima tidak dibenarkan untuk menuntut pergantian kerugian secara

keseluruhan kerugian jika barang yang musnah atau rusak itu sebagian saja.

Walaupun pihak PT. Barumun dalam hal ini tidak mengetahui apa saja isi dari

barang yang diangkut, oleh karena PT. Barumun memliki motto bahwa pihak

pengangkut tidak akan memeriksa isi dari barang yang akan diangkut, maka hal inilah

Universitas Sumatera Utara


77

terkadang menimbulkan masalah, dimana keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh

beberapa orang untuk mrmbawa barang-barang yang terlarang, sehingga pada saat

pelaksanaan pengangkutan barang tersebut terkadang diperiksa oleh petugas yang

sedang menyelenggarakan operasi tertib lalu lintas.51

Sebagai akibat dari permasalahan tersebut, maka sudah pasti barang-barang yang

diangkut tidak akan sampai ditempat tujuan sesuai dengan waktu yang ditentukan,

sehingga keadaan ini bisa membuat barang yang diangkut menjadi rusak, busuk atau

hilang.

Dalam hal jumlah ganti rugi yang telah ditentukan pada perjanjian pengangkutan

barang, maka besarnya ganti rugi yang dapat dipenuhi oleh pengangkut hanyalah

sebesar yang dimuat dalam surat muat yang dikeluarkan oleh pihak pengangkut.

Adapun ketentuan dalam penetapan jumlah (besarnya) ganti rugi tang dikeluarkan oleh

PT. BARUMUN didalam surat muatannya menyatakan bahwa: “barang-barang

penumpang/paket-paket kiriman jika hilang hanya diganti 10 (sepuluh) kali biaya

ongkos kirim, sedangkan surat hanya diganti ongkos kirim isi dari paket, tas-tas, koper-

koper, perusahaan tidak bertanggungjawab”.52

Didalam lembaran tiket bagian belakang dengan ketentuan nomor 8 (delapan)

yang dikeluarkan oleh PT. Barumun: “Apabila kendaraan menglami

kecelakaan/terbakar, barang-barang yang rusak, hilang tidak menjadi tanggungan

perusahaan atau dalam istilah Undang-Undang digolongkan kepada force majeur,

dimana pengertian daripada force majeur/overmacht adalah keadaan dimana seorang

51
Hasil wawancara dengan PT. Barumun
52
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


78

debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang

tidak terduga pada saat dibuatnya perjanjian/kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut

tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak

dalam keadaan beritikad buruk. Dan biaya-biaya perawatan/pengobatan para

penumpang yang timbul akibat terjadinya kecelakaan adalah tanggungjawan PERUM

A.K. JASA RAHARJA”.

PT. Jasa Raharja merupakan Badan Usaha Milik Negara yang melaksanakan

asuransi sosial yang pelaksana asuransi sosial kecelakaan penumpang dan asuransi

kecelakaan lalu lintas. Jal ini didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor

337/KMK.011/1981 tanggal 2 Juni 1981 tentang Penunjukan Peusahaan Perseroan

(Persero) Asurnsi Kerugian Jasa Raharja untuk Menyelanggarakan Dana Pertanggungan

Wajib Kecelakaan Penumpang dan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. 53 PT. Jasa

Raharja dalam melakukan kerjasama ini diharapkan untuk meningkatkan pelayanan

baik terhadap penumpang maupun terhadap korban kecelakaan lalu lintas dengan begitu

kewajiban PT. Jasa Raharja sebagai penyalur santunan dapat terlaksana dengan cepat,

aman dan mudah.

Semua penumpang yang menjadi korban atau ahli waris korban yang dijamin atau

terjamin oleh Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 Jo PP Nomor 17 1965 tentang

Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang,

berhak mengajukan permintaan untuk mendapatkan santunan asuransi kecelakaan

penumpang. Pengajuan asuransi tersebut, diajukan kepada salah satu kantor

53
Sejarah PT. Jasa Raharja dalam www.jasaraharja.co.id diakses pada 28 Maret 2018 pukul
22:39 WIB

Universitas Sumatera Utara


79

Cabang/Perwakilan PT. Jasa Raharja, baik kantor yang berada di daerah tempat

kecelakaan terjadi maupun daerah dimana korban/ahli waris korban berdomisili.

