Professional Documents
Culture Documents
Oleh
TIM PEMBIMBING
............................................................. ..........................................................
............................................................. ..........................................................
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA
B. Pneumonia
1. Definisi
Ada beberapa pengertian dari pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Pneumonia is a form of acute respiratory infection that affects the lungs.
The lungs are made up of small sacs called alveoli, which fill with air when
a healthy person breathes. When an individual has pneumonia, the alveoli
are filled with pus and fluid, which makes breathing painful and limits
oxygen intake (WHO, 2014).
2) Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang,
kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang
(Misnadiarly, 2008).
3) Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran
gas tidak dapat berlangsung pada daerah ygang mengalami konsolidasi dan
darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Soemantri, 2007).
4) Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli, dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung.
Gambar 5. Pneumonia
2. Epidemiologi
Data epidemiologi pneumonia komunitas di Amerika, menunjukkan bahwa
insidensi pneumonia terdapat 12 kasus dari 1000 orang. Akan tetapi, kejadian
pneumonia dapat meningkat pada usia di bawah 4 tahun, yaitu berkisar 20 dari
1000 orang dan akan terus meningkat sering bertambahnya usia. Adapun sebagian
besar pasien yaitu 80% dari 4 juta pasien pneumonia komunitas yang terjadi tiap
tahun, ditangani sebagai pasien rawat jalan, dan 20% ditangani di rumah sakit
sedangkan kematian pneumonia di Amerika berkisar 45.000 setiap tahunnya
(PDPI, 2003).
Pneumonia dapat terjadi pada berbagai usia, meskipun lebih banyak terjadi
pada usia yang lebih muda. Masing-masing kelompok umur dapat terinfeksi oleh
pathogen yang berbeda, yang mempengaruhi dalam penetapan diagnosa dan
terapi. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang terjadi dimasyarakat (pneumonia komunitas / PK) atau
didalam rumah sakit ( pneumonia nosokomial/ PN). Pneumonia yang merupakan
bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai
sekitar 15-20 %. Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering daripada PN
diruangan umum yaitu 42%: 13% dan sebagian besar yaitu sejumlah 47% terjadi
pada pasien yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok pasien ini
merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat PN.
3. Etiologi
Penyebab utama pneumonia adalah bakterial dan atipikal (Baughman, 2000).
Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi, kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus
(Soemanti, 2007). Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua setelah
Pneumonia pneumococcus adalah Haemophilus influenzae tipe B (HIB),
kemudian pada bayi yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis
jiroveci.
Penyebab pneumonia menurut Misnadiarly (2007) yaitu sebagai berikut.
1) Bakteri
a) Gram positif: Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia),
Staphylococcus Aureus.
b) Gram negatif: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
c) Anaerobik: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides
Species.
d) Atipikal: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
4. Klasifikasi
Berdasarkan umur
a) Kelompok umur < 2 bulan
(1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak
wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam
(38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen
dan abdomen tegang.
(2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
(1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan
sulit dibangunkan.
(2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
(3) Pneumonia ringan
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
(4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
(5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang
sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan
yang tinggi, dan demam ringan.
2) Berdasarkan etiologi
Tabel 5.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi
Kelompok Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis Legionnaires disease
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal
Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
Menurut PDPI (2003) pneumonia dapat diklasifiasikan menjadi 3 yaitu
sebagai berikut.
a) Berdasarkan klinis dan epidemologi :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular pada orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau nosokomial
pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat inap
untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam
setelah masuk
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised
b) Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia backerial atau tipikal, beberapa bakteri misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c) Pneumonia virus, disebabkan oleh virus influenza
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) disebabkan oleh Aspergillus Fumigatus
c) Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat
terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella
merupakan organism penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat
disebut pneumonitis interstisial. Hal ini lebih cenderung disebabkan
oleh virus atau oleh bakteri atipikal
5. Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat
menghirup bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan
dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-
batuk atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga
gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut
keluar pada saat itu terjadi proses peradangan. Lobus bagian bawah paru-paru
paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang
berurutan (Price & Wilson, 2005).
a. Kongesti (24 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit
dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
Akibat dari masuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga
terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasu di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
comience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
akan menyebabkan peningkatan suhu sehingga muncul masalah keperawatan
hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di jalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif. Jika sputum masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan pneumonia adalah
sebagai berikut (Smeltzer, 2001).
