You are on page 1of 38

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA DI RUANG


ADENIUM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun untuk menyelesaikan tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal

Oleh

Amadea Yollanda, S.Kep


NIM 122311101009

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut dibuat oleh:


Nama : Amadea Yollanda, S.Kep.
NIM : 122311101009
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Pneumonia di Ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, Januari 2017

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

............................................................. ..........................................................
............................................................. ..........................................................
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

A. Review Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi dan Fisiologi
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut
dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa
subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut
kavum pleura (Guyton, 2007).

Gambar 1. Anatomi Sistem Respirasi Manusia


Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
1) Hidung
Udara yang masuk ke hidung disaring, dihangatkan dan dilembapkan
oleh mukosa respirasi yang terdiri dari epitel torak bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan
dibawahnya yang kaya akan pembuluh darah sehingga udara yang masuk ke
faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan
kelembapannya mencapai 100%.
2) Faring
Faring adalah bilik yang membagi saluran pernapasan dan saluran
pencernaan. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a) Nasofaring
Nasofaring hanya merupakan tempat jalannya udara, bukan untuk
makanan sehingga selama proses menelan, nasofaring ditutup oleh
uvula.
b) Orofaring
Orofaring terdapat di belakang mulut sebagai jalan dari udara dan
juga makanan.
c) Laringofaring
Laringofaring merupakan jalan dari udara maupun makanan. Bagian
depan dari laringofaring terhubung dengan laring dan bagian belakang
terhubung dengan esofagus.
3) Laring
Laring terletak diantara faring dan trakea yang berfungsi sebagai
kotak suara dan jalannya udara. Laring dibentuk oleh kartilago-
kartilago yaitu:
(1) Tiroid, membentuk dinding anterior dan lateral dari laring.
(2) Kortikoid, membentuk bagian posterior dari laring.
(3) Epiglotis. Epiglotis akan bergerak ke atas bila hanya terdapat udara
yang masuk, namun akan bergerak ke bawah bila seseorang
menelan. Itu dilakukan untuk menjaga makanan dan cairan tidak
masuk ke saluran pernapasan. Reflek batuk akan terjadi bila
makanan masuk ke saluran pernapasan.
(4) Arytenoid dan Corniculate. Arytenoid dan corniculate mempunyai
fungsi untuk membuka dan menutup glotis serta memproduksi suara.
(5) Cuneiform
4) Trakea
Trakea dibentuk oleh kartilago berbentuk huruf C di bagian depan
dan di bagian belakang dibentuk oleh membran sehingga bentuknya
tetap namun fleksibel. Trakea berfungsi untuk membantu mengeluarkan
iritan selama batuk dan bersin. Tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kanan dan kiri dikenal sebagai karina, yang
banyak memiliki syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang.
5) Bronkus

Gambar 2. Anatomi Bronkus


Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar. Sebaliknya bronkus kiri lebih
panjang, dan lebih sempit. Bronkus kiri dan kanan bercabang menjadi bronkus
lobaris lalu bercabang lagi menjadi brokus segmentalis dan akhirnya bercabang
menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan tetapi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah.
6) Alveolus
Bronkiolus terminalis merupakan asinus yaitu unit fungsional paru-
paru yang menjadi tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari:
a) Bronkiolus respiratorius. Terkadang memiliki alveoli pada
dindingnya.
b) Duktus alveolaris seluruhnya dilapisi oleh alveoli
c) Sakus alveolus terminalis merupakan struktur akhir paru paru.
Dalam setiap paru-paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas
sebuah lapangan tenis yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas
(sel tipe I) Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang menghasilkan
surfaktan (sel tipe II) untuk mengurangi tegangan permualaan,
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi
dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Di dalam
alveolus terjadi proses membunuh kuman kuman yang dilakukan
oleh sel makrofag. Alveolus dipisahkan dari alveolus didekatnya
oleh dinding tipis yang disebut septum. Lubang kecil pada dinding
ini disebut pori-pori kohn, yang memungkinkan komunikasi antara
sakus alveolus terminalis.

