Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
varisela zoster (VVZ) pada pasien yang pernah terinfeksi, yang menyerang kulit dan
spinalis atau kranialis, tempat virus tersebut dorman dan nyeri radikuler yang intensif
di daerah lesi.4 Selama fase reaktivasi, dapat terjadi infeksi VVZ di dalam sel
menyebabkan reaktivasi adalah pajanan VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia
transplantasi sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang,
Insidennya meningkat dari tahun ke tahun, terutama pada kelompok usia lebih dari 50
tahun.4 Insiden herpes zoster adalah 1,5-3,0 per 1.000 orang per tahun pada semua
usia dan 7-11 per 1.000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun dalam studi
yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan terdapat lebih dari 1 juta
kasus baru herpes zoster di Amerika Serikat setiap tahun.2 Peningkatan tertinggi pada
1
kelompok usia lebih dari 65 tahun, yakni hingga 3 kali lipat selama periode tersebut.4
Di Indonesia terdapat 2232 pasien dengan herpes zoster pada 13 rumah sakit
Pada kasus-kasus tertentu, seperti usia lanjut komplikasi lebih sering terjadi
terutama neuralgia posca herpetik yang meningkat 10-40% kasus. Pada keadaan
imunokompromais, lesi kulit tampak lebih berat dan terjadi diseminata pada 6-26%
kasus. Lesi dapat menyebar ke organ dalam pada 10-40% kasus, 5-15% di antaranya
Lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam mendiagnosa herpes zoster
zoster. Hal ini menunjukan perlunya peningkatan pengetahuan tentang diagnosis dini
pada primary health care. Perlunya informasi dan edukasi kepada pasien tentang
penyakit herpes zoster dan komplikasinya sehingga dapat berobat ke dokter sedini
mungkin.3
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus
B. Epidemiologi
musiman. Kejadian herpes zoster bergantung pada prevalensi dari varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat ditularkan melalui
kontak dengan orang lain dengan varisela atau herpes zoster. Sebaliknya, insiden
herpes zoster ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan host-
virus.1
Salah satu faktor risiko utama adalah usia tua. Insiden herpes zoster adalah
1,5-3,0 per 1.000 orang per tahun pada semua usia dan 7-11 per 1.000 orang per
tahun pada usia lebih dari 60 tahun dalam studi yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Utara. Diperkirakan terdapat lebih dari 1 juta kasus baru herpes zoster di
Amerika Serikat setiap tahun, lebih dari setengah dari yang terjadi pada orang ≥60
tahun, dan jumlah ini akan meningkat sesuai dengan usia penduduk.1 Kekambuhan
3
Faktor risiko utama lainnya adalah disfungsi imun seluler. Pasien dengan
imunosupresi memiliki 20-100 kali lebih berisiko terkena herpes zoster daripada
trauma fisik pada dermatom yang terpengaruh, gen interleukin-10 (IL-10) yang
polimorfik, dan ras kulit putih.1 Risiko ini lebih tinggi bagi perempuan daripada
laki-laki, untuk kulit putih daripada orang kulit hitam dan bagi orang-orang
dengan riwayat keluarga herpes zoster dibandingkan mereka tanpa latar belakang
seperti itu.5 Infeksi sebelumnya dengan VVZ (cacar, vaksin) merupakan faktor
C. ETIOLOGI
Virus varisela zoster merupakan penyebab dari varisela dan herpes zoster.