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk ketika bernapas dan batuk
4) Takipneu
5) Pernapasan mendengkur
6) Pernapasan cuping hidung
7) Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan
8) Sakit kepala
9) Myalgia, ruam dan faringitis pada klien pneumonia atipikal
10) Warna mata menjadi lebih terang
11) Bibir bidang kuku sianotik
12) Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak ditempat tidur dengan condong
kea rah depan
13) Sputum berbusa pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, klebsiella, dan streptokokus
14) Sputum kental pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
klebsiella
15) Sputum berwarna hijau pada pneumonia yang dakiatkan oleh H. Influenza
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
a. Batuk nonproduktif
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h. Sakit kepala
i. Kekakuan dan nyeri otot
j. Sesak napas
k. Menggigil
l. Berkeringat
m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
o. Mual dan muntah
7. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah sebagai berikut.
1) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
2) Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura
3) Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah
4) Gagal nafas
5) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
7) Pneumonia interstitial menahun
8) Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat juga
menunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus); penyebaran
atau lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrat
(sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.
9. Penatalaksanaan Farmakologi
a) Pemberian antibiotik
Penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik per-
oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah seperti penicillin,
cephalosporin. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas
atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan
antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen
tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
b) Antibiotik misalnya ampisilin, kloramfenikol, sefatoksin, amkasin
c) Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
d) Pemberian O2
e) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
10. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a) Oksigenasi 1-2 L/menit.
b) Humidifikasi dengan nebulizer
c) Fisioterapi dada
d) Pengaturan cairan
e) Pendidikan kesehatan terkait pneumonia
C. Clinical Pathway
Pelepasan
Respon Humoral Cedera Jaringan
mediator nyeri
Komplemen
Mengubah Permukaan Menghasilkan Produk Kemotaksis Netrofil Aktifasi Sel Mast dan
Organisme Patogen Protein C5b6789 Basofil
dan Makrofag
Permeabilitas
Kapiler Meningkat
Gangguan
Sinyal mencapai Sekret Pertukaran
Sistem Saraf Menumpuk Gas
Pusat Pada
Bronkus
Penurunan
Pembentukan Saturasi O2
Prostaglandin
Otak Batuk, Sesak
Napas,
Dipsnea
Hipoksia
Metabolis Merangsang Jaringan
me hipotalamus
meningkat Ketidakefekti
meningkatkan titik
fan Bersihan
patokan suhu (set Jalan Nafas
point)
Ketidakefek
Peningkatan tifan Perfusi
Penggunaan Jaringan
Energi Perifer
Peningkatan
Menggigil, Produksi
meningkatkan Eritropoeisis
suhu basal Ginjal
Intoleransi
Aktivitas
Stimulasi
Hipertermia Produksi Sel
Darah Merah
Polisitemia
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan, meliputi:
a. Anamnesa
1) Identitas
Identitas pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit, dan diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
b) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan
batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-
hijauan, dan seringkali berbau busuk.
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti
penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Misnadirly,
2008).
d) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif.
b. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.
(1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas
darah menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan
dengan adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
(3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
(4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah
atau syok hipovolemik.
