You are on page 1of 11

Referat

MIRINGITIS GRANULOMATOSA

Oleh:
FEBDI MAUALANA
NIM. 0808114750

Pembimbing:
dr. ASMAWATI ADNAN, SpTHT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2013
MIRINGITIS GRANULOMATOSA

I. Definisi
Miringitis granulosa atau miringitis granulomatosa, merupakan kelainan
akibat peradangan kronis dari permukaan lateral membran timpani, ditandai dengan
adanya jaringan granular di sebagian atau seluruh membran timpani dan dapat
mengenai kanalis auditorius eksterna.1

II. Anatomi Membran Timpani


Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lapis di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam.2

Gambar 1. Anatomi membran timpani2

1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5 untuk membran
timpani kanan. Refleks cahaya ialah yang dari luar yang dipantulkan membran
timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara
klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti
terdapat gangguan pada tuba eustachius.2
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas depan, atas belakang, bawah depan, dan bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.2

Gambar 2. Membran timpani normal.3


Keterangan: 1. Pars flaccida; 2. Short process of the malleus; 3. Handle
(manubrium) of the malleus; 4. Umbo; 5. Supratubal recess; 6. Eustachian tube
orifice (just to the right of the light reflex); 7. Hypotympanic air cells; 8. Stapedius
tendon; c. Chorda tympani; I. Incus; P. Promontory; o.Oval window; R. Round
window; T. Tensor tympani; A. Annulus.

2
Fungsi fisiologis membran timpani termasuk konduksi suara dari telinga
tengah melalui sistem tulang-tulang kecil, osikula. Permukaan membrane timpani
kira-kira 25 kali lebih besar dari lempengan bawah stapes, yang menghasilkan
amplifikasi bunyi 45 dB. Pada waktu yang sama, membrane timpani membentuk
lapisan dengan jumlah jendela berbentuk bundar yakni labirin untuk melawan
gelombang suara langsung. Jendela ini penting untuk pergerakan liquid dalam koklea,
menyediakan transmisi suara ke reseptor akustik dalam organ korti. Sebagai
tambahan, membran timpani melindungi mukosa telinga tengah dari lingkungan
luar.3

III. Epidemiologi
III.1 Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas dari miringitis berhubungan dengan morbiditas pada kasus otitis media,
otitis eksterna, dan benda asing di telinga.4
III.2 Jenis Kelamin
Penyakit membran timpani menyerang pria dan wanita dengan frekuensi yang sama.4
III.3 Usia
Mengenai segala usia.4

IV. Etiologi
Miringitis dapat berkembang sebagai penyakit primer yang sembuh sendiri
dari membran timpani (miringitis primer) atau sebagai sebuah proses inflamasi dari
jaringan yang berdekatan dari telinga luar atau tengah (miringitis sekunder). Etiologi
dan patogenesis dan terapi miringitis primer dan sekunder berbeda.5,6
VI.1 Etiologi Miringitis Primer
Miringitis akut dapat terjadi karena trauma langsung membran timpani
melalui penetrasi benda asing. Miringitis primer dapat disebabkan pembersihan yang
tidak berhasil dari benda asing, seperti serangga. Sebuah ledakan, perubahan tekanan
dalam kabin pesawat dapat menyebabkan trauma membran timpani.5,6

