You are on page 1of 33

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

“Etika Akuntan Profesional dan Iklim Etika dan Integritas


Organisasi”

Dosen Pengampu : Dr. Yefta Andi Kus Noegroho, Msi.,CMA


Dr. Usil Sis Sucahyo, MBA.,CMA

Kelompok 2:

Elfara Wijaya 932018012


Nidya Oktavia 932018021
Gracety K Pamoso 932018022
AC522

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

2019
Kode Etik Akuntan Profesional

Kode Etik Akuntan Profesional yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia terbaru mulai
berlaku sejak Desember 2016, yang terdiri dari:

1. Prinsip Dasar Etika (Bagian A)


2. Akuntan Profesional di Praktik Publik (Bagian B)
3. Akuntan Profesional di Bisnis (Bagian C)

Bagian A menetapkan prinsip dasar etika profesional bagi Akuntan Profesional; sedangkan
bagian B dan C menjelaskan penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu. Akuntan
Profesional mematuhi prinsip dasar etika berikut ini:

1. Integritas, yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan
bisnis.
2. Objektivitas, yaitu tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang
tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan pertimbangan
profesional atau bisnis.
3. Kompetensi dan kehatihatian profesional, yaitu menjaga pengetahuan dan keahlian
profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta bertindak sungguh-
sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional yang berlaku.
4. Kerahasiaan, yaitu menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil
hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai, kecuali terdapat
suatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk mengungkapkannya, serta
tidak menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi Akuntan Profesional
atau pihak ketiga.
5. Perilaku Profesional, yaitu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan
menghindari perilaku apapun yang mengurangi kepercayaan kepada profesi Akuntan
Profesional.
6. Tanggung Jawab Profesi, yaitu diamana dalam pelaksanaan tanggungjawab sebagai
akuntan profesional harus disertai dengan pertimbangan moral dan menunjukan sikap
profesional dalam segala tindakan yang dilakukannya.
7. Kepentingan Publik, yaitu diaman seorang akuntan profesional memiliki kewajiban
untuk bertindak berdasarkan kerangka pelayanan publik, menghormati kepentingan
publik, dan senantiasa menunjukan kemitmen dan sikap profesionalisme.
8. Standar Profesi, yaitu dimana seorang akuntan dalam menjalankan tugas sebagi
akuntan profesional harus perpedoman dan mematuhi standar profesi dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahlian yang seorang akuntan miliki dan
berhati-hati dalam melakukan penugasan dari penerima jasa harus sesuai dengan
prinsip integritas dan obyektifitas.
Untuk Bagian B yaitu Akuntan Profesional di Praktik Publik mengacu pada Bagian B dari
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh IAPI pada Oktober 2008. Jika tidak
diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik, maka mengacu pada Part B dari Handbook
of the Code of Ethics for Professional Accountants 2016 Edition yang dikeluarkan oleh
IESBA-IFAC.

Bagian C Akuntan Profesional di Bisnis

Hasil Pekerjaan Akuntan Profesional di bisnis dapat dijadikan acuan oleh Investor, kreditor,
pemberi kerja, pemerintah, masyarakat umum, Komunitas bisnis lainnya. Bagian C: Akuntan
Profesional di Bisnis. Bagian C terdiri dari 7 Section yaitu:

1. Section 300 terkait Pendahuluan


Kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat terancam oleh beragam keadaan dan
hubungan. Ancaman tersebut dikelompokan menjadi:
(a) Ancaman kepentingan pribadi;
Contoh Keadaan yang dapat memunculkan Ancaman Kepentingan Pribadi bagi
Akuntan Profesional di Bisnis yaitu:
 Kepemilikan kepentingan keuangan di, atau penerimaan pinjaman atau
jaminan dari organisasi tempatnya bekerja.
 Keterlibatan dalam perancangan insentif kompensasi yang ditawarkan
oleh organisasi tempatnya bekerja.
 Penggunaan aset perusahaan secara tidak pantas untuk kepentingan
pribadi.
 Adanya kekhawatiran atas keberlangsungan kerja.
 Adanya tekanan komersial dari luar organisasi tempatnya bekerja
(b) Ancaman telaah pribadi;
Contoh keadaan yang memunculkan ancaman telaah pribadi bagi Akuntan
Profesional di Bisnis adalah penentuan perlakuan akuntansi yang tepat atas
kombinasi bisnis setelah yang bersangkutan melakukan studi kelayakan yang
mendukung keputusan akuisisi bisnis tersebut.
(c) Ancaman advokasi;
Dalam upaya mendukung organisasi tempatnya bekerja mencapai tujuan dan
sasaran, Akuntan Profesional di Bisnis mungkin mempromosikan organisasi
tempatnya bekerja dengan membuat pernyataan yang tidak salah atau tidak
menyesatkan. Tindakan ini tidak memunculkan ancaman advokasi.
(d) Ancaman kedekatan;
Contoh keadaan yang dapat memunculkan ancaman kedekatan bagi Akuntan
Profesional di Bisnis termasuk:
 Bertanggung jawab atas pelaporan keuangan organisasi tempatnya
bekerja ketika ada anggota keluarga batih atau keluarga sedarah dan
semenda yang bekerja di organisasi tersebut yang membuat keputusan
yang memengaruhi pelaporan keuangan.
 Memiliki hubungan yang lama dengan rekan bisnis yang berpengaruh
terhadap keputusan bisnis.
 Menerima hadiah atau perlakuan istimewa, kecuali nilainya tidak berarti
dan tidak memiliki konsekuensi apapun.
(e) Ancaman intimidasi
Contoh keadaan yang dapat memunculkan ancaman intimidasi bagi Akuntan
Profesional di Bisnis termasuk:
 Adanya ancaman penghentian atau penggantian Akuntan Profesional di
Bisnis, atau anggota keluarga batihnya, akibat dari ketidaksepakatan
mengenai penerapan prinsip akuntansi atau cara pelaporan informasi
keuangan.
 Adanya pribadi dominan yang berupaya memengaruhi proses pengambilan
keputusan, misalnya berkaitan dengan pemberian kontrak atau penerapan
prinsip akuntansi.

Perlindungan yang dapat menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai


ke tingkat yang dapat diterima terbagi menjadi dua kelompok besar:
(a) Perlindungan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, perundang-undangan, atau
peraturan;
(b) Perlindungan di lingkungan kerja.
Contoh Perlindungan di lingkungan kerja yaitu:
 Sistem pengawasan korporat atau struktur pengawasan lain dari
organisasi tempatnya bekerja.
 Program etika dari organisasi tempatnya bekerja.
 Prosedur penerimaan karyawan yang menekankan pada pentingnya
memperkerjakan karyawan yang memiliki kompetensi tinggi.
 Pengendalian internal yang kuat.

