Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Oleh
Kelompok 5
Dosen Pembimbing:
Ns. Nur Widayati, S. Kep., MN
NIP. 19810610 200604 2 001
Oleh
Kelompok 5
Siti Halimatus Sa’diyah 162310101118
Fara Adibah 162310101160
Cirila Aripratiwi 162310101161
Insyaf Prawita Sari 162310101176
Marda Aditya Suphardiyan 162310101184
Dosen Pembimbing:
Ns. Nur Widayati, S. Kep., MN
NIP. 19810610 200604 2 001
i
DAFTAR ISI
1.1 Definisi............................................................................................................
1.2 Etiologi ...........................................................................................................
1.3 Faktor Resiko ................................................................................................
1.4 Klasifikasi ......................................................................................................
1.5 Patofisiologi....................................................................................................
1.6 Manifestasi Klinis ..........................................................................................
1.7 Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................
1.8 Penatalaksanaan Farmakologi.....................................................................
1.9 Penatalaksanaan Non Farmakologi ............................................................
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN SESUAI TEORI...................................
2.1 Pengkajian .....................................................................................................
2.2 Diagnosa .........................................................................................................
2.3 Intervensi .......................................................................................................
2.4 Implementasi .................................................................................................
2.5 Evaluasi ..........................................................................................................
BAB 3. PATHWAY ..............................................................................................
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDISITIS .....................
4.1 Pengkajian .....................................................................................................
4.2 Diagnosa .........................................................................................................
4.3 Intervensi .......................................................................................................
4.4 Implementasi .................................................................................................
4.5 Evaluasi ..........................................................................................................
ii
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Peradangan usus buntu dalam dunia kedokteran disebut juga dengan
Apendikitis. Apendikitis berarti peradangan pada usus apendiks atau usus
buntu. Seperti namanya usus buntu adalah bagian usus yang berbentuk seperti
ekor yang kurus pendek dan buntu yang muncul dari permukaan usus besar.
Fungsi dari usu buntu ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti
(Krishna, 2013)
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak
kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi.Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan tindakan bedah
kedaruratan, apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing
atau lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang
buntu dan melekat pada sekum. Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan
megenai laki – laki serta perempuan sama banyak. Akan tetapi pada usia
antara pubertas dan 25 tahun, prevalensi apendisitis lebih tinggi pada laki –
laki. Sejak terdapat kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka
kematian karena apendisitis mengalami penurunan. Apabila tidak ditangani
dengan benar, penyakit ini hampir selalu berkibat fatal (Kowalak, 2011
dalam Faridah, 2015).
1.2 Etiologi
Penyebab apendicitis belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, di antaranya sebagai
berikut (Awan & Rini, 2015):
a. Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendicitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi.
1
b. Faktor adanya bakteri, beberapa bakteri yang bisa menyebabkan
apendicitis antara laain Bacterodes fragililis, E. coil, Splanchicus, Lacto-
basiius. Pseudomonas, dan Bacteriodes splanicus.
c. Keturunan. Pada radang apendik diduga juga merupakan faktor
herediter, Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam
keluarga terutama yang kurang serat dapat memudahkan terjadinya
fekhalith dan mengakibatkan obstruksi Lumen.
d. Faktor ras dan diet. Negara maju yang mengonsumsi makanan tinggi
serat berisiko lebih rendah terkena apendicitis daripada negara
berkembang yang tidak mengosumsi tinggi serat.
1.3 Faktor Resiko
1. Usia
Risiko usia 15-25 tahun yang menderita penyakit apendisitis sebesar 4,717
kali lebih besar dibandingkan dengan yang berusia <15 tahun dan >25
tahun (Arifuddin dkk,2017).
2. Jenis kelamin
Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut. risiko lakilaki menderita penyakit apendisitis
sebesar 0,657 kali lebih besar dibandingkan dengan responden berjenis
kelamin perempuan (Arifuddin dkk,2017).
3. faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis
akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan
stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak
ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu
Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob
sebesar 96% dan aerob<10%.
4. Pola makan
2
Risiko responden yang mempunyai pola makan buruk (tidak makan
makanan yang mengandung serat) untuk menderita penyakit apendisitis
sebesar 3,455 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang
mempunyai pola makan baik (Arifuddin dkk,2017).
