You are on page 1of 5

Apakah Wahabi itu?

assalamualaikum

to the point saja…

apakah wahabiah itu dan apakah eramuslim termasuk wahabiah?

syukron, jazakallah

wassalamualaikum

Wa’alaykumsalam wr.wb. Jazakillah atas pertanyaannya saudari Aisyah. Semoga Allah senantiasa merahmati saudari dan keberkahan selalu meliputi diri
kemanapun kaki melangkah.

Pertama yang perlu diingat Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (1115 – 1206 H / 1703 – 1791 M) tidak pernah mendeklarasikan namanya menjadi sebuah
nama gerakan wahabi atau wahabiah. Istilah wahabi atau wahabiah dinisbatkan pada nama beliau sebagai sebuah ejekan kepada muwahid yang mengesakan
Allahuta’ala dan tidak mau mencampuri tauhidnya dengan kesyirikan.

Beberapa umat muslim yang mengikuti pemikiran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab pun menolak disebut Wahabi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu
Wahhab juga adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, bukan ajaran tersendiri.

Kasus ini hampir sama kejadiannya dengan istilah Quthbi yang dinisbatkan kepada Sayyid Quthb. Para umat muslim yang menyetujui pemikiran Islam Asy
Syahid akan dipanggil Quthbi hanya karena Sayyid Quthb sangat teliti menjaga kadar tauhidnya untuk tidak bercampur kepada kesyirikan dengan menjadikan
hukum buatan manusia sebagai petunjuk. Seakan-akan pemikiran Sayyid Quthb adalah “agama” tersendiri yang jauh menyimpang dari Al Qur’an.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ialah Ulama yang concern menyeru umat muslim kepada tauhid dan berdo’a memohon hanya kepada Allah semata.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab menjadikan hal ini sebagai prinsip sebab memang Allah-lah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan yang patut
kita sembah, sedangkan selain Allah hanyalah adalah tuhan-tuhan palsu yang tidak akan bisa membawa manusia ke jalan keselamatan.

Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), bagi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan
menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.

Ketegasan beliau pada tauhid tidak lain dilakukan karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab banyak mendapati kemusyrikan, kebathilan, serta bid’ah
menyesatkan yang dilakukan Umat Islam di sekelilingnya pada zaman itu.

Di Madinah, misalnya, beliau mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah SAW, serta berdo’a (memohon) kepada selain Allah, hal yang
sungguh bertentangan dengan Al-Qur’an dan sabda Rasulullah SAW . Al-Qur’an menegaskan:

"Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu
berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." [Yunus : 106]

Di Hejaz pun ia melihat hal serupa, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan mata kepala sendiri menyaksikan banyaknya pengkultusan kuburan para
sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab juga adalah seorang ulama yang sangat lantang menyeru kepada penguasa. Ia seorang ulama yang karismatik dan disegani
sehingga mampu menda’wahi para penguasa untuk kemudian bekerja sama menghancurkan berbagai kemusyrikan yang ada di masyarakat, seperti dengan
penguasa Uyainah yang bernama Utsman bin Muammar atau dengan Pangeran Muhammad bin Su’ud sebagai pengusa Dir’iyah yang kemudian diteruskan oleh
putranya yang bernama Pangeran Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud hingga Syeikh meninggal dunia.

Beliau telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan
berjihad sebagai bagian untuk menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Syaikh Muhammad bin Abdul berdakwah sampai usia kepala sembilan, beliau
akhirnya wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.

Terkait apakah Eramuslim adalah wahabi? Masyarakat yang bisa menilai sendiri. Selama ini Eramuslim adalah media yang berdiri atas manhaj Ahlussunah Wal
jama’ah. Eramuslim pun tidak fanatik untuk berdiri di salah satu jamaah tertentu. Ini terlihat bagaimana Eramuslim turut mengabarkan segala kegiatan terhadap
berbagai jama’ah, lintas harokah.

Sebagai media Islam rujukan, kami pun terus berupaya memberikan informasi kepada umat tentang pekembangan dunia Islam. Menyebarkan berita yang
membela kepentingan agama dalam menegakkan risalah mulia di muka bumi. Mohon doanya, semoga kami tetap istiqomah di Jalan Allah. Allahuma’amin.