2. Section 310 terkait benturan kepentingan


Akuntan Profesional di Bisnis mungkin menghadapi benturan kepentingan
ketika melakukan kegiatan profesionalnya. Benturan kepentingan dapat
memunculkan ancaman terhadap prinsip objektivitas dan prinsip dasar etika yang
lain. Ancaman tersebut dapat muncul ketika:
 Akuntan profesional melakukan suatu kegiatan profesional terkait dengan
permasalahan tertentu bagi dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan
yang berbenturan; atau
 Kepentingan Akuntan Profesional atas suatu permasalahan tertentu
berbenturan dengan berkepentingan pihak yang menerima jasa dari Akuntan
Profesional yang bersangkutan.

Contoh situasi yang memunculkan benturan kepentingan termasuk:


 Berposisi sebagai manajemen di dua organisasi dan memperoleh informasi
rahasia dari satu organisasi yang dapat digunakan untuk menguntungkan
atau merugikan organisasi yang lain.
 Melakukan kegiatan professional untuk dua pihak dalam suatu persekutuan
untuk membantu mereka secara terpisah dalam proses pembubaran
persekutuan.
 Menyusun informasi keuangan bagi anggota manajemen tertentu dari entitas
tempatnya bekerja yang sedang berupaya untuk melakukan pembelian atas
entitas tersebut (management buy-out).
Ketika menghadapi benturan kepentingan, Akuntan Profesional di Bisnis
dianjurkan untuk mencari panduan dari organisasi tempatnya bekerja atau dari pihak
lain, seperti Ikatan Akuntan Indonesia, penasihat hukum, atau Akuntan Profesional
lain.

Ketika ancaman yang muncul dari benturan kepentingan tidak berada pada
tingkat yang dapat diterima, maka Akuntan Profesional di Bisnis menerapkan
perlindungan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke
tingkat yang dapat diterima. Ketika perlindungan tidak dapat mengurangi ancaman
tersebut sampai ke tingkat yang dapat diterima, maka Akuntan Profesional di Bisnis
menolak atau menghentikan kegiatan profesional yang mengakibatkan benturan
kepentingan, atau menghentikan hubungan yang terkait atau melepaskan
kepentingannya untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke
tingkat yang dapat diterima

3. Section 320 terkait penyusunan dan pelaporan informasi


Akuntan Profesional di Bisnis seringkali terlibat dalam proses penyusunan dan
pelaporan informasi, baik untuk kepentingan publik maupun yang digunakan oleh
pihak lain di dalam maupun di luar organisasi tempatnya bekerja. Informasi tersebut
dapat mencakup informasi keuangan atau informasi manajemen, seperti proyeksi
dan anggaran, laporan keuangan, diskusi dan analisis manajemen, dan surat
representasi manajemen yang disediakan bagi auditor selama proses audit laporan
keuangan. Akuntan Profesional di Bisnis menyusun atau menyajikan informasi
tersebut secara wajar, jujur, dan sesuai dengan standar profesional yang berlaku,
sehingga dapat dimengerti dalam konteks pelaporannya.

4. Section 330 terkait bertindak dengan keahlian yang memadai


Prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional mensyaratkan Akuntan
Profesional di Bisnis hanya melaksanakan tugas signifikan ketika memiliki, atau
dapat memperoleh, pelatihan atau pengalaman tertentu yang memadai. Akuntan
Profesional di Bisnis tidak boleh dengan sengaja menyesatkan pemberi kerja
mengenai tingkat keahlian atau pengalaman yang dimilikinya, ataupun gagal
memperoleh nasihat dan bantuan ahli ketika diperlukan.
Keadaan berikut dapat memunculkan ancaman bagi Akuntan Profesional di Bisnis
dalam melaksanakan tugasnya dengan tingkat kompetensi dan kehati-hatian
profesional yang memadai:
 Waktu yang tidak mencukupi dalam melaksanakan atau menyelesaikan
tugas.
 Informasi yang tidak lengkap dan terbatas, atau tidak cukupnya informasi
dalam melaksanakan tugas.
 Pengalaman, pelatihan, dan atau pendidikan yang tidak memadai.
 Sumber daya yang tidak cukup dalam melaksanakan tugas dengan tepat.

Signifikansi ancaman dievaluasi dan perlindungan diterapkan ketika diperlukan


untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut sampai ke tingkat yang
dapat diterima. Contoh perlindungan tersebut termasuk:
 Diperolehnya nasihat atau pelatihan tambahan.
 Dipastikannya kecukupan waktu dalam melaksanakan tugas.
 Diperolehnya bantuan dari seseorang dengan keahlian yang dibutuhkan.
 Dilakukan konsultasi dengan, ketika diperlukan
 Atasan di dalam organisasi tempat kerja;
 Ahli independen;
Ketika ancaman tidak dapat dihilangkan atau dikurangi sampai ke tingkat yang
dapat diterima, maka Akuntan Profesional di Bisnis menentukan menolak tidaknya
melaksanakan tugas yang dipermasalahkan. Jika Akuntan Profesional memutuskan
untuk menolak, maka alasan penolakan dikomunikasikan secara jelas.

