You are on page 1of 20

LAPORAN KASUS

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Disusun Oleh :
MOH. ALMUHAIMIN
030.12.169

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA
DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
LAPORAN KASUS

a. IDENTITAS
Nama : Ny. T
Usia : 44 tahun
Alamat : Jalan Teratai
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah

b. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Pasien mengeluh telapak tangan sampai ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan jari
manis tangan kanan terasa nyeri sejak 1 minggu
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli spesialis syaraf dengan keluhan nyeri telapak tangan sampai ibu
jari, jari telunjuk, jari tengah tangan dan jari manis tangan kanan terasa nyeri sejak 1
minggu SMRS. Rasa nyeri bersifat hilang timbul, dan dirasakan terutama pada pagi
hari sehabis bangun tidur, dan berkurang bila tangan kanan diisterahatkan. 4 hari
SMRS pasien tidak tidak dapat menggenggam atau memegang benda, karena nyeri
yang dirasakan. 8 minggu sebelumnya pasien mengeluhkan ibu jari, jari telunjuk, jari
tengah tangan dan jari manis tangan kanan terasa seperti kesetrum dan sedikit kebas,
hilang timbul. Keluhan hanya dirasakan pada jari tangan kanan saja. Riwayat demam
sebelumnya disangkal, riwayat jatuh bertumpu pada tangan disangkal. riwayat tidur
bertumpu dengan tangan, riwayat bengkak dan panas di pergelangan tangan
disangkal. Riwayat kelemahan anggota gerak lainnya juga disangkal.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : (-)
Riwayat HT : (+), tidak terkontrol, biasanya minum captopril, pasien
mengehentikan sendiri pengobatannya karena merasa
tensinya sudah tidak tinggi
Riwayat DM : disangkal

2
Riwayat trauma kepala : (-)
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : (-)
Riwayat HT : (+), Orang Tua Laki-Laki
Riwayat DM : (-)
Riwayat Stroke : (-)

 Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku belum pernah berobat dan sedang tidak mengkonsumsi obat apapun

 Riwayat Alergi
Riwayat alergi debu, dingin, makanan dan obat-obatan disangkal

 Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Ibu Rumah Tangga dan mengaku masih sering mencuci dengan tangan

c. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
c. Vital Sign :
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 360C
d. Meningeal signs : kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)
e. Kepala :
- Mata : pupil isokor d= 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), releks kornea (+/+)
f. Leher : pembesaran KGB (-)
g. Dada : paru dan jantung dalam batas normal

3
h. Abdomen : dalam batas normal
i. Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat angkat

 Pemeriksaan Neurologi
No. Nama Nervus Komponen yg diperiksa Kanan Kiri
1. I: Olfaktorius Secara subyektif : Membau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
sesuatu secara bergantian
hidung ditutup
2. II: Optikus -Tajam Penglihatan Normal Normal
-Lapang Penglihatan Normal Normal
-Melihat warna Normal Normal
-Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. III: Okulomotorius -Bentuk & ukuran pupil Bulat 3mm Bulat 3mm
-Refleks terhadap sinar (+) (+)
-Gerak mata : atas, bawah, (+) (+)
medial
4. IV: Trochlearis -Gerak mata ke lateral (+) (+)
bawah
5. V: Trigeminus -Motorik Normal Normal
-Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Refleks kornea (+) (+)
-Sensibilitas taktil dan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
nyeri muka
-Membuka mulut Normal Normal
-Mengunyah Normal Normal
-Menggigit Normal Normal
6. VI: Abducens -Gerak mata superior (+) (+)
oblique
7. VII: Facialis -Mengerutkan dahi (+) (+)
-Mengangkat alis (+) (+)
-Menutup mata (+) (+)
-Memperlihatkan gigi (+) (+)
-Meringis (+) (+)

4
-Mencucu (+) (+)
-Menggembungkan pipi (+) (+)
-Pengecapan lidah 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
anterior
8. VIII: -Pemeriksaan dengan suara (+) (+)
Vestibulotroklearis -Tes Rhine, Weber, dan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach
9. IX: Glossofaringeus -Pemeriksaan orofaring Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. X: Vagus -Bicara (+) (+)
-Menelan (+) (+)
11. XI: Asesorius -Memalingkan kepala (+) (+)
-Mengangkat bahu (+) (+)
12. XII: Hipoglossus -Menjulurkan lidah (+) (+)

 Pemeriksaan Sistem Motorik


A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan Positif Positif
Tremor Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak ada Tidak ada

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Abnormal Normal Abnormal Normal
Kekuatan 5 5 5 5
Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi
Phallen Test Positif (+) Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-)

