You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menjadi perhatian nasional maupun global pada saat ini. Data WHO tahun 2008
menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi, 36 atau hampir dua pertiganya
disebabkan oleh penyakit tidak menular. Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir
menghadapi masalah triple burden disease, yaitu penyakit menular yang masih
menjadi masalah, kejadian re-emerging disease dan new emerging disease dan
kejadian PTM yang cenderung meningkat.1
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-
2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak
menular semakin meningkat sedangkan kematian karena penyakit menular semakin
menurun. Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut.1,2
Penyakit tidak menular (PTM) dikenal sebagai penyakit kronis yang tidak
ditularkan dari orang ke orang. Berdasarkan profil WHO ada lima penyakit tidak
menular dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi yaitu penyakit
kardiovaskuler, kanker, diabetes mellitus, penyakit pernapasan kronis dan cedera.1
Salah satu penyakit tidak menular dengan proporsi tertinggi di Indonesia dan
merupakan penyebab kematian tertinggi keenam di negara ini adalah Diabetes
mellitus. Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Diabetes merupakan
penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang
terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat yang
atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif
atau kedua-duanya. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang
dikenal sebagai insulin dependent atau childhood onset diabetes, ditandai dengan
kurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non-insulin-
dependent atau adult onset diabetes, disebabkan ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin secara efektif yang kemudian mengakibatkan kelebihan berat
badan dan kurang aktivitas fisik. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia
yang diketahui pertama kali saat kehamilan.2
1
Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2
disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan
terhadap lingkungan.3 Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan
risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang
kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Di antaranya adalah
kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas.3 Kondisi obesitas
tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas akan
memiliki risiko timbulnya DM tipe 2- 4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
dengan status gizi normal.4
Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga
merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM.5 Latihan fisik yang
teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua aspek
metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi
glukosa.6 Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah
2,5 kali lebih berisiko mengalami DM dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali
lebih aktif. Mengingat tingginya prevalensi dan tingginya biaya perawatan untuk
penderita DM yang diperkirakan biaya perawatan minimal untuk rawat jalan di
Indonesia sebesar Rp 1,5 milyar per hari atau Rp 500 milyar pertahun7, maka perlu
adanya upaya untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut. Dengan
mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan DM tipe 2 berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya yang meliputi etnik, social ekonomi, dan gaya hidup
di samping faktor genetik dapat dilakukan upaya pencegahan.8
Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa jumlah
penderita DM di dunia dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4
juta) pada tahun 2000, dan akan melonjak dua kali lipat (293,3 juta) pada tahun 2010.
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia
terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetisi) dan diduga 20 tahun
kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negara-
negara seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Banglades,
Italia, Rusia, dan Brazil merupakan 10 besar Negara dengan jumlah penduduk diabetes
terbanyak. Dalam Diabetes Atlas edisi kedua tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF,
prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan
toleransi glukosa terganggu (TGT) 9,7% (12,9 juta orang) diabetisi dan 11,2% (20,9
juta orang) dengan TGT. Sementara menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah
2
diabetisi di Indonesia akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi
12 juta pada tahun 2025. Dalam Diabetes Care, yang melakukan analisa data WHO
dan memprediksi Indonesia di tahun 2000 dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak
diabetisi (8,4 juta orang) pada tahun 2030 akan tetap nomor 4 di dunia tetapi dengan
21,3 juta diabetisi. Adapun tingkat kejadian diabetes melitus di Puskesmas Lembang,
Majene, Sulawesi Barat pada tahun 2015 berkisar 138 orang dan meningkat menjadi
174 orang orang pada tahun 2016. Peningkatan jumlah ini akan menjadi signifikan
apabila tidak ada upaya dari kita semua untuk mencegah atau paling tidak
mengeliminasi faktor-faktor penyebab ledakan jumlah tersebut.2
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap penderita diabetes melitus dengan judul Perubahan Tingkat
Pengetahuan Peserta PROLANIS sebelum dan sesudah Penyuluhan Diabetes Melitus
dalam Upaya Mencapai Glukosa Darah Terkontrol di Puskesmas Lembang,
Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat.

