Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 2:
2019
Kode Etik Akuntan Profesional
Kode Etik Akuntan Profesional yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia terbaru mulai
berlaku sejak Desember 2016, yang terdiri dari:
Bagian A menetapkan prinsip dasar etika profesional bagi Akuntan Profesional; sedangkan
bagian B dan C menjelaskan penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu. Akuntan
Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:
1. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan
bisnis.
2. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang
tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan pertimbangan
profesional atau bisnis.
3. Kompetensi dan kehatihatian profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan keahlian
profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-
sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.
4. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil
hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali terdapat
suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk mengungkapkannya, serta
tidak menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi Akuntan Profesional
atau pihak ketiga.
5. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan
menghindari perilaku apapun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi Akuntan
Profesional.
6. Tanggung Jawab Profesi, yaitu diamana dalam pelaksanaan tanggungjawab sebagai
akuntan profesional harus disertai dengan pertimbangan moral dan menunjukan sikap
profesional dalam segala tindakan yang dilakukannya.
7. Kepentingan Publik, yaitu diaman seorang akuntan profesional memiliki kewajiban
untuk bertindak berdasarkan kerangka pelayanan publik, menghormati kepentingan
publik, dan senantiasa menunjukan kemitmen dan sikap profesionalisme.
8. Standar Profesi, yaitu dimana seorang akuntan dalam menjalankan tugas sebagi
akuntan profesional harus perpedoman dan mematuhi standar profesi dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahlian yang seorang akuntan miliki dan
berhati-hati dalam melakukan penugasan dari penerima jasa harus sesuai dengan
prinsip integritas dan obyektifitas.
Untuk Bagian B yaitu Akuntan Profesional di Praktik Publik mengacu pada Bagian B dari
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh IAPI pada Oktober 2008. Jika tidak
diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik, maka mengacu pada Part B dari Handbook
of the Code of Ethics for Professional Accountants 2016 Edition yang dikeluarkan oleh
IESBA-IFAC.
Hasil Pekerjaan Akuntan Profesional di bisnis dapat dijadikan acuan oleh Investor, kreditor,
pemberi kerja, pemerintah, masyarakat umum, Komunitas bisnis lainnya. Bagian C: Akuntan
Profesional di Bisnis. Bagian C terdiri dari 7 Section yaitu:
Ketika ancaman yang muncul dari benturan kepentingan tidak berada pada
tingkat yang dapat diterima, maka Akuntan Profesional di Bisnis menerapkan
perlindungan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke
tingkat yang dapat diterima. Ketika perlindungan tidak dapat mengurangi ancaman
tersebut sampai ke tingkat yang dapat diterima, maka Akuntan Profesional di Bisnis
menolak atau menghentikan kegiatan profesional yang mengakibatkan benturan
kepentingan, atau menghentikan hubungan yang terkait atau melepaskan
kepentingannya untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke
tingkat yang dapat diterima
5. Section 340 terkait kepentingan keuangan, kompensasi, dan insentif terkait dengan
pelaporan keuangan dan pengambilan keputusan
Akuntan Profesional di Bisnis mungkin mempunyai kepentingan keuangan
termasuk kepentingan keuangan yang timbul dari program kompensasi atau insentif,
atau mungkin mengetahui kepentingan keuangan dari anggota keluarga batih atau
keluarga sedarah dan semenda, yang dalam keadaan tertentu dapat memunculkan
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika.
Ancaman kepentingan pribadi yang muncul dari program kompensasi atau insentif
mungkin meningkat secara berlipat ganda ketika terdapat tekanan dari atasan atau
rekan kerja yang ikut serta dalam program yang sama.
6. Section 350 terkait bujukan
Bujukan dapat memunculkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar
etika. Ketika Akuntan Profesional di Bisnis atau anggota keluarga batih atau
keluarga sedarah dan semenda ditawari bujukan, maka dilakukan evaluasi atas
situasi tersebut. Ancaman kepentingan pribadi terhadap prinsip kerahasiaan atau
objektivitas muncul ketika bujukan diberikan dalam upaya untuk memengaruhi
tindakan atau keputusan, mendorong perilaku ilegal atau tidak jujur, atau
memperoleh informasi rahasia. Ancaman intimidasi terhadap prinsip objektivitas
atau kerahasiaan muncul jika bujukan tersebut diterima dan diikuti dengan ancaman
untuk mempublikasi dan merusak reputasi, baik Akuntan Profesional di Bisnis
maupun anggota keluarga batih atau keluarga sedarah dan semenda.