5. Section 340 terkait kepentingan keuangan, kompensasi, dan insentif terkait dengan
pelaporan keuangan dan pengambilan keputusan
Akuntan Profesional di Bisnis mungkin mempunyai kepentingan keuangan
termasuk kepentingan keuangan yang timbul dari program kompensasi atau insentif,
atau mungkin mengetahui kepentingan keuangan dari anggota keluarga batih atau
keluarga sedarah dan semenda, yang dalam keadaan tertentu dapat memunculkan
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika.
Ancaman kepentingan pribadi yang muncul dari program kompensasi atau insentif
mungkin meningkat secara berlipat ganda ketika terdapat tekanan dari atasan atau
rekan kerja yang ikut serta dalam program yang sama.
6. Section 350 terkait bujukan
Bujukan dapat memunculkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar
etika. Ketika Akuntan Profesional di Bisnis atau anggota keluarga batih atau
keluarga sedarah dan semenda ditawari bujukan, maka dilakukan evaluasi atas
situasi tersebut. Ancaman kepentingan pribadi terhadap prinsip kerahasiaan atau
objektivitas muncul ketika bujukan diberikan dalam upaya untuk memengaruhi
tindakan atau keputusan, mendorong perilaku ilegal atau tidak jujur, atau
memperoleh informasi rahasia. Ancaman intimidasi terhadap prinsip objektivitas
atau kerahasiaan muncul jika bujukan tersebut diterima dan diikuti dengan ancaman
untuk mempublikasi dan merusak reputasi, baik Akuntan Profesional di Bisnis
maupun anggota keluarga batih atau keluarga sedarah dan semenda.
Akuntan Profesional di Bisnis mengevaluasi setiap ancaman yang muncul dari
tawaran tersebut dan menentukan untuk mengambil satu atau lebih dari tindakan
berikut:
 Menginformasikan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi atau
penanggung jawab tata kelola organisasi tempatnya bekerja segera
setelah adanya tawaran tersebut;
 Menginformasikan ke pihak ketiga, misalnya Ikatan Akuntan
Indonesia atau pemberi kerja dari individu yang memberikan tawaran;
Akuntan Profesional di Bisnis dapat mempertimbangkan mencari
penasihat hukum sebelum melakukan langkah tersebut; dan
 Memberitahu anggota keluarga batih atau keluarga sedarah dan
semenda mengenai ancaman dan perlindungannya yang mana posisi
mereka dapat mengakibatkan adanya tawaran bujukan, misalnya akibat
dari situasi pekerjaan mereka; dan Menginformasikan ke tingkat
manajemen yang lebih tinggi atau pihak yang bertanggung jawab tata
kelola organisasi tempatnya bekerja mengenai anggota keluarga batih
atau keluarga sedarah dan semenda yang bekerja di pesaing atau
pemasok potensial dari organisasi tersebut.
Akuntan Profesional di Bisnis mungkin berada dalam situasi yang mana
Akuntan Profesional di Bisnis diharapkan, atau di bawah tekanan lainnya, untuk
menawarkan bujukan untuk memengaruhi pertimbangan atau proses pengambilan
keputusan dari individu atau organisasi, atau untuk memperoleh informasi rahasia.
Akuntan Profesional di Bisnis tidak menawarkan bujukan untuk memengaruhi
secara tidak pantas keputusan profesional dari pihak ketiga.
7. Section 360 terkait merespon ketidakpatuhan pada hukum dan peraturan
Ketidakpatuhan pada hukum dan peraturan (“ketidakpatuhan”) mencakup tindakan
kelalaian atau perbuatan jahat yang disengaja maupun tidak disengaja, yang
dilakukan oleh organisasi tempat Akuntan Profesional bekerja, penanggungjawab
tata kelola, manajemen, atau individu lain yang bekerja untuk atau di bawah arahan
organisasi tempatnya bekerja yang bertentangan dengan hukum atau peraturan yang
berlaku. Ketika menghadapi adanya ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan,
maka Akuntan Profesional bertanggung jawab untuk mendapatkan pemahaman atas
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku serta mematuhinya, termasuk setiap
ketentuan untuk melaporkan hal tersebut kepada otoritas dan setiap larangan untuk
memperingatkan pihak terkait sebelum membuat pengungkapan, misalnya, sesuai
dengan undang-undang anti pencucian uang

Kode Etik Akuntan Profesional ini disahkan pada tanggal 5 Desember 2016 untuk berlaku
efektif pada 1 Januari 2017.
The International Federation of Accountant (IFAC)
Terdapat dua badan penyusun standar yang berkaitan dengan praktik akuntansi secara
internasional. Badan-badan itu merupakan The International Accounting Standards
Committee (IASC) dan The International Federation of Accountant (IFAC). Pembentukan
IASC terjadi pada Juni 1973 di Inggris yang diwakili oleh organisasi profesi akuntansi dari
sembilan negara, yaitu Australia, Canada, Prancis, Jerman Barat, Jepang, Mexico, Belanda,
Inggris, dan Amerika Serikat. Sedangkan IFAC didirikan oleh badan profesi akuntan dari 63
negara pada bulan Oktober 1977.
IASC lebih berfokus dalam penyusunan International Accounting Standards (IAS).
Sedangkan IFAC lebih berfokus pada upaya pengembangan International Standard Audits
(ISA), kode etik, kurikulum pendidikan, dan kaidah-kaidah bagi akuntan dalam berbisnis.
IFAC : Code of Ethics terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Bagian A (General Application of the Code);
2. Bagian B (Proffesional Accountants in Public Practice);
3. Bagian C (Proffesional Accountants in Business)

Bagian A (General Application of the Code

Pada bagian A ini menjelaskan mengenai prinsip-prinsip dasar etika profesional untuk
akuntan profesional serta memberikan kerangka kerja konseptual untuk diterapkan pada
prinsip – prinsip itu. Kerangka kerja konseptual memberikan panduan tentang prinsip-prinsip
etika mendasar. Akuntan profesional diharuskan untuk menerapkan kerangka kerja
konseptual ini untuk mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan. Ada pun prinsip –
prinsip dasar yang harus di patuhi oleh seorang akuntan adalah sebagi berikut :

 Integritas (Integrity)
 Objektivitas (Objectivity)
 Kompetensi dan Kehati-hatian (Professional Competence and Due Care)
 Kerahasiaan (Confidentiality)
 Perilaku Profesional (Professional Behavior)

Namun, adanya prinsip-prinsip ini tidak menutup kemungkinan terjadinya ancaman. Adapun
ancaman-ancaman yang bisa tibul sebagai berikut

 Self-interest;  Self-review;
 Advocacy;
 Familiarity; and
 Intimidation

Selain ancama-ancaman diatas, terdapat 2 pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman


tersebut atau menguranginaya ke tingkat yang dapat diterima

 Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan


 Pencegahan dalam lingkungan kerja.
Dalam bagian A ini dijelaskan mengenai pencegahan yang dibuat oleh profesi, undang-undang,
atau peraturan, sebagi berikut :

 Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk masuk ke profesi.


 Persyaratan pengembangan profesional berkelanjutan.
 Peraturan tata kelola perusahaan.
 Standar profesional.
 Pemantauan profesional atau peraturan dan prosedur disipliner.
 Tinjauan eksternal oleh pihak ketiga yang diberdayakan secara hukum atas
laporan, pengembalian, komunikasi atau informasi yang dihasilkan oleh akuntan
profesional.

sedangkan penjelasan dalam lingkuangan kerja akan di jelaskan dalam bagian B.