1.2 Rumusan Masalah


Dari penjelasan di atas, dapat ditemukan permasalahan sebagai berikut:

 Bagaimana perubahan tingkat pengetahuan peserta prolanis sebelum dan


sesudah penyuluhan diabetes melitus dalam upaya mencapai glukosa darah
terkontrol di Puskesmas Lembang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten
Majene, Provinsi Sulawesi Barat?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perubahan tingkat pengetahuan peserta Prolanis
sebelum dan sesudah dilakukannya penyuluhan tentang diabetes melitus dalam
upaya mencapai glukosa darah terkontrol di Puskesmas Lembang, Kecamatan
Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya perubahan tingkat pengetahuan peserta Prolanis sebelum dan
sesudah dilakukannya penyuluhan tentang diabetes melitus dalam upaya
mencapai glukosa darah terkontrol di Puskesmas Lembang, Kecamatan
Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, tahun 2016.

3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi penulis
dalam meneliti secara langsung di lapangan.
b. Untuk memenuhi salah satu tugas peneliti dalam menjalani program
internsip dokter umum Indonesia.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang cara
mencapai glukosa darah terkontrol pada penyakit diabetes melitus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas Lembang,
Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat
dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit diabetes
melitus.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif adalah domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari
hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang beruntun yaitu5:
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut
disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan5


Menurut Bloom (1987) dikutip oleh Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang
dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

5
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication) diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis) merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan5


Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau orang lain.
Misalnya, jika seseorang pernah merawat seorang anggota keluarga yang sakit
hipertensi, umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika
terkena hipertensi.
b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang memiliki pengetahuan
yang tingi akan mempunyai pengalaman yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi
tingkat pengetahuaannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya televise, radio, Koran, buku, majalah dan
internet.

6
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan5
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas.

2.2 Diabetes Mellitus


2.2.1 Definisi
World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa Diabetes Melitus
(DM) merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin
absolut atau relative dan gangguan fungsi insulin. 9
2.2.2 Klasifikasi
Menurut WHO diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Diabetes
mellitus tipe 1, meliputi autoimun dan idiopatik, (2) Diabetes mellitus tipe 2, (3)
Diabetes kehamilan (GestasionalDiabetes Mellitus / GDM), (4) Diabetes mellitus tipe
lain, meliputi defek genetic fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas (pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik), endokrinopati
(akromegali, sindroma cushing), karena obat / zat kimia, infeksi (rubella congenital,
CMV), sindroma genetik lain (sindrom down, sindrom klinefelter, Sindrom Turner).3,8

2.2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya DM Tipe 2 sebagai berikut:
 Usia > 40 tahun. Risiko DM Tipe 2 semakin besar sesuai dengan
pertambahan usia. Karena itu, Canadian Diabetes Association
merekomendasikan untuk melakukan skrining gula darah puasa untuk
setiap orang yang berusia _ 40 tahun dan setiap 3 tahun setelahnya. Jika
seseorang memiliki faktor risiko lain, sebaiknya diskrining lebih sering
dan lebih awal. [10] Riwayat diabetes dalam keluarga. Beberapa studi di
India dan luar negeri menunjukkan bahwa hampir 75% pasien DM Tipe 2
memiliki riwayat diabetes pada keluarga derajat pertamanya. 11
 Overweight (diidentifikasi melalui IMT)11

7
 Obesitas abdomen (dihitung melalui lingkar perut). Hal ini
mengindikasikan deposisi lemak abdomen dalam kuantitas yang besar,
terdiri dari lemak visceral dan lemak subkutan. Lemak visceral
meningkatkan risiko diabetes dan hiperlipidemia melalui resistensi
insulin.11
 Peningkatan waist – hip ratio
 Sedentariness. Kehidupan perkotaan telah membawa beberapa perubahan
gaya hidup dan berhubungan dengan prevalensi yang lebih besar
terjadinya DM. 11
 Merokok.Berdasarkan studi yang dilakukan oleh, didapatkan bahwa risiko
DM Tipe 2 meningkat secara signifikan pada perokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok, meskipun terjadi penurunan berat badan.
Hubungan ini semakin kuat ketika ditambahkan variable perancu potensial
yang lain. Selain itu diapatkan bahwa peningkatan risiko signifikan pada
perokok tingan (1-9 batang per hari) dan perokok berat (_ 20 batang per
hari). Mulai merokok pada usia yang lebih muda berhubungan dengan
peningkatan risiko.12
 HDL < 35mg/dL
 Trigliserieda ≥ 200 mg/dL

Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar


yaitu :
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes mellitus
sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin
bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).4,5
b. Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di
Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki-laki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan
kejadian diabetes mellitus belum jelas.6