 Pemeriksaan Refleks
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis Refleks fisiologis
-Biseps (+) 2 (+) 2 dalam batas normal
-Triseps (+) 2 (+) 2
-Patella (+) 2 (+) 2

5
-Achilles (+) 2 (+) 2
Patologis Refleks patologis
-Babinski (-) (-) tidak ditemukan
-Chaddock (-) (-)
-Hoffman (-) (-)
-Tromer (-) (-)
-Gordon (-) (-)
-Gonda (-) (-)
-Oppenheim (-) (-)

 Pemeriksaan Fungsi Otonom


Miksi : normal
Defekasi : normal

 Resume Pemeriksaan Fisik


o Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di poli penyakit syarar RSAU dr.
Esnawan Antariksa
o Pasien mengeluh ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan jari mannais tangan
kanan terasa nyeri sejak 1 minggu, didahului dengan keluhan seperti kesetrum
dan kebas pada keempat jari tersebut.
o Pada pemeriksaan fisik didapatkan gangguan pada N. Medianus, dengan
phallen test positif, yaitu adanya sensasi seperti tersetrum dan kebas pada jari
1,2,3 dan 4 tangan kanan.

d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

e. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Parastesia digiti I, II, III, IV dextra
Diagnosis topik : Nervus Medianus dalam terowongan karpal
Diagnosis etiologi : Carpal Tunnel Syndrome Dextra (Idiopatik)
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Grade II tidak terkontrol

6
f. TATA LAKSANA
Medikamentosa:
- Metylprednisolon 4 mg 3 x 1
- Meloxicam 1x1
- Proneuron 2x1
- Omeprazole 1x1
Non Medikamentosa:
- Dianjurkan menjalani fisioterapi
- Edukasi : Latihan pelemasan/relaksasi

Edukasi:
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya
- Menganjurkan untuk minum obat teratur dan beristirahat
- Menganjurkan untuk kontrol perkembangan ke dokter secara rutin
- Menganjurkan untuk sebisa mungkin mengistrahatkan tangan kanan dan
mengurangi gerakan yang memperberat nyeri.
- Menganjurkan untuk mengontrol tekanan darah
- Menganjurkan melakukan fisioterapi

g. PROGNOSIS
Kesembuhan (Ad Sanam) : dubia ad bonam
Jiwa (Ad Vitam) : dubia ad bonam
Fungsi (Ad Fungsionam) : dubia ad bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) merupakan salah satu
jenis cumulative trauma disorders (CTD) yang disebabkan karena terjebaknya nervus
medianus dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, yang ditandai oleh gejala
rasa kesemutan, nyeri, kebas pada jari-jari dan tangan di daerah persarafan saraf
medianus. National Health Interview Study (NHIS) memperkirakan prevalensi sindrom
terowongan karpal (STK) yang dilaporkan sendiri di populasi dewasa besarnya 1,55%.
Sebagai salah satu dari 3 jenis penyakit tersering di dalam golongan CTD pada
ekstremitas atas, prevalensi STK besarnya 40%, tendosinovitis yang terdiri dari trigger
finger sebesar 32% dan De Quervan’s syndrome 12%, sedangkan epicondilitis sebesar
20%. Mahoney (1995) melaporkan bahwa lebih 50% dari seluruh penyakit akibat kerja
di USA adalah CTD, dimana salah satunya adalah STK. Di Indonesia, prevalensi STK
dalam masalah kerja belum diketahui karena sangat sedikit diagnosis penyakit akibat
kerja yang dilaporkan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa STK merupakan salah
satu jenis CTD yang paling cepat menimbulkan gejala pada pekerja.
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai Nervus medianus adalah
neuropati tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus
medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit
telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan
setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus
medianus paling sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati
tekanan yang dikenal dengan istilah sindroma terowongan karpal/STK (Carpal Tunnel
Syndrome/CTS).
B. ANATOMI
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam
canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang -tulang carpal.
Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari
tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon-
tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada
tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal
yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas
8
jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan
berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.

Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen


radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik
pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m.abductor
pollicis brevis, m.opponens pollicis, dan bagian atas dari m.flexor pollicis brevis. Pada
33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari N.
Medianus. Sebanyak 2 % dari individu, m. Policis adduktor juga menerima persarafan
N. Medianus. Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke
permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat
mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi
interphalangeal proksimal.
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis
carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan
lubrikasi pada tendon–tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90
derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap N. Medianus yang
9
menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat
menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot
opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya
kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal
N. Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi
bagian telapak tangan dan jari jempol. N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan
hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan
banyak variasi anatomi, yang menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus
Carpal Tunnel Syndrome.