3
Miringitis bulosa akut dapat terjadi akibat infeksi bakteri seperti streptococcus
pneumoniae atau infeksi virus seperti influenza, herpes zoster, atau yang lainnya.
Miringitis hemoragik akut dapat terjadi karena infeksi bakteri atau virus. Miringitis
fungal dapat karena infeksi jamur dari epidermis membran timpani. Miringitis
eksematosa dapat terjadi pada eksema dermal dari epidermis membran timpani.
Miringitis granulosa terjadi ketika membran timpani diselubungi jaringan granulasi.
Sebab destruksi ini dari epidermis membran timpani jarang diketahui. Kecuali kasus
yang sama diperlihatkan selama miringoplasti, ketika epidermis rusak atau ketika
mukosa yang berasal dari perforasi membran timpani, menggantikan lapisan
epidermis.5,6
IV.2 Etiologi Miringitis Sekunder
Terjadi pada miringitis akut dengan otitis media akut. Di sini, membran
timpani berada dalam stadium awal otitis media akut, stadium dimana tekanan negatif
dibentuk di telinga tengah. Selama stadium ini, ujung maleus, prosesus lateralis
maleus, dan membran timpani menonjol ke arah lateral. Pars flasida juga ikut
menonjol ke lateral. Dengan adanya keluarnya cairan di telinga tengah, cairan dapat
diperiksa.5
Proses inflamasi dari infeksi saluran napas atas mempengaruhi membran
timpani dengan terjadinya miringitis. Membran timpani menjadi merah dan menebal,
refleks cahaya tidak ada. Inflamasi pada telinga tengah berakibat penonjolan
membran timpani dengan kemungkinan perforasi. Ini ditandai dengan nyeri telinga
terus-menerus dan manifestasi klinis tipikal otitis media akut lainnya.5
Pada miringitis akut dengan otitis eksterna akut, miringitis akut dapat terjadi
pada kasus otitis eksterna akut post-trauma. Miringitis dapat terjadi karena otitis
eksterna bakterial, otitis eksterna viral. Miringitis fungal dapat terjadi pada otitis
eksterna yang disebabkan jamur. Miringitis eksematousa dapat terjadi karena eksema
dermal dari liang telinga. Miringitis akut dapat terjadi pada kasus eksaserbasi
inflamasi kronis meatus akustikus eksternus.5

4
V. Diagnosa
V.1 Anamnesis
Pasien datang dengan 2-3 hari riwayat telinga tersumbat dan pendengaran
berkurang. Pasien punya riwayat mengorek liang telnga, trauma, atau penetrasi air ke
kanalis auditorius eksterna. Sensasi berat dan nyeri ringan telinga dikeluhkan.
Kadang-kadang rasa gatal ada di liang telinga atau keluar cairan dari liang telinga.5
V.2 Pemeriksaan Fisik
Membran timpani sebagai “cermin” telinga tengah, dengan perubahan yang
terjadi terlihat pada permukaan membran timpani. Dari pemeriksaan otoskopi tipikal
didapatkan hal-hal sebagai berikut: pada miringitis akut, membran timpani secara
tiba-tiba diubah oleh proses inflamasi, menjadi merah (hiperemis) dan berubah
bentuk (menebal), refleks cahaya kecil dan tidak ada sama sekali serta sekret yang
purulen, miringitis akut sering berhubungan dengan otitis eksterna dan otitis media;
miringitis hemoragik akut dapat terjadi akibat infeksi bakteri seperti streptococcus
pneumonia atau infeksi virus.3,5

Gambar 3. Miringitis akut3


Diferensial diagnosis untuk membran timpani merah sangat banyak termasuk
malformasi, trauma, infeksi, tumor, dan keadaan degeneratif lainnya; miringitis
bulosa akut sering berkaitan dengan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA); ini ditandai

5
dengan terbentuknya bula dengan cairan serosanguinus. Pasien akan mengeluhkan
otalgia dan gangguan pendengaran.3,5,7,10

Gambar 4. Miringitis bulosa3


Pada miringitis granulomatosa, lapisan epidermis terluar membran timpani
dan lapisan kulit kanalis auditorius eksternus diselubungi oleh jaringan granulasi. Ini
sering berhubungan dengan otitis eksterna yang berulang. Jaringan granulasi ini
dapata menyebabkan stenosis pada kanalis auditorius eksternus.; pada kasus
miringitis kronis, membran timpani mengalami perforasi, batas mengalami inflamasi,
dan jaringan granulasi; tuli dapat terjadi; cairan keluar dari kanalis auditorius
eksterna.3,5,8,9