8
c. Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia
lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari
penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang
berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok
etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko
terkena diabetes mellitus.1,6
d. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat
diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung memiliki
risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang
tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan
penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi
penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen
untuk diwariskan kepada anak anaknya.8
e. Riwayat menderita diabetes gestasional.
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes
akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari.
Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat badan
lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan
mengidap diabetes tipe 2 kelak.
f. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi


a. Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada
tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak
tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central
obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80- 90% penderita mengalami obesitas.2

9
b. Aktifitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat
terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif.
Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes.
Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa
dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat
melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.5
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau
tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit
yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,
mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum
jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama
peningkatan kadar glukosa darah.4
d. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-
manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi
efek mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak tinggi terlalu banyak
berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.1
e. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat
badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi
(malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan
sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan
kerja insulin.1
f. Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik.8

10
g. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas
yangdikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat
menimbulkangangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes
mellitus.
h. Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut
orang kan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya. Namun, selain dari
pengetahuan, tingkat pendidikan juga mempengaruhi aktivitas fisik seseorang
karena terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Orang yang tingkat pendidikan
tinggi biasanya lebih banyak bekerja di kantoran dengan aktivitas fisik sedikit.
Sementara itu, orang yang tingkat pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh
maupun petani dengan aktivitas fisik yang cukup atau berat.
i. Kolesterol
Kadar kolesterol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM Tipe 2. Kadar
kolesterol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas (free fatty acid)
sehingga terjadi lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel
beta yang akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2. Kadar kolesterol total berisiko
untuk diabetes jika hasilnya > 200 mg/dL (kolesterol tinggi) sedangkan kadar
normal adalah < 200 mg/dl.

2.2.4. Gambaran Klinis


Gejala pada penderita diabetes mellitus disebut juga dengan istilah 3 P, yaitu
Polifagia (banyak makan), Polidipsia (banyak minum), dan Poliuria (banyak kencing).
Bila keadaan ini tidak cepat diobati, dalam jangka waktu yang panjang gejala yang
dirasakan bukan 3 P lagi, melainkan 2 P saja (Polidipsia dan Poliuria) dan beberapa
keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, penurunan berat badan, cepat lelah,
badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada wanita. Di samping gejala diatas, ada juga gejala yang sering tampak
setelah terjadi komplikasi kronis antara lain : kesemutan, kulit terasapanas (neuropati),
kram, mata kabur, infeksi jamur pada alat reproduksi wanita, kemampuan seksual
menurun bahkan impotensi, luka lama sembuh, pada ibu hamil sering mengalami
11
keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan dengan berat badan
lahir bayi lebih dari 4000 gram.Keluhan lain yang juga dapat ditemukan pada pasien
diabetes mellitus antara lain pasien merasakan lemah, gatal, kesemutan, pandangan
kabur, serta adanya disfungsi ereksi pada pria ataupun pruritus vulva pada wanita13

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa seyogyanya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali
mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga
dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan olehWHO. Untuk
pemantauan hasil pengobtan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.9
Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic
DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,
yang mempunyai risiko DM. (Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian
pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringya positif, untuk memastikan
diagnostik definitif). 9
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosis
DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas
DM terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas sedangkan gejala tidak khas DM di antaranya lemas, kesemutan, luka yang
sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali
saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala
khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.

12
Diagnosa DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada Tabel 2.1.9
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu _ 200 mg/dL
(11,1 mmol/L)
1 Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa _ 126 mg/dL
(7,0 mmol/L)
2
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO _ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
3 TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air
HbA1c _ 6,5 %
TesA1C adalah tes darah yang mencerminkan rata-rata kadar
4 glukosa darah seseorang selama 3 bulan terakhir dan tidak
menunjukkan fluktuasi harian. TesA1C tidak memerlukan puasa
dan dapat dilakukan pada setiap saat sepanjang hari
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis DM 9,21

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan Indeks


Massa Tubuh (IMT) _ 25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1.aktifitas
fisik kurang, 2.riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree
relative), 3.masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pacific Islander), 4.wanita dengan riwayat melahirkan
bayi dengan berat _ 4000 gram atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
5.hipertensi (tekanan darah _ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti
hipertensi), 6.kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida _ 250 mg/dL, 7.wanita
dengan sindrom polikistik ovarium, 8.riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT), 9.keadaan lain yang berhubungan dengan