Mengenai pengajuan asuransi kecelakaan oleh penumpang yang menjadi korban

atau ahli waris korban, terdapat prosedur untuk melakukan pengajuan klaim Asuransi

Kecelakaan tersebut. Adapun hal-hal atau persyaratan yang dilakukan oleh PT. Jasa

Raharja (Persero) kepada korban untuk melakukan pengajuan klaim Asuransi

Kecelakaan Penumpang, yaitu:54

a. Menghubingi kantor Jasa Raharja setempat atau terdekat.

b. Mengisi formulir pengajuan, adapun dokumen yang harus dilengkapi, yaitu:

1) Surat keterangan kecelakaan dari instansi berwenang, misalnya laporan

kepolisian mengenai kecelakaan yang terjadi.

2) Surat kesehatan korban akibat kecelakaan, kwitansi, rincian biaya perawatan,

dan fotokopi resep dari rumah sakit/puskesmas/dokter yang merawat.

3) Menyiapkan KTP asli korban/ahli waris, kartu keluarga, surat nikah dan

keterangan ahli waris (bagi korban meninggal dunia) dari kelurahan atau

kepala desa sesuai alamat KTP ahli waris.

Setelah berkas tersebut lengkap dan telah diserahkan kepada PT. Jasa Raharja,

maka korban atau ahli warisnya menunggu pengesahan pengajuan tersebut. Setelah

adanya pengesahan, maka dana santunan tersebut akan di transfer ke rekening tabungan

BRI korban ataupun ahli waris serta sejalan dengan moto baru PT. Jasa Raharja,

54
Ari Purnomo Adji, Tanggungjawab PT. Jasa Raharja dan Perusahaan Pengangkutan PO.
Sumber Sejahtera Terhadap Penumpang Korban Kecelakaan, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi I
Vol 3, 2015

Universitas Sumatera Utara


80

pembayaran santunan dilakukan dengan mendatangi rumah korban/tempat korban

dirawat.

Pelaksanaan pemberian santunan Asuransi Kecelakaan penumpang diberikan

kepada korban atau ahli waris korban dilaksanakan untuk korban meninggal dunia

paling lambat 3 (tiga) hari dan untuk pengajuan perawatan dilakukan paling lambat 7

(tujuh) hari atau seminggu.

PT. Barumun sebagai salah pihak yang bertanggungjawab dalam kasus

kecelakaan yang pernah terjadi, namun tanggungjawab ini merupakan tanggungjawab

sosial perusahaan sebagai bentuk perikemanusiaan dan/atau kesukarelaan terhadap

korban. Hal ini dikarenakan bahwa tanggungjawab tersebut telah menjadi kewajiban

PT. Jasa Raharja, sebagai pihak penanggung dalam memberikan santunan. Adapun

bentuk tanggungjawab tersebut, yakni:55

1. Melakukan pengurusan terhadap penumpang yang menjadi korban.

2. Membantu korban dalam pengurusan klaim asuransi kepada PT. Jasa

Raharja.

3. Memberikan biaya perawatan sementara terhadap korban luka-luka.

4. Memberikan sumbangan kepada korban dan/atau ahli warisnya dengan

sejumlah uang sebagai biaya meringankan beban korban dan/atau ahli

warisnya.

Dari uraian-uraian tersebut, apabila dihubungkan dengan prinsip tanggungjawab

pengangkut, maka PT. Barumun menganut prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga,

55
Hasil wawancara dengan PT. Barumun

Universitas Sumatera Utara


81

yaitu pengangkut selalu bertanggungjawab atas setiap kerugian yang timbul dari

pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan ia

tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kerugian. Yang dimaksud dengan tidak bersalah

adalah; tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk

menghindari kerugian atau peristiwa yang menimbulkan kerugian.

D. Bentuk Penyelesaian Sengketa antara PT. Barumun sebagai Penyedia Jasa

Pengangkutan dengan Pengguna Jasa Angkutan

Dalam pelaksanaan kegiatan pengangkutan, khususnya pengangkutan melalui

moda pengangkutan darat, seringkali dihadapkan dengan situasi yang tidak diharapkan

oleh kedua belah pihak. Seperti halnya apabila barang angkutan hilang, mengalami

kerusakan atau cacat pada barang, maka pihak pemilik barang angkutan akan

mengalami kerugian. Serta jika bus yang di tumpangi mengalami keterlambatan

pemberangkatan atau keterlambatan tiba di tujuan, jika diturunkan di tempat yang tidak

sesuai dengan tujuan awal pada saat membeli karcis/tiket, pemulangan atau pembatalan

tiket dalam 12 jam sebelum keberangkatan, serta fasilitas bus yang di tumpangi tidak

sesuai dengan tarif ongkos/harga yang dibayarkan.