Allahu’alam.

Wahabi, Apa dan Siapakah?


Assalamualaikum wr. wb.

Afwan ustadz ana baru pertama ikutan dan baru-baru ini juga baca-baca Eramuslim, jadi mungkin pertanyaan ana sudah ada yang duluan tanya. Tapi ana mohon
tolong dijawab secara tuntas.

1. Apa itu Wahabi? Sejarah singkatnya? (Panjang juga boleh)


2. Kalau ada kekurangannya apa? Kalau ada kelebihannya apa?

3. Apakah kita perlu belajar dari mereka atau kita harus mengambil jarak dari mereka?

Sekian ustadz… Jazakallah Khoir..

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Istilah Wahabi sebenarnya bukan istilah baku dalam literatur Islam. Dan penisbahan istilah wahabi kepada sebagian umat Islam pun kurang objektif. Meski
istilah `wahabi` bila kita runut dari asal, memang mengacu kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syeikh Muhammad bin Abdul
Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M). Namun para pendukung dakwah beliau umumnya menolak bila dikatakan bahwa gerakan
mereka adalah gerakan wahabiyah. Justru mereka lebih sering menggunakan istilah ahlisunnah wal jamaah atau dakwah salafiyah.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir di ‘Uyainah dan belajar Islam dalam mazhab Hanbali. Beliau telah menghafal Al-Qur’an sejak usia 10 tahun.
Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dar`iyah, bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat saat yaitu pangeran
(amir) Muhammad bin Su`ud yang berkuasa 1139-1179. Oleh amir, dakwah beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional di seluruh
wilayah Saudi Arabia hingga hari ini.

Pokok Ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab


Sosok Muhammad bin Abdul Wahhab menjadi pelopor gerakan ishlah (reformasi). Sosok beliau muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan
berpikir pemikiran dunia Islam, yaitu sekitar 3 abad yang lampau atau tepatnya pada abad ke-12 hijriyah. Dakwah ini menyerukan agar aqidah Islam
dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya.

Sementara fenomena umat saat itu sungguh memilukan. Mereka telah menjadikan kuburan menjadi tempat pemujaan dan meminta kepada selain Allah.
Kemusyrikan telah merajalela dan merata di hampir semua penjuru negeri. Bid`ah, khurafat dan takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun berkeliaran ke
sana ke mari, ramalan-ramalan dari syetan sangat digemari, sihir menjadi aktifitas umat, ilmu ghaib seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai
persoalan dalam kehidupan umat Islam.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab saat itu bangkit mengajak dunia Islam untuk sadar atas kebobrokan aqidah ini. Beliau menulis beberapa risalah untuk
menyadarkan masyarakat dari kesalahannya. Salah satunya adalah kitabut-tauhid, yang hingga kini masih menjadi rujukan banyak ulama di bidang aqidah.

Dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini kemudian melahirkan gerakan umat yang aktif menumpas segala bentuk khurafat, syirik, bid`ah dan
beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Mereka melarang membangun bangunan di atas kuburan, juga mengharamkan untuk menyelimuti
kuburan atau memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan, orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan
tukang teluh. Mereka juga melarang tawassul dengan menyebut nama orang shaleh seperti kalimat bi jaahirrasul atau keramatnya syeikh Fulan dan Fulan.

Dakwah beliau lebih tepat dikatakan sebagai dakwah salafiyah. Dakwah ini telah membangun umat Islam di bidang aqidah yang telah lama jumud (beku) akibat
kemunduran aqidah umat. Dakwah beliau sangat memperhatikan pengajaran dan pendidikan umum serta merangsang para ulama dan tokoh untuk kembali
membuka literatur kepada buku induk dan maraji` yang mu`tabar, sebelum menerima sebuah pemikiran.

Sebenarnya mereka tidak pernah mengharamkan taqlid, namun meminta agar umat ini mau lebih jauh meneliti dan merujuk kembali kepada nash-nash dan dalil
dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW serta pendapat para ulama salafus shalih.