5. Faktor agent
Proses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme yang ada
di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes
fragililis dan Eschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp,
Pseudomonas sp, dan Bacteriodes splanicus. Bakteri penyebab perforasi
yaitu bakteri anaerob 96% dan aerob 4% (Tambunan,1994)
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis ada dua, yaitu dikatakan sebagai low likelihood jika
memiliki jumlah sel darah putih < 9.500 dan tidak ada nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau jumlah neutrophil < 54%. Dikatakan high likelihood jika
jumlah sel darah putih > 13.000 dengan rebound tenderness atau both
voluntary guarding dan jumlah neutrophil 82% (Birkhahn, et al., 2005).
Menurut Cloud (1993) klasifikasi apendisitis dibagi menjadi beberapa,
sebagai berikut :
a. Apendistis simple (grade I) : apendisitis dengan apendiks normal.
Hiperemis ringan, edema dan belum terdapat eksudat serosa.
b. Apendisitis supurative (grade II) : sering terdapat obstruksi, edema pada
apendiks dan mesoapendiks, kongesti pembuluh darah, dan terdapat
eksudat fibrinopurulen.
c. Apendisitis gangrenosa (grade III) : terdapat tanda supurasi, dinding
apendiks bewarna keunguan, kecoklatan, atau merah kehitaman. Pada
apendiksitis gangrenosa ini juga terjadi mikroperforasi, peningkatan
peritoneal purulent dengan bau busuk.
d. Apendisitis rupture (grade IV) : tampak rupture apendiks dengan jelas
sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak obstruksi. Dan juga
terdapat cairan peritoneal yang purulent dengan bau sangat busuk.
e. Apendisitis abses (grade V) : sebagian apendiks sudah hancur, abses
terbentuk pada sekitar apendiks yang rupture seperti pada fossa iliaka
3
kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal, bahkan seluruh rongga
abdomen.
1.5 Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau
benda asing. Proses inflamasi ini meningkatkan tekanan intraluminal yang
dapat menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif
dalam beberapa jam yang terlokalisasi di abdomen kuadran kanan bawah.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus dan menimbulkan nyeri pada
klien yang menderita apendisitis (smeltzer, 2001).
1.6 Manifestasi Klinis
Nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai
dengan demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Bisa juga
terdapat nyeri pada titik McBurney apabila ditekan. Nyeri tekan lepas (hasil
atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks
melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbar. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui
pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada saat defekasi menunjukkan ujung
apendiks berada dekat rectum, nyeri pada saat berkemih menunjukkan ujung
apendiks dekat dengan kandung kemeih atau ureter. Adanya kekakuan pada
bagian bawah otot rektus kanan juga dapat terjadi (smeltzer, 2001).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dokter Airlangga dalam situs webnya https://dokterair
langga.com adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit apendisitis :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Dengan menggunakan sampel darah nantinya akan terlihat nilai LED
yang meningkat apabila positif dinyatakan apendisitis, pemeriksaan urin
juga dapat dilakukan untuk melihat eritrosit dan bakteri dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
4
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah
terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak: scoliosis ke kanan,
psoas shadow tak tampak, bayangan gas usus kananbawah tak
tampak, garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak, 5% dari
penderita menunjukkan fecalith radio-opak.
3. Appendicogram
Hasil akan terlihat positif apabila non filling, partial filling, mouse tail
cut off.
4. Pemeriksaan USG
USG dapat dilakukan untuk meyakinkan hasil pemeriksaan fisik terutama
pada wanita bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
5. Barrium Enema
Pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
6. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
7. Laparoscopi
Tindakan lemeriksaan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.
5
1.8 Penatalaksanaan Farmakologi
1. Manajemen Non-Operatif
Pengobatan menggunakan armonicc. Antibiotik digunakan sebagai
pengobatan apendisitis tanpa komplikasi. Suatu uji coba membandingkan
penggunaan armonicc dengan apendiktomi menunjukkan bahwa
meskipun pengbatan menggunakan armonicc saja berhasil, pasien harus
waspada terhadap rentang kegagalan pada 1 tahun sekitar 25-30% yang
membutuhkan operasi. Uji coba terkontrol secara acak menunjukkan
bahwa strategi ini mungkin juga efektif pada anak-anak meskipun sama
untuk orang dewasa, 38% tetap membutuhkan apendiktomi (Bhangu,dkk
2015). Antibiotik diberikan melalui IV. Antibiotik yang sering
digunakan adalah golongan amoxicillin + clavulanic acid, cefotaxime,
fluoroquinolone, metronidazole, tinidazole (Varadhan et al, 2012) .