13
resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans) dan 10.riwayat penyakit
kardiovaskular.9
Bukan DM Belum pasti DM DM
Konsentrasi
< 100 100-199 >200
GDS (mg/dL)
Konsentrasi
<100 100-125 >126
GDP (mg/dL)
Konsentrasi
<140 140-199 >200
TTGO (mg/dL)
Konsentrasi
+5 5.7-6.4 >6.5
HbA1c (%)
Tabel 2.2 Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM (mg/dL)9,21

2.2.6 Pengobatan Diabetes Mellitus


Pengobatan diabetes mellitus sangat penting dalam menjaga kestabilan kadar gula
darah pasien guna mencegah terjadinya berbagai komplikasi akut dan kronik. Hal
tersebut dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan diabetes mellitus, yaitu:14,15
a. Edukasi
Berupa pendidikan dan latihan tentang pengetahuan pengelolaan penyakit
diabetes mellitus bagi pasien dan keluarganya.
b. Perencanaan makan
Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah dan lipid,
nutrisi yang optimal, serta mencapai/mempertahankan berat badan ideal.
Adapun komposisi makanan yang dianjurkan bagi pasien adalah sebagai
berikut: karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%.
c. Latihan jasmani
Berupa kegiatan jasmani sehari-hari (berjalan kaki ke pasar, berkebun, dan
lain-lain) dan latihan jasmani teratur (3-4x/minggu selama ± 30 menit).
d. Intervensi farmakologis
Diberikan apabila target kadar glukosa darah belum bisa dicapai dengan
perencanaan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis dapat berupa

14
Obat hipoglikemik oral/OHO (insulin sensitizing, insulin secretagogue,
penghambat alfa glukosidase) dan Insulin, diberikan pada kondisi berikut:15
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, AMI, stroke)
 Diabetes mellitus gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan
makanan,
 Gangguan fungsi ginjal/hati yang berat
 Kontraindikasi atau alergi OHO

2.2.7 Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetikum
Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis.
Glukosuria dan ketonuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik, sehingga
mengakibatkan Pasien mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
b. Koma hiperosmolar non ketotik
Koma hiperosmolar non ketotik sering terjadi pada penderita diabetes mellitus
tipe 2. Komplikasi ini ditandai dengan hiperglikemia tanpa disertai ketosis.
Gejala khasnya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, pernafasan cepat dan
dalam (kussmaul).2,3
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, pusing, banyak keringat,
gemetar, berdebar-debar, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma.17
2. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik diabetes mellitus terdiri dari komplikasi makrovaskular dan
komplikasi mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular, meliputi penyakit jantung
koroner, pembuluh darah kaki (gangren), stroke, dan hipertensi. Sedangkan
komplikasi mikrovaskular, meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati.3,9

15
3. Impotensi
Kadar glukosa darah tinggi dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan lapisan endotel arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan
mencetuskan reaksi imunitas dan inflamasi sehingga terjadi penimbunan endapan
lemak, trombosit, makrofag, neutrofil, dan monosit di seluruh kedalaman tunika
intima (lapisan endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Hal
tersebut menyebabkan terjadinya aterosklerosis (pengerasan arteri). Bila terjadi
aterosklerosis pada arteri-arteri penis, aliran darah ke penis akan berkurang dan
terjadi penurunan kemampuan arteri-arteri penis untuk berdilatasi sewaktu
perangsangan seksual. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketidakmampuan
pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi (impotensi).3,9
4. Rentan terjadi infeksi
Penderita diabetes mellitus rentan terjadi infeksi, antara lain : (a) Infeksi saluran
kemih, (b) Pneumonia, (c) Ulkus diabetik, (d) Infeksi kulit (abses), (e) Infeksi pada
rongga mulut, (f) Infeksi pada telinga.18

2.2.8 Pencegahan
Terdapat beberapa cara pengegahan diabetes melitus. Mengingat jumlah pasien yang
semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien penderita diabetes melitus
yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik
adalah pencegahan.19
Menurut WHO tahun 1994, cara pencegahan pada penderita diabetes melitus
ada 3 tahap, yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes
melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini
merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya
menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi
tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola
hidup beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang
mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar
tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif
16
terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-
kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah
dan efektif. 20

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya
komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit.
Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko
tinggi. Menurut WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia
kegiatan tersebut memerlukan biaya yang sangat besar.19
Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat seperti pada
pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan
kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan, disamping itu juga
diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal
mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.20
c. Pencegahan Tertier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3
tahap, antara lain:
1. Mencegah timbulnya komplikasi.
2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.
3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter maupun
antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.20

17
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan Perubahan Tingkat Pengetahuan Peserta PROLANIS sebelum dan
sesudah penyuluhan diabetes melitus dalam upaya mencapai glukosa darah terkontrol
di Puskesmas Lembang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi
Sulawesi Barat.. Penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi terhadap
variabel yang diteliti yaiu variabel pengetahuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lembang, Kecamatan Banggae
Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan tanggal 11 Maret 2017.
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini
adalah semua peserta Prolanis yang datang ke Puskesmas Lembang pada tanggal 11
Maret 2017.
3.3.2 Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah populasi target yang masuk dalam kriteria inklusi.