Akuntan Profesional di Bisnis mengevaluasi setiap ancaman yang muncul dari
tawaran tersebut dan menentukan untuk mengambil satu atau lebih dari tindakan
berikut:
Menginformasikan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi atau
penanggung jawab tata kelola organisasi tempatnya bekerja segera
setelah adanya tawaran tersebut;
Menginformasikan ke pihak ketiga, misalnya Ikatan Akuntan
Indonesia atau pemberi kerja dari individu yang memberikan tawaran;
Akuntan Profesional di Bisnis dapat mempertimbangkan mencari
penasihat hukum sebelum melakukan langkah tersebut; dan
Memberitahu anggota keluarga batih atau keluarga sedarah dan
semenda mengenai ancaman dan perlindungannya yang mana posisi
mereka dapat mengakibatkan adanya tawaran bujukan, misalnya akibat
dari situasi pekerjaan mereka; dan Menginformasikan ke tingkat
manajemen yang lebih tinggi atau pihak yang bertanggung jawab tata
kelola organisasi tempatnya bekerja mengenai anggota keluarga batih
atau keluarga sedarah dan semenda yang bekerja di pesaing atau
pemasok potensial dari organisasi tersebut.
Akuntan Profesional di Bisnis mungkin berada dalam situasi yang mana
Akuntan Profesional di Bisnis diharapkan, atau di bawah tekanan lainnya, untuk
menawarkan bujukan untuk memengaruhi pertimbangan atau proses pengambilan
keputusan dari individu atau organisasi, atau untuk memperoleh informasi rahasia.
Akuntan Profesional di Bisnis tidak menawarkan bujukan untuk memengaruhi
secara tidak pantas keputusan profesional dari pihak ketiga.
7. Section 360 terkait merespon ketidakpatuhan pada hukum dan peraturan
Ketidakpatuhan pada hukum dan peraturan (“ketidakpatuhan”) mencakup tindakan
kelalaian atau perbuatan jahat yang disengaja maupun tidak disengaja, yang
dilakukan oleh organisasi tempat Akuntan Profesional bekerja, penanggungjawab
tata kelola, manajemen, atau individu lain yang bekerja untuk atau di bawah arahan
organisasi tempatnya bekerja yang bertentangan dengan hukum atau peraturan yang
berlaku. Ketika menghadapi adanya ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan,
maka Akuntan Profesional bertanggung jawab untuk mendapatkan pemahaman atas
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku serta mematuhinya, termasuk setiap
ketentuan untuk melaporkan hal tersebut kepada otoritas dan setiap larangan untuk
memperingatkan pihak terkait sebelum membuat pengungkapan, misalnya, sesuai
dengan undang-undang anti pencucian uang
Kode Etik Akuntan Profesional ini disahkan pada tanggal 5 Desember 2016 untuk berlaku
efektif pada 1 Januari 2017.
The International Federation of Accountant (IFAC)
Terdapat dua badan penyusun standar yang berkaitan dengan praktik akuntansi secara
internasional. Badan-badan itu merupakan The International Accounting Standards
Committee (IASC) dan The International Federation of Accountant (IFAC). Pembentukan
IASC terjadi pada Juni 1973 di Inggris yang diwakili oleh organisasi profesi akuntansi dari
sembilan negara, yaitu Australia, Canada, Prancis, Jerman Barat, Jepang, Mexico, Belanda,
Inggris, dan Amerika Serikat. Sedangkan IFAC didirikan oleh badan profesi akuntan dari 63
negara pada bulan Oktober 1977.
IASC lebih berfokus dalam penyusunan International Accounting Standards (IAS).
Sedangkan IFAC lebih berfokus pada upaya pengembangan International Standard Audits
(ISA), kode etik, kurikulum pendidikan, dan kaidah-kaidah bagi akuntan dalam berbisnis.