(5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses
normal atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
(6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
pada bronkus
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
saturasi O2
d. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
e. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
f. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC :
berhubungan dengan a. Status pernafasan: pertukaran 1. Posisikan pasien untuk 1. Memaksimalkan ventilasi
penurunan difusi O2 gas memaksimalkan ventilasi
b. Elektrolit dan keseimbangan 2. Pasang mayo bila perlu 2. Membuka jalan nafas
asam basa 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Membantu mengeluarkan sekret
c. Status pernafasan: ventilasi 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 4. Membantu mengeluarkan sekret
d. Status tanda vitas suction
Setelah dilakukan tindakan 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya 5. Mnengetahui keadaan paru-paru
keperawatan selama .... x 24 jam suara tambahan
Gangguan pertukaran pasien 6. Berikan bronkodilator ; 6. Membuka jalan nafas melebarkan
teratasi dengan kriteria hasi: 7. Barikan pelembab udara bronkus
- Mendemonstrasikan 8. Atur intake untuk cairan 7. Melembapkan saluran napas
peningkatan ventilasi dan mengoptimalkan keseimbangan. 8. mengoptimalkan keseimbangan
oksigenasi yang adekuat 9. Monitor respirasi dan status O2 9. memantau respirasi dan status O2
- Memelihara kebersihan paru 10. Catat pergerakan dada,amati 10. melihat respon non verbal
paru dan bebas dari tanda tanda kesimetrisan, penggunaan otot
distress pernafasan tambahan, retraksi otot
- Mendemonstrasikan batuk supraclavicular dan intercostal
efektif dan suara nafas yang 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur 11. memantau adanya obstruksi jalan
bersih, tidak ada sianosis dan nafas jatuhnya napas
dyspneu (mampu mengeluarkan 12. Monitor pola nafas : bradipena, 12. mengetahui frekuensi nafas
sputum, mampu bernafas takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
dengan mudah, tidak ada cheyne stokes, biot
pursed lips) 13. Auskultasi suara nafas, catat area 13. mengetahui suara nafas
- Tanda tanda vital dalam rentang penurunan / tidak adanya ventilasi dan
normal suara tambahan
- AGD dalam batas normal 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan 14. mengetahui keadaan fisiologis
- Status neurologis dalam batas ststus mental paru-paru tanda-tanda adanya
normal perubahan
15. Observasi sianosis khususnya 15. tanda-tanda kekurangan O2
membran mukosa jaringan
16. Jelaskan pada pasien dan keluarga 16. mengurangi kecemasan pada
tentang persiapan tindakan dan tujuan keluarga
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, 17. mengetahui keadaan jantung
irama dan denyut jantung
2. Ketidakefektifan Bersihan NOC: NIC:
Jalan nafas berhubungan - Status pernafasan: ventilasi 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Membebaskan jalan napas
dengan penumpukan sekret - Status pernafasan: kepatenan suctioning.
pada bronkus jalan nafas 2. Berikan O2 ……l/mnt, 2. Memperkuat keadekuatan
- Kontrol aspirasi metode……… pernapasan
Setelah dilakukan tindakan 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan 3. Mengurangi kebutuhan energi
keperawatan selama 1 x24 napas dalam dan penggunaan O2
jampasien menunjukkan 4. Posisikan pasien untuk 4. Mempertahankan keadekuatan
keefektifan jalan nafas dibuktikan memaksimalkan ventilasi pernapasan
dengan kriteria hasil : 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 5. Membantu mengeluarkan sekret
a. Mendemonstrasikan batuk yang menumpuk
efektif dan suara nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau 6. Membantu mengeluarkan sekret
bersih, tidak ada sianosis dan suction yang menumpuk
dyspneu (mampu mengeluarkan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya 7. Mengetahui apakah sekret sudah
sputum, bernafas dengan suara tambahan keluar
mudah, tidak ada pursed lips) 8. Berikan bronkodilator : 8. Melebarkan bronkus
b. Menunjukkan jalan nafas yang 9. Monitor status hemodinamik 9. Mengontrol keadaan
paten (klien tidak merasa kardiopulmonal
tercekik, irama nafas, frekuensi 10. Berikan pelembab udara Kassa basah 10. Melembabkan udara yang baik
pernafasan dalam rentang NaCl Lembab bagi penapasan
normal, tidak ada suara nafas 11. Berikan antibiotik 11. Membantu membunuh invasi
abnormal) antigen dari eksternal
c. Mampu mengidentifikasikan 12. Atur intake untuk cairan 12. mengoptimalkan keseimbangan
dan mencegah faktor yang mengoptimalkan keseimbangan.