Di antara tokokh ulama salaf yang paling sering mereka jadikan rujukan adalah:

a. Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)


b. Ibnu Taimiyah (661-728 H)
c. Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (6691-751H)

Oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan Islamisme-
nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India. Paling tidak, masa hidup Muhammad bin Adbul Wahhab lebih
dahulu dari mereka semua. Dalam penjulukan yang kurang tepat, gerakan ini sering dijuluki dengan wahabi. Namun istilah ini tidak pernah diterima oleh
mereka yang ikut mengembangkan dakwah salafiyah.

Demikian sekelumit tentang gerakan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka dengan demikian, sesungguhnya dakwah ini juga dakwah ahlisunnah wal
jamaah. Sebab tetap berpegang kepada sunnah Rasulullah SAW dan juga para jamaah (shahabat ridhwanullahi ‘alaihim).
Para pendiri dakwah ini umunya bermazhab fiqih dengan mazhab Al-Hanabilah, jadi tidak benar kalau dikatakan mereka anti mazhab. Namun memang mereka
tidak selalu terikat dengan mazhab tersebut dalam fatwa-fatwanya. Terutama bila mereka menemukan dalil yang lebih rajih. Oleh karena itu dakwah mereka
sering disebut La Mazhabiyyah, namun sebenarnya lebih kepada masalah ushul, sedangkan masalah furu`nya, mereka tetap pada mazhab Al-Hanabilah.

Dakwah ini jelas-jelas sebuah dakwah ahlisunnah wal jamaah serta berpegang teguh dengannya. Mereka menyeru kepada pemurnian tauhid dengan menuntut
umat agar mengembalikan kepada apa yang dipahami oleh umat Islam generasi pertama.

Sedangkan bila dikatakan bahwa dakwah ini mengharamkan ziarah kubur, sebenarnya tidak juga. Sebab mereka pun mengakui bahwa ziarah kubur itu ada
masyru’iyahnya dari syariat Islam.

Dahulu Aku (Rasulullah SAW) melarang kalian ziarah kubur, namun sekarang silahkan berziarah kubur. (HR Muslim dan merupakan hadits Shahih dan
terdapat dalam syarah imam Nawawi)
Hanya saja mereka agak lebih berhati-hati, agar jangan sampai niat ziarah yang baik itu dirusak dengan praktek-praktek yang diharamkan. Seperti meminta doa
dari ahli kubur, meminta keberkahan, minta diselamatkan, minta dilindungi, minta jodoh, rizqi dan sebagainya. Sebenarnya praktek seperti inilah yang mereka
takutkan. Dan memang praktek seperti ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Sebab tempat meminta itu hanya kepada Allah SWT saja, bukan kepada
kuburan.

Yang Berlebihan
Memang ada sebagian dari orang yang mengaku sebagai penerus dakwah wahabi, namun berperilaku agak kurang bijak. Namun kami menganggap ini sebagai
kasus yang bersifat pribadi.
Misalnya sering kita dengar adanya makian dan umpatan dari mereka kepada orang-orang yang masih awam, atau tuduhan sebagai ahli bid’ah. Sayangnya
semua itu dilakukan di muka umum, atau di pengajian-pengajian, bahkan termasuk di situs-situs yang dibaca orang secara umum.

Padahal mungkin maksudnya baik, namun ketika caranya dilakukan dengan cara yang kurang simpatik, justru orang-orang semakin menjauh.

Pakar ilmu jiwa mengatakan bahwa untuk mengubah sikap dan tindakan seseroang, tidak harus selalu dengan cara hukuman, cacian, ejekan atau hal-hal yang
tidak menyenangkan. Sebab secara fitrah, seorang yang dipojokkan dan diperlakukan dengan cara kurang menyenangkan justru akan melakukan resistensi. Alih-
allih mau mendengarkan nasehat, malah akan semakin menjauh.

Mungkin kalau diterapkan cara ‘kasar’ seperti itu kepada orang arab di padang pasir yang punya karakter tertentu, bisa efektif. Kira-kira sama perlakuan kita
kepada unta, bila dipukul baru mau jalan. Tetapi umat Islam di luar padang pasir itu bukan unta. Mereka adalah manusia yang harus dihormati dan dihargai
perasaaan dan harga dirinya.