Gambar 3. Anatomi alveoli


7) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa=alveoli). Gelembung-
gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan
inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi 2
yaitu:
a) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo
dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus.
b) Paru-paru kiri, terdiri dari lobus superior dan lobus inferior. Tiap-
tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama
segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 buah
segment pada lobus superior, dan 5 buah segment pada inferior.
Paru- paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior; 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah
segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Gambar 4. Anatomi Lobus Paru


Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan
tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu
hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar
melalui hidung dan mulut.
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut. Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru
utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut
dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis. Untuk melaksanakan
fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar
(Guyton, 2007), yaitu:
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi
2. Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh.
Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai
pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang
penting pada paru-paru dibagi atas (Pearce, 2013) :
1) Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
a) Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b) Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru
c) Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat
pula di keluarkan bersama sekresi.
2) Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan
digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam
mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas
permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi,
baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.
3) Sekresi Humoral Lokal
Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
a) Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
b) Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik
c) Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan
dalam membunuh virus.
d) Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah
terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya
infeksi paru yang berulang.
4) Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate
monosit berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim
dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
a) Gerakan mukosiliar.
b) Faktor humoral lokal.
c) Reaksi sel.
d) Virulensi dari kuman yang masuk.
e) Reaksi imunologis yang terjadi.
f) Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru,
seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

B. Pneumonia
1. Definisi
Ada beberapa pengertian dari pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Pneumonia is a form of acute respiratory infection that affects the lungs.
The lungs are made up of small sacs called alveoli, which fill with air when
a healthy person breathes. When an individual has pneumonia, the alveoli
are filled with pus and fluid, which makes breathing painful and limits
oxygen intake (WHO, 2014).
2) Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang,
kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang
(Misnadiarly, 2008).
3) Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran
gas tidak dapat berlangsung pada daerah ygang mengalami konsolidasi dan
darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Soemantri, 2007).
4) Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli, dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung.

Gambar 5. Pneumonia

2. Epidemiologi
Data epidemiologi pneumonia komunitas di Amerika, menunjukkan bahwa
insidensi pneumonia terdapat 12 kasus dari 1000 orang. Akan tetapi, kejadian
pneumonia dapat meningkat pada usia di bawah 4 tahun, yaitu berkisar 20 dari
1000 orang dan akan terus meningkat sering bertambahnya usia. Adapun sebagian
besar pasien yaitu 80% dari 4 juta pasien pneumonia komunitas yang terjadi tiap
tahun, ditangani sebagai pasien rawat jalan, dan 20% ditangani di rumah sakit
sedangkan kematian pneumonia di Amerika berkisar 45.000 setiap tahunnya
(PDPI, 2003).
Pneumonia dapat terjadi pada berbagai usia, meskipun lebih banyak terjadi
pada usia yang lebih muda. Masing-masing kelompok umur dapat terinfeksi oleh
pathogen yang berbeda, yang mempengaruhi dalam penetapan diagnosa dan
terapi. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang terjadi dimasyarakat (pneumonia komunitas / PK) atau
didalam rumah sakit ( pneumonia nosokomial/ PN). Pneumonia yang merupakan
bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai
sekitar 15-20 %. Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering daripada PN
diruangan umum yaitu 42%: 13% dan sebagian besar yaitu sejumlah 47% terjadi
pada pasien yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok pasien ini
merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat PN.

3. Etiologi
Penyebab utama pneumonia adalah bakterial dan atipikal (Baughman, 2000).
Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi, kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus
(Soemanti, 2007). Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua setelah
Pneumonia pneumococcus adalah Haemophilus influenzae tipe B (HIB),
kemudian pada bayi yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis
jiroveci.
Penyebab pneumonia menurut Misnadiarly (2007) yaitu sebagai berikut.
1) Bakteri
a) Gram positif: Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia),
Staphylococcus Aureus.
b) Gram negatif: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
c) Anaerobik: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides
Species.
d) Atipikal: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae

2) Virus: Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.