Maka menimbulkan suatu pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh

pihak pengangkut atau perusahaan pengangkutan terhadap pengirim atau pemilik barang

serta terhadap penumpang, kecuali adanya keadaan yang memaksa yang tidak dapat di

elakkan atau diluar kemampuan pengangkut.

Universitas Sumatera Utara


82

Dengan adanya peristiwa yang menimbulkan suatu kerugian kepada salah satu

pihak sehingga mengakibatkan konflik diantara para pihak, maka terhadap pihak

pengangkut, pemilik barang dan penumpang dapat menyelesaikan permasalahan

tersebut secara kekeluargaan, yakni dengan alternatif penyelesaian sengketa atau yang

dikenal dengan penyelesaian sengketa non-litigasi, hingga permasalahan tersebut

mendapat solusi tanpa harus menyelesaikan permasalahannya melalui pengadilan (jalur

litigasi).

Alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan bahwa

alternatif penyelesaian sengketa yaitu lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni sebagai berikut:

1. Konsultasi

Konsultasi adalah proses tukar pendapat untuk memperoleh kesimpulan,

nasihat, saran, dan sebagainya yang sebaik-baiknya dalam masalah khususnya

yang dihadapi. 56 Menurut Frans Hendra Winata, konsultasi adalah suatu

tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan

pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan

memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan

klien nya.57

56
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.228
57
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrasi Nasional Indonesia dan
Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm.7

Universitas Sumatera Utara


83

2. Negosiasi

Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui pengadilan

degan tujuan mencapai kata kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang

lebih harmonis dan kreatif.58 Negosiasi dilakukan jika:

a. Telah ada sengketa antara pihak

b. Belum ada sengketa karena masalahnya belum pernah dibicarakan.

Negosiasi yang sederhana adalah negosiasi yang hanya dilakukan oleh

pihak yang berkepentingan, sedangkan negosiasi kompleks akan melibatkan

seorang negosiator khusus, misalnya lawyer sebagai negosiator, dimana

masing-masing mempunyai negosiatornya masing-masing.

3. Mediasi

Mediasi merupakan suatu prosedur penengahan dimana seorang bertindak

sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi antara pihak, sehingga pandangan

mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin

didamaikan, tetapi tanggungjawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap

berada ditangan para pihak sendiri.59

4. Konsiliasi

Konsiliasi serupa dengan mediasi, yakni juga merupakan suatu proses

penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui

pihak luar yang netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan pihak

yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam penyelesaian

58
Ibid.
59
Ibid., hlm. 16

Universitas Sumatera Utara


84

sengketa tersebut. Perbedaan mediasi dengan konsiliasi adalah adanya

kewenangan dari mediasi untuk juga mengusulkan penyelesaian sengketa, hal

mana, paling tidak secara teoritis tidak dimiliki oleh konsiliasi. Namun

demikian, dalam proses konsiliasi juga tidak mempunyai kewenangan

memberikan putusan terhadap sengketa tersebut, hal inilah yang membedakan

dengan arbitrase, yang memiliki kewenangan memberikan keputusan terhadap

sengketa tersebut yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa.

5. Penilaian Ahli

Terhadap kasus-kasus yang rumit dan memerlukan tenaga ahli untuk

menelaahnya, maka dapat saja para pihak menunjuk seorang atau lebih ahli

yang ilmunya relevan dengan bidang yang di persengketakan, dan kewenangan

dari ahi tersebut hanya sampai batas memberikan pendapat saja.

Jika barang angkutan pemilik mengalami kerusakan atau cacat pada barang, maka

pihak pemilik barang angkutan akan mengalami kerugian. Serta jika bus yang di

tumpangi mengalami keterlambatan pemberangkatan atau keterlambatan tiba di tujuan,

jika diturunkan di tempat yang tidak sesuai dengan tujuan awal pada saat membeli

karcis/tiket, pemulangan atau pembatalan tiket dalam 12 jam sebelum keberangkatan,

serta fasilitas bus yang di tumpangi tidak sesuai dengan tarif ongkos/harga yang

dibayarkan, maka pihak pengangkut, penumpang dan pemilik barang angkutan

menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan dengan musyawarah mufakat

agar permasalahan tersebut dapat mendapat solusi.