Gambar 5. Miringitis granulomatosa3

6
V.3 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes laboratorium untuk menegakkan diagnosis miringitis. Dapat
dilakukan studi pencitraan. Pemeriksaan lain berupa otomikroskopi dengan
mikroskop atau otoendoskopi dengan tayangan pencitraan; otoskopi pneumatik
menyediakan informasi pada tampilan dan mobiitas membran timpani dan merupakan
metode yang baik untuk penegakan diagnosis; CT scan resolusi tinggi untuk tulang
temporal; MRI menggunakan gelombang radio yang dihasilkan dari stimulasi nukleus
dan relaksasi yang terjadi sesudahnya, menciptakan sinyal yang berhubungan ke
berbagai jaringan; otoskopi akustik-metode mutakhir untuk memeriksa membran
timpani, menggunakan otoskopi dan timpanometri bersamaan dan khusus untuk anak-
anak.5
Tes lain yang dapat dilakukan antara lain: audometri nada murni: ini terdiri
dari osilator, generator sinyal, amplifier, dan atenuator, yang mengontrol dan
mengkhususkan intensitas nada yang diproduksi. Bentuk audiogram untuk individu
dengan tuli dapat ditangani ahli otologi atau audiologi untuk mengetahui perjalanan
penyakit dan sebab penurunan pendengaran. Konfigurasi audiogram tuli konduksi
dapat digunakan sebagai tes tambahan untuk diagnosis miringitis; timpanometri yang
dapat mendeteksi adanya cairan di belakang gendang telinga, ketika audiometri
multifrekuensi sudah menjadi metode objektif yang dapat diterima untuk
membedakan status telinga tengah, terutama untuk diagnosis efusi; termometri
timpanik deteksi emisi infra merah.5

VI. Penatalaksanaan
Prosedur penatalaksanaan miringitis sebagai berikut: pertama, pembersihan
kanalis auditorius eksterna; kedua, irigasi liang telinga untuk membuang debris
(kontraindikasi bila status membran timpani tidak diketahui); ketiga, timpanosintesis,
yaitu pungsi kecil yang dibuat di membran timpani dengan sebuah jarum untuk jalan
masuk ke telinga tengah. Prosedur ini dapat memungkinkan dilakukan kultur dan
identifikasi penyebab inflamasi; keempat, miringotomi, dimana pada otitis media
akut, miringotomi dan pembuangan cairan mencegah terjadinya pecahnya membran

7
timpani setelah “bulging”. Tindakan ini menyembuhkan gejala lebih cepat, dan insisi
sembuh dalam waktu lebih cepat; kelima, timpanostomi dengan insersi pipa ke
telinga tengah memungkinkan drainase. Perforasi permanen dapat terjadi.5
VI.1 Perawatan
Beberapa hal penting dalam perawatan miringitis; pertama, departemen
emergensi atau layanan primer ketika pasien datang dengan miringitis akut, suspek
otitis media, otitis eksterna, dan benda asing di telinga. Kedua, analgesik,
antiinflamasi, antipruritus, antihistamin. Ketiga, pada komplikasi supuratif perforasi
membran timpani, atau mastoiditis, konsul ke spesialis THT. Keempat, saran dari
spesialis THT penting untuk medikasi miringitis kronik yang diatandai perforasi.
Kelima, pengobatan spesifik perforasi membran timpani, mencakup larutan alkohol
yang mengandung asam salisilat menstimulasi pertumbuhan epitelium, yang sangat
berguna jika rata-rata pertumbuhan epithelium menurun. Ketika kontak dengan
mukosa telinga tengah, alcohol menimbulkan nyeri telinga dan iritasi berat mukosa
dengan dilanjutkan sekresi mukus meningkat; serta larutan akuades dapat menolong
mengeliminasi inflamasi mukosa telinga tengah, tapi menyebabkan pelepasan
epidermis di liang telinga. Jaringan granulasi atau polip harus disingkirkan.5
VI.2 Perawatan Bedah
Perforasi kronik yang tidak terobati berakibat eksaserbasi otitis media kronik
dan miringitis. Penutupan perforasi diindikasikan pada pasien dengan aktivitas dalam
air. Penutupan dengan tindakan bedah perforasi disebut miringoplasti. Tingkat
keberhasilan mencapai 70-90%.5
Metode ini terdiri atas mengeluarkan epithelium dari batas perforasi, menutup
batas dengan film/kertas dimana epidermis dan mukosa dapat tumbuh dan
menghentikan perforasi. Film sangat tipis dan bisa rusak bila pasien bersin. Prosedur
ini digunakan bila perforasi kurang dari 10%. Metode yang bermanfaat dari
miringoplasti menggunakan kerangka kartilago. Membran timpani disokong oleh
jaringan kartilago tanpa mempengaruhi mobilitas.5
Preoperasi: kondisi dasar persiapan membran timpani untuk miringoplasti
adalah tidak ada infeksi.5