3) Jamur: Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis,
Coccidioidomycosis.
4) Aspirasi: Makanan, cairan, muntah.
5) Inhalasi: Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum,
Berillium, uap air raksa), rokok, debu dan gas.
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita
(WHO, 2014).
Terjadinya pneumonia dapat didukung dengan faktor predisposisi, seperti:
a. Kebiasaan merokok
b. Pasca infeksi virus
c. penyakit jantung kronik
d. DM
e. Status imunodefisiensi
f. Kelainan atau kelemahan struktur organ dada
g. Penurunan kesadaran.
h. Tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator.
i. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo
j. Penggunaan antibiotic, dan obat suntik IV
k. Keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram
negative.

4. Klasifikasi
Berdasarkan umur
a) Kelompok umur < 2 bulan
(1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak
wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam
(38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen
dan abdomen tegang.
(2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
(1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan
sulit dibangunkan.
(2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
(3) Pneumonia ringan
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
(4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
(5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang
sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan
yang tinggi, dan demam ringan.
2) Berdasarkan etiologi
Tabel 5.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi
Kelompok Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis Legionnaires disease
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal
Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
Menurut PDPI (2003) pneumonia dapat diklasifiasikan menjadi 3 yaitu
sebagai berikut.
a) Berdasarkan klinis dan epidemologi :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular pada orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau nosokomial
pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat inap
untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam
setelah masuk
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised
b) Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia backerial atau tipikal, beberapa bakteri misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c) Pneumonia virus, disebabkan oleh virus influenza
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) disebabkan oleh Aspergillus Fumigatus
c) Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat
terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella
merupakan organism penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat
disebut pneumonitis interstisial. Hal ini lebih cenderung disebabkan
oleh virus atau oleh bakteri atipikal
5. Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat
menghirup bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan
dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-
batuk atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga
gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut
keluar pada saat itu terjadi proses peradangan. Lobus bagian bawah paru-paru
paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang
berurutan (Price & Wilson, 2005).
a. Kongesti (24 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit
dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
Akibat dari masuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga
terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasu di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
comience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
akan menyebabkan peningkatan suhu sehingga muncul masalah keperawatan
hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di jalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif. Jika sputum masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan pneumonia adalah
sebagai berikut (Smeltzer, 2001).
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk ketika bernapas dan batuk
4) Takipneu
5) Pernapasan mendengkur
6) Pernapasan cuping hidung
7) Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan
8) Sakit kepala
9) Myalgia, ruam dan faringitis pada klien pneumonia atipikal
10) Warna mata menjadi lebih terang
11) Bibir bidang kuku sianotik
12) Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak ditempat tidur dengan condong
kea rah depan
13) Sputum berbusa pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, klebsiella, dan streptokokus
14) Sputum kental pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
klebsiella
15) Sputum berwarna hijau pada pneumonia yang dakiatkan oleh H. Influenza
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
a. Batuk nonproduktif
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h. Sakit kepala
i. Kekakuan dan nyeri otot
j. Sesak napas
k. Menggigil
l. Berkeringat
m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
o. Mual dan muntah
7. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah sebagai berikut.
1) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
2) Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura
3) Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah
4) Gagal nafas
5) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
7) Pneumonia interstitial menahun
8) Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat juga
menunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus); penyebaran
atau lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrat
(sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.

Gambar 7. Perbedaan X-Ray Paru Normal dan Paru dengan Pneumonia


b. Analisis Gas Darah dan Pulse Oximetry
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme
penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti
Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus,
dan Hemophilus influenzae.
d. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white
blood count-WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. LED meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar): tekanan saluran
udara meningkat dan kapasistas pemenuhan udara menurun, hiposekmia.
h. Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin mungkin meningkat (Soemantri, 2007)

9. Penatalaksanaan Farmakologi
a) Pemberian antibiotik
Penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik per-
oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah seperti penicillin,
cephalosporin. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas
atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan
antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen
tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
b) Antibiotik misalnya ampisilin, kloramfenikol, sefatoksin, amkasin
c) Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
d) Pemberian O2
e) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
10. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a) Oksigenasi 1-2 L/menit.
b) Humidifikasi dengan nebulizer
c) Fisioterapi dada
d) Pengaturan cairan
e) Pendidikan kesehatan terkait pneumonia
C. Clinical Pathway