C. DEFINISI
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap
nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di
bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama
acroparesthesia , median thenar neuritis atau partial thenar atrophy Carpal Tunnel
Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget
pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome
spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah
Carpal Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938. Menurut
American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal Tunnel
Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan
tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan
penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa,
kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh
usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik,
faktor mekanis dan penyakit local.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan
pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak
tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N. Medianus bervariasi
antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat. Di terowongan
10
karpal N. Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang paling sering
mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan
tangan. Tekanan dari n.median sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti
juga. Itulah parestesia atau hipestesia dari “Carpal Tunnel Sydrome”. Terdapat
beberapa kunci co-morbiditas atau human faktor yang berpotensi meningkatkan risiko
CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan adanya
diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik,
cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan
medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis,
penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan,
penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di
beberapa pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar. Beberapa
penyebab dan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal tunnel syndrome
antara lain:
1. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN
(hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan
tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering
mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar
yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner
syndrome.
4. Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik : amiloidosis, gout, hipotiroid-Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom
carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang
disebut mukopolisakarida.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi,
kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus
eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.

11
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma,
komplikasi dari terapi anti koagulan.
11. Faktor stress
12. Inflamasi : inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan
nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome

E. PATOFISIOLOGI
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah
kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori
kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di
terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan
konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang
mendasarikompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti
ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan
berkepanjangan atau berulang.
Teori insufisiensi mikro-vaskular menyatakan bahwa kurangnya pasokan darah
menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-
lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan
fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf tergantung pada keparahan cedera,
perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama
kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut
dan reversible dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan
Doppler laser flowmetry) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf
median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan.
Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi
diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala
akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah
sistolik. Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat
dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi
yang terganggu. Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari
penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal
tunnel.Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari

12
berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti
mekanik, iskemik, dan trauma kimia.
Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular
memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis
dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap
nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat.
Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh
anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan
kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural.
Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sebab yang timbul
terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat
digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada
aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh
jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara
menyeluruh. Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan
berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan
edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf
tersebut.

F. GEJALA KLINIS
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia,
kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3
dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus
walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Komar dan Ford
membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut dan kronis. Bentuk akut
mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan
dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari
rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang
mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri proksimal
13
mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome. Keluhan parestesia biasanya lebih
menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri ditangan yang juga dirasakan lebih berat pada
malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini
umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya
atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Apabila tidak
segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat
memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan
keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut
dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis),
dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.

G. DIAGNOSIS
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala klinis seperti di atas
dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:
a. Phalen's test

14
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu
60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis
berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
b. Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan
posisi tangan sedikit dorsofleksi.
c. Flick's sign
Penderita diminta mengibas-ngibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS.
Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
d. Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
e. Wrist extension test
Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya
dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60
detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.1,2
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang
patognomonis untuk CTS.

15
H. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis dari CTS antara lain:
1) Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan
bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
2) Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar.
Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3) Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan
daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui
terowongan karpal.
4) de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis longus dan
ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah
rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal.
Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila
nyeri bertambah.

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala,
dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk
penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus
diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan
menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi
netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan
berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang
mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi
sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

1. Terapi langsung terhadap CTS


Terapi konservatif
a) Istirahatkan pergelangan tangan.
b) Obat anti inflamasi non steroid.
c) Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

16
d) Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari
ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur
sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini
didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk
gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada
neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic.
Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi
singkat.

e) Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau


metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal
dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat
pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara
suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat
suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum
memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-
hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.
f) Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab
CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya
berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat

17
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat
berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
g) Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.3

Terapi Operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi
otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan
yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain
menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal
atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten. 3
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi
endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut
yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering
menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS
seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal
lebih baik dioperasi secara terbuka.3

2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS


Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab
bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi
akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah
kekambuhannya antara lain :
a. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran peralatan
tangan pada saat bekerja.
b. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
c. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
d. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.
e. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja
dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.

18
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari
terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah
sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi,
akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit
kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit
lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan
karpal.

J. PROGNOSIS
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik.
Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus
dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya
dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post
operatifnya bertahap.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini (13):
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus
terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh
kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau
operatif dapat diulangi kembali.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat. 2009.
2. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.
3. Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Syaraf : Media Aesculapius; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2000.
4. Kurniawan, Bina. et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada
Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.

20

You might also like