Mengapa tidak digunakan bahasa yang lembut, simpatik, sopan dan manusiawi? Mengapa harus dengan cara mencaci maki dan menyinggung perasaan orang?
Mengapa harus mengatai-ngatai para ulama yang kebetulan berbeda pendapat dengannya dengan gelar paling buruk? Seperti menulis buku tentang Dr. Yusuf
Al-Qardawi yang disebut dalam judulnya sebagai ‘anjing’ (maaf)? Padahal bukankah tujuannya untuk berdakwah?

Tindakan konyol seperti ini jelas tidak akan mengundang simpati umat Islam, bahkan akan semakin mencoreng nama Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri.
Dan yang pasti, ulama sekelas beliau pasti tidak suka melihat pengikutnya bersikap memalukan seperti itu.

Namun sekali lagi kami tegaskan bahwa akhlaq buruk seperti ini bukan cerminan dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Namun hanya
kasus yang mungkin terjadi pada siapa pun juga.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.

Sejauh Mana Sudah Perjalanan Wahabi?!


Sebelumnya saya sangat berterimakasih dan sangat puas atas paparan pak ustaz atas beberapa pertanyaan saya tempo dulu. Namun saat ini saya kembali
menemukan hal yang mengganjal dalam hati nurani saya, seakan telah menyeret jauh dari ilmu yang telah saya pahami; terlebih saya adalah seorang penuntut
ilmu.

Saya ingin menanyakan apa yang menjadi perbincangan hangat muda saat ini. Khususnya diluar Negeri, tentang suburnya kalangan yang melontarkan hal-hal
yang dinilai sedikit dapat membawa ‘Khilafuhu akstar‘ terhadap ‘Wahabi‘

itu sendiri!
Saya sendiri pernah mendengarkan bahwasannya di Saudi sangat rentan dengan Wahabiyah, atau boleh dikatakan aliran yang dinamakan dengan Wahabiyah?!
Yang menjadi pertanyaan saya:

1. Tolong ustaz terangkan secara global apa itu aliran ‘Wahabiyah‘ atau siapa Syekh Abdul Wahaab?
2. Apa perbedaan dan hubungannya antara Wahabi dengan Mazahib al-arba’ah?
3. Apakah benar yang memproklamirkan atau yang membawa ajaran ini, Muslim dari Perancis?
4. Benarkah sifat ‘Wahabi‘ ini tergolong arogan?
5. Referensi apa saja yang dapat saya baca untuk mengetahui perjalanan Syekh Abdul Wahab? (khususnya dalam berbahasa Arab) dan tempat
percetakannya!
Terakhir, moga kita dilindungi oleh Allah Swt. Dari sifat menuding antar satu dengan lainnya dengan kalimat ‘Kafir’! Nauzu billah! Wajazakallahu Khairan!

Note: Maafkan pak ustaz, jika dari kata-kata saya terdapat bawaan kasar. Pak ustaz, tolong pertanyaan saya ini dipublikasikan ke umum, agar khalayak umum
pun mengetahui, dan bagi yang sudah mengetahui dapat mengambil pelajaran darinya. Syukran
Rusdi ibnu Bukhari, yang sedang menuntut ilmu.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Istilah ‘wahabi’ sebenarnya bukan istilah baku dalam literatur Islam. Dan pengindentifikasian wahabi kepada sebagian umat Islam pun kurang objektif. Dan
orang-orang yang dijuluki sebagai ‘wahabi’ juga menolak penamaan ini kepada diri mereka. Meski mereka pendukung Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
namun mereka bilang bahwa yang ulama adalah Muhammad, bukan Abdul Wahhab. Abdul Wahhab adalah ayahnya.

Tetapi untuk memudahkan menyebutannya, untuk sementara bolehlah kita gunakan istilah ini, meski kita letakkan di tengah tanda kutip.

Sebenarnya penyebutan `Wahabi` bila kita runut dari asal katanya mengacu kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syeikh Muhamad
bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M).

Beliau lahir di Uyainah, salah satu wilayah di jazirah Arab. Sebenarnya secara fiqih, beliau lahir dan dibesarkan serta belajar Islam dalam mazhab Hanbali.

Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dir`iyah bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat sat yaitu amir (pangeran)
Muhammad bin Su`ud, yang berkuasa 1139-1179 H. Oleh Amir Muhammad bin Su’ud, dakwah beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan
nasional di seluruh wilayah Saudi Arabia hingga hari ini.