Bagian B (Proffesional Accountants in Public Practice)


Pada Bagian B ini menjelaskan mengenai ilustrasi tentang penerapan kerangka
konseptual dan contoh-contoh pencegahan yang diperlukan untuk mengatasi ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar. Setiap situasi yang dihadapi Praktisi dapat menimbulkan ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip dasar. Oleh karena itu, tidak cukup bagi Praktisi untuk hanya
mematuhi contoh-contoh yang diberikan, melainkan harus juga menerapkan kerangka konseptual
dalam setiap situasi yang dihadapinya.
Pada bagian awal dari bagian B, seksi 200, disebutkan 5 jenis ancaman, serta contoh-
contoh dari ancaman tersebut. Kemudian diberikan contoh pencegahan dalam lingkungan kerja,
yang dibedakan atas:
 Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja, dan
 Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja.
Contoh pencegahan tingkat institusi dalam lingkungan kerja antara lain;
 Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang menekankan pentingnya kepatuhan pada
prinsip dasar;
 Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan untuk
melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance.
 Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian mutu perikatan.

Contoh pencegahan tingkat perikatan dalam lingkungan kerja, antara lain:


 Melibatkan Praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau
untuk memberikan saran yang diperlukan;
 Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti komisaris
independen, organisasi profesi, atau praktisi lainnya, dan
 Melibatkan KAP atau Jaringan KAP lain untuk melakukan atau mengerjakan kembali
suatu bagian dari perikatan. Dalam hal pencegahan ini, mungkin saja klien sudah
memiliki sistem pencegahan sendiri, misalnya
a. Pihak dalam organisasi klien selain manajemen meratifikasi atau menyetujui
penunjukkan KAP atau Jaringan KAP,
b. Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas yang
memadai. Dalam hal demikian Praktisi dapat mengendalkan pada sistem
pencegahan klien, namun demikian tidak boleh hanya mengandalkan pada
pencegahan klien tersebut,
Bagian-bagian selanjutnya pada Bagian B, seperti pada seksi 210 s.d 290, menguraikan
berbagai potensi ancaman terhadap keptatuhan pada prinsip dasar yang dapat terjadi pada
berbagai situasi ketika Praktisi melakukan pekerjaan profesionalnya. Kemudian dijelaskan
pencegahan yang disarankan untuk mengatasi ancaman tersebut, sehingga ancaman tersebut
dapat dihilangkan atau dikurangi hingga tingkat yang dapat diterima. Adalah kewajiban Praktisi
untuk selalu mengidentifikasi ancaman, mengevaluasi signifikasinya, dan jika ancaman tersebut
merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan yang
tepat harus diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat
yang dapat diterima. Apabila ancaman tersebut tidak dapat dikurangi, maka Praktisi harus
menolak untuk menerima suatu perikatan atau mengundurkan diri dari perikatan tersebut.

Bagian C (Proffesional Accountants in Business)


Pada bagian C dijelaskan juga mengenai ilustrasi –ilustrasi tentang penerapan kerangka
konseptual dan contoh-contoh pencegahan yang diperlukan untuk mengatasi ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar namun lebih menekankan pada profesi akuntan dalam dunia bisnis.
Potensi Konflik (potential conflicts)
Sebagai konsekuensi dari tanggung jawab kepada organisasi yang mempekerjakan,
seorang akuntan profesional dalam bisnis mungkin berada di bawah tekanan untuk bertindak atau
berperilaku dengan cara yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengancam kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip dasar. Tekanan semacam itu mungkin eksplisit atau implisit; mungkin
berasal dari supervaisor, manajer, direktur atau orang lain dalam organisasi yang
mempekerjakan. Seorang akuntan profesional dalam bisnis mungkin menghadapi tekanan untuk:
 Bertindak bertentangan dengan hukum atau peraturan.
 Bertindak bertentangan dengan standar teknis atau profesional.
 Memfasilitasi strategi manajemen laba yang tidak etis atau ilegal.
 Berbohong, atau dengan sengaja menyesatkan (termasuk menyesatkan dengan tetap
diam).
Persiapan dan Pelaporan Informasi (preparation and reporting of information)
Akuntan profesional dalam bisnis sering terlibat dalam persiapan dan pelaporan informasi
yang dapat dipublikasikan atau digunakan oleh orang lain di dalam atau di luar organisasi yang
mempekerjakan. Informasi tersebut dapat mencakup informasi keuangan atau manajemen,
misalnya, perkiraan dan anggaran, laporan keuangan, diskusi dan analisis manajemen, dan surat
representasi manajemen yang diberikan kepada auditor sebagai bagian dari audit atas laporan
keuangan. Seorang akuntan profesional dalam bisnis harus menyiapkan atau menyajikan
informasi tersebut secara adil, jujur dan sesuai dengan standar profesional yang relevan sehingga
informasi tersebut akan dipahami dalam konteksnya.
Bertindak dengan Keahlian Yang Cukup (acting with sufficient expertise)
Prinsip dasar kompetensi profesional dan kehati-hatian mengharuskan seorang akuntan
profesional dalam bisnis hanya harus melakukan tugas-tugas penting yang mana, akuntan
profesional dalam bisnis memiliki, atau dapat memperoleh, pelatihan atau pengalaman spesifik
yang cukup. Seorang akuntan profesional dalam bisnis tidak boleh secara sengaja menyesatkan
pemberi kerja mengenai tingkat keahlian atau pengalaman yang dimiliki, dan akuntan
profesional dalam bisnis tidak boleh gagal mencari nasihat dan bantuan ahli yang tepat bila
diperlukan.
Kepentiangan Keuangan (financial interest)
Akuntan profesional dalam bisnis dapat memiliki kepentingan finansial, atau mungkin
mengetahui kepentingan finansial anggota keluarga dekat mereka, yang dalam keadaan tertentu
dapat menimbulkan ancaman kepatuhan terhadap Prinsip-prinsip dasar. Sebagai contoh,
ancaman kepentingan pribadi terhadap objektivitas atau kerahasiaan dapat diciptakan melalui
adanya motif dan peluang untuk memanipulasi informasi sensitif harga untuk mendapatkan
keuntungan finansial.
Bujukan (inducements)
Menerima Penawaran
Seorang akuntan profesional dalam bisnis yang memiliki kedekatan dengan anggota
keluarga memiliki peluang besar untuk dapat ditawari bujukan. Bujukan dapat berupa hadiah,
keramahtamahan, perlakuan istimewa dan permohonan persahabatan atau kesetiaan yang tidak
pantas atau dengan kata lain memerikan seuatu dengan alasan persahabatan namun, dengan
tujuan bujukan akan suatu imbalan.
Membuat penawaran
Seorang akuntan profesional dalam bisnis mungkin berada dalam situasi di mana akuntan
profesional dalam bisnis diharapkan, atau berada di bawah tekanan lain untuk, menawarkan
bujukan untuk mempengaruhi penilaian individu atau organisasi lain, sehingga berpengaruh
dalam proses pengambilan keputusan dan bisa saja akuntan tersebut berhasil mendapatkan
informasi rahasia dari pengaruh bujukan tersebut.
Kode Etik Akuntan Publik