IFAC : Code of Ethics terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Bagian A (General Application of the Code);
2. Bagian B (Proffesional Accountants in Public Practice);
3. Bagian C (Proffesional Accountants in Business)
Pada bagian A ini menjelaskan mengenai prinsip-prinsip dasar etika profesional untuk
akuntan profesional serta memberikan kerangka kerja konseptual untuk diterapkan pada
prinsip – prinsip itu. Kerangka kerja konseptual memberikan panduan tentang prinsip-prinsip
etika mendasar. Akuntan profesional diharuskan untuk menerapkan kerangka kerja
konseptual ini untuk mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan. Ada pun prinsip –
prinsip dasar yang harus di patuhi oleh seorang akuntan adalah sebagi berikut :
Integritas (Integrity)
Objektivitas (Objectivity)
Kompetensi dan Kehati-hatian (Professional Competence and Due Care)
Kerahasiaan (Confidentiality)
Perilaku Profesional (Professional Behavior)
Namun, adanya prinsip-prinsip ini tidak menutup kemungkinan terjadinya ancaman. Adapun
ancaman-ancaman yang bisa tibul sebagai berikut
Self-interest; Self-review;
Advocacy;
Familiarity; and
Intimidation
Kode Etik Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia terbaru mulai
berlaku sejak Januari 2010, yang terdiri dari:
1. Integritas, yakni bersikap tegas, jujur dan adil dalam semua hubungan profesional dan
bisnis.
2. Objektif, yakni tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau
pengaruh tidak layak dari pihak lain mempengaruhi pertimbangan profesional atau
pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yakni memelihara pengetahuan dan keahlian
profesional dan bertindak secara profesional sesuai dengan standar teknis dan profesi.
4. Kerahasiaan, yakni menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dan tidak boleh
mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa adanya persetujuan klien
atau diwajibkan oleh hukum Perilaku profesional Mematuhi hukum dan peraturan yang
relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Organisasi adalah sekumpulan orang yang memiliki satu tujuan kedepannya baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Organisasi juga merupakan sebuah sistem dimana antara
individu dengan individu yang lain saling ketergantungan untuk tercapainya suatu tujuan yang
telah ditetapkan. Di dalam proses untuk mencapai tujuan bersama dibutuhkan unsur integritas
(baik pemimimpin maupun bawahan) sebagai fondasi dalam berorganisasi.
Integritas sendiri merupakan aspek yang penting untuk perencanaan konsep dalam kinerja
di dalam suatu organisasi. Karena hal tersebut digunakan untuk mengakomodir atasan dan juga
bawahan untuk tercapainya tujuan organisasi.
Integritas yang kokoh dari anggota organisasi dapat berpengaruh dalam pecapain tujuan
di dalam organisasi. Karena kejujuran, aktualisasi diri, kewibawaan, kredibilitas, dan afiliasinya
menjadi jiwa untuk menghidupi tubuh di dalam organisasi. Tanpa di sadari setiap bagian harus
berkomitmen untuk pembentukan karakter yang sesuai dengan tujuan organisasi.
Di dalam organisasi kemungkinan besar setiap invidu memiliki rasa ingin menjadi
seorang pemimpin dengan berbagai potensi yang mereka miliki. Dapat disadari hal tersebut akan
mengakibatkan hancurnya progres dalam organisai hanya karena kepentingan individu semata.
Maka dari itu mengelola integritas dalam organisasi adalah kunci untuk menjaga tatanan
organisasi agar tetap berkualitas dalam mewujudkan visi dan misi yang ada.
Denis Waitley, mendefinisikan integritas sebagai sesuatu yang individu lakukan karena
dianggap sesuatu itu benar, bukan karena pengaruh dari pihak luar, bukan karena sesuai dengan
tata krama. Tidak mudah untuk berubah,
Dari pernyataan para ahli integritas merupakan konsistensi dari suatu individu. Dalam
menciptakan atau mengelola organisasi yang berintegritas yang utama adalah menanamkan sikap
integritas terhadap pimpinan organisasi. Seorang pemimpin harus memiliki sikap integritas yang
tinggi dengan menjunjung nilai kejujuran, kewibawaan, dan karismatik. Jika hal itu sudah di
tanamkan ke dalam jiwa pemimpin niscahya pemimpin dapat memberi contoh dan menyalurkan
jiwa keintegritasannya terhadap bawahannya. Sehingga tidak akan terjadi penyimpangan yang
tidak diinginkan.
Selain integritas di dalam organisasi juga diperlukan program compliance, seperti norma,
kode etik, pengawasan, pelatihan , investigasi dan evaluasi dalam upaya tidak adanya tindakan
yang melanggar aturan yang berlaku.