Bakteri Virus Parasit

Infeksi Saluan Napas


Bawah
Parenkim
Paru
Koloni Organisme Patogen

Antigen Produk Toksik

Pelepasan
Respon Humoral Cedera Jaringan
mediator nyeri

Kerusakan Sel Merangsang


Antigen Patogen Berikatan
dengan Antibodi Nosiseptor

Antigen-Antibodi Berikatan Otak (Korteks Medulla


dengan Molekul Komplemen Somatosensorik) Spinalis

Pengaktifan Kaskade Persepsi nyeri Nyeri Akut

Komplemen

Mengubah Permukaan Menghasilkan Produk Kemotaksis Netrofil Aktifasi Sel Mast dan
Organisme Patogen Protein C5b6789 Basofil
dan Makrofag

Melekat Satu Sama Merobek Membran Aktifasi Proses Pelepasan Histamin


Lain Sel Bakteri atau Fagositosis oleh Aktivasi Bradikinin
Organisme Netrogil dan
Penginfeksi Lainnya Makrofag
Aglutinasi Vasodilatasi Kapiler

Permeabilitas
Kapiler Meningkat

Penampakan Fibrin, Perpindahan Eksudat


Pelepasan pirogen Eksudat, Eritrosit, Plasma ke Interstisiel
endogen (Sitokin) Leukosit
Fagositosis
Sel Debris
Interleukin- Oedem Ruang
1 Kapiler Alveoli
Interleukin-
6
Sekret
Menumpuk
Merangsang Penurunan
Pada
Menembus saraf vagus Difusi O2
Bronkus
sawar otak

Gangguan
Sinyal mencapai Sekret Pertukaran
Sistem Saraf Menumpuk Gas
Pusat Pada
Bronkus

Penurunan
Pembentukan Saturasi O2
Prostaglandin
Otak Batuk, Sesak
Napas,
Dipsnea
Hipoksia
Metabolis Merangsang Jaringan
me hipotalamus
meningkat Ketidakefekti
meningkatkan titik
fan Bersihan
patokan suhu (set Jalan Nafas
point)
Ketidakefek
Peningkatan tifan Perfusi
Penggunaan Jaringan
Energi Perifer
Peningkatan
Menggigil, Produksi
meningkatkan Eritropoeisis
suhu basal Ginjal

Intoleransi
Aktivitas
Stimulasi
Hipertermia Produksi Sel
Darah Merah

Polisitemia
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan, meliputi:
a. Anamnesa
1) Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit, dan diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
b) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan
batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-
hijauan, dan seringkali berbau busuk.
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti
penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Misnadirly,
2008).
d) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif.
b. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.