Kode Etik Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia terbaru mulai
berlaku sejak Januari 2010, yang terdiri dari:

1. Prinsip Dasar Etika Profesi (Bagian A)


2. Aturan Etika Profesi (Bagian B) Keterterapan kode etik ini pada setiap individu
("Praktisi") dalam KAP atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun
yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi
jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan
kode etik profesi. Bahkan Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan
KAP dan tidak memberikan jasa profesional KAP harus mematuhi dan menerapkan
Bagian A.

Bagian A tersebut secara singkat berisi hal sebagai berikut:

1. Integritas, yakni bersikap tegas, jujur dan adil dalam semua hubungan profesional dan
bisnis.
2. Objektif, yakni tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau
pengaruh tidak layak dari pihak lain mempengaruhi pertimbangan profesional atau
pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yakni memelihara pengetahuan dan keahlian
profesional dan bertindak secara profesional sesuai dengan standar teknis dan profesi.
4. Kerahasiaan, yakni menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dan tidak boleh
mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa adanya persetujuan klien
atau diwajibkan oleh hukum Perilaku profesional Mematuhi hukum dan peraturan yang
relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

• Bagian B: Prinsip Dasar Etika Profesi


Bagian B terdiri dari 10 Section yaitu:

1. Section 200 terkait Ancaman dan Pencegahan


Ancaman tersebut dikelompokan menjadi:
a. Ancaman kepentingan pribadi;
Contoh Keadaan yang dapat memunculkan Ancaman Kepentingan Pribadi bagi
praktisi yaitu:
 Hubungan bisnis yang erat dengan suatu klien
 Kekhawatiran atas kemungkinan kehilangan klien
 Ketergantungan yang signifikan atas jumlah imbalan jasa professional
yang diperoleh dari suatu klien.
b. Ancaman telaah pribadi;
Contoh keadaan yang memunculkan ancaman telaah pribadi bagi yaitu
 Penemuan kesalahan yang signifikan ketika dilakukan pengevaluasian
kembali hasil pekerjaan praktisi.
 Pelaporan mengenai operasi sistem keuangan setelah keterlibatan
praktisi dalam perancangan atau pengimplementasiannya.
 Keterlibatan praktisi dalam penyusunan data yang digunakan untuk
menghasilkan catatan yang akan menjadi hal pokok dari perikatan.
c. Ancaman advokasi;
Contoh situasi yang dapat menimbulkan ancaman advokasi yaitu:
 Mempromosikan saham suatu entitas yang efeknya tercatat di bursa
(Emiten) yang merupakan klien audit laporan keuangan.
 Memberikan nasihat hukum kepada klien assurance dalam litigasi atau
perselisihan dengan pihak ketiga.
d. Ancaman kedekatan;
Contoh keadaan yang dapat memunculkan ancaman kedekatan yaitu:
 Anggota tim perikatan merupakan anggota keluarga langsung atau
anggota keluarga dekat dari direktur atau pejabat klien.
 Anggota tim perikatan menerima hadiah atau perlakuan istimewa dari
klien, kecuali nilainya secara jelas tidak signifikan.
 Hubungan yang telah berlangsung lama antara pejabat senior KAP atau
Jaringan KAP dengan klien assurance.
e. Ancaman intimidasi
Contoh keadaan yang dapat memunculkan ancaman intimidasi yaitu:
 Ancaman atas pemutusan perikatan atau penggantian tim perikatan.
 Ancaman atas litigasi
 Ancaman melalui penekanan atas pengurangan lingkup pekerjaan
dengan tujuan untuk mengurangi imbalan jasa professional.
 Ancaman melalui penekanan atas pengurangan lingkup pekerjaan
dengan tujuan untuk mengurangi jumlah imbalan jasa professional.

Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke


tingkat yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan; dan


b. Pencegahan dalam lingkungan kerja.
Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja ada 15, diantaranya yaitu:
 Kepemimpinan KAP atau jaringan KAP yang menekankan pentingnya
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.
 Kepemimpinan KAP atau jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan
untuk melindungi kepentingan public oleh angora tim assurance
 Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian mutu
perikatan.
Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja ada 6, diantaranya yaitu:
 Merotasi personil seinor tim assurance
 Mendiskusikan isu-isu etika profesi dengan pejabat klien yang bertanggung
jawab atas tata kelola perusahaan.
 Melibatkan KAP atau jaringan KAP lain untuk melakukan atau mengerjakan
kembali suatu bagian dari perikatan.
Pencegahan dalam sistem dan prosedur yang diterapkan oleh klien ada 4, diantaranya:
 Pihak dalam organisasi klien selain manajemenmeratifikasi atau menyetujui
penunjukan KAP atau Jaringan KAP
 Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas
yang memadai untuk mengambil keputusan manajemen.
2. Section 210 terkait Penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP
Sebelum menerima suatu klien baru, setipa praktisi harus mempertimbangkan potensi
terjadinya ancaman terhadap kepatuhan prunsip dasar etika profesi yang diakibatkan oleh
diterimanya klien tersebut. Ancaman tersebut dapat berupa aktivitas illegal (seperti
pencucian uang), kecurangan, atau pelaporan keuangan yang tidak lazim. Setiap praktisi
harus menolak untuk menerima suatu perikatan jika ancaman yang terjadi tidak dapat
dikurangi ke tingkat yang dapat diterima. Keputusan untuk menerima suatu klien harus
ditelaah secara berkala untuk perikatan yang berulang (recurring engagements). Setiap
praktisi hanya boleh memebrikan jasa profesionalnya jika memiliki kompetensi untuk
melaksanakan perikatan tersebut. Sebelum menerima perikatan, setiap praktisi harus
mempertimbangkan setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi
yang dapat terjadi diterimanya perikatan tersebut.

