Professional Documents
Culture Documents
Abstrak : Sebagai salah satu penyakit menular seksual tersering, herpes genital
adalah sebuah masalah medis global dengan morbiditas fisik dan psikologis yang
signifikan. Herpes genital disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 atau tipe 2
dan dapat bermanifestasi sebagai infeksi primer dan/atau berulang. Naskah ini
memberikan gambaran tentang pengetahuan dasar tentang virus,
epidemiologi, dan infeksi. Selanjutnya, kemungkinan intervensi terapi antiviral dan
diagnosis laboratorium herpes genital serta situasi sekarang dan perspektif untuk
pengobatan dengan antiviral dan adanya pencegahan penyakit dengan vaksinasi.
Karena manajemen medis pasien dengan infeksi virus herpes simpleks genital
seringkali tidak memuaskan, ulasan ini bertujuan semua dokter dan profesi kesehatan
yang terlibat dalam perawatan pasien dengan herpes genital. Informasi yang diberikan
akan membantu untuk meningkatkan konseling pasien yang terkena dan untuk
mengoptimalkan diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit ini.
Kata kunci: virus herpes simplex, epidemiologi, infeksi, terapi antivirus, diagnosis
laboratorium, pencegahan.
Epidemiologi
Transmisi virus dan seroepidemiologi
HSV-1 dan HSV-2 ditularkan terutama melalui kontak langsung.6 Sebagian besar
virus didapatkan dari orang yang bergejala dengan infeksi berulang terutama di bibir
atau alat kelamin atau dari orang asimptomatik yang menularkan virus melalui air liur
dan alat kelamin.6 Infeks HSV-1 terutama menyerang tubuh di bagian atas pinggang,
dan infeksi HSV-2 dominan di bagian bawah dari pinggang. Setelah hilangnya
antibodi pelindung maternal selama tahun pertama kehidupan, frekuensi infeksi
primer HSV-1 terjadi terutama selama masa bayi dan kanak-kanak bervariasi
tergantung dari status sosial ekonomi.7 Data prevalensi dari Jerman mengungkapkan
peningkatan anti HSV-1 IgG dari 19% pada usia 2-3 tahun, 57% di antara 10 sampai
12 tahun, 69% pada usia 16-18 tahun, dan 78% antara usia 28- 30 tahun.8 Di Negara-
negara Eropa, prevalensi HSV-1 bervariasi pada orang dewasa dari 50% menjadi ≥
85% selama 2 dekade terakhir.7,9
HSV-2 secara dominan ditularkan melalui hubungan seksual7 dan menjadi
penyebab utama herpes genital.10 Dengan demikian, mayoritas infeksi primer HSV-2
diperoleh dengan memulai hubungan seksual setelah pubertas, dan berbeda dengan
HSV-1, infeksi HSV-2 terutama didiagnosis pada remaja dan orang dewasa. Seperti
sebelumnya ditunjukkan dari Jerman, prevalensi HSV-2 meningkat dari ~ 3% pada
anak usia 10-15 tahun menjadi 7% antara usia 16- 18 umur dan 14% di kalangan
orang dewasa.8 Secara keseluruhan, tingginya prevalensi HSV-2 tergantung dari usia,
jenis kelamin, jumlah pasangan seksual seumur hidup, dan status sosial ekonomi.7,9
seroprevalensi meninggi pada populasi umum dengan perilaku seksual risiko tinggi
dan orang dengan posititif HIV seperti pada homoseksual .7 Beberapa penelitian
menemukan prevalensi anti HSV-2 IgG lebih tinggi secara signifikan pada wanita
dibandingkan pria.8,9,11,12 Hal ini telah didiskusikan sebagai kemungkinan alasan
bahwa pria pada prinsipnya cenderung menjadi asimptomatik infeksi HSV-2 daripada
wanita, yang mengarah pada penigkatan transmisi virus dari pria ke wanita.11
Sebaliknya, perempuan yang terinfeksi memiliki proporsi yang lebih tinggi
mengalami herpes genital yang simptomatik membuat mereka menjauhkan diri dari
hubungan seksual. Karena reaktivitas silang antigenik yang tinggi antara HSV-1 dan
HSV-2, orang yang telah mengalami infeksi primer HSV-1 mungkin memiliki risiko
lebih rendah tertular HSV-2 dan sebaliknya.13 Hal ini perlu diketahui bahwa HSV-2
infeksi genital dapat meningkatkan risiko tertular infeksi HIV.14
Perubahan Seroepidemiologi
Selama beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan terutama pada
seroepidemiologi dari HSV-1. Di AS, keseluruhan seroprevalensi HSV-1 menurun,
khususnya di kalangan anak-anak, antara tahun 1980-an dan 2000-an.15 Di Jerman,
telah ditemukan berkurangnya prevalensi antibodi HSV-1 antara anak-anak dan
remaja,8 dan pengurangan substansial seroprevalensi HSV-1 baru-baru ini dilaporkan
