Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi penulis
dalam meneliti secara langsung di lapangan.
b. Untuk memenuhi salah satu tugas peneliti dalam menjalani program
internsip dokter umum Indonesia.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang cara
mencapai glukosa darah terkontrol pada penyakit diabetes melitus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Lembang,
Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat
dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit diabetes
melitus.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif adalah domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari
hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang beruntun yaitu5:
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut
disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
5
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication) diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis) merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
6
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan5
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas.
7
Obesitas abdomen (dihitung melalui lingkar perut). Hal ini
mengindikasikan deposisi lemak abdomen dalam kuantitas yang besar,
terdiri dari lemak visceral dan lemak subkutan. Lemak visceral
meningkatkan risiko diabetes dan hiperlipidemia melalui resistensi
insulin.11
Peningkatan waist – hip ratio
Sedentariness. Kehidupan perkotaan telah membawa beberapa perubahan
gaya hidup dan berhubungan dengan prevalensi yang lebih besar
terjadinya DM. 11
Merokok.Berdasarkan studi yang dilakukan oleh, didapatkan bahwa risiko
DM Tipe 2 meningkat secara signifikan pada perokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok, meskipun terjadi penurunan berat badan.
Hubungan ini semakin kuat ketika ditambahkan variable perancu potensial
yang lain. Selain itu diapatkan bahwa peningkatan risiko signifikan pada
perokok tingan (1-9 batang per hari) dan perokok berat (_ 20 batang per
hari). Mulai merokok pada usia yang lebih muda berhubungan dengan
peningkatan risiko.12
HDL < 35mg/dL
Trigliserieda ≥ 200 mg/dL
8
c. Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia
lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari
penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang
berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok
etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko
terkena diabetes mellitus.1,6
d. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat
diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung memiliki
risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang
tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan
penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi
penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen
untuk diwariskan kepada anak anaknya.8
e. Riwayat menderita diabetes gestasional.
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes
akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari.
Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat badan
lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan
mengidap diabetes tipe 2 kelak.
f. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.
9
b. Aktifitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat
terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif.
Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes.
Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa
dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat
melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.5
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau
tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit
yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,
mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum
jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama
peningkatan kadar glukosa darah.4
d. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-
manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi
efek mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak tinggi terlalu banyak
berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.1
e. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat
badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi
(malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan
sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan
kerja insulin.1
f. Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik.8
10
g. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas
yangdikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat
menimbulkangangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes
mellitus.
h. Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut
orang kan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya. Namun, selain dari
pengetahuan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi aktivitas fisik seseorang
karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang yang tingkat pendidikan
tinggi biasanya lebih banyak bekerja di kantoran dengan aktivitas fisik sedikit.
Sementara itu, orang yang tingkat pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh
maupun petani dengan aktivitas fisik yang cukup atau berat.
i. Kolesterol
Kadar kolesterol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM Tipe 2. Kadar
kolesterol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas (free fatty acid)
sehingga terjadi lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel
beta yang akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2. Kadar kolesterol total berisiko
untuk diabetes jika hasilnya > 200 mg/dL (kolesterol tinggi) sedangkan kadar
normal adalah < 200 mg/dl.
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa seyogyanya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali
mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga
dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan olehWHO. Untuk
pemantauan hasil pengobtan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.9
Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic
DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,
yang mempunyai risiko DM. (Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian
pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringya positif, untuk memastikan
diagnostik definitif). 9
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosis
DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas
DM terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas sedangkan gejala tidak khas DM di antaranya lemas, kesemutan, luka yang
sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali
saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala
khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
12
Diagnosa DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada Tabel 2.1.9
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu _ 200 mg/dL
(11,1 mmol/L)
1 Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa _ 126 mg/dL
(7,0 mmol/L)
2
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO _ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
3 TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air
HbA1c _ 6,5 %
TesA1C adalah tes darah yang mencerminkan rata-rata kadar
4 glukosa darah seseorang selama 3 bulan terakhir dan tidak
menunjukkan fluktuasi harian. TesA1C tidak memerlukan puasa
dan dapat dilakukan pada setiap saat sepanjang hari
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis DM 9,21
13
resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans) dan 10.riwayat penyakit
kardiovaskular.9
Bukan DM Belum pasti DM DM
Konsentrasi
< 100 100-199 >200
GDS (mg/dL)
Konsentrasi
<100 100-125 >126
GDP (mg/dL)
Konsentrasi
<140 140-199 >200
TTGO (mg/dL)
Konsentrasi
+5 5.7-6.4 >6.5
HbA1c (%)
Tabel 2.2 Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM (mg/dL)9,21
14
Obat hipoglikemik oral/OHO (insulin sensitizing, insulin secretagogue,
penghambat alfa glukosidase) dan Insulin, diberikan pada kondisi berikut:15
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, AMI, stroke)
Diabetes mellitus gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan
makanan,
Gangguan fungsi ginjal/hati yang berat
Kontraindikasi atau alergi OHO
2.2.7 Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetikum
Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis.