Hubungan Wahabi dan Mazhab-mazhab Fiqih


Sebenarnya agak sulit juga untuk menjelaskan hubungan antara ‘wahabi’ dengan keempat mazhab fiqih. Sebab keduanya tidak saling terkait dan bukan dua hal
yang bisa dibandingkan.

Kalau mazhab fiqih adalah gerakan ilmiyah dalam bidang ilmu fiqih, sehingga mampu membuat sistem dan metodologi ilmiyah dalam mengistimbath hukum
dari dalil-dalil yang bertaburan baik dalam Al-Quran maupun As-Sunnah, maka gerakan wahabi lebih merupakan gerakan dakwah memberantas syirik dan
bid’ah, ketimbang aktifitas keilmuan.

Kalau para ahli fiqih empat mazhab adalah pelopor di bidang ijtihad dan mereka hidup di awal perkembangan Islam, sekitar abad pertama dan kedua hijriyah,
maka sosok Muhammad bin Abdul Wahhab adalah sosok yang hidup di akhir zaman, muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan berpikir
pemikiran dunia Islam.Sekitar 2 abad yang lampau atau tepatnya pada abad ke-12 hijriyah. Intinya, apa yang beliau lakukan adalah menyerukan agar aqidah
Islam dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya.

Fenomena umat yang dihadapi antara para imam mazhab dengan Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berbeda konteksnya. Di zaman para fuqaha mazhab,
umat Islam sedang mengalami masa awal dari kejayaan, peradaban Islam sedang mengalami perluasan ke berbagai penjuru dunia. Sehingga dibutuhkan sistem
hukum yang sistematis dan bisa menjawab problematika hukum dan fiqih.

Sementara fenomena sosial umat di zaman Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berbeda. Saat itu umat Islam sedang mengalami masa
kemundurannya.Salah satu fenomenanya adalah munculnya banyak penyimpangan dalam praktek ibadah, bahkan menjurus kepada bentuk syirik dan bid’ah.
Banyak dari umat Islam yang menjadikan kuburan sebagai tempat pemujaan dan meminta kepada selain Allah. Kemusyrikan merajalela. Bid`ah, khurafat dan
takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun, ramalan, sihir, ilmu ghaib seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan
umat Islam. Itulah fenomena kemunduran umat saat di mana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab hidu saatitu. Maka beliaumengajak dunia Islam untuk sadar
atas kebobrokan aqidah ini.

Berbeda dengan para fuqaha fiqih di zaman awal yang mendirikan madrasah keilmuan sera melahirkan jutaan judul kitab fiqih dan literatur, Syeikh Muhammad
bin Abdul WAhhab tidak pernah melahirkan buku berjilid-jilid, beliau hanya menulis beberapa risalah (makalah pendek) untuk menyadarkan masyarakat dari
kesalahannya. Salah satunya adalah Kitab At-Tauhid yang hingga menjadi rujukan banyak ulama aqidah.
Dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dibantu oleh penguasa, kemudian melahirkan gerakan umat yang aktif menumpas segala bentuk khurafat,
syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Dalam prakteknya sehari-harinya, para pengikutnya lebih mengedepankan aspek
pelarangan untuk membangun bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada
kuburan, orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka juga melarang ber-tawassul dengan menyebut nama orang shaleh sepeti
kalimat bi jaahi rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan.
Dakwah beliau lebih tepat dikatakan sebagai dakwah salafiyah. Dakwah ini telah membangun umat Islam di bidang aqidah yang telah lama jumud dan beku
akibat kemunduran dunia Islam.

Aliran Fiqih Pendukung Wahabi


Sebenarnya kalau mau dirunut di atas, para pendukung gerakan wahab ini -suka atau tidak suka- tidak bisa lepas dari sebuah metode penyimpulan hukum
tertentu. Dan secara umum, yang berkembang secara alamiyah di negeri mereka adalah mazhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Dan nama-nama tokokh ulama
rujukan mereka, semuanya secara alamiyah bermazhab Hanbali.

o Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)


o Ibnu Taimiyah (661-728 H)
o Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (6691-751H)
o Muhammad bin Abdul Wahhab
Meski banyak dari pendukung wahabi ini mengaku tidak terikat dengan mazhab fiqih tertentu, namun tulisan, makalah, buku pelajaran serta fatwa-fatwa ulama
mereka, nyaris tidak bisa dipisahkan dari mazhab Al-Hanabilah.