2. Manajemen Operatif
Apendiktomi tetap merupakan satu-satunya pengobatan kuratif dari
apendisitis. Apendiktomi terbagi menjadi dua tipe yaitu:
a. Apendiktomi terbuka (Open Appendectomy)
Dengan membuat satu sayatan kira-kira 5 cm pada perut bagian
kuadran kanan bawah tepatnya pada batas lateral sebelah kanan otot
rektus pada titik tengah antara umbilikus dan spina iliaka anterior
superior kanan. Elektrokauter dan diseksi tumpul digunakan untuk
memisahkan fasia dan lapisan otot, dan peritoneum dibuka.
Kemudian apendiks dikeluarkan dengan hati-hati (Switzer et al,
2012).
b. Apendiktomi Laparoskopi (Laparoscopic Appendectomy)
Prosedur laparoskopi melibatkan tiga port, port kamera 10mm di
umbilikus dan port 5 mm di fossa iliaka kanan dan kuadran
hipokondriak kanan. Sekum dan usus buntu divisualisasikan melalui
kamera dan dimanipulasi menggunakan klem babcock.
Mesoappendix dipisahkan menggunakan stapler endoskopi atau pisau
bedah harmonik, dan dasar apendiks diligasi dengan stapler
6
endoskopi atau endoloop. Kemudian apendiks dikeluarkan dari
rongga peritoneum menggunakan endobag (Switzer et al, 2012).
1.9 Penatalaksanaan Non Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk penyakit apendisitis menurut Kuli
Bitcoin dalam situs webnya https://www.terapinonfarmakologi.com yakni
sebagai berikut:
1. Selektif dalam Memilih Makanan Sehat
Makanan sehat seperti buah dan sayur sangat dianjurkan untuk
dikonsumsi karena jika tidak mengkonsumsi makanan sehat maka bakteri
yang ada didalam usus akan semakin berkembang.
2. Konsumsi Air Putih yang Cukup
Pada penderita penyakit usus buntu ini pastinya akan merasakan
kesakitan yakni rasa nyeri pada bagian kanan pusar, nah untuk mengatasi
rasa nyeri tersebut, dengan mengkonsumsi air putih minimal 2 liter setiap
harinya baik untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan.
3. Istirahat Cukup
Tubuh pada dasarnya juga memerlukan istirahat, hal ini juga sangat
penting bagi penderita usus buntu, karena jika tidak istirahat dengan
cukup sistem imun akan terganggu. Sehingga menghambat penyembuhan
usus buntu, istirahat yang baik adalah tidur, cukup dengan minimal 8 jam
setiap harinya tubuh akan menjadi sehat.
7
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN SESUAI TEORI
1. Pengkajian keperawatan
2. Diangnosa keperawatan
3. Rencana keperawatan
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan.
2.1 Pengkajian
a. Identitas
Data yang diperoleh berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
pekerjaan, pendidikan, tanggal MRS, tanggal pengkajian, sumber informasi,
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Berisi tentang keluhan yang paling mengganggu yang dirasakan klien.
Keluhan utama yang dirasakan pasien apendisitis berupa nyeri yang dirasakan
pada abdomen bagian kuadran kanan bawah
8
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Data yang dikumpulkan berkaitan dengan kapan gejala mulai timbul, apakah
gejala secara mendadak atau bertahap, dan apakah gejala selalu timbul atau
hilang dan timbul. Perawat juga mencatat informasi spesifik seperti letak,
intensitas, dan kualitas gejala. Klien dengan apendisitis akan merasakan nyeri
disertai mual muntah dan tidak nafsu makan
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Data yang dikumpulkan berupa pengalaman perawatan kesehatan klien.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan data tentang
hubungan kekeluargaan langsung dan hubungan darah. sasaranyya adalah
untuk menentukan apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat
genetik. Riwayat keluarga juga berisi informasi tentang struktur keluarga,
interaksi, dan fungsi yang mungkin berguna dalam merencanakan asuhan
keperawatan
f. Pemeriksaan kesehatan
1) 11 Fungsional Gordon
Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Mengenai pandangan dan pengetahuan klien tentang penyakit
nefrolitiasis serta bagaimana pola hidup klien dalam menjaga kebersihan
diri dan meningkatkan pola hidup sehat
Pola Nutrisi
Nafsu makan pada klien apendisitis menurun karena nyeri yang
dirasakan.
Pola Eliminasi
Data yang dikumpulkan berisi tentang informasi mengenai pola BAK
dan BAB klien.