Infeksi primer dari varisela termasuk viremia dan erupsi yang meluas, setelah virus
menetap dalam sel ganglion saraf, biasanya sensorik. Herpes zoster adalah hasil
Virus varisela zoster adalah anggota keluarga dari virus herpes. Spesies lain
yang patogen bagi manusia termasuk herpes simpleks virus tipe 1 (HSV-1) dan
4
herpesvirus-6 (HHV-6) dan human herpesvirus-7 (HHV-7), yang menyebabkan
human herpesvirus-8. Semua virus herpes secara morfologis dapat dibedakan dan
Faktor risiko utama untuk herpes zoster adalah bertambahnya usia. Dengan
meningkatnya waktu setelah infeksi varisela, ada penurunan tingkat kekebalan sel
T untuk VZV yang tidak seperti tingkat antibodi spesifik virus, berkorelasi dengan
D. PATOGENESIS
80-120nm. Virus mengkode kurang lebih 70-80 protein, salah satunya ensim
timidin kinase yang rentan terhadap obat antivirus karena memfosforilasi asiklovir
sehingga dapat menghambat replikasi DNA virus. Virus menginfeksi sel human
diploid fibroblast in vito, sel limfosit T teraktivasi, sel epitel dan sel epidermal in
vivo untuk replikasi produktif serta sel neuron. Virus varisela dapat membentuk sel
5
Gambar 1 : virus varisela zoster 3
Selama infeksi varisela primer, virus di dalam darah akan bereplikasi dalam
kelenjar getah bening regional selama 2-4 hari. Viremia sekunder berkembang
setelah siklus kedua replikasi virus di hati, limpa, dan organ lain. Perjalanan virus
ke epidermis yang menginvasi sel-sel endotel kapiler sekitar 14-16 hari. Setelah
paparan VVZ kemudian perjalanan dari lesi kulit dan mukosa untuk menyerang
akar ganglion dorsalis dimana virus tersebut masih dapat teraktivasi dikemudian
hari. 8
primer. Hal ini diikuti oleh penyebaran infeksi ke jaringan limfoid yang
homing antigen dan chemokine receptor 4 (CCR4) ke kulit yang diduga membawa
virus ke epitel kulit dalam beberapa hari infeksi. Replikasi lokal di sel epitel
6
dan kegagalan induksi molekul adhesi. Pada saat yang sama penyebaran virus dari
sel ke sel tampaknya tertahan untuk minggu pertama oleh produksi IFN-α pada sel
epitel yang berdekatan. Setelah itu, virus mengatasi pertahanan bawaan dan
vesikel muncul. Produksi sitokin dan up-regulation dari faktor adhesi kapiler
endotel menarik sel T bermigrasi yang mungkin lebih menyebarkan virus sebelum
Pada keadaan reaktivasi, gen translasi dan transkripsi mampu mencapai DNA
virus di inti sel dan mengaktifkan replikasi virus serta memproduksi virus yang
infeksius. Virus tersebut kemudian keluar dari ganglion dan menginfeksi sel epitel
disekitarnya dan membentuk lesi herpes zoster. Kelainan kulit yang timbul
Herpes zoster menstimulasi sistem imun yang mampu mencegah reaktivasi pada
7
ganglion lainnya serta reaktivasi klinis berikutnya. Oleh karena itu herpes zoster
umumnya hanya menyerang satu atau sejumlah kecil ganglion serta umumnya hanya
Penyebab reaktivasi tidak diketahui secara pasti tetapi insidensi herpes zoster
berhubungan erat dengan menurunnya imunitas terhadap VVZ, atau pada orang
dengan usia lanjut. Herpes zoster juga dapat terjadi secara spontan atau dapat
diinduksi oleh stres, demam, terapi radiasi, kerusakan jaringan (misalnya trauma).
Selama VVZ terus bereplikasi pada akar ganglion dorsalis yang terkena akan
sensoris.1, 8, 10
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster. Keadaan
ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan
jumlah CD4 yang menurun, dibandingkan dengan orang normal. Latensi adalah tanda
utama VVZ yang tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenisitas. Sifat latensi
ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup di host dan pada suatu saat akan
masuk dalam fase reaktivasi yang mampu menjadi media transmisi penularan kepada
8
E. GEJALA KLINIS
gatal, pegal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat
menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan
edema. Vesikel terbentuk dalam waktu 12-24 jam. Veskel ini berisi cairan yang
pustul pada hari ke-3. Vesikel akan kering dan menjadi krusta dalam 7-10 hari.