penyebab. 13. Monitor respirasi dan status O2 13. mengetahui status O2
d. Saturasi O2 dalam batas normal 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat 14. mengencerkan sekret
e. Foto thorak dalam batas normal untuk mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien dan keluarga 15. mengurangi kecemasan keluaga
tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
3. Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:
Jaringan Perifer - Status sirkulasi Status sirkulasi
berhubungan dengan - Manajemen cairan 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetahui tanda-tanda
penurunan saturasi O2 - Tanda vital perifer (nadi perifer, edema, kapillary gangguan perifer
Setelah dilakukan tindakan refill, warna dan temperatur
keperawatan selama 3 x 24 ekstremitas)
jampasien menunjukkan 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 2. Mengetahui tanda-tanda
keefektifan jalan nafas dibuktikan gangguan perifer
dengan kriteria hasil : 3. Inpseksi kulit adanya luka 3. Agar luka ditangani darin infeksi
a. Tekanan darah sistolik dbn karena beresiko mengalami delay
b. Tekanan darah diastolik dbn healing
c. Kekuatan nadi dbn 4. Kaji tingkat nyeri 4. Mengetahui tingkat nyeri klien
d. Rata-rata tekanan darah dbn 5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau 5. Meningkatkan venous return
e. Nadi dbn lebih tinggi dari jantung untuk
f. Tekanan vena sentral dbn meningkatkan venous return
g. Tidak ada bunyi hipo jantung 6. Ubah posisi klien minimal setiap 2 6. Meminimalkan dekubitus
abnormal jam sekali
h. Tidak ada angina 7. Monitor status cairan masuk dan 7. Mengontrol volume yang masuk
i. AGD dbn keluar ke dalam jantung dan paru
j. Kesimbangan intake dan output 8. Gunakan therapeutic bed 8. Memudahkan mengatur posisi
24 jam klien
k. Perfusi jaringan perifer 9. Dorong latihan ROM selama bedrest 9. Meminimalkan kelemahan
l. Kekuatan pulsasi perifer ekstremitas pasca bedrest
m. Tidak ada pelebaran vena 10. Dorong pasien latihan sesuai 10. Meminimalkan kelemahan
n. Tidak ada distensi vena kemampuan ekstremitas pasca bedrest
jugularis 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk 11. mencegah peningkatan viskositas
o. Tidak ada edema perifer mencegah peningkatan viskositas darah
p. Tidak ada asites darah
q. Pengisian kapiler 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau 12. mencegah koagulasi darah
r. Warna kulit normal antikoagulan
s. Kekuatan fungsi otot 13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit 13. memantau keadaan darah
t. Kekuatan kulit
u. Suhu kulit hangat Manajemen cairan
v. Tidak ada nyeri ekstremitas 1. Catat intake dan output cairan 1. menghitung balance cairan
2. Monitor status hidrasi 2. mengetahui kebutuhan cairan
alveoli - Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui gambaran klinis nyeri
- Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, yang dirasakan
Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama 2 x 24 kualitas dan faktor presipitasi
jamPasien tidak mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Memvalidasi ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan klien melalui subjektif dan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu objektif
penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Dukungan untuk kesembuhan
menggunakan tehnik mencari dan menemukan dukungan klien
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat 4. Memberikan kenyamanan klien
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti suhu agar tidak fokus pada nyeri
bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
b. Melaporkan bahwa nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Menghindari timbulnya nyeri
berkurang dengan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Untuk menentukan intervensi
menggunakan manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non 7. Memberikan kenyamanan klien
c. Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi: napas dada, relaksasi, agar tidak fokus pada nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 8. Bantuan farmakologis dasar
d. Menyatakan rasa nyaman nyeri: ……...
setelah nyeri berkurang 9. Tingkatkan istirahat 9. Mengurangi timbulnya nyeri
e. Tanda vital dalam rentang 10. Berikan informasi tentang nyeri 10. Meningkatkan koping diri klien
normal seperti penyebab nyeri, berapa lama
f. Tidak mengalami gangguan nyeri akan berkurang dan antisipasi
tidur ketidaknyamanan dari prosedur
5. Hipertermia NOC : NIC:
berhubungan dengan Termoregulasi Pengaturan Suhu
invasi organisme Setelah dilakukan tinfakan 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 1. Mengontrol status suhu
keperawatan selama …. Pasien 2. Rencanakan monitoring suhu secara 2. Mengontrol status suhu
penginfeksi
tidak mengalami hipertermi,kriteria kontinyu 3. Mengetahui tanda infeksi
hasil : 3. Monitor TD, nadi, dan RR 4. Menngetahui peningkatan suhu
a. Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor warna dan suhu kulit melalui warna kulit
normal 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan 5. Mengontrol perubahan suhu
b. Nadi dan RR dalam rentang hipotermi tubuh yang ekstrim
normal 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 6. Membantu meningkatkan
c. Tidak ada perubahan warna 7. Selimuti pasien untuk mencegah kekebalan tubuh
kulit, dan tidak ada pusing hilangnya kehangatan tubuh 7. Selimut tipis mengurangi
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah evaporasi yang berlebihan
keletihan akibat panas 8. Mencegah berkurangnya energi
9. Berikan anti piretik jika perlu
9. Untuk menurunkan suhu
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
. berhubungan dengan - Perawatan diri: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien 1. Mengurangi pengeluaran energi
Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta:
RGC.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner,
Cheryl M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam
Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana
Devi. Indonesia: CV. Mocomedia.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.