Universitas Sumatera Utara


85

Pada PT. Barumun pernah terjadi sengketa antara pemilik barang angkutan dan

pihak pengangkut, namun sejauh ini sengketa tersebut dapat diselesaikan dengan jalan

damai secara kekeluargaan antara pihak pengangkut dan pihak pemilik barang

angkutan. Pada penyelesaian sengketa ini, pihak PT. Barumun dan pemilik barang

angkutan tidak melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian masalah. Jika dilihat dari

cara penyelesaian sengketanya, maka penyelesaian sengketa yang dilakukan para pihak

disini adalah “negosiasi” karena hanya dilakukan oleh pihak yang berkepentingan, tanpa

melibatkan pihak ketiga.60

Begitu juga dengan halnya sengketa yang pernah terjadi antara penumpang dan

pihak pengangkut, seperti jika bus yang di tumpangi mengalami keterlambatan

pemberangkatan atau keterlambatan tiba di tujuan penumpang diharap maklum atas

kejadian/peristiwa yang tidak dapat diduga atau force majeur/overmachtseperti bus

belum selesai perbaikan/reparasi; jika diturunkan di tempat yang tidak sesuai dengan

tujuan awal pada saat membeli karcis/tiket karena angkutan mengalami

kerusakan/mogok sebelum sampai di tempat tujuan maka kru bus menelpon kru bus lain

untuk mengangkut penumpangnya sampai ke tempat tujuan sesuai tujuan awal;

pemulangan tiket dipotong 25% biaya administrasi dari jumlah ongkos atau pembatalan

tiket dalam 12 jam sebelum keberangkatan maka uang akan dianggap hilang atau

hangus; serta fasilitas bus yang di tumpangi tidak sesuai dengan tarif ongkos/harga yang

dibayarkan biasanya armada yang seharusnya/biasa dijadwalkan untuk berangkat

60
Hasil wawancara dengan PT. Barumun

Universitas Sumatera Utara


86

dicharter/disewa oleh rombongan bus, akibatnya armada yang seharusnya/biasa berjalan

terpaksa digantikan dengan armada lain yang standby di loket.61

Apabila alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dijelaskan di atas masih

bisa belum menyelesaikan suatu perselisihan para pihak dalam perjanjian pengangkutan,

maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh para pihak yaitu dengan

melakukan suatu gugatan tuntutan ganti kerugian kepada Pengadilan.

61
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan pengangkutan pada PT.

Barumun diperlukan dokumen yaitu tiket/karcis penumpang dan surat angkutan

barang, dimana kegunaan dari dokumen tersebut adalah sebagai bukti perjanjian

pengangkutan antara pengangkut dan pengirim barang atau pemilik barang serta

penumpang.

Dengan diterimanya tiket oleh penumpang dan/atau surat muatan oleh pengirim

barang, berarti penumpang dan/atau pengirim barang telah mematuhi peraturan

yang dikeluarkan oleh PT. Barumun yang tertera dalam dokumen pengangkutan.

2. Mengenai hak dan kewajiban, pada pihak pengangkut, pengangkut mempunyai

hak atas biaya angkutan yang harus dibayar oleh penumpang/pengirim termasuk

didalamnya adalah hak pengangkut untuk memenuhi pemenuhan atau menolak

pengangkutannya apabila penumpang/pengirim barang tidak melaksanakan

kewajibannya membayar ongkos angkutan. Sedangkan pengangkut

berkewajiban mengangkut barang-barang dan/atau penumpang ke tempat tujuan

yang telah ditentukan, selain itu pengangkut berkewajiban menyerahkan barang

kepada penerima tepat pada waktunya dan dalam keadaan seperti pada waktu

diterimanya barang tersebut.

87

Universitas Sumatera Utara


88

Pada pihak pengirim dan penerima mempunyai hak barang-barangnya yang akan

angkut oleh pengangkut sampai ditempat tujuan dan diserahkan kepada

penerima dengan selamat. Sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar

uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan yang

dilakukan oleh pengangkut.

Pada pihak penumpang mempunyai hak kenyamanan, keamanan dan

keselamatan dalam menggukanan jasa bus antar kota, hak untuk diperlakukan

atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk

mendapat kompensasi ganti rugi apabila pelayanan fsilitas tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan kewajiban penumpang

adalah untuk menyerahkan dirinya untuk diangkut, membayar ongkos angkutan

terlebih dahulu sebelum pemberangkatan pengangkutan.

3. Bentuk tanggungjawab yang diberikan oleh pengangkut atas kerusakan atau

musnahnya barang-barang yang diangkutya dengan memberi berupa ganti rugi.