Krusta umumnya bertahan selama 2-3 minggu setelah terbentuk . Pada individu
normal, lesi baru dapat muncul kembali selama 1-4 hari (kadang-kadang selama 7
hari). Ruam dapat menjadi parah dan berlangsung lama pada orang-orang lanjut
bervariasi. Rasa nyeri dan parestesia sering terjadi lebih awal beberapa hari
sebelum akhirnya lesi muncul. Nyeri pada herpes zoster berbeda intensitasnya dari
ringan hingga berat. Rasa nyeri yang dirasakan mungkin bersifat tetap atau
pleuritis, infark miokard, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik kantung empedu atau
ginjal, appendisitis atau glaucoma dan hal ini dapat menyebabkan terjadinya
misdiagnosis dan interpretasi yang salah. Nyeri prodromal jarang terjadi pada
9
pasien imunokompeten di bawah usia 30 tahun, tetapi lebih sering terjadi pada
Gambar 3: Herpes zoster (A) Gambaran awal yang muncul pada daerah dermatom
thorakal, dengan eritema, serta kumpulan vesikel. (B) Fase akhir yang muncul dengan
gambaran krusta pada bagian punggung, dnegan erupsi muncul pertama kali, dengan
vesikel yang mengandung darah (Herpes zostere hemoragik) dan bulla pada bagian lateral
dada (C) Oftalmik Zoster.1
Kelainan khusus yang dapat ditemukan pada herpes zoster adalah lokasi dan
distribusi ruamnya, yaitu hampir selalu unilateral, dan secara umum terbatas pada
daerah yang diinervasi oleh saraf ganglion sensorik tunggal. Daerah-daerah yang
dimaksud adalah saraf trigeminalis pada daerah oftalmikus dan bagian tubuh yang
diinervasi oleh saraf torakal 3-lumbal 2 yang merupakan daerah yang sering
terkena;region thoraks menyumbang lebih dari setengah dari semua kasus yang
dilaporkan dan lesi jarang terjadi pada bagian distal dari siku dan lutut.1,2
Meskipun lesi individu herpes zoster dan varisela tidak bisa dibedakan,
biasanya terdiri dari vesikel yang berkelompok dengan dasar eritematosa, daripada
10
yang lebih diskrit, vesikel pada varisela terdistribusi secara acak. Perbedaan ini
mencerminkan penyebaran intraneural virus pada kulit pada herpes zoster, sebagai
lawan penyebaran viremik dari varisela. Sekitar 10-15% penderitra herpes zoster
dilaorkan juga menderita oftalmik zoster, yang mengenai saraf trigeminus. Ruam
pada oftalmik zoster dapat terlihat pada sekitar mata dan bagian vertex dari
tengkorak tetapi akan berakhir dengan batas tegas pada garis tengah dahi.1
bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal
sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan
motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur
terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh
karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus
F. DIAGNOSIS
serologik. Pada fase pre-erupsi nyeri dirasakan pada pasien herpes zoster sering
kali sulit dideskripsikan, karena sulit dilokalisasi. Karena sekali erupsi muncul,
karakter dan lokasi dermatom dari lesi yang timbul bersamaan dengan nyeri yang
11
Kelompok-kelompok vesikel seringkali ditemukan di daerah mulut atupun
genital. Vesikel tersebut dapat berupa gambaran klinis dari herpes zoster secara
langsung, maupun gambaran rekurensi dari infeksi herpes simpleks virus (HSV). 1
multinucleated giant cell (sel berinti banyak) dan adanya sel epitel yang
yang disebabkan oleh VZV. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan melakukan
pemeriksaan Tzank test, dengan cara mengambil dasar dari pada vesikel yang ada
ditaruh pada glas objek, kemudian difiksasi dengan menggunakan aseton dan
Diagnosis juga dapat dilakukan dengan cara kultur, yaitu mengisolasi virus
dalam sel inokulasi dengan cara vesikel, darah, cairan serebrospinal atau jaringan
yang terinfeksi, atau identifikasi langsung oleh antigen VVZ, atau asam nukleat
kemungkinan sifat isolasi dari VVZ berkurang pesat saat menjadi pustul. Virus ini
hampir tidak pernah terisolasi dari krusta. VVZ dapat terisolasi dan menyebar
12
Gambar 4: Histopatologi herpes zoster . (A) Vesikel intraepidermal, akantolisi, degenerasi
retikular; bagian bawah dermis menunjukan adanya edema dan vaskulitis. B.