3.4. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

 Peserta Prolanis yang datang ke Puskesmas Lembang pada tanggal 11


Maret 2017
3.4.2 Kriteria Eksklusi

 Penderita Prolanis yang tidak kooperatif

18
3.5 Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian
3.5.1 Tehnik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari pengisian kuisioner yang telah disiapkan oleh peneliti
dengan menggunakan teknik wawancara.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuisioner yang berisi pertanyaan tertulis tentang
pengetahuan peserta prolanis tentang diabetes melitus dalam upaya mencapai glukosa
darah terkontrol. Perubahan pengetahuan reponden dianggap baik apabila terdapat
peningkatan jumlah peserta benar sebanyak >80%, cukup bila peningkatan jumlah
peserta benar 60-80%, dan kurang bila peningkatan jumlah peserta benar <60%.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data


3.6.1 Teknik Pengolahan Data
a. Pengolahan Data (editing)
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat
di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data
sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera
dilaksanakan.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,
menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.

3.6.2 Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu variabel pengetahuan,
dan variable perilaku.

19
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis

Kondisi geografis Kecamatan Banggae Timur terdiri dari wilayah Pantai,


dataran dan Pegunungan. Dengan Luas wilayah 30,04 KM2, Puskesmas Lembang
merupakan satu dari dua Puskesmas yang berada di Wilayah Kecamatan Banggae
Timur Kota Majene. Dengan jarak sekitar 1 km dari Ibukota Kecamatan dan 3 km dari
Ibukota Kabupaten yang dihubungkan dengan jalan raya beraspal dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Polman


 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Banggae
 Sebelah Barat berbatasan dengan Lingkungan Tunda Kel. Labuang Utara
 Sebelah Timur berbatasan dengan Pantai Barane

4.2 Keadaan Demografis

4.2 .1 Luas wilayah

No Wilayah Kerja Luas ( Km2 ) Jarak Rata2 ke


Kelurhan Lingkungan Pusk. (Km)

Tande Timur Salabulo 3.65 2


Lutang
Lino Maloga
Ka’loli
Buttu Samang
Labuang Labuang 0.26 2
Binanga
Tg. Batu Barat
Tg. Batu Timur
Parappe
Tangnga-tangnga
Lembang Lembang 2,71 2
Lembang Dhua

20
Leppe Barat
Leppe
Baurung Barane 2,14 2
Barane Dhua
Tamo
Tamo Dhua
Baurung
Pangale
Jumlah 8.22

4.2.2 Jumlah Penduduk Tahun 2016


No Desa / Jenis Kelamin
Kelurahan Laki – laki Perempuan Jumlah
Abs % Abs %
1 Baurung 2.345 40.2 2.352 40.3 5.831
2 Lembang 2.619 55.8 2.729 58.1 4.697
3 Labuang 2.761 51.6 3.070 57.4 5.348
4 Tande Timur 884 44.9 1.083 55.1 1.967

Jumlah 8.609 48.2 9.234 51.8 17.843

4.3 Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Lembang Tahun 2016


4.3.1 Data Kepegawaian
No. Jenis Tenaga Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah
PKM Pustu Polindes

A. Kesehatan
1. Dokter Umum 2 - - 2
2. Dokter Gigi - - - 0
3. Apoteker 1 - - 1
4. Sarjana Kesehatan Masyarakat 2 - - 2
5. Bidan 6 2 2 10
6. Perawat 8 1 0 9

21
7. Perawat Gigi 1 - - 1
8. Sanitarian 1 - - 1
9. Gizi/Nutrisionis 1 - - 1
10. Fisioterapis - - - -
11. Analisis Kesehatan 1 - - 1
12. Farmasi - - - -
B. Non Kesehatan
13. Pekarya/Administrasi 1 - - 1
Jumlah 26 3 2 31

4.4 Sarana Pelayanan Kesehatan

Puskesmas Lembang memiliki sarana terdiri dari :