(1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas
darah menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan
dengan adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
(3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
(4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah
atau syok hipovolemik.
(5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses
normal atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
(6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
pada bronkus
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
saturasi O2
d. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
e. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
f. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC :
berhubungan dengan a. Status pernafasan: pertukaran 1. Posisikan pasien untuk 1. Memaksimalkan ventilasi
penurunan difusi O2 gas memaksimalkan ventilasi
b. Elektrolit dan keseimbangan 2. Pasang mayo bila perlu 2. Membuka jalan nafas
asam basa 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Membantu mengeluarkan sekret
c. Status pernafasan: ventilasi 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 4. Membantu mengeluarkan sekret
d. Status tanda vitas suction
Setelah dilakukan tindakan 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya 5. Mnengetahui keadaan paru-paru
keperawatan selama .... x 24 jam suara tambahan
Gangguan pertukaran pasien 6. Berikan bronkodilator ; 6. Membuka jalan nafas melebarkan
teratasi dengan kriteria hasi: 7. Barikan pelembab udara bronkus
- Mendemonstrasikan 8. Atur intake untuk cairan 7. Melembapkan saluran napas
peningkatan ventilasi dan mengoptimalkan keseimbangan. 8. mengoptimalkan keseimbangan
oksigenasi yang adekuat 9. Monitor respirasi dan status O2 9. memantau respirasi dan status O2
- Memelihara kebersihan paru 10. Catat pergerakan dada,amati 10. melihat respon non verbal
paru dan bebas dari tanda tanda kesimetrisan, penggunaan otot
distress pernafasan tambahan, retraksi otot
- Mendemonstrasikan batuk supraclavicular dan intercostal
efektif dan suara nafas yang 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur 11. memantau adanya obstruksi jalan
bersih, tidak ada sianosis dan nafas jatuhnya napas
dyspneu (mampu mengeluarkan 12. Monitor pola nafas : bradipena, 12. mengetahui frekuensi nafas
sputum, mampu bernafas takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
dengan mudah, tidak ada cheyne stokes, biot
pursed lips) 13. Auskultasi suara nafas, catat area 13. mengetahui suara nafas
- Tanda tanda vital dalam rentang penurunan / tidak adanya ventilasi dan
normal suara tambahan
- AGD dalam batas normal 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan 14. mengetahui keadaan fisiologis
- Status neurologis dalam batas ststus mental paru-paru tanda-tanda adanya
normal perubahan
15. Observasi sianosis khususnya 15. tanda-tanda kekurangan O2
membran mukosa jaringan
16. Jelaskan pada pasien dan keluarga 16. mengurangi kecemasan pada
tentang persiapan tindakan dan tujuan keluarga
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, 17. mengetahui keadaan jantung
irama dan denyut jantung
2. Ketidakefektifan Bersihan NOC: NIC:
Jalan nafas berhubungan - Status pernafasan: ventilasi 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Membebaskan jalan napas
dengan penumpukan sekret - Status pernafasan: kepatenan suctioning.
pada bronkus jalan nafas 2. Berikan O2 ……l/mnt, 2. Memperkuat keadekuatan
- Kontrol aspirasi metode……… pernapasan
Setelah dilakukan tindakan 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan 3. Mengurangi kebutuhan energi
keperawatan selama 1 x24 napas dalam dan penggunaan O2
jampasien menunjukkan 4. Posisikan pasien untuk 4. Mempertahankan keadekuatan
keefektifan jalan nafas dibuktikan memaksimalkan ventilasi pernapasan
dengan kriteria hasil : 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 5. Membantu mengeluarkan sekret
a. Mendemonstrasikan batuk yang menumpuk
efektif dan suara nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau 6. Membantu mengeluarkan sekret
bersih, tidak ada sianosis dan suction yang menumpuk
dyspneu (mampu mengeluarkan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya 7. Mengetahui apakah sekret sudah
sputum, bernafas dengan suara tambahan keluar
mudah, tidak ada pursed lips) 8. Berikan bronkodilator : 8. Melebarkan bronkus
b. Menunjukkan jalan nafas yang 9. Monitor status hemodinamik 9. Mengontrol keadaan
paten (klien tidak merasa kardiopulmonal
tercekik, irama nafas, frekuensi 10. Berikan pelembab udara Kassa basah 10. Melembabkan udara yang baik
pernafasan dalam rentang NaCl Lembab bagi penapasan
normal, tidak ada suara nafas 11. Berikan antibiotik 11. Membantu membunuh invasi
abnormal) antigen dari eksternal
c. Mampu mengidentifikasikan 12. Atur intake untuk cairan 12. mengoptimalkan keseimbangan
dan mencegah faktor yang mengoptimalkan keseimbangan.
penyebab. 13. Monitor respirasi dan status O2 13. mengetahui status O2
d. Saturasi O2 dalam batas normal 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat 14. mengencerkan sekret
e. Foto thorak dalam batas normal untuk mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien dan keluarga 15. mengurangi kecemasan keluaga
tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
3. Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:
Jaringan Perifer - Status sirkulasi Status sirkulasi
berhubungan dengan - Manajemen cairan 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetahui tanda-tanda
penurunan saturasi O2 - Tanda vital perifer (nadi perifer, edema, kapillary gangguan perifer
Setelah dilakukan tindakan refill, warna dan temperatur
keperawatan selama 3 x 24 ekstremitas)
jampasien menunjukkan 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 2. Mengetahui tanda-tanda
keefektifan jalan nafas dibuktikan gangguan perifer
dengan kriteria hasil : 3. Inpseksi kulit adanya luka 3. Agar luka ditangani darin infeksi
a. Tekanan darah sistolik dbn karena beresiko mengalami delay
b. Tekanan darah diastolik dbn healing
c. Kekuatan nadi dbn 4. Kaji tingkat nyeri 4. Mengetahui tingkat nyeri klien
d. Rata-rata tekanan darah dbn 5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau 5. Meningkatkan venous return
e. Nadi dbn lebih tinggi dari jantung untuk
f. Tekanan vena sentral dbn meningkatkan venous return
g. Tidak ada bunyi hipo jantung 6. Ubah posisi klien minimal setiap 2 6. Meminimalkan dekubitus
abnormal jam sekali
h. Tidak ada angina 7. Monitor status cairan masuk dan 7. Mengontrol volume yang masuk
i. AGD dbn keluar ke dalam jantung dan paru
j. Kesimbangan intake dan output 8. Gunakan therapeutic bed 8. Memudahkan mengatur posisi
24 jam klien
k. Perfusi jaringan perifer 9. Dorong latihan ROM selama bedrest 9. Meminimalkan kelemahan
l. Kekuatan pulsasi perifer ekstremitas pasca bedrest
m. Tidak ada pelebaran vena 10. Dorong pasien latihan sesuai 10. Meminimalkan kelemahan
n. Tidak ada distensi vena kemampuan ekstremitas pasca bedrest
jugularis 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk 11. mencegah peningkatan viskositas
o. Tidak ada edema perifer mencegah peningkatan viskositas darah
p. Tidak ada asites darah
q. Pengisian kapiler 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau 12. mencegah koagulasi darah
r. Warna kulit normal antikoagulan
s. Kekuatan fungsi otot 13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit 13. memantau keadaan darah
t. Kekuatan kulit
u. Suhu kulit hangat Manajemen cairan
v. Tidak ada nyeri ekstremitas 1. Catat intake dan output cairan 1. menghitung balance cairan
2. Monitor status hidrasi 2. mengetahui kebutuhan cairan