Glukosuria dan ketonuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik, sehingga
mengakibatkan Pasien mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
b. Koma hiperosmolar non ketotik
Koma hiperosmolar non ketotik sering terjadi pada penderita diabetes mellitus
tipe 2. Komplikasi ini ditandai dengan hiperglikemia tanpa disertai ketosis.
Gejala khasnya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, pernafasan cepat dan
dalam (kussmaul).2,3
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, pusing, banyak keringat,
gemetar, berdebar-debar, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma.17
2. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik diabetes mellitus terdiri dari komplikasi makrovaskular dan
komplikasi mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular, meliputi penyakit jantung
koroner, pembuluh darah kaki (gangren), stroke, dan hipertensi. Sedangkan
komplikasi mikrovaskular, meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati.3,9
15
3. Impotensi
Kadar glukosa darah tinggi dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan lapisan endotel arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan
mencetuskan reaksi imunitas dan inflamasi sehingga terjadi penimbunan endapan
lemak, trombosit, makrofag, neutrofil, dan monosit di seluruh kedalaman tunika
intima (lapisan endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Hal
tersebut menyebabkan terjadinya aterosklerosis (pengerasan arteri). Bila terjadi
aterosklerosis pada arteri-arteri penis, aliran darah ke penis akan berkurang dan
terjadi penurunan kemampuan arteri-arteri penis untuk berdilatasi sewaktu
perangsangan seksual. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketidakmampuan
pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi (impotensi).3,9
4. Rentan terjadi infeksi
Penderita diabetes mellitus rentan terjadi infeksi, antara lain : (a) Infeksi saluran
kemih, (b) Pneumonia, (c) Ulkus diabetik, (d) Infeksi kulit (abses), (e) Infeksi pada
rongga mulut, (f) Infeksi pada telinga.18
2.2.8 Pencegahan
Terdapat beberapa cara pengegahan diabetes melitus. Mengingat jumlah pasien yang
semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien penderita diabetes melitus
yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik
adalah pencegahan.19
Menurut WHO tahun 1994, cara pencegahan pada penderita diabetes melitus
ada 3 tahap, yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes
melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini
merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya
menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi
tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola
hidup beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang
mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar
tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif
16
terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-
kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah
dan efektif. 20
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya
komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit.
Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko
tinggi. Menurut WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia
kegiatan tersebut memerlukan biaya yang sangat besar.19
Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat seperti pada
pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan
kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan, disamping itu juga
diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal
mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.20
c. Pencegahan Tertier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3
tahap, antara lain:
1. Mencegah timbulnya komplikasi.
2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.
3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter maupun
antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.20
17
BAB III
METODE PENELITIAN
18
3.5 Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian
3.5.1 Tehnik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari pengisian kuisioner yang telah disiapkan oleh peneliti
dengan menggunakan teknik wawancara.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuisioner yang berisi pertanyaan tertulis tentang
pengetahuan peserta prolanis tentang diabetes melitus dalam upaya mencapai glukosa
darah terkontrol. Perubahan pengetahuan reponden dianggap baik apabila terdapat
peningkatan jumlah peserta benar sebanyak >80%, cukup bila peningkatan jumlah
peserta benar 60-80%, dan kurang bila peningkatan jumlah peserta benar <60%.