Multinucleated giant cells ditandai dengan perubahan inti 1
dengan pewarnaan antibodi fluoresens. Biopsi pada kulit dapat juga dilakukan
Tes serologi merupakan tes yang juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis
riwayat varisela dan herpes zoster dan untuk membandingkan stadium akut dan
konvalesen. Tes ini juga dapat mengidentifikasi dan mengisolasi induvidu yang
immunoabsorbent assay. Kekurangan dari tes ini adalah tidak memiliki sensitivitas
dan spesifitas terhadap orang yang memiliki antibodi herpes zoster dan
13
G. DIAGNOSIS BANDING
Herpes simpleks menggambarkan gugusan lesi pada kulit yang tersebar dan
tampak seperti herpes zoster. Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe I dan II. Ditandai dengan adanya vesikel, dengan eritematosa
pada daerh dekat mukokutan. Virus ini mereplikasi diri pada daerah kulit dan
mukosa. Seperti herpes zoster, penyakit ini sama-sama menyerang saraf dan
b. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/ subtansi yang
menempel pada kulit. Penyakit ini semata-mata disebabkan oleh bahan yang
bersifat iritan. Adanya bahan iritan yang bersifat toksin dapat merusak
14
membran lemak keratinosit, yang nantinya akan mengaktifkan sel-sel inflamasi
herpes zoster dikarenakan oleh gambaran lesinya yang hampir mirip. Selain
didapatkan, pemeriksaan pada dermatitis kontak juga dapat menjadi salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk membedakan herpes zoster dengan dermatitis
kontak. Dapat dilakukan tes tempel pada lesi dermatitis kontak. Tes ini
menggunakan antigen. Pada tes ini, jika pasien menderita dermatitis kontak,
zoster, tidak akan ada reaksi alergik yang muncul. Dapat muncul reaksi positif
palsu, namun untuk itu perlu dilakukan 2 kali pembacaan hasil tes tempel,
A B
Gambar 6: (A) dermatitis kontak alergi, akut; plak linear eritematosa berbatasa tegas dengan
vesikulasi awal pada perut anak yang terkena perekat. (B) dermatitis kontak alergi, kronis:
likenifikasi papul yang berkelompok dekat umbilicus pada anak yang alergi nikel dari
sabuknya 12
15
c. Impetigo bulosa
ditemukan pada bayi baru lahir dan bayi yang sedikit lebih tua dan ditandai oleh
perkembangan progresif dari vesikel menjadi bula yang lembek. Bula biasanya
muncul pada daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan tanda nikolsky
biasanya negatif. Bula awalnya berisi cairan berwarna kuning jernih yang
kemudian menjadi kuning gelap atau keruh dengan tepi berbatas tegas tanpa
halo eritematosa.1
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pasien herpes zoster adalah membatasi durasi, penyebaran dan
tingkat keparahan rasa nyeri dan lesi primer yang terlihat pada dermatom, dan juga
16
untuk mencegah penyakit lain yang dapat muncul, serta mencegah Neuralgia
nyeri dapat diberikan analgetik. Jika terjadi infeksi sekunder dapat diobati dengan
a. Terapi Topikal
agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosi diberikan kompres terbuka. Jika
ulserasi dapat diberikan salap antibiotik. Pada herpes zoster fase akut, aplikasi
kompresi dingin, losion calamine, tepung jagung, atau soda bikarbonat mampu
Salep yang oklusif, krem, atau lotion yang mengadungi glukokortikoid tidak
b. Antiviral
Indikasi pemberian obat – obatan antiviral adalah pada pasien dengan herpes
zoster oftalmikus, yang menyerang bagian mata. Antiviral juga dapat diberikan
dapat diberikan jika lesi sudah muncul lebih dari 72 jam. Namun, masih tetap
17
Indikasi Pengobatan Antivirus pada Pasien Herpes Zoster
Usia ≥50 tahun
Nyeri sedang atau berat
Ruam berat
Keterlibatan wajah atau mata
Komplikasi lain dari herpes zoster
Status imunokompromais
valasiklovir. Obat yang lebih baru adalah famsiklovir dan pensiklovir yang
mempunyai waktu eliminasi yang lebih lama, sehingga cukup diberikan dengan
dosis 3 x 250 mg sehari. Obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi
muncul. Dosis yang dianjurkan untuk pasien normal, adalah asiklovir 5 x 800
sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap
timbul, obat – obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2