3. Section 220 terkait Benturan Kepentingan


Setiap praktisi harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengidentifikasi setiap situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, karena
situasi tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi. Sebagai contoh, ancaman terhadap objektivitas dapat terjadi ketika praktisi
bersaing secara langsung dengan klien atau memiliki kerjasama usaha atau kerjasama
sejenis lainnya dengan pesaing utama klien. Ancaman terhadap objektivitas atau
kerahasiaan dapat terjadi ketika praktisi memberikan jasa professional untuk klien-klien
yang kepentingannya saling berbenturan atau kepada klien-klien yang sedang saling
berselisih dalam suatu masalah atau transaksi. Jika benturan kepentingan menyebabkan
ancaman terhadap satu atau lebih prinsip dasar etika profesi yang tidak dapat dihilangkan
atau dikurangi ke tingkat yang dapat diterima melalui penerapan pencegahan yang tepat,
maka praktisi harus mneolak untuk menerima perikatan tersebut atau bahkan
mengundurkan diri dari satu atau lebih perikatan yang berbenturan kepentingan tersebut.

4. Section 230 terkait Pendapat kedua


Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat terjadi ketika praktisi
diminta untuk memberikan pendapat kedua mengenai penerapan akuntansi, auditing,
pelaporan, atau standar/prinsip lain untuk keadaan atau transaksi tertentu oleh, atau untuk
kepentingan, pihak-pihak selain klien. Ketika diminta untuk memberikan pendapat kedua,
setiap praktisi harus mengevaluasi signifikansi setiap ancaman dan, jika ancaman tersebut
merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak signifikan, maka pencegahan
yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut
atau mengurangi ke tingkat yang dapat diterima. Pencegahan itu dapat berupa:
 Meminta persetujuan dari klien untuk menghubungi praktisi yang memberikan
pendapat perama;
 Menjelaskan mengenai keterbatasan pendapat yang diberikan kepada klien;
 Memberikan salinan pendapat kepada praktisi yang memberikan pendapat
pertama.
5. Section 240 terkait Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya
Dalam melakukan negoisasi jasa professional yang diberikan, praktisi dapat mengusulkan
jumlah imbalan jasa professional yang sesuia. Namun dapat menjadi ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.

6. Section 250 terkait Pemasaran Jasa Profesional


Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat terjadi ketika praktisi
mendapatkan suatu perikatan melalui iklan/bentuk pemasaran lainnya. Setiap praktisi
tidak boleh mendiskreditkan profesi dalam memasarkan jasa profesionalnya.

7. Section 260 terkait Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-Tamahan Lainnya


Ancaman dapat terjadi terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi terutama
dalam hal objektifitas praktisi.

8. Section 270 terkait Penyimpanan Aset Milik Klien


Setiap praktisi tidak boleh mengambil tanggung jawab penyimpanan uang atau asset
lainnya milik klien, kecuali diperbolehkan oleh ketentuan hukum yang berlaku.

9. Section 280 terkait Objektivitas – Semua Jasa Profesional


Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar objektivitas yang dapat terjadi dari
adanya kepentingan dalam, atau hubungan dengan klien maupun direktur, pejabat atau
karyawan.

10. Section 290 terkait Independensi dalam Perikatan Assurance


Dalam melaksanakan perikatan assurance, kode etik ini mewajibkan anggota tim
assurance, KAP, dan jika relevan, Jaringan KAP, untuk bersikap independen terhadap
klien assurance sehubungan dengan kapasitas mereka untuk melindungi kepentingan
publik.
Mengelola Oraganisasi yang Berintegritas

Organisasi adalah sekumpulan orang yang memiliki satu tujuan kedepannya baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Organisasi juga merupakan sebuah sistem dimana antara
individu dengan individu yang lain saling ketergantungan untuk tercapainya suatu tujuan yang
telah ditetapkan. Di dalam proses untuk mencapai tujuan bersama dibutuhkan unsur integritas
(baik pemimimpin maupun bawahan) sebagai fondasi dalam berorganisasi.

Integritas sendiri merupakan aspek yang penting untuk perencanaan konsep dalam kinerja
di dalam suatu organisasi. Karena hal tersebut digunakan untuk mengakomodir atasan dan juga
bawahan untuk tercapainya tujuan organisasi.

Integritas yang kokoh dari anggota organisasi dapat berpengaruh dalam pecapain tujuan
di dalam organisasi. Karena kejujuran, aktualisasi diri, kewibawaan, kredibilitas, dan afiliasinya
menjadi jiwa untuk menghidupi tubuh di dalam organisasi. Tanpa di sadari setiap bagian harus
berkomitmen untuk pembentukan karakter yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Di dalam organisasi kemungkinan besar setiap invidu memiliki rasa ingin menjadi
seorang pemimpin dengan berbagai potensi yang mereka miliki. Dapat disadari hal tersebut akan
mengakibatkan hancurnya progres dalam organisai hanya karena kepentingan individu semata.
Maka dari itu mengelola integritas dalam organisasi adalah kunci untuk menjaga tatanan
organisasi agar tetap berkualitas dalam mewujudkan visi dan misi yang ada.

Menurut para ahli integritas diartikan sebagai berikut:

Denis Waitley, mendefinisikan integritas sebagai sesuatu yang individu lakukan karena
dianggap sesuatu itu benar, bukan karena pengaruh dari pihak luar, bukan karena sesuai dengan
tata krama. Tidak mudah untuk berubah,

Stephen R. Covey, Integritas adalah keteguhan yang tidak gampang goyah.Konsistensi


yang menjujung tinggi keyakinan dan nilai nilai norma.

Dari pernyataan para ahli integritas merupakan konsistensi dari suatu individu. Dalam
menciptakan atau mengelola organisasi yang berintegritas yang utama adalah menanamkan sikap
integritas terhadap pimpinan organisasi. Seorang pemimpin harus memiliki sikap integritas yang
tinggi dengan menjunjung nilai kejujuran, kewibawaan, dan karismatik. Jika hal itu sudah di
tanamkan ke dalam jiwa pemimpin niscahya pemimpin dapat memberi contoh dan menyalurkan
jiwa keintegritasannya terhadap bawahannya. Sehingga tidak akan terjadi penyimpangan yang
tidak diinginkan.

Selain integritas di dalam organisasi juga diperlukan program compliance, seperti norma,
kode etik, pengawasan, pelatihan , investigasi dan evaluasi dalam upaya tidak adanya tindakan
yang melanggar aturan yang berlaku.