3. Monitor tanda-tanda vital 3. mengetahui status klien

4. Monitor status nutrisi 4. mengontol nutrisi

4. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC:


dengan cedera jaringan - Tingkat nyeri Manajemen nyeri

alveoli - Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui gambaran klinis nyeri
- Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, yang dirasakan
Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama 2 x 24 kualitas dan faktor presipitasi
jamPasien tidak mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Memvalidasi ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan klien melalui subjektif dan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu objektif
penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Dukungan untuk kesembuhan
menggunakan tehnik mencari dan menemukan dukungan klien
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat 4. Memberikan kenyamanan klien
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti suhu agar tidak fokus pada nyeri
bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
b. Melaporkan bahwa nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Menghindari timbulnya nyeri
berkurang dengan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Untuk menentukan intervensi
menggunakan manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non 7. Memberikan kenyamanan klien
c. Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi: napas dada, relaksasi, agar tidak fokus pada nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 8. Bantuan farmakologis dasar
d. Menyatakan rasa nyaman nyeri: ……...
setelah nyeri berkurang 9. Tingkatkan istirahat 9. Mengurangi timbulnya nyeri
e. Tanda vital dalam rentang 10. Berikan informasi tentang nyeri 10. Meningkatkan koping diri klien
normal seperti penyebab nyeri, berapa lama
f. Tidak mengalami gangguan nyeri akan berkurang dan antisipasi
tidur ketidaknyamanan dari prosedur
5. Hipertermia NOC : NIC:
berhubungan dengan Termoregulasi Pengaturan Suhu