Ganti rugi yang diberikan adalah berupa uang dan diberikan sebatas prosedur

yang berlaku pada PT. Barumun yaitu sebesar 10 (sepuluh) kali ongkos kirim.

Tanggungjawab perusahaan pengangkut terhadap barang-barang yang diangkut

dimulai sejak diterimanya oleh pengangkut sampai barang diterima oleh pemilik

di tempat tujuan. Apabila kendaraan mengalami kecelakaan atau terbakar, yang

mengakibatkan kerugian kepada penumpang, maka yang bertanggungjawab

adalah PERUM A.K. JASA RAHARJA.

Universitas Sumatera Utara


89

4. Bentuk penyelesaian sengketa yang dapat di tempuh jika terjadi perselisihan

antara para pihak dalam perjanjian pengangkutan yaitu dapat dilakukan dengan 2

(dua) cara, yaitu melalui jalur litigasi dan non-litigasi.

Apabila alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud masih belum

bisa menyelesaikan suatu perselisihan para pihak dalam perjanjian

pengangkutan, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh para pihak

yaitu dengan melakukan suatu gugatan tuntutan ganti rugi kerugian kepada

Pengadilan (litigasi) guna untuk memperoleh suatu putusan hakim yang

berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Sementara pada PT. Barumun dalam menyelesaikan sengketa antara pengguna

jasanya, sejauh ini sengketa tersebut dapat diselesaikan dengan jalan damai

secara kekeluargaan antara pihak pengangkut dengan pengguna jasa, tanpa

melibatkan pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara


90

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, kiranya dapat disampaikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan pengangkutan penumpang dan/atau barang, sekiranya

pengangkut dapat memberitahukan/mensosialisakikan ketentuan yang berlaku

dalam PT. Barumun yang tertera didalam tiket. Karena sering kali, penguna jasa

mengabaikan dan/atau tidak membaca nya setelah pembelian tiket.

2. Mengenai hak dan kewajiban, pengemudi dan pengguna jasa dalam prakteknya

kurang mengetahui hak dan kewajibannya. Sehrusnya, perusahaan pengangkutan

memberitahukan dengan cara membuat majalah dinding yang berisi tentang hak

dan kewajiban pengangkut, pengemudi dan pengguna jasa serta kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh PT. Barumun agar dapat dibaca oleh pengguna

jasa jika tejadi klaim atau sekedar sedang menunggu jam keberangkatan bus.

3. Tentang tanggungjawab yang diberikan oleh PT. Barumun, sebelum

memberikan kompensasi atas kerugian yang diderita oleh pengguna jasa, agar

sekiranya pihak pengangkut dapat membuktikan terlebih dahulu bahwa kerugian

yang diderita pengirim atau pemilik barang serta penumpang adalah akibat dari

kelalaian pihak pengangkut, maka diperlukan adanya pembatasan

tanggungjawab dari pengangkut yang telah diatur oleh Undang-Undang dan

peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan pengangkutan, diharapkan tidak

menjadikan pihak perusahaan pengangkutan untuk melepaskan tanggungjawab

begitu saja kepada pengguna jasa yang merasa dirugikan.

Universitas Sumatera Utara


91

4. Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh PT. Barumun sebagai pihak

perusahaan pengangkutan diselesaikan dengan jalan damai secara kekeluargaan

antara pihak pengangkut dengan pengguna jasa, tanpa melibatkan pihak ketiga.

Dalam hal terjadi kehilangan barang akibat dari kelalaian pihak pengangkut,

ganti rugi yang diberikan adalah berupa uang dan diberikan sebatas prosedur

yang berlaku pada PT. Barumun yaitu sebesar 10 (sepuluh) kali ongkos kirim

karena pada saat barang dikirim, pihak pengangkut tidak memeriksa isi dalam

kiriman/paket tersebut. Apabila kendaraan mengalami kecelakaan atau terbakar,

yang mengakibatkan kerugian kepada penumpang, maka yang

bertanggungjawab adalah PERUM A.K. JASA RAHARJA.

Diharapkan dalam penyelesaian sengketa dengan jalan damai, pihak pengangkut

tidak semena-mena kepada pengguna jasa pengangkutan dan dapat

menyelesaikan sengketa tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurrachman, 1982, Ensiklopedia Ekonomi-Keuangan-Perdagangan, Inggris-

Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita.

Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin dan Askin, Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Asrori S,H.M, Hudi, 2010, Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, Yogyakarta: Kreasi

Wacana.

Darus Badrulzaman, Mariam, 1987, Hukum Perikatan, Alumni Bandung,

-----------------------------------, 1970, Asas-Asas Hukum Perikatan I, Medan: Fakultas

Hukum USU.

Gultom, Elfrida, 2007, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan

Ekonomi Nasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harahap, M. Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni Bandung.

Muhammad, Abdulkadir, 1991, Hukum Pengangkutan Darat Laut dan Udara, Bandung:

Citra Aditya Bakti, Cetakan Pertama.

-----------------------------, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Aditya

Bakti, Cetakan kelima

Universitas Sumatera Utara


Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty.

Sution, Usman, Adji, dkk, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta: Rineka

Cipta.

Ningrum, Lestari, 2004, Usaha Perjalanan Wisata Prespektif Hukum Bisnis, Jakarta:

PT. Citra Aditya Bakti.

Prodjodikoro, Wirjono, 1981, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan IX. Bandung:

Penerbit Sumur.

Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut Prespektif Teori dan Praktek,

Medan: Pustaka Bangsa Press.

Rai Widjaya, I.G, 2008, Merancang Suatu Kontrak (Contact Drafting), Jakarta: Kesaint Blanc.

Subekti, R, 1980, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung.

Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.

Suharnoko, 2008, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Syaufii Syamsuddin, Mohd, Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Jakarta:

Sarana Bhakti Persada.

Tjahjono, Martono,Eka, 2011, Transportasi di Perairan berdasarkan UU No. 17 tahun

2008, Jakarta:Rajawali Pers.

Tjakranegara, Soegijatna, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Jakarta:

Rineka Cipta.

Tidiningrat, K.R.M.T, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Cetakan ke IX,

ditambah dan diperbaharui, Jakarta: PT. Pembangunan

Universitas Sumatera Utara


Waluyo, Bambang, 2008, Penelitian Hukum dan Peraktek, Jakarta: Sinar Grafika.

Widagdo, Setiawan, 2012, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Prestasi Pustaka.

Winarta, Frans Hendra, 2011, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrasi Nasional

Indonesia dan Internasional, Jakarta: Sinar Grafika.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa

Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 Jo PP Nomor 17 1965 tentang Ketentuan-

ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang

C. JURNAL/MAKALAH

Barmawi, Yenny, 2002, Laporan Penelitian Tanggungjawab Terbatas Sebagai Sarana

Perlindungan Bagi Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa Dalam Pengangkutan Laut di

Indonesia, Jakarta: BPHN, Dep. Kehakiman dan HAM.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.011/1981 tanggal 2 Juni 1981 tentang

Penunjukan Peusahaan Perseroan (Persero) Asurnsi Kerugian Jasa Raharja

Universitas Sumatera Utara


Purnomo Adji, Ari, “Tanggungjawab PT. Jasa Raharja dan Perusahaan Pengangkutan

PO. Sumber Sejahtera Terhadap Penumpang Korban Kecelakaan”, Jurnal Ilmu

Hukum Legal Opinion, Edisi I Vol 3, 2015

D. WEBSITE

Sejarah PT. Jasa Raharja dalam www.jasaraharja.co.id diakses pada 28 Maret 2018

pukul 22:39 WIB

Sury, Agung. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Angkutan Jalan dalam
https://www.kompasiana.com/agungsury/perlindungan-hukum-bagi-pengguna-
jasa-angkutan-jalan_5500b435a333115b73511a4d diakses pada 27 Maret 2018
pukul 21:49 WIB

E. WAWANCARA

Hasibuan, Hasril Martua. (Mandor PT. Barumun) Medan : Wawancara pada hari Selasa,