pada anak- anak di Finlandia.16 Konsekuensinya adalah mungkin jumlah infeksi
primer HSV-2 yang lebih tinggi dan/atau proporsi yang lebih tinggi dari penyakit
kelamin yang disebabkan oleh infeksi primer HSV-1 melalui oral seks di kalangan
remaja dan orang dewasa. Memang telah terdapat bukti bahwa jumlah penyakit
herpes genital yang disebabkan oleh infeksi primer HSV-1 telah meningkat di
kalangan orang-orang muda, terutama di Amerika Serikat.10,17 Namun, HSV-1
cenderung kurang mengalami kekambuhan pada saluran genital jika dibandingkan
dengan HSV-2.18
Infeksi
HSV masuk ke dalam tubuh selama infeksi primer melalui lesi pada membran
mukosa dan kulit dan bereplikasi di dalam keratinosit kulit, sel-sel epitel membrane
mukosa, dan kelenjar getah bening regional. Hal ini mungkin mengikuti viremia yang
pendek yang sulit untuk mendiagnosa.19 Setelah masa inkubasi 2-12 hari,20 hanya 1%
dari orang yang terinfeksi beresiko berkembang menjadi sakit sebagian besar ditandai
dengan lepuh herpes yang khas di tempat masuknya virus, dan mayoritas 99% dari
orang yang terinfeksi, tidak menampakan klinis.21,22 Untuk HSV-2, mayoritas infeksi
primer juga asimtomatik.11 Setelah onset infeksi primer, baik HSV-1 dan HSV-2
bermigrasi melalui retrograde axonal transport ke ganglion saraf sensorik dimana
virus-virus ini berdiam diri (laten), dan DNA virus tetap berada di neuron.23 Jenis
ganglia di mana virus berdiam diri tergantung pada ganglia yang berhubungan dengan
perjalanan saraf tempat infeksi. Dengan demikian, HSV-1 sebagian besar tetap laten
di ganglion trigeminal dan HSV-2 di ganglia sakral. Dari sana, virus dapat aktif
kembali, dan setelah transport anterograde saraf, mereka dapat menyebabkan infeksi
berulang, terutama di kulit dan selaput lendir.22 Infeksi berulang, yang disebabkan
oleh HSV-1 atau HSV-2 mungkin terjadi pada 40% dari individu yang terinfeksi
secara laten, tapi lebih sering pada orang-orang yang imunodefisiensi dan infeksinya
lebih parah.21Reaktivasi subklinis dari HSV-1 atau HSV-2 dihubungan dengan
penularan secara asimtomatik yang sering terjadi24,25 dan dapat membantu untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Manifestasi klinis infeksi rekuren yang
disebabkan oleh reaktivasi virus endogen sering terjadi setelah pubertas dalam kasus
predisposisi immunogenetik, tetapi prevalensinya berkurang sesuai dengan
usia.22Reaktivasi virus dapat dipicu oleh beberapa faktor lingkungan dan fisiologis
seperti demam, sinar ultraviolet, dan trauma.26,27
Meskipun ada informasi lengkap tentang HSV biologi, mekanisme mutlak HSV
laten dan reaktivasi virus endogen saat ini tidak diketahui. Di ganglia manusia,
genom DNA HSV berada tetap dalam bentuk tidak terintegrasi, kebanyakan sebagai
episome yang melingkar.28Latensi virus ini berhubungan dengan transkrip yang
diekspresikan oleh virus secara signifikan penting untuk latensi, karena virus RNA
yang paling banyak terdeteksi di ganglia yang terinfeksi berasal dari latensi terkait
transkrip dan daerah litik laten.29Reaktivasi HSV-1 telah dihipotesiskan dalam tiga
langkah epigenetikal yang prosesnya adalah: 1) animasi dari genom virus laten oleh
rangsangan reaktivasi yang diikuti oleh transkripsi umum dari gen virus, 2) terlepas
dari latensi dengan tiga langkah transkripsi gen α, β, dan gen gamma, sangat
tergantung pada fungsi dari HSV-1 VP1, dan 3) produksi dan pelepasan virus yang
terinfeksi.30
Herpes keratokonjungtivitis
Herpes gingivostonatitis (HSV-1)
(HSV-1)
Herpes retinitis (HSV-2)
Herpes labialis
(HSV-1)
Herpes varisela pada
paru,hati,esofagus
(HSV-1,HSV-2)
Eksema herpetikum
(HSV-1, jarang HSV-2
Herpes
integumentaslis
(HSV-1,HSV-2) Herpes genital (HSV-2,
jarang infeksi rekuren
HSV-1)
Transmisi Virus
Selama herpes genital atau penularan virus asimtomatik, HSV dapat ditularkan ke
pasangan seksual. Baik infeksi primer dan infeksi maternal berulang selama
kehamilan dapat terjadi melalui transmisi virus intrauterine yang bisa menyebabkan
penyakit kongenital, kelainan yang jarang ini terjadi sekitar~ 5% dari semua infeksi
yang disebabkan oleh HSV pada neonatus.39 Bahaya penularan virus intrauterin
meningkat setelah infeksi primer HSV-2 dan selama 20 minggu pertama kehamilan.