invasi organisme Setelah dilakukan tinfakan 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 1. Mengontrol status suhu
keperawatan selama …. Pasien 2. Rencanakan monitoring suhu secara 2. Mengontrol status suhu
penginfeksi
tidak mengalami hipertermi,kriteria kontinyu 3. Mengetahui tanda infeksi
hasil : 3. Monitor TD, nadi, dan RR 4. Menngetahui peningkatan suhu
a. Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor warna dan suhu kulit melalui warna kulit
normal 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan 5. Mengontrol perubahan suhu
b. Nadi dan RR dalam rentang hipotermi tubuh yang ekstrim
normal 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 6. Membantu meningkatkan
c. Tidak ada perubahan warna 7. Selimuti pasien untuk mencegah kekebalan tubuh
kulit, dan tidak ada pusing hilangnya kehangatan tubuh 7. Selimut tipis mengurangi
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah evaporasi yang berlebihan
keletihan akibat panas 8. Mencegah berkurangnya energi
9. Berikan anti piretik jika perlu
9. Untuk menurunkan suhu
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
. berhubungan dengan - Perawatan diri: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien 1. Mengurangi pengeluaran energi

peningkatan - Konservasi eneergi dalam melakukan aktivitas yang tidak perlu


Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji adanya faktor yang 2. Mengurangi penyebab kelelahan
metabolisme
-
keperawatan selama .... x 24 jam menyebabkan kelelahan
bertoleransi terhadap aktivitas 3. Monitor nutrisi dan sumber energi 3. Meningkatkan energi dengan cara
dengan yang adekuat meningkatkan nutrisi
Kriteria Hasil : 4. Monitor pasien akan adanya 4. Monitor respon kardivaskuler
a. Berpartisipasi dalam aktivitas kelelahan fisik dan emosi secara terhadap aktivitas (takikardi,
fisik tanpa disertai peningkatan berlebihan disritmia, sesak nafas, diaporesis,
tekanan darah, nadi dan RR pucat, perubahan hemodinamik)
b. Mampu melakukan aktivitas 5. Monitor respon kardivaskuler 5. Monitor pola tidur dan lamanya
sehari hari (ADLs) secara terhadap aktivitas (takikardi, tidur/istirahat pasien
mandiri disritmia, sesak nafas, diaporesis,
c. Keseimbangan aktivitas dan pucat, perubahan hemodinamik)
istirahat 6. Monitor pola tidur dan lamanya 6. Kolaborasikan dengan Tenaga
tidur/istirahat pasien Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi
yang tepat.
7. Kolaborasikan dengan Tenaga 7. Bantu klien untuk
Rehabilitasi Medik dalam mengidentifikasi aktivitas yang
merencanakan progran terapi yang mampu dilakukan
tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi 8. Bantu untuk memilih aktivitas
aktivitas yang mampu dilakukan konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
9. Bantu untuk memilih aktivitas 9. Bantu untuk mengidentifikasi dan
konsisten yang sesuai dengan mendapatkan sumber yang
kemampuan fisik, psikologi dan diperlukan untuk aktivitas yang
sosial diinginkan
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan 10. Bantu untuk mendpatkan alat
mendapatkan sumber yang bantuan aktivitas seperti kursi
diperlukan untuk aktivitas yang roda, kruk
diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat 11. untuk mengidentifikasi aktivitas
bantuan aktivitas seperti kursi roda, yang disukai
krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi 12. Bantu klien untuk membuat
aktivitas yang disukai jadwal latihan diwaktu luang
13. Bantu klien untuk membuat jadwal 13. Bantu pasien/keluarga untuk
latihan diwaktu luang mengidentifikasi kekurangan
14. Bantu pasien/keluarga untuk dalam beraktivitas
mengidentifikasi kekurangan dalam 14. Sediakan penguatan positif bagi
beraktivitas yang aktif beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi 15. Bantu pasien untuk
yang aktif beraktivitas mengembangkan motivasi diri
16. Bantu pasien untuk mengembangkan dan penguatan
motivasi diri dan penguatan 16. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
4. Discharge Planning
a. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain
tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari
penyebab kambuhnya pneumonia, cara penularan, dan pencegahan
kekambuhan, melakukan gaya hidup sehat.
e. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta:
RGC.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner,
Cheryl M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam
Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana
Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T Heather. 2015. Nanda International:Diagnosis Keperawatan: definisi


dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Medica


Aesculpalus, FKUI.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.


2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan. Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari
dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzan C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.

Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like