Pola Aktivitas dan Latihan
Mengakaji kemampuan klien dalam melakukan aktvitas sehari-hari. Pola
Aktivitas pada klien apendisitas sedikit terganggu karena nyeri yang
dirasakannya
Pola Tidur dan Istirahat
9
Pola tidur / istirahat klien nefrolitiasis bisa terganggu karena nyeri yang
dirasakannya
Pola Kognitif dan Perceptual
Mengenai fungsi kognitif dan orientasi klien mengenai orang, tempat,
dan waktu. Klien dengan napendisitis biasanya tidak mengalami masalah
dengan pola kognitif dan perceptualnya
Pola Persepsi Diri
Mengkaji persepsi diri klien meliputi citra diri, harga diri, dan ideal diri.
Pola Seksualitas dan Reproduksi
Terkait riwayat reproduksi misalnya status perkawinan dan jumlah anak
yang dimili klien serta masalah atau keluhan tentang seksualitas / fungsi
reproduksi selama sakit
Pola Peran dan Hubungan
Mengenai perubahan peran klien dalam keluarga selama sakit dan
hubungan dengan orang lain
Pola Manajemen Koping-Stres
Mengakaji mengenai pengaruh sakit terhadap kondisi psikologis dan
mekanisme koping klien
Sistem Nilai dan Keyakinan
Mengkaji spiritualitas, keyakinan dan kepercayaan klien, ibadah yang
dilakukan klien selama sakit
2) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Klien apendisitis biasanya lemah dan merasakan nyeri
pada abdomen bagian kanan bawah. Dalam pemeriksaan fisik juga
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
2.2 Diagnosa
10
perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk mengatasinya (potter&perry,
2005).
2.3 Intervensi
2.4 Implementasi
11
dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan
perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien (potter&perry, 2005).
2.5 Evaluasi
12
BAB 3. PATHWAY
Apendiks terinflamasi
Terputusnya
Prosedur invasif Resiko kekurangan
kontinuitas jaringan
volume cairan
Luka post op
Nyeri Aktifitas tidak
adekuat
Resiko infeksi
Perubahan posisi
13
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
APENDISITIS
4.1 Pengkajian
4.1.1. Identitas
Nama : Ny. Id
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja ( Ibu Rumah tangga )
Pendidikan : SMA ( tamat )
Nama Suami : Tn. As
Umur : 38 tahun
Pendidikan : SMU ( tamat )
Pekerjaan : Kuli Batu
Alamat : Banyu urip I / 24 A Surabaya
Alasan dirawat : Nyeri luka operasi
Keluhan Utama sebelumnya : Nyeri hebat perut kanan bawah
Upaya yang telah dilakukan : Periksa ke IRD RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dan dilakukan operasi ( Apendiktomy ) tanggal Rabu / 25
April 2018 jam 23.35 WIB.
14
Genogram
Keterangan :
= Perempuan = Anak
15
sehari 1500-2000 cc.
3. Istirahat dan tidur Tidur siang jam 12.00- Tidak bisa tidur siang,
14.00 tidur malam sering
Malam jam 22.00-05.00 terbangun
16
- Tanda Vital :
Suhu axilla 36 º C Nadi 88 x/menit, Tensi 100/80 mmHg, RR 18 x/menit
17
4.1.5.6. Sistem Tulang Otot – Integumen
4.1.7. Spiritual :
Klien mengatakan bahwa sakit yang dialami adalah ujian dari sang pencipta,
dan ia bersama suaminya hanya berusaha dan Tuhan yang menyembuhkan.
Selama sakit tidak berhenti berdo’a untuk kesembuhannya.
18
Subyektif : Hypoxia apendix Nyeri akut
- Hb 10,3 gr % ↓
Tidur terganggu
19
- Membrane mukosa lidah Hidrasi tidak adequate
dan bibir kering
- Turgor kulit dan KRT
kembali detik pertama
- Tangan kiri terpasang
infus RL 35 tetes/menit
- Tensi 100/80 mmHg
20
4.3 Intervensi Keperawatan
Hari/T Nama&P
Diagnosa Tujuan&KriteriaHasil Intervensi
anggal araf
Rabu / Gangguan rasa nyaman ( Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Kaji nyeri, catat
lokasi,
25 nyeri) 1x48 jam, diharapkan:
karakteristik,
April Masalah nyeri klien dapat dipertahankan pada beratnya
( skala 0-10 )
2018 skala 2 dan ditingkatkan pada skala 4 dengan
2. Dorong ambulasi
idikator : dini
3. Berikan aktivitas
- Nyeri hilang/terkontrol
hiburan
- Tampak rileks, mampu istirahat dengan
Lakukan program
tenang
kolaborasi :
4. Pertahankan puasa
pade fase awal
5. Berikan analgesik
sesuai indikasi
Rabu / Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Kurangi kebisingan
2. Organisasikan
25 1x48 jam, diharapkan:
prosedur untuk
April Masalah tidur klien dapat dipertahankan pada skala memberikan jumlah
terkecil gangguan
2018 2 dan ditingkatkan pada skala 4 dengan idikator :
selama periode tidur.