Anti Mazhab?
Memang ada sebagian dari pendukung atau sosok yang ditokohkan oleh para pendukung gerakanini yang secara tegas memisahkan diri dari mazhab mana pun.
Katakanlah salah satunya, Syeikh Nasiruddin Al-Albani rahimahullah. Beliau sejak muda telah mengobarkan semangat anti mazhab fiqih. Seolah mazhab-
mazhab fiqih itu lebih merupakan sebuah masalah ketimbang solusi di mata beliau. Maka muncul perdebatan panjang antara beliau dengan para ulama fiqih
mazhab. Salah satunya perdebatan antara beliau dengan Syeikh Dr. Said Ramadhan Al-Buthy.
Para ulama fiqih tentu tidak terima kalau dikatakan bahwa mazhab fiqih itu merupakan bentuk kebodohan, kejumudan, taqlid serta suatu kemungkaran yang
harus diperangi.

Sayangnya, sebagian dari murid-murid beliau ikut-ikutan memerangi para ahli fiqih dengan berbagai literatur mazhabnya dan hasil-hasil ijtihad para fuqaha’..
Padahaldi sisi lain, pendapat-pendapat Syeikh Al-Albani pun tetap merupakan ijtihad dan tidak bisa lepas dari penafsiran dan pemahaman, meski tidak sampai
berbentuk sebuah mazhab.Yang sering dijadikan bahan kritik adalah beliau melarang orang bertaqlid kepada suatu mazhab tertentu, namun beliau membiarkan
ketika orang-orang bertaqlid kepadadirinya.

Awalnya, oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan
Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India.

Namun para penerusnya kelihatan lebih mengkhususkan diri kepada bentuk penghancuran bid’ah-bid’ah yang ada di tengah umat Islam. Bahkan hal-hal yang
masih dianggap khilaf, termasuk yang dianggap seolah sudah bid’ah yang harus diperangi.

Arogansi Wahabi?
Mungkin memang sebagian umat Islam ada yang merasakan arogansi dari kalangan pendukung dakwah wahabiyah ini. Hal itu mungkin disebabkan oleh
beberapa hal berikut:

1. Syeikh Abdul Wahhab dan Penguasa


Sebagaimana kita ketahui, di jazirah Arabia, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkolaborasi dengan penguasa. Maka lewat tangan penguasa, beliau
melancarkan dakwahnya. Dan ciri khas penguasa, segala sesuatu ditegakkan dengan kekuasaan. Karena penguasa pegang harta, wewenang dan hukum, maka
wajar bila pendekatannya lebih bersifat vonis dan punnishment.

Inilah barangkali yang unik dari dakwah wahabi dibandingkan dengan dakwah lainnya yang justru biasanya ditindas oleh penguasa.

2. Fenomena Kultur Masyarakat


Barangkali gaya yang lugas, kalimat yang menukik, vonis dan kecaman kepada para penyeleweng memang tepat untuk kultur masyarakat tertentu. Misalnya
kultur masyarakat padang pasir di jazirah arab yang memang keras.

Kalau dakwah hanya menghimbau dan merayu, mungkin dianggap kurang efektif dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Maka ketika pendekatan yang
agak ‘keras’ dirasakan cukup efektif, jadilah pendekatan ini yang terbiasa dibawakan.

Sayangnya, ketika masuk ke negeri lain yang kultur masyarakatnya tidak sejalan, metode pendekatan ini seringkali menimbulkan kesan ‘arogan’. Dan rasanya,
memang itulah yang selama ini terjadi.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Benarkah Wahabi atau Salafi Terbiasa Mengkafirkan Ulama?


BERITA TERKAIT
Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya membaca di beberapa situs internet mengenai aliran Wahabi, ternyata aliran wahabi ini telah mengkafirkan beberapa ulama seperti Imam Bukhari, Imam
Namawi, Ibnu Hajar, sahabat Rasulullah, bahkan Nabi Adam dan Siti Hawa pun mereka kafirkan.