No. Jenis Sarana Jumlah (unit)


A. Transportasi
1. Puskel Roda 4 1
2. Puskel Roda 2 8
B. Pelayanan
3. Poli Umum 1
4. Poli Gigi/Mulut 1
5. Rumah KIA/KB 1
6. OK/UGD 1
7. Laboratorium Sederhana 1
8. Apotek 1
C. Sarana Penunjang
9. Poli Kartu 1
10. Tata Usaha 1

4.5 Data 10 Penyakit Terbanyak Tahun 2016

No. Nama Penyakit Jumlah Persentase


1 Infeksi akut lain pada saluran 4.774 44,9
pernafasan bagian atas

22
2 Penyakit pada sistem otot dan 1.191 11,2
jaringan pengikat
3 Gastritis dan duodenitis 971 9,1
4 Penyakit kulit alergi 933 8,7
5 Penyakit pulpa dan jaringan 724 6,8
periapikal
6 Diare 574 5,4
7 Penyakit mata lain-lain 397 3,7
8 Gangguan gigi dan jaringan 372 3,5
penyangga lainnya
9 Gingivitis dan penyakit periodontal 370 3,5
10 Penyakit darah tinggi 337 3,2
Jumlah 10.643 100

4.6 Karakteristik Demografi Sampel

Berdasarkan hasil terhadap 20 sampel, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Laki-Laki 7 35
Perempuan 13 65
Dari penelitian di dapatkan responden yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 8 orang (35%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 orang
(65%).

Tabel 4.2 Pendidikan Terakhir Responden

Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase


Tidak Sekolah 0 0%
SD 3 15%
SMP 5 25%
SMA/Sederajat 8 40%
Perguruan Tinggi 4 20%

23
Pendidikan terakhir responden bervariasi dari 3 orang memiliki pendidikan
terakhir SD, 5 orang tamat SMP, 8 orang tamat SMA, dan 4 orang yang tamat
Perguruan Tinggi.

Tabel 4.3 Pekerjaan Responden

Pekerjaan Jumlah Persentase


Peg. Swasta 3 15%
Peg. Negeri 2 10%
Wiraswasta 3 15%
Pensiunan 7 35%
Lain – lain 5 25%
Pekerjaan responden bervariasi dari 3 orang peg. Swasta, 2 orang sebagai peg.
Negeri, 3 orang sebagai wiraswasta, 7 orang pensiunan, dan lain-lain sebanyak 5
orang.

Tabel 4.4 Riwayat Diabetes Melitus

Riwayat Diabetes Mellitus Jumlah Persentase


Diri Sendiri 8 40 %
Orang Tua 12 60 %
Dari tabel di atas didapatkan responden yang memiliki riwayat hipertensi
hanya di diri sendiri sebanyak 8 orang (40 %) dan responden yang memiliki riwayat
diabetes melitus dari orang tua sebanyak 12 orang (60 %).

4.7 Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus

Tabel 4.5 Pengetahuan Responden Mengenai Diabetes Melitus Sebelum


Penyuluhan

No Koresponden Jumlah Benar


1 1 70
2 2 70
3 3 80
4 4 70
5 5 70
6 6 60

24
7 7 80
8 8 70
9 9 90
10 10 70
11 11 90
12 12 30
13 13 90
14 14 60
15 15 30
16 16 90
17 17 70
18 18 90
19 19 100
20 20 80

Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki


pengetahuan baik sejumlah 6 responden (30 %), pengetahuan cukup sejumlah 10
responden (50 %), dan sisanya berpengetahuan kurang sejumlah 4 orang (20%).

Tabel 4.6 Pengetahuan Responden Mengenai Diabetes Melitus Setelah


Penyuluhan

No Koresponden Jumlah Benar


1 1 80
2 2 90
3 3 100
4 4 90
5 5 90
6 6 90
7 7 100
8 8 80
9 9 100
10 10 70
11 11 100

25
12 12 80
13 13 100
14 14 100
15 15 80
16 16 90
17 17 70
18 18 100
19 19 100
20 20 80
*soal terlampir

Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki


pengetahuan baik sejumlah 13 responden (65%), cukup baik sejumlah 7 responden (25
%)