Tabel 1

Perbedaan Karakteristik Program Complience dan Integritas

Karakteristik Program Comliance Program Integritas


Etika Standart dari pihak luar Standart sesuai yang dipilih
Tujuan Pencegahan tindakan Mendorong
melawan aturan pertanggungjawaban atas
setiap tindakan.
Kepemimpinan Ahli hukum Spesialis SDM, bantuan ahli
hokum
Metode Pemdidikan, pengurangan Pemdidikan, kepemimpinan,
kewenangan, auditing dan akuntabilitas, system
pengawasan, pemberian organisasi dan proses
hukuman pengambilan keputusan,
auditing dan pengawasan,
pemberian hukuman
Asumsi Perilaku Didorong kepentingan diri Didorong kepentingan diri
sendiri , sifatnya material sendiri, kesempurnaan dan
teman sejawat, sifanya
material
Tabel 2

Perbedaan Implementasi Program Complience dan Integritas

Implementasi Program complience Program Integritas


Standart Peraturan UU Nilai Nilai Organisasi
Staffing Ahli Hukum Pimpinan Organisasi
Kegiatan Mengembangkan Standart Organisasi berjalan sesuai
compliance, pelatihan dan standart, pelatihan dan
komunikasi, pelaporan komunikasi, interasi nilai
pelanggaran, investigasi, nilai ke dalam system,
audit ketaatan, penegakan bimbingan, penilaian
standart kinerja, identifikasi dan
pemecahan masalah,
mengawasi ketaatan
Pendidikan Sistem dan standart Pengambilan keputusan dan
complience nilai nilai organisasi system
dan complience

Menanamkan sikap integritas kepada anggota organisasi bukanlah hal yang mudah. Ada
beberapa langkah untuk membangun integritas dalam suatu organisasi. Di antaranya adalah:

1. Pengambilan keputusan yang etis


Keputusan etis adalah keputusan yang dibuat oleh para professional berdasarkan kode etik
yang ada. Keputusan itu berdasarkan etika yang ada di dalam suatu profesi tersebut.
2. Dukungan struktural dan prosedur dalam pembuatan keputusan etis
Dalam mengambil keputusan yang etis dibutuhkan structural dalam pengambilan keputusan
atau di butuhkan prosedur di dalamnya.
3. Menciptakan budaya kejujuran dan konsistensi di dalam suatu organisasi untuk terwujudnya
tujuan.
Budaya di dalam suatu organisasoi adalah suatu yang penting dengan menanamkan jiwa
kejujuran dan konsistensi ini menghindari anggota organisasi mengalami penyimpangan
yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi.
4. Perkembangan karyawan yang dihargai
Adanya system reward dan punishment dalam suatu organisasi adalah hal yang dapat
menjaga integrase pada setiap anggota di dalam organisasi. Apabila karyawan memiliki
integritas yang tinggi makan organisasi dapat memberikan timbal balik terhadap karyawan
tersebut.

Organisasi dapat dikatakan memiliki integritas jika memiliki beberapa unsur di bawah ini :

1. Operating Control
Fungsi control dan pengawasan dalam organisasi diperlukan untuk tetap menjaga anggota
organisasi berperilaku sesuai dengan aturan yang dibuat dalam suatu organisasi.
2. Principle dan Purpose
Prinsip dan tujuan kedua hal ini adalah hal yang penting dalam suatu organisasi. Kedua hal
ini saling berkaitan. Dalam pencapai tujuan organisasi dibutuhkan prinsip yang kuat dalam
mencapai tujuan tersebut.
3. Core Value
Nilai nilai penting dalam suatu organisasi dibutuhkan untuk membentuk integritas pada
setiap individu di dalam organisasi.
4. Culture
Budaya yang baik di suatu organisasi adalah yang memiliki nilai integritas yang tinggi.

Dalam mengelola integritas di dalam organisasi ada beberapa hambatan yang terjadi. Di
antaranya adalah:
1. Ketika individu melakukan whistleblower memliki perasaan tertekan
2. Ukuran perusahaan, semakin luas dan besar perusahaan informasi akan sulit tersampaikan
dan susah dalam pengawasan.
3. Tujuan organisasi, terlalu focus pada tujuan dalam organisasi dapat mengabitkan
tersingkirnya nilai nilai integritas dalam suatu organisasi.
4. Demografi karyawan, pada karyawan yang senior akan lebih sulit dalam menerima
perubahan untuk menuju organisasi yang berintegritas. Karena kebanyakan dari mereka
menganggap apa yang mereka lakukan adalah upaya yang paling benar.
5. Keadaan organisasi, kepada perusahaan yang mengalami merger maka kebudayaan akan
bercampur, maka di butuhkan komunikasi yang efektif di dalamnya.
6. Sinisme, sikap ketidakpercayaan bawahan terhadap pimpinannya.

Menciptakan Struktur Korporasi yang Beretika

Etika merupakan kumpulan dari suatu peraturan peraturan kesusilaan. Etika juga bisa
diartikan sebagai suatu konsep yang menilai mengenai baik dan buruk, salah dan benar.
Sedangkan korporasi merupakan suatu badan usaha yang diakui dalam hukup biasanya bersekala
besar. Struktur korporasi merupakan sautu aliran kerja, komunikasi dan otoritas yang ada di
dalam korporasi.
Struktur korporasi yang beretika merupakan suatu tatanan atau aliran kerja yang identik
dengan nilai nilai kesusilaan. Struktur korporasi yang beretika ini sebaiknya di sesuaikan dengan
kepripbadian korporasi itu sendiri. Dan kedepannya dilakukan perkembangan dengan cara
melakukan evaluasi secara terus menerus. Untuk mencapainya tujuan perusahaan secara efektif
dan efesien tapi tidak melanggar norma yang ada.
Struktur organisasi yang beretika sebaiknya perlu adanya komando yang jelas dan
terstruktur. Dan dapat dipastikan struktur tersebut mendukung tatanan etika yang dibangun pada
perusahaan.
Dalam menciptakan struktur korporasi yang beretika, para eksekutif di dalam korporasi
perlu menerapkan beberapa metode. Di antaranya sebagai berikut:
1. Corporate Credo, merupakan pernyataan yang menyangkut nilai nilai yang dianut pada suatu
korporasi.
2. Program Etika, merupakan suatu system yang mengarahkan anggota corporate mencapai
corporate credo.
3. Kode Etik, dalam suatu korporate perlu adanya kode etik yang di terapkan pada korporat
tersebut. Hal ini bertujuan agar anggota korporat tidak menyimpang dari tujuan korporat.