Infeksi janin dapat mengakibatkan aborsi, lahir mati, atau penyakit kongenital, yang
biasanya disertai dengan lesi kulit dan mata dan kerusakan neurologis.40Paparan HSV
dalam saluran genital pada saat proses kelahiran dianggap sebagai alasan utama
infeksi HSV neonatal, dimana 70%-85% disebabkan oleh HSV-2.41
Di AS, insiden berkisar 5-31 per 100.000 kelahiran hidup, dan prognosis yang lebih
buruk pada neonatus yang terinfeksi HSV-2 dibanding dengan HSV-1.39
Risiko tertinggi infeksi neonatal diperkirakan pada neonatus yang lahir dari ibu
dengan infeksi HSV primer pada beberapa waktu dekat lalu, tetapi sebagian besar
infeksi neonatal timbul dari paparan virus melalui penyebaran virus asimtomatik via
saluran kelamin saat proses kelahiran.39,42 Manifestasi klinis dari infeksi HSV
neonatal dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar dari infeksi: (i) lokal pada kulit,
mata, dan membran mukosa, (ii) SSP, dan (iii) penyebaran sistemik.43
Diagnosis Laboratorium
Deteksi Virus
HSV 1 dan HSV 2 dapat dideteksi pada lesi kulit dan membrane mukosa pada
pasien dengan infeksi akut hepers genital atau pada lesi kulit yang tidak aktid yang
berasal dari membrane mukosa genitalia untuk memastikan penularan virus
asimptomatik. Pada lesi mukokutan, apusan dengan kumpulan cairan vesikel
merupakan metode pilihan. kandungan vesikel atau apusan harus ditempakan dalam
wadah tabung yang mengandung saline fisiologis atau media transport virus.. Sampel
HSV-positif harus dikirim sebagai barang berbahaya kategori B dan kelompok risiko
2 sesuai dengan peraturan PBB 3373.44 Sampel pasien dalam wadah primer harus
ditempatkan dalam suatu kemasan luar yang mengandung bahan yang mudah diserap,
dan untuk transportasinya harus diletakan di dalam kotak kardus.Pengiriman
dianjurkan pada suhu ruang kecuali sampel harus digunakan untuk isolasi HSV dalam
kultur sel.44 Dalam hal ini, pendinginan diperlukan, karena infektivitas HSV sangat
tergantung pada suhu, kelembaban, dan nilai pH.45
Infeksi HSV genital akut dapat didiagnosa (tabel 1) melalui deteksi
laboratorium DNA dari HSV-1 dan HSV-2 melalui pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR).46 Dalam kasus komplikasi atau keterlibatan organ lain, cairan
serebrospinal, jaringan, bronchoalveolar lavage, ethylenediaminetetraacetic acid
blood, serum, cairan ketuban, atau cairan intraocular digunakan sebagai spesimen.
Metode PCR harus digunakan untuk membedakan antara HSV-1 dan HSV-
2.47Banyak laboratorium menggunakan kualitatif atau kuantitatif pada pemeriksaan
PCR, tetapi tes kits komersial juga tersedia.45 sebagai alternative infeksi HSV genital
akut atau penularan asimptomatik dapat didiagnosis dengan isolasi virus pada kultur
sel. Hal ini tepat untuk virus yang diisoloasi dengan maksud immunoflorusensi
menggunakan serotype HSV-flouresensi spesifik- dengan label monoklonal antibodi.
Pada umumnya, kultur virus telah diterima sebagai metode yang sensitive untuk
mendeteksi HSV, semenjak keduanya HSV-1 dan HSV-2 dapat direplikasi baik pada
berbagai jenis sel seperti fibroblast embrionik manusia, Vero, sel HEp-2. Meskipun
begitu, oleh karena sensitivitas yang lebih tinggi, PCR saat ini diterima sebagai gold
standar pada banyak laboratorium. Baru-baru ini CDC mnegemukakan bahwa “
evaluasi spesifik untuk herpes genitalia pada genitalia, anus atau ulkus perianal
termasuk didalamnya kultur atau pemeriksaan PCR”. Selain itu, deteksi langsung
antigen HSV dengan tujuan sistem deteksi komersil berbasis imunoflouresensi atau
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) sering digunakan dan efektif biaya.
Teknik ini menyediakan hasil hanya beberapa jam, namun kurang sensitive dan
spesifik. Harus diperhitungkan bahwa metode laboratorium, yang mendiangnosis
infeksi HSV-1 atau HSV-2 dengan pertumbuhan virus, deteksi DNA atau antigen
virus, tidak membedakan antara infeksi primer, infeksi HSV berulang dan penularan
HSV