19
BAB IV
HASIL PENELITIAN
20
Leppe Barat
Leppe
Baurung Barane 2,14 2
Barane Dhua
Tamo
Tamo Dhua
Baurung
Pangale
Jumlah 8.22
A. Kesehatan
1. Dokter Umum 2 - - 2
2. Dokter Gigi - - - 0
3. Apoteker 1 - - 1
4. Sarjana Kesehatan Masyarakat 2 - - 2
5. Bidan 6 2 2 10
6. Perawat 8 1 0 9
21
7. Perawat Gigi 1 - - 1
8. Sanitarian 1 - - 1
9. Gizi/Nutrisionis 1 - - 1
10. Fisioterapis - - - -
11. Analisis Kesehatan 1 - - 1
12. Farmasi - - - -
B. Non Kesehatan
13. Pekarya/Administrasi 1 - - 1
Jumlah 26 3 2 31
22
2 Penyakit pada sistem otot dan 1.191 11,2
jaringan pengikat
3 Gastritis dan duodenitis 971 9,1
4 Penyakit kulit alergi 933 8,7
5 Penyakit pulpa dan jaringan 724 6,8
periapikal
6 Diare 574 5,4
7 Penyakit mata lain-lain 397 3,7
8 Gangguan gigi dan jaringan 372 3,5
penyangga lainnya
9 Gingivitis dan penyakit periodontal 370 3,5
10 Penyakit darah tinggi 337 3,2
Jumlah 10.643 100
23
Pendidikan terakhir responden bervariasi dari 3 orang memiliki pendidikan
terakhir SD, 5 orang tamat SMP, 8 orang tamat SMA, dan 4 orang yang tamat
Perguruan Tinggi.
24
7 7 80
8 8 70
9 9 90
10 10 70
11 11 90
12 12 30
13 13 90
14 14 60
15 15 30
16 16 90
17 17 70
18 18 90
19 19 100
20 20 80
25
12 12 80
13 13 100
14 14 100
15 15 80
16 16 90
17 17 70
18 18 100
19 19 100
20 20 80
*soal terlampir
4.8 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang berpengetahuan
baik sebelum dilakukan penyuluhan sejumlah 6 responden (30%), cukup baik
sejumlah 10 responden (50%), dan sisanya berpengetahuan kurang sejumlah 4 orang
(20%). Setelah dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan pengetahuan menjadi 13
responden (65%) berpengetahuan baik, dan 7 responden (35%) lainnya
berpengetahuan cukup baik. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar peserta
prolanis telah memahanmi isi penyuluhan yang telah disampaikan. Sebagian
responden tidak mengetahui bahwa diabetes melitus tidak selalu menimbulkan gejala
dan dapat terjadi diusia muda. Kurangnya pengetahuan responden ini dapat
disebabkan beberapa faktor antara lain: rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya
keaktifan responden dalam mengikuti penyuluhan kesehatan yang diadakan oleh
petugas kesehatan setempat dan ada beberapa responden yang sudah berusia lanjut
(diatas 50 tahun) dimana kemampuan responden dalam menerima informasi kesehatan
agak kurang.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) peningkatan
pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variable perilaku.
Pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan seseorang realitas cara berfikir
dan ruang lingkup jangkauan berfikirnya semakin luas.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
1. www.who.int/en/ . World Health Organization [updated 2014; cited 2014 Sep 5].
Available from http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/
2. WHO. Prevention of diabetes mellitus. Technical Report Series. 1994: 11-31
3. Satoto. Reposisioning pangan sebagai strategi KIE penanggulangan masalah gizi
ganda. Dalam: Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Gizi dan
kualitas hidup. Semarang: Lembaga Penelitian UNDIP; 1997.p. 1-4.
4. Sri K, Obesitas dan penatalaksanaan program diit. Semarang : PAM Gizi Depkes
RI Semarang; 1996.p. 1-4.
5. Darmojo B. Peranan pola konsumsi makanan dan penyakit kardiovaskuler. Dalam:
Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Gizi dan kualitas hidup.
Semarang: Lembaga Penelitian UNDIP; 1997. p 1-2.
6. Pratiwi. Pelayanana dan penyuluhan di poliklinik gizi RS Elisabeth Semarang.
Semarang: AKZI Depkes Semarang; 1997.