4.8 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang berpengetahuan
baik sebelum dilakukan penyuluhan sejumlah 6 responden (30%), cukup baik
sejumlah 10 responden (50%), dan sisanya berpengetahuan kurang sejumlah 4 orang
(20%). Setelah dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan pengetahuan menjadi 13
responden (65%) berpengetahuan baik, dan 7 responden (35%) lainnya
berpengetahuan cukup baik. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar peserta
prolanis telah memahanmi isi penyuluhan yang telah disampaikan. Sebagian
responden tidak mengetahui bahwa diabetes melitus tidak selalu menimbulkan gejala
dan dapat terjadi diusia muda. Kurangnya pengetahuan responden ini dapat
disebabkan beberapa faktor antara lain: rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya
keaktifan responden dalam mengikuti penyuluhan kesehatan yang diadakan oleh
petugas kesehatan setempat dan ada beberapa responden yang sudah berusia lanjut
(diatas 50 tahun) dimana kemampuan responden dalam menerima informasi kesehatan
agak kurang.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) peningkatan
pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variable perilaku.
Pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan seseorang realitas cara berfikir
dan ruang lingkup jangkauan berfikirnya semakin luas.

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan


signifikan terhadap tingkat pengetahuan peserta Prolanis sebelum dan sesudah
dilakukannya penyuluhan tentang Diabetes Melitus di Puskesmas Lembang,
Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat.

5.2 Saran

 Sosialisasi lebih ditingkatkan lagi tentang penyakit diabetes melitus dan


penyuluhan mengenai upaya mencapai glukosa darah terkontrol dan tindakan
apa saja yang harus dilakukan jika glukosa darah meningkat atau menurun
serta menjelaskan pentingnya memeriksakan glukosa darah secara teatur ke
pelayanan kesehatan terdekat.
 Kegiatan penyuluhan mengenai permasalahan geriatri dan atau lain-lain dalam
kegiatan pos lansia atau posbindu lebih ditingkatkan lagi.
 Frekuensi kegiatan posbindu atau pos lansia lebih ditingkatkan lagi untuk
menjaring penderita diabetes melitus dan memberikan motivasi untuk kontrol
rutin glukosa darah ke puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. www.who.int/en/ . World Health Organization [updated 2014; cited 2014 Sep 5].
Available from http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/
2. WHO. Prevention of diabetes mellitus. Technical Report Series. 1994: 11-31
3. Satoto. Reposisioning pangan sebagai strategi KIE penanggulangan masalah gizi
ganda. Dalam: Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Gizi dan
kualitas hidup. Semarang: Lembaga Penelitian UNDIP; 1997.p. 1-4.
4. Sri K, Obesitas dan penatalaksanaan program diit. Semarang : PAM Gizi Depkes
RI Semarang; 1996.p. 1-4.
5. Darmojo B. Peranan pola konsumsi makanan dan penyakit kardiovaskuler. Dalam:
Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Gizi dan kualitas hidup.
Semarang: Lembaga Penelitian UNDIP; 1997. p 1-2.
6. Pratiwi. Pelayanana dan penyuluhan di poliklinik gizi RS Elisabeth Semarang.
Semarang: AKZI Depkes Semarang; 1997.
7. Tjokroprawiro A. Diabetes melitus klasifikasi, diagnosis, dan terapi. 2001. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
8. Braunwald, Fauci, Hauser, Jameson, Kasper, Longo, Loscalzo. Harrison’s
principles of internal medicine 17th Edition. United States of America; 2009 45
9.Purnamasari, D., Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, in Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V, A.W. Sudoyo, et al., Editors. 2009, InternaPublishing:
Jakarta.
10.Asociation, T.C.D., Prediabetes Prevention. 2013.
11.Yadav, R., P. Tiwari, and E. Dhanaraj, Risk factors and complications of type 2
diabetes in Asians. CRIPS, 2008. 9(2).
12.Wannamethee, S.G., A.G. Shaper, and I.J. Perry, Smoking as a Modifiable Risk
Factor for Type 2 Diabetes in Middle-Aged Men. Diabetes Care, 2001. 24(9).
13.Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1879
14. Kurniawan, A., 2005. Current Review of Diabetes Mellitus. Kumpulan Makalah
One Day Symposium an Update on the Management of Diabetes Mellitus, Panitia
Pelantikan Dokter Baru Periode 151 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Solo, 5.