3 April 2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Wawancara dengan PT. Barumun

Nama : Hasril Martua Hasibuan, SH


Umur : 34 Tahun
Jabatan : Mandor PT. Barumun

1. Kapan perusahaan ini berdiri?


Jawab: PT. Barumun berdiri pada tahun 1986 di Sibuhuan.
2. Dimanakah letak kantor pusat PT. Barumun dan siapakah pendirinya?
Jawab: PT. Barumun berada di Jln. Lintas Gunung Tua, Kab. Padang
Lawas, Sibuhuan, Sumatera Utara.
3. Siapakah pendiri PT. Barumun?
Jawab: PT. Barumun didirikan oleh H. Zam-Zam Syah Hasibuan, SH
4. Apakah PT. Barumun memiliki izin berdiri yang berasal dari pemerintah?
Jawab: Ya, ada.
5. Apakah PT. Barumun memiliki kantor perwakilan? Jika ada dimanakah
kantor perwakilan berada?
Jawab: Ya, kantor perwakilan berada di Jl. Sisingamangaraja No.48 Km. 7,
Marindal – Amplas, Medan.
6. Kemana sajakah trayek yang dibuat oleh PT. Barumun, selain Medan -
Sibuhuan?
Jawab: PT. Barumun memiliki beberapa trayek, antara lain; Rantau Prapat,
Gunung Tua, Binanga, Sosa, Dalu-Dalu, Sp. PIS / Kota Tengah, Pasir
Pangarayan, dan Ujung Batu Rokan.
7. Berapa lama jarak tempuh yang harus dilalui untuk sampai ke tempat
tujuan?
Jawab: Jarak tempuh yang harus dilalui untuk sampai di daerah Padang
Lawas Utara dan sekitarnya memakan waktu sekitar 12 jam perjalanan
dengan satu kali pemberhentian di daerah Simpang Kawat untuk beristirahat
atau sekedar mengisi perut.

Universitas Sumatera Utara


8. Bagaimana prosedur pengangkutan mulai dari tiba diloket sampai di tempat
tujuan?
Jawab: penumpang melakukan pembelian tiket diloket dan kemudian
menunggu keberangkatan sesuai dengan nomor kendaraan dan waktu
keberangkatan yang tertera pada tiket tersebut.
9. Apakah penumpang mendapatkan jaminan perlindungan dengan membeli
tiket secara resmi dari pihak PT. Barumun?
Jawab: Ya, setiap penumpang yang membeli tiket secara resmi dari loket
PT. Barumun mendapat perlindungan hukum.
10. Apakah penumpang selalu mendapatkan informasi yang benar terkait
dengan pertanyaan yang mereka ajukan yang berhubungan dengan
pengangkutan dengan menggunakan PT. Barumun?
Jawab: Setiap penumpang selalu mendapatkan informasi yang benar, baik
dari supir, petugas di loket, maupun mandor PT. Barumun.
11. Apakah pihak PT. Barumun mendengarkan pendapat dan keluhan
penumpang terkait atas jasa pengangkutan yang digunakan oleh
penumpang?
Jawab: Pihak PT. Barumun mendengarkan pendapat dan keluhan
penumpang, mengenai keluhan penumpang, dikondisikan dengan keadaan.
12. Apakah setiap penumpang diperlakukan secara benar, jujur, dan tidak
diskriminatif?
Jawab: Setiap penumpang diperlakukan secara benar, jujur dan tidak
memandang penumpang secara diskriminatif, tidak membedakan
penumpang berdasarkan status, agama, ataupun golongan tertentu.
13. Apakah setiap penumpang sudah mengetahui tentang ketentuan atau
peraturan yang dibuat oleh PT. Barumun?
Jawab: Ya, ada yang sudah mengetahui dan tidak. Biasanya penumpang
yang sudah mengetahui, sudah berlangganan menggunakan jasa
pengangkutan PT. Barumun. Dan jika belum mengetahuiya, petugas loket

Universitas Sumatera Utara


akan memberitahukan agar membaca ketentuan atau peraturan yang dibuat
oleh PT. Barumun yang terdapat dibalik tiket.
14. Mengenai hak dan kewajiban, apakah pegawai bus (supir dan kernek) sudah
mengetahui apa saja hak dan kewajiban yang mereka miliki?
Jawab: Mengenai itu, sebelum diberi kepercayaan oleh mandor, supir dan
kernek terlebih dahulu diberitahukan apa saja hak yang akan mereka
dapatkan begitu pula kewajiban yang akan mereka penuhi.
15. Apakah penumpang juga mengetahui hak dan kewajiban yang mereka
punya?
Jawab: Ya, secara tidak langsung dengan melakukan transaksi pembelian
tiket, penumpang seharusnya mengetahui apa saja yang menjadi hak dan
kewajiban nya.
16. Apakah penumpang tidak diberitahukan terlebih dahulu sebelum membeli
tiket?
Jawab: Ya, pada saat melakukan pemesanan tiket petugas memberitahukan
sebagian hal kecil tentang hak dan kewajiban penumpang.
17. Apakah pernah supir/kernek lalai dalam melaksanakan kewajibannya? Lalu
sanksi apa yang diberikan oleh PT. Barumun?
Jawab: Ya, pernah ada pegawai bus yang lalai akan kewajibannya. PT.
Barumun memberikan teguran terlebih dahulu, jika tetap tidak ada
perubahan, maka pegawai bus (supir/kernek) tersebut mendapat sanksi
berupa pemecatan.
18. Bagaimana tanggungjawab PT. Barumun terhadap penumpang dalam hal
terjadi kehilangan barang?
Jawab: Pihak perusahaan bertanggungjawab penuh atas kehilangan barang
yang dialami oleh penumpang.
19. Bagaimana klarifikasi barang yang menjadi tanggungjawab penumpang?
Jawab: Barang-barang kecil dan barang-barang yang tidak terfdatar pada
loket.