Tabel 1
Menanamkan sikap integritas kepada anggota organisasi bukanlah hal yang mudah. Ada
beberapa langkah untuk membangun integritas dalam suatu organisasi. Di antaranya adalah:
Organisasi dapat dikatakan memiliki integritas jika memiliki beberapa unsur di bawah ini :
1. Operating Control
Fungsi control dan pengawasan dalam organisasi diperlukan untuk tetap menjaga anggota
organisasi berperilaku sesuai dengan aturan yang dibuat dalam suatu organisasi.
2. Principle dan Purpose
Prinsip dan tujuan kedua hal ini adalah hal yang penting dalam suatu organisasi. Kedua hal
ini saling berkaitan. Dalam pencapai tujuan organisasi dibutuhkan prinsip yang kuat dalam
mencapai tujuan tersebut.
3. Core Value
Nilai nilai penting dalam suatu organisasi dibutuhkan untuk membentuk integritas pada
setiap individu di dalam organisasi.
4. Culture
Budaya yang baik di suatu organisasi adalah yang memiliki nilai integritas yang tinggi.
Dalam mengelola integritas di dalam organisasi ada beberapa hambatan yang terjadi. Di
antaranya adalah:
1. Ketika individu melakukan whistleblower memliki perasaan tertekan
2. Ukuran perusahaan, semakin luas dan besar perusahaan informasi akan sulit tersampaikan
dan susah dalam pengawasan.
3. Tujuan organisasi, terlalu focus pada tujuan dalam organisasi dapat mengabitkan
tersingkirnya nilai nilai integritas dalam suatu organisasi.
4. Demografi karyawan, pada karyawan yang senior akan lebih sulit dalam menerima
perubahan untuk menuju organisasi yang berintegritas. Karena kebanyakan dari mereka
menganggap apa yang mereka lakukan adalah upaya yang paling benar.
5. Keadaan organisasi, kepada perusahaan yang mengalami merger maka kebudayaan akan
bercampur, maka di butuhkan komunikasi yang efektif di dalamnya.
6. Sinisme, sikap ketidakpercayaan bawahan terhadap pimpinannya.
Etika merupakan kumpulan dari suatu peraturan peraturan kesusilaan. Etika juga bisa
diartikan sebagai suatu konsep yang menilai mengenai baik dan buruk, salah dan benar.
Sedangkan korporasi merupakan suatu badan usaha yang diakui dalam hukup biasanya bersekala
besar. Struktur korporasi merupakan sautu aliran kerja, komunikasi dan otoritas yang ada di
dalam korporasi.
Struktur korporasi yang beretika merupakan suatu tatanan atau aliran kerja yang identik
dengan nilai nilai kesusilaan. Struktur korporasi yang beretika ini sebaiknya di sesuaikan dengan
kepripbadian korporasi itu sendiri. Dan kedepannya dilakukan perkembangan dengan cara
melakukan evaluasi secara terus menerus. Untuk mencapainya tujuan perusahaan secara efektif
dan efesien tapi tidak melanggar norma yang ada.
Struktur organisasi yang beretika sebaiknya perlu adanya komando yang jelas dan
terstruktur. Dan dapat dipastikan struktur tersebut mendukung tatanan etika yang dibangun pada
perusahaan.
Dalam menciptakan struktur korporasi yang beretika, para eksekutif di dalam korporasi
perlu menerapkan beberapa metode. Di antaranya sebagai berikut:
1. Corporate Credo, merupakan pernyataan yang menyangkut nilai nilai yang dianut pada suatu
korporasi.
2. Program Etika, merupakan suatu system yang mengarahkan anggota corporate mencapai
corporate credo.
3. Kode Etik, dalam suatu korporate perlu adanya kode etik yang di terapkan pada korporat
tersebut. Hal ini bertujuan agar anggota korporat tidak menyimpang dari tujuan korporat.
Untuk mengembangkan struktur korporasi yang beretika, pada setiap korporasi harus
memiliki konsep good corporate governance. Good corporate governance sendiri merupakan
suatu kegiatan atau tindakan yang mengarah untuk memberbaiki dan mengarahkan suatu
korporasi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kode etik di dalam korporasi juga merupakan sesuatu hal yang penting dalam penerapan
etika pada struktur korporasi. Kode etik sebagai landasan anggota korporasi dalam berperilaku
untuk mencapai tujuan korporasi.