- Tidur dengan pola sesuai kebiasaan 3. Tetapkan bersama
21
dirumah klien jadwal untuk
- Mengidentifikasi tehnik untuk menginduksi program aktivitas
tidur sepanjang hari.
- Beradaptasi terhadap faktor yang 4. Diskusikan dengan
menghambat tidur. klien tentang cara
menggunakan waktu
serileks mungkin
sebelum tidur.
Rabu / Resiko tinggi terjadi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Memonitor ttv
2. Observasi membrane
25 kekurangan volume 1x48 jam, diharapkan:
mukosa, kaji turgor
April cairan Masalah kekurangan volume cairan klien dapat kulit dan pengisian
kapiler.
2018 dipertahankan pada skala 2 dan ditingkatkan pada
3. Auskultasi bising
skala 4 dengan idikator : usus,catat
kelancaran flatus
- Membrane mukosa lembab
dan, gerakan usus.
- Turgor kulit baik
4. Awasi intake dan
- Tanda vital stabil
output, catatwarna
- Urine stabil
urine/konsentrasi,
berat jenis.
5. Berikan sejumlah
kecil minuman
jernih bila
pemasukan peroral
dimulai dan
lanjutkan diit sesuai
toleransi.
22
6. Berikan perawatan
mulut dengan
perhatian khusus
pada perlindungan
bibir.
7. Lakukan program
kolaborasi cairan IV
dan elektrolit
23
- Penyebab nyeri dan sulit tidur
nyenyak
- Upaya untuk mengatasi nyeri dan
gangguan tidur
- Upaya untuk mencegah
kekurangan cairan
Mengajari klien cara mengatasi nyeri
dan kesulitan tidur dengan cara
mobilisasi dan menarik nafas panjang
saat bergerak
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
RR: 16 x/ menit
12.00 Mengobservasi tanda-tanda vital
Suhu : 36° C
Bising usus : +2x/ menit
Klien belum flatus
12.30 Mengganti cairan infus Klien kooperatif, infus menetes lancer
Bising usus : 5x/menit
13.00 Mengobservasi keadaan klien
Klien sudah flatus
24
13.30 Membantu klien makan bubur halus Klien tampak senang karena sudah diperbolehkan makan
Menciptakan lingkungan yang tenang
14.00 dan nyaman untuk meningkatkan Klien merasa lebih nyaman
istirahat klien
16.30 Mengkaji nyeri klien Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
17.30 Membantu klien makan bubur halus Klien tampak senang
Mendiskusikan dengan klien tentang
19.00 cara menggunakan waktu serileks Klien kooperatif dan mau berdiskusi dengan perawat
mungkin sebelum tidur
Menciptakan lingkungan yang tenang
21.00 Klien merasa nyaman
dan nyaman
25
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan rencana
Terapi ganti peroral Metafera acid 3x500 mg.
Dx.2 S : Klien mengatakan sudah dapat tidur seperti biasa, tidak mual dan pusing Ns.Diyah
Ganggun Pola O : Tensi 110/80 mmHg
tidur A : Masalah teratasi
P : Rencana dihentikan, lanjutkan observasi
Dx.3 Resiko S: Klien mengatakan sudah minum air putih ± 1500 cc/hari, makan bubur halus habis, Ns.Diyah
tinggi terjadi BAK lancar warna kuning jernih.
kekurangan O : Membrane mukosa bibir dan lidah lembab, Tensi 110/80 mmHg, Nadi 84x/mnt.
volume cairan A : Masalah tidak menjadi aktual
P : Pertahankan masukan peroral.
26
DAFTAR PUSTAKA
Awan H & Rini S. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1. Jogjakarta :
Ar-Ruzz media
Bitcoin, Kuli. 2018. Terapi Non Farmakologi Penyakit Usus Buntu, dilihat 21
April 2018, [https://www.terapinonfarmakologi.com]
27
Smeltzer,dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Switzer,NJ et al. 2012. The evolution of the Appendectomy: From Open to
Laparoscopic to Single Incision. Scientifica. Diakses pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3820597/
28