Universitas Sumatera Utara


20. Bagaimana klarifikasi barang yang menjadi tanggungjawab pihak
pengangkut?
Jawab: Barang yang terdaftar melalui loket atau supir.
21. Bagaimana halnya pertanggungjawaban perusahaan jika barang tersebut
rusak?
Jawab: Perusahaan bertanggungjawab atas kerusakan barang yang diderita
oleh penumpang.
22. Apakah ada ganti kerugian yang diberikan oleh perusahaan kepada
penumpang?
Jawab: Penggantian kerugian atas kerusakan barang yang dialami oleh
penumpang dikondisikan dengan keadaan barang dan kesepakatan antara
pihak penumpang dengan pihak perusahaan/supir.
23. Bagaimana halnya pertanggungjawaban pihak perusahaan ketika terjadi
cacat pada barang?
Jawab: Sama seperti halnya jika terjadi kehilangan atau kerusakan pada
barang, pihak perusahaan akan bertanggungjawab namun terbatas pada
barang yang terdaftar di loket atau supir.
24. Apakah penumpang pernah menuntut kepada perusahaan agar pihak
perusahaan melakukan ganti kerugian atas kehilangan, kerusakan, atau cacat
pada barang?
Jawab: Ya, penumpang pernah menuntut ganti kerugian atas kehilangan,
kerusakan, atau cacat pada barang yang mereka miliki.
25. Apakah pernah terjadi kecelakaan dalam proses pengangkutan yang
dilakukan oleh PT. Barumun?
Jawab: Ya, pernah.
26. Kapan dan dimana kecelakaan tersebut terjadi?
Jawab: Kecelakaan tersebut terjadi sekitar tahun 2014, di daerah
Langgapayung. Pada saat itu memang kondisi jalan sangat ramai, karna arus
mudik lebaran.

Universitas Sumatera Utara


27. Apa penyebab kecelakaan tersebut?
Jawab: Penyebab kecelakaan tersebut faktor kelelahan pada supir, karena
bus langsung putar kepala (berangkat kembali) pada saat sampai di loket.
28. Apakah banyak korban dalam kecelakaan tersebut?
Jawab: Tidak, hanya beberapa korban yang mengalami luka berat.
Selebihnya hanya mengalami luka ringan saja.
29. Bagaimana pertanggungjawaban pihak PT. Barumun terhadap penumpang
korban kecelakaan?
Jawab: PT. Barumun bertanggungjawab sepenuhnya atas insiden kecelakaan
yang terjadi.
30. Apakah ada pihak lain yang ikut menanggung biaya kecelakaan tersebut?
Jawab: Ya, ada pihak lain yang ikut menanggung biaya kecelakaan yang
dialami oleh penumpang kami, yaitu dari pihak pengusaha berupa dana
santunan dan dari pihak Jasa Raharja.
31. Mengenai perselisihan, apakah PT. Barumun pernah mengalami perselisihan
dengan penumpang?
Jawab: Ya, pernah terjadi perselisihan antara pihak perusahaan dengan
penumpang.
32. Biasanya dalam hal apa terjadi perselisihan tersebut?
Jawab: Biasanya dalam hal kesalahpahaman antara pihak penumpang dan
pengangkut, kehilangan barang, kerusakan barang.
33. Jika terjadi sengketa antara pihak perusahaan dengan pihak penumpang
terkait dengan pertanggungjawaban atas kecelakaan atau kehilangan
barang, langkah apa yang ditempuh para pihak untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut?
Jawab: Sejauh ini, jika ada permasalahan atau sengketa yang terjadi antara
pihak penumpang dan pengangkut, penyelesaian masalah dilakukan secara
kekeluargaan.

Universitas Sumatera Utara

You might also like