Dalam menjalankan struktur korporasi beretika tentunya ada beberapa masalah etika yang
perlu di perhatikan, di antaranya sebagai berikut:
Untuk mengurangi permasalah pelanggaran etika yang terjadi pada suatu korporasi maka
diperlukan evaluasi terhadap kode etik korporasi. Berikut pihak pihak yang perlu untuk di
evaluasi:
1. Pegawai, dengan cara menanamkan terhadap diri pegawai mengenai integritas dalam
menajalankan perkerjaannya. Memperkenalkan pegawai mengenai nilai nilai kejujuran dan
keterbukaan.
2. Investor, dapat menjaga kepercayaan investor seperti adanya transparansi mengenai laporan
yang dibuat tanpa adanya manipulasi. Pembagian deviden sesuai dengan porsinya tanpa
mengabaikan kepentingan ekspansi korporasi.
3. Masyarakat, program program yang dilaksanakan di pastikan tidak merusak sumber daya
alam di sekitar yang dapat mengganggu masyarakat.
Pembahasan Kasus
PT. Kereta Api Indonesia
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) merupakan Badan Usaha Milik Negara
Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. PT KAI diduga memanipulasi data
dalam laporan keuangan tahunannya tahun 2005 dimana perusahaan itu dicatat meraih
keuntungan sebesar Rp 6,9 Miliar padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, mereka justru
menderita kerugian sebesar Rp 63 Miliar. Kasus ini bermula dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
memanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan
keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini
mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada
peyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam Laporan keuangan
itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI
untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan
sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan
selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif
sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh
manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari
hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada
saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor
perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang
mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan. Hasil audit tersebut kemudian
diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang
saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT
KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Berdasarkan uraian dari kasus tersebut dapat di analisa bahwa Akuntan di PT KAI ini melanggar
7 dari 8 prinsip Kode Etik Akuntan Profesional yaitu:
2. Kepentingan Publik
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan
dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT.
KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi
laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena
manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat
berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar
namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian
tersebut.
3. Integritas
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi
laporan keuangan.
4. Objektifitas
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak
siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah
memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu
yang berada di PT. KAI.
7. Standar teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena
tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak
pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset.
Kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI ini berawal dari pembukuan yang tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Seharusnya sebagai akuntan seharusnya akuntan
PT. KAI menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika
profesi. Dan juga pihak manajemen sebaiknya melakukan perbaikan atas salah saji yang di
lakukan di laporan keungan. Kemudian meminta maaf kepada public atas kesalahan yang
terjadi. Dan bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan.
Menerapkan program compliance di dalam PT. KAI program ini dapat meningkatkan
karyawan berperilaku sesuai yang di dalam terdapat kode etik, pelatihan pelaporan, sampai
ke investigasi pelanggaran yang mungkin terjadi. Sehingga mengurangi karyawan untuk
melakukan penyimpangan kode etik atau hukum yang berlaku. Program compliance ini juga
bisa di sebut sebagai pengendalian.
Membuat struktur organisasi yang berintegritas dan memiki nilai nilai kode etik di
dalamnya sehingga tidak ada yang melanggar aturan yang sudah di tetapkan. Menciptakan
good corporate governance dalam system pengendaliannya, agar menekan terjadinya fraud.
Fungsi operating control di jalankan untuk mengawasi apakah karyawan PT. KAI sudah
bekerja sesuai dengan aturan atau tidak. Dibutuhkan Prinsip yang kuat untuk mencapai
tujuan organisasi bukan tujuan sekelompok individu. Penjaminan keamanan pada pelaku
whistleblower.
Karena profesi akuntan menuntut profesionalisme, netralitas dan kejujuran. Etika profesi
yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja
akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak dan banyak pihak yang membutuhkan jasa
akuntan. Akuntan harus bertindak “true and fair” terkait semua pekerjaan yang ia lakukan
dan berusaha semaksimal mungkin terhindar dari semua konflik yang melanggar kode etik
Akuntan.
Daftar Pustaka
https://www.ifac.org/system/files/publications/files/ifac-code-of-ethics-for.pdf
https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/81332/laporan-keuangan-kereta-api-
diduga-salah
IFAC Ethics Committee, IFAC Code of Ethics for Professional Accountant, International
Federation of Accountants