Kemudian, statemen mereka: siapapun yg menolak wahabi berarti menolak Islam. Mereka mempunyai kitab Fiqih sendiri dan berbeda dengan fiqih dari 4
madzhab. Tolong dijelaskan Pa Ustadz. Terima kasih sebelumnya, semoga membawa kebaikan. Amien

Wassalamuaikum Wr. Wb.

Wa Alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokaatuh

Saudara Usep yang dimuliakan Allah swt.

Memang Allah swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya manakala mendapatkan informasi atau berita yang tidak jelas/diragukan kebenarannya
hendaklah melakukan pemeriksaan secara seksama sebelum diambilnya sebagai suatu pemikiran / keyakinan.

Firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. 49 : 6)
Da’wah Salafiyah adalah pelopor gerakan-gerakan ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan pemikiran di dunia islam.
Da’wah salafiyah ini menyerukan agar aqidah Islam dikembalikan kepada asalnya yang murni, dan menekankan pada pemurnian arti tauhid dari sirik dengan
segala manifestasinya. Sebagian orang ada yang menyebut da’wah ini dengan Wahabi, karena dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Muhammad bin Abdul
Wahab (1115 – 1206 H / 1703 – 1791 M).

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang ulama yang sangat tegas dan lantang dalam menyerukan tauhid. Ia seorang ulama yang karismatik dan
disegani sehingga mampu menda’wahi para penguasa untuk kemudian bekerja sama menghancurkan berbagai kemusyrikan yang ada di masyarakat, seperti
dengan penguasa Uyainah yang bernama Utsman bin Muammar atau dengan Pangeran Muhammad bin Su’ud sebagai pengusa Dir’iyah yang kemudian
diteruskan oleh putranya yang bernama Pangeran Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud hingga Syeikh meninggal dunia.

Di antara prinsip-prinsip Da’wah Salafiyah :

1. Pendiri da’wah ini, dalam studi-studinya adalah bermadzhab Hambali.


2. Menekankan untuk senantiasa merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah dalam permasalahan aqidah.
3. Berpegang teguh dengan Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
4. Menyerukan kepada pemurnian arti tauhid.
5. Menetapkan tauhid asma dan sifat-sifat Allah tanpa tamtsil (perumpamaan), takyif (pencocokan) dan ta’wail (interpretasi).
6. Menentang segala bentuk bid’ah dan khurafat.
7. Menentang segala bentuk ungkapan, petualangan tarekat sufistik yang dimasukan kedalam agama yang tak pernah ada sebelumnya.
8. Melarang berkata-kata tentang Allah tanpa ilmu, berdasarkan firman Allah : “(Mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang kamu
tidak ketahui.” (QS. Al A’raf : 33)
9. Segala bentuk yang didiamkan oleh hukum syara’ adalah dimaafkan. Tak ada seorangpun yang berhak mengharamkan, mewajibkan atau
memakruhkan berdasarkan firman Allah, “Janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu, dan
jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, nisacaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal
itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Maidah : 101
(Disarikan dari buku, al Mausu’atul Muyassaroh Fil Adyaan Wal Madzahibil Muaashiroh, WAMY, edisi terjemahan, hal. 227 – 232)

Sebagai da’wah yang memegang teguh prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka Da’wah Salafiyah tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum
muslimin kecuali apabila orang itu melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya, sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang berkata kepada
saudaranya (muslim) : Wahai kafir, maka pengkafiran ini akan kembali kepada salah satu dari keduanya, jika dia benar dalam pengkafirannya (maka tidak
mengapa), tapi jika tidak maka ucapan itu akan kembali kepadanya” [HR Al-Bukhari)

Jadi prinsip Da’wah Salafiyah terhadap orang islam secara umum—walau ia melakukan dosa besar sekalipun—adalah tetap menganggap menghargai keislaman
mereka apalagi terhadap orang-orang mulia yang anda sebutkan di atas.

Mereka adalah para ulama dan imam besar umat ini yang karya-karyanya justru dijadikan sebagai rujukan dan referensi oleh orang-orang salafi. Imam Bukhori
dengan karyanya, “Shohihul Bukhori”. Imam Nawawi dengan karyanya, “Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi”. Ibnu Hajar dengan karya terbesarnya,”Fathul
Bari Syarh Shohihil Bukhori”

Wallahu A’lam

You might also like