18
Kelompok Pasien Regimen
Normal
Usia <50 tahun Terapi simptomatik saja atau
Famsiklovir 500 mg PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
Valasiklovir 1 gr PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
Asiklovir 800 mg PO 5 kali sehari selama 7 hari
Usia >50 tahun, dan pasien Famsiklovir 500 mg PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
dengan keterlibatan saraf kranial Valasiklovir 1 gr PO setiap 8 jam selama 7 hari atau
(mis, zoster optalmika) Asiklovir 800 mg PO 5 kali sehari selama 7 hari
Immunocompromised
Mild compromise, termasuk Famsiklovir 500 mg PO setiap 8 jam selama 7-10 hari
infeksi HIV-1 atau
Valasiklovir 1 gr PO setiap 8 jam selama 7-10 hari atau
Asiklovir 800 mg PO 5 kali sehari selama 7-10 hari
Resisten asiklovirn (mis, AIDS) Foskarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam sampai sembuh
Tabel 2 : terapi antiviral herpes zoster pada pasien normal dan immunocompromised1
Asiklovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah
oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi virus herpes atau varisela
sebagai substrat DNA polymerase virus. Jika asiklovir (dan bukan 2’-
19
Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena
c. Obat Antiinflamasi
zoster, untuk mengurangi nyeri akut yang akan mungkin timbul dan juga untuk
untuk mencegah fibrosis ganglion, dan juga untuk Sindrom Ramsay Hunt.
pada daerah wajah. Obat yang dapat diberikan adalah prednison, dengan dosis
3 x 20mg per hari. Setelah itu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
20
prednison setinggi itu, dapat menyebabkan imunitas menurun atau tertekan,
d. Analgesik
Rasa nyeri yang berhunungan dengan NPH merupakan tantangan untuk diobati.
Obat yang digunakan untuk nyeri NPH yang dapat diberikan adalah pregabalin.
maksimalnya adalah 600 mg sehari. Efek samping ringan dapat berupa pusing
dan somnolen yang akan menghilang sendiri, sehingga obat tersebut tidak perlu
150 – 300 mg sehari. Dosis notritiptilin adalah 50 – 150 mg. Bahkan dengan
pengobatan, banyak pasien tidak merasa pengurangan rasa sakit yang cukup,
dan untuk pasien-pasien tersebut, harus dirujuk ke spesialis yang akan lebih
membantu.2,5
I. KOMPLIKASI
pada penderita yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau
21
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.2
optik. Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran
berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya les.
ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan. Infeksi
J. PENCEGAHAN
transplantasi.3
22
Zoster (VVZ) strain Oka/Merck hidup yang telah dilemahkan. Dosis pemberian
adalah sebanyak satu vial (0,65 mL) mengandung 19,400 plaque forming units
[PFU] VZV, secara subkutan di regio deltoid. Vaksin ini tidak boleh diberikan
pascaherpetika.3,4
K. PROGNOSIS
23
BAB III
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang
(VVZ) pada pasien yang pernah terinfeksi, yang pernah terinfeksi, yang
menyerang kulit dan mukosa. Penyakit ini ditandai dengan vesikel-vesikel di suatu
dermatom ganglia spinalis atau kranialis, tempat virus tersebut dorman dan nyeri
radikuler yang intensif di daerah lesi. Penatalkasanaan untuk herpes zoster dapat
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Schmander KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K (eds.). Fitzpatrick’s Dermatology
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
3. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S. Buku
panduan herpes zoster di Indonesia 2014. Badan penerbit FKUI. Jakarta: 2014
241.43(6);2016:432-4
8. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology 2nd Ed. USA: Elsevier;2008.
25
10.Sinaga D. Pengobatan herpes zoster (HZ) opthalmica dextra dalam jangka pendek
Okt;2(3): 23-29.
zoster.IJPBRS. 2014;3(3):123-127.
12.Wolff KG, Johnson RS, Suumrond D. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
13. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth (editor). Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
26