7. Tjokroprawiro A. Diabetes melitus klasifikasi, diagnosis, dan terapi. 2001. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
8. Braunwald, Fauci, Hauser, Jameson, Kasper, Longo, Loscalzo. Harrison’s
principles of internal medicine 17th Edition. United States of America; 2009 45
9.Purnamasari, D., Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, in Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V, A.W. Sudoyo, et al., Editors. 2009, InternaPublishing:
Jakarta.
10.Asociation, T.C.D., Prediabetes Prevention. 2013.
11.Yadav, R., P. Tiwari, and E. Dhanaraj, Risk factors and complications of type 2
diabetes in Asians. CRIPS, 2008. 9(2).
12.Wannamethee, S.G., A.G. Shaper, and I.J. Perry, Smoking as a Modifiable Risk
Factor for Type 2 Diabetes in Middle-Aged Men. Diabetes Care, 2001. 24(9).
13.Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1879
14. Kurniawan, A., 2005. Current Review of Diabetes Mellitus. Kumpulan Makalah
One Day Symposium an Update on the Management of Diabetes Mellitus, Panitia
Pelantikan Dokter Baru Periode 151 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Solo, 5.
28
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2005. Diabetes Melitus.
Standar Pelayanan Medik, PB PAPDI, Jakarta, 7.
16. Soegondo, S. 2011. Diagnosis, Klasifikasi, dan Patofisiologi Diabetes Mellitus.
Kumpulan Makalah Update Comprehensive Management of Diabetes Mellitus,
Panitia Seminar Ilmiah Nasional Continuing Medical Education Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 11.
17.WHO. Screening for Type 2 Diabetes. Geneva; 2003. 46
18. Handayani SA. Faktor-faktor resiko diabetes melitus tipe-2 di semarang dan
sekitarnya[Thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2003.
19. Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Padmomartono FS. Naskah lengkap
diabetes mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang: Badan
Penerbit UniversitasDiponegoro; 2007.
20. Tjekyan S. Risiko penyakit diabetes mellitus tipe 2 di kalangan peminum kopi.
Palembang:Universitas Sriwijaya; 2007.
21. Harlan D,Diagnosis of Diabetes and Prediabetes. National Diabetes Information
Clearinghouse (NDIC). Available from :
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/diagnosis
29
LAMPIRAN
Kuisioner Penelitian
Nama :
Alamat :
A. Data demografi
1. Umur : tahun
2. Jenis kelamin : Laki-laki
Perempuan
3. Pendidikan : SD SMP
SMA Perguruan
Tinggi
4. Pekerjaan : Peg. Swasta
Wiraswasta
Peg. Negeri Pensiunan
Lainnya
5. Riwayat diabetes melitus : Diri Sendiri Orangtua
Tidak Ada
6. Mendapat informasi tentang diabetes melitus :
Keluarga
Pelayanan Kesehatan
Media massa/TV
Lain-lain
Tidak pernah
30
SOAL PRE TEST DIABETES MELLITUS
Nama :
JK : Laki-laki/ Perempuan
Umur :
Alamat :
Berikanlah tanda centang (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan
No Pertanyaan Benar Salah
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang biasa disebut
1 penyakit kencing manis dimana terjadi kelebihan kadar
gula dalam darah.
Umur, keturunan dari keluarga dan berat
2 badan/kegemukan (obesitas) merupakan faktor-faktor
timbulnya penyakit diabetes mellitus.
Salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diabetes
3
mellitus adalah kurang tidur
Penyakit diabetes mellitus salah satunya disebabkan oleh
4
mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
Salah satu gejala penyakit diabetes mellitus adalah sering
5
buang air kecil
31
SOAL POST TEST DIABETES MELLITUS
Nama :
JK : Laki-laki/ Perempuan
Umur :
Alamat :
Berikanlah tanda centang (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan
No Pertanyaan Benar Salah
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang biasa disebut
1 penyakit kencing manis dimana terjadi kelebihan kadar
gula dalam darah.
Umur, keturunan dari keluarga dan berat
2 badan/kegemukan (obesitas) merupakan faktor-faktor
timbulnya penyakit diabetes mellitus.
Salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diabetes
3
mellitus adalah kurang tidur
Penyakit diabetes mellitus salah satunya disebabkan oleh
4
mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
Salah satu gejala penyakit diabetes mellitus adalah sering
5
buang air kecil
32
LAPORAN DOKUMENTASI
33