28
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2005. Diabetes Melitus.
Standar Pelayanan Medik, PB PAPDI, Jakarta, 7.
16. Soegondo, S. 2011. Diagnosis, Klasifikasi, dan Patofisiologi Diabetes Mellitus.
Kumpulan Makalah Update Comprehensive Management of Diabetes Mellitus,
Panitia Seminar Ilmiah Nasional Continuing Medical Education Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 11.
17.WHO. Screening for Type 2 Diabetes. Geneva; 2003. 46
18. Handayani SA. Faktor-faktor resiko diabetes melitus tipe-2 di semarang dan
sekitarnya[Thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2003.
19. Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Padmomartono FS. Naskah lengkap
diabetes mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang: Badan
Penerbit UniversitasDiponegoro; 2007.
20. Tjekyan S. Risiko penyakit diabetes mellitus tipe 2 di kalangan peminum kopi.
Palembang:Universitas Sriwijaya; 2007.
21. Harlan D,Diagnosis of Diabetes and Prediabetes. National Diabetes Information
Clearinghouse (NDIC). Available from :
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/diagnosis

29
LAMPIRAN

Kuisioner Penelitian

Perubahan Tingkat Pengetahuan Peserta PROLANIS sebelum dan sesudah


Penyuluhan Diabetes Melitus dalam Upaya Mencapai Glukosa Darah
Terkontrol di Puskesmas Lembang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten
Majene, Provinsi Sulawesi Barat

Nama :
Alamat :
A. Data demografi
1. Umur : tahun
2. Jenis kelamin : Laki-laki
Perempuan
3. Pendidikan : SD SMP
SMA Perguruan
Tinggi
4. Pekerjaan : Peg. Swasta
Wiraswasta
Peg. Negeri Pensiunan
Lainnya
5. Riwayat diabetes melitus : Diri Sendiri Orangtua
Tidak Ada
6. Mendapat informasi tentang diabetes melitus :
Keluarga
Pelayanan Kesehatan
Media massa/TV
Lain-lain
Tidak pernah

30
SOAL PRE TEST DIABETES MELLITUS

Nama :
JK : Laki-laki/ Perempuan
Umur :
Alamat :

Berikanlah tanda centang (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan
No Pertanyaan Benar Salah
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang biasa disebut
1 penyakit kencing manis dimana terjadi kelebihan kadar
gula dalam darah.
Umur, keturunan dari keluarga dan berat
2 badan/kegemukan (obesitas) merupakan faktor-faktor
timbulnya penyakit diabetes mellitus.
Salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diabetes
3
mellitus adalah kurang tidur
Penyakit diabetes mellitus salah satunya disebabkan oleh
4
mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
Salah satu gejala penyakit diabetes mellitus adalah sering
5
buang air kecil

Penglihatan kabur, mulut kering dan berat badan menurun


6
merupakan gejala-gejala penyakit diabetes mellitus

Cara pencegahan penyakit diabetes mellitus adalah dengan


7
banyak tidur
Merokok dan alcohol merupakan hal-hal yang harus
8
dihindari oleh penderita diabetes mellitus.
Untuk mencegah diabetes mellitus kita perlu mengurangi
konsumsi makanan yang manis dan karbohidrat tinggi,
9
olahraga teratur serta memeriksakan gula darah berkala
dan teratur
Direbus, dibakar dan dikukus merupakan cara memasak
10 makanan yang dapat lebih menyebabkan penyakit diabetes
mellitus.

31
SOAL POST TEST DIABETES MELLITUS

Nama :
JK : Laki-laki/ Perempuan
Umur :
Alamat :

Berikanlah tanda centang (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan
No Pertanyaan Benar Salah
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang biasa disebut
1 penyakit kencing manis dimana terjadi kelebihan kadar
gula dalam darah.
Umur, keturunan dari keluarga dan berat
2 badan/kegemukan (obesitas) merupakan faktor-faktor
timbulnya penyakit diabetes mellitus.
Salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diabetes
3
mellitus adalah kurang tidur
Penyakit diabetes mellitus salah satunya disebabkan oleh
4
mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
Salah satu gejala penyakit diabetes mellitus adalah sering
5
buang air kecil

Penglihatan kabur, mulut kering dan berat badan menurun


6
merupakan gejala-gejala penyakit diabetes mellitus

Cara pencegahan penyakit diabetes mellitus adalah dengan


7
banyak tidur
Merokok dan alcohol merupakan hal-hal yang harus
8
dihindari oleh penderita diabetes mellitus.
Untuk mencegah diabetes mellitus kita perlu mengurangi
konsumsi makanan yang manis dan karbohidrat tinggi,
9
olahraga teratur serta memeriksakan gula darah berkala
dan teratur
Direbus, dibakar dan dikukus merupakan cara memasak
10 makanan yang dapat lebih menyebabkan penyakit diabetes
mellitus.

32
LAPORAN DOKUMENTASI

33

You might also like