8
Intraoperatif: berhubungan dengan anatomi kanalis auditorius eksterna,
abnormalitas telinga tengah, dan metode miringoplasti yang dipilih ahli bedah.5
Post-operatif: telinga harus tetap kering. Pasien harus menghindari posisi dan
aktivitas yang menimbulkan tekanan pada graft. Antibiotik topikal diletakkan di
kanalis auditorius eksterna selama 7-14 hari. Dikeluarkan saat follow up dan diganti
dengan tetes telinga selama 7-10 hari.5
Pada miringitis, diresepkan analgesik asetaminofen dengan kodein. Hasil yang
baik didapat dari penggunaan larutan asam asetil salisilat.5

VII. Pencegahan
Nasihati pasien untuk melindungi telinga dari air dan menghindari trauma
kanalis auditorius eksterna. Pasien dengan miringoplasti berulang harus
menggunakan tetes telinga yang bersifat asam setelah air masuk telinga.5

VIII. Komplikasi
Setiap intervensi bedah mengakibatkan inflamasi post-operasi dan dapat
mengakibatkan eksaserbasi pada pusat inflamasi kronis di telinga dan dapat mengarah
ke perkembangan otitis media akut/otitis eksterna bersamaan dengan destruksi
membran timpani yang baru. Penurunan proteksi, contoh penggunaan bahan plastik
dalam miringoplasti, dapat mengakibatkan mudah rusak dan destruksi membran
timpani baru. Tuli konduksi dari kekakuan yang meningkat/erosi osikular merupakan
komplikasi potensial.5

IX. Prognosis
Prognosis mayoritas pasien dengan miringitis memiliki prognosis bonam.
Pada destruksi membran timpani yang baru, ahli bedah dapat mencari sebab
miringoplasti ulang, dengan perbaikan perforasi.5

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Bailey BJ, et al. infections of the external ear. Lippincott williams & wilkins.
2006. vol.2. p.1987
2. Soertirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran dan
kelainan telinga dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya
Baru. 2007. Hal.10-13
3. Sanna M, et al. Myringitis in color atlas of otoscopy. Thieme: 1999. p. 4-13
4. Schweinfurth J, et al. Middle ear, tympanic membrane, infections. Emedicine:
2012.
5. McCormik, D. et al. Bullous Myringitis: A Case-Control Study. In Pediatrics
2003;112; 982-986.
6. Menner, Myringitis in A Pocket Guide to the Ear .Thieme : 2003. p.53-54.
7. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid
dalam buku ajar penyakit THT Boeis. Jakarta: EGC.1997.hal.88-89
8. Probat R, et al. inflammatory disease of the external ear. Thieme: 2006, p.
222-223
9. Snow, JB et al. Granular myringitis. BC Deckker: 2002. p.28-29
10. Ludman H, et al. ABC of ear, nose and throat. Blackwell publishing: 2007. p.
1-5

10

You might also like