Untuk mengembangkan struktur korporasi yang beretika, pada setiap korporasi harus
memiliki konsep good corporate governance. Good corporate governance sendiri merupakan
suatu kegiatan atau tindakan yang mengarah untuk memberbaiki dan mengarahkan suatu
korporasi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kode etik di dalam korporasi juga merupakan sesuatu hal yang penting dalam penerapan
etika pada struktur korporasi. Kode etik sebagai landasan anggota korporasi dalam berperilaku
untuk mencapai tujuan korporasi.

Dalam menjalankan struktur korporasi beretika tentunya ada beberapa masalah etika yang
perlu di perhatikan, di antaranya sebagai berikut:

1. Rasa hormat dan kebebasan individu


Semakin tinggi jabatan individu dalam sebuah struktur korporasi maka semakin tinggi pula
kekuasaan dan rasa hormat yang tinggi dari bawahannya. Namun hal ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk bertindak semena mena atau membatasi kebebasan dari bawahannya.
2. Kebijakan dan praktik personal
Permasalahan ini berhubungan dengan etika kepegawaian , pemberian kebijakan di dalam
korporasi dapat menjadikan dilema.
3. Keleluasaan dan pengaruh keputusan yang di buat oleh individu
Apabila suatu korporasi ini bergabung dalam kelompok politik niscahya akan mempengaruhi
anggotanya.
4. Pemantapan prilaku
Suatu korporasi dalam pemantapan perilaku pada anggotanya sering kali memaksa
anggotanya melalui kegiatan yang terselubung diantaranya melalui tes kepribadian dan lain-
lain. Seharusnya hal tersebut tidak dilakukan karena setiap individu tidak boleh di paksa
untuk melakukan kegiatan pembeberan informasi.
5. Kualitas lingkungan kerja
Berkaitan dengan keamanan dan masalah masalah kesehatan pada lingkungan kerja. Hal ini
berkaitan dengan hubungan pegawai dan manager.

Untuk mengurangi permasalah pelanggaran etika yang terjadi pada suatu korporasi maka
diperlukan evaluasi terhadap kode etik korporasi. Berikut pihak pihak yang perlu untuk di
evaluasi:
1. Pegawai, dengan cara menanamkan terhadap diri pegawai mengenai integritas dalam
menajalankan perkerjaannya. Memperkenalkan pegawai mengenai nilai nilai kejujuran dan
keterbukaan.
2. Investor, dapat menjaga kepercayaan investor seperti adanya transparansi mengenai laporan
yang dibuat tanpa adanya manipulasi. Pembagian deviden sesuai dengan porsinya tanpa
mengabaikan kepentingan ekspansi korporasi.
3. Masyarakat, program program yang dilaksanakan di pastikan tidak merusak sumber daya
alam di sekitar yang dapat mengganggu masyarakat.
Pembahasan Kasus
PT. Kereta Api Indonesia

PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) merupakan Badan Usaha Milik Negara
Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. PT KAI diduga memanipulasi data
dalam laporan keuangan tahunannya tahun 2005 dimana perusahaan itu dicatat meraih
keuntungan sebesar Rp 6,9 Miliar padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, mereka justru
menderita kerugian sebesar Rp 63 Miliar. Kasus ini bermula dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
memanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan
keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini
mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada
peyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.

Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:

1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam Laporan keuangan
itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI
untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan
sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan
selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif
sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh
manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari
hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada
saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor
perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang
mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan. Hasil audit tersebut kemudian
diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang
saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT
KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan


masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika
profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja
akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui
prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus
mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

ANALISA KASUS TERHADAP KODE ETIK

Berdasarkan uraian dari kasus tersebut dapat di analisa bahwa Akuntan di PT KAI ini melanggar
7 dari 8 prinsip Kode Etik Akuntan Profesional yaitu:

1. Tanggung jawab profesi


Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua
kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab
karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan
tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi
keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2. Kepentingan Publik
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan
dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT.
KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi
laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena
manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat
berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar
namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian
tersebut.

3. Integritas
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi
laporan keuangan.

4. Objektifitas
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak
siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah
memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu
yang berada di PT. KAI.

5. Kompetensi dan kehati-hatian professional


Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus
ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi
kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian
namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Perilaku profesional
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang
menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini
dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.

7. Standar teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena
tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak
pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai
pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan
dalam bentuk pendapatan atau asset.

Cara Mengatasi Penyimpangan Tersebut:

Kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI ini berawal dari pembukuan yang tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Seharusnya sebagai akuntan seharusnya akuntan
PT. KAI menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika
profesi. Dan juga pihak manajemen sebaiknya melakukan perbaikan atas salah saji yang di
lakukan di laporan keungan. Kemudian meminta maaf kepada public atas kesalahan yang
terjadi. Dan bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan.

Menerapkan program compliance di dalam PT. KAI program ini dapat meningkatkan
karyawan berperilaku sesuai yang di dalam terdapat kode etik, pelatihan pelaporan, sampai
ke investigasi pelanggaran yang mungkin terjadi. Sehingga mengurangi karyawan untuk
melakukan penyimpangan kode etik atau hukum yang berlaku. Program compliance ini juga
bisa di sebut sebagai pengendalian.
Membuat struktur organisasi yang berintegritas dan memiki nilai nilai kode etik di
dalamnya sehingga tidak ada yang melanggar aturan yang sudah di tetapkan. Menciptakan
good corporate governance dalam system pengendaliannya, agar menekan terjadinya fraud.
Fungsi operating control di jalankan untuk mengawasi apakah karyawan PT. KAI sudah
bekerja sesuai dengan aturan atau tidak. Dibutuhkan Prinsip yang kuat untuk mencapai
tujuan organisasi bukan tujuan sekelompok individu. Penjaminan keamanan pada pelaku
whistleblower.

Karena profesi akuntan menuntut profesionalisme, netralitas dan kejujuran. Etika profesi
yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja
akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak dan banyak pihak yang membutuhkan jasa
akuntan. Akuntan harus bertindak “true and fair” terkait semua pekerjaan yang ia lakukan
dan berusaha semaksimal mungkin terhindar dari semua konflik yang melanggar kode etik
Akuntan.
Daftar Pustaka

https://www.ifac.org/system/files/publications/files/ifac-code-of-ethics-for.pdf

https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/81332/laporan-keuangan-kereta-api-
diduga-salah

IAI, Aturan Kode Etika Akuntan Profesional

IAPI, Aturan Kode Etik Akuntan Publik Indonesia

IFAC Ethics Committee, IFAC Code of Ethics for Professional Accountant, International
Federation of Accountants

You might also like