Professional Documents
Culture Documents
V
DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM
KOMPLEKS DI RUANG PICU
RSU BAHTERAMAS
Oleh
Kelompok 10 :
Mirandasari P00320016027
Susanti P00320016042
Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas limpahan rahmat serta karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An.V DENGAN DIAGNOSA KEJANG DEMAM KOMPLEKS DI RUANG PICU RSU
BAHTERAMAS” tepat pada waktu yang ditentukan. Makalah ini bertujuan untuk membina
dan mengembangkan potensi mahasiswa dibidang akademik, serta untuk memenuhi tugas
dari mata kuliah “GADAR KRITIS”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca agar makalah ini lebih sempurna dan dapat meningkatkan pengetahuan bagi
pembaca.
Terima kasih dan semoga makalah ini memberikan manfaat positif bagi pembaca dan
kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
C. Tujuan Makalah.................................................................................1
D. Manfaat Makalah...............................................................................1
1. Konsep Medis....................................................................................2
A. Definisi..............................................................................................2
B. Etiologi..............................................................................................3
C. Patofisiologi.......................................................................................3
D. Manifestasi Klinik.............................................................................5
E. Penatalaksanaan.................................................................................6
F. Komplikasi.........................................................................................6
G. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................7
H. Pathway.............................................................................................8
2. Konsep Keperawatan.........................................................................9
A. Kesimpulan.....................................................................................22
B. Saran ..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5%
anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di
jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993
mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan
angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-
akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana
yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang
berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam
24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang
demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada
anak.
B. Rumusan Maslah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak dengan kejang demam?
C. Tujuan
Untuk menetahui asuhan keperawatan pada klien anak dengan kejang demam.
BAB II
KONSEP TEORI
2
1. Konsep Medis
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Biasanya kejang terjadi pada anak usia
6 bulan sampai 5 tahun, bila anak usia kurang 6 bulan atau lebih 5 tahun mengalami kejang
didahului oleh demam, kemungkinan lainya, misalnya mengalami epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Anak yang mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang lebih 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam (Garna & Nataprawira, 2005).
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam
terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang
berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).
Kejang demam terjadi jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun.
Kejang demam sering terjadi sekitar usia 14 sampai 18 bulan. Kejadian kejang demam
menunjkan fenomena kecenderungan faktor genetik. Resiko kejang demam meningkat jika ada
riwayat kejang demam pada keluarga (orang tua & saudara kandung) (Behrman, Robert ,
Kliegman, Arvin, 2000).
3
maksud kejang demam adalah perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat
kenaikan suhu dimana suhu rectal diatas 38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang
biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.
B. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya
serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi(Lumbantobing,
2004).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis
media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam
antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab
dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan
meningitis. Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang
demam yang paling sering (Behrman, Robert , Kliegman, Arvin, 2000).
C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion
klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di
perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
4
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain
seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai
pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini
dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron . Peningkatan potensial inilah yang
merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel.
Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga
timbul kejang.
Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran,
otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap
injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2005).
5
D. Manifestasi klinik
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada
penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa
detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat
kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat kita
jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara
lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja ).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih
setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan
saraf.(Judha & Rahil, 2011)
E. Penatalaksanaan
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang
demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin,
6
apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang
2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka, posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas
bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara
teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama,
kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
7
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur.
G. Pemeriksaan penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimanapasien dirawat, pemeriksaannya
meliputi:
1. Darah
a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)
b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e) Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,pendarahan
penyebab kejang.
3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.
H. Pathway
8
Proses Penyakit
KEJANG
2. Konsep Keperawatan
A. PENGKAJIAN
9
I. Data Pasien
1. Nama : An.V
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Umur / Tanggal Lahir : 4 Bulan / 10 Juli 2018
4. Agama : Islam
5. Alamat : Sampara
6. Tanggal Masuk RS : 28 November 2018
7. Tanggal Pengkajian : 28 November 2018
8. Nomor RM : 54 30 93
9. Diagnosa Medis : KDK
b. Survey primer
1. Jalan napas/airway
a. Kepatenan jalan napas: jalan napas klien paten
b. Suara napas:
- suara napas klien normal
10
- tidak ada suara napas tambahan
2. Pernapasan/breathing
a. Pola napas
- Pola napas tidak normal
- Takipnea: 45x/menit
b. Frekuensi napas: 45x/menit
c. Irama napas: tidak teratur
d. Bunyi napas: vesikuler
e. Dispnea: 45x/menit
f. Gerakan dada: simetris kanan dan kiri
g. Tidak ada tanda disstres pernapasan
h. Tidak ada keluhan lain
3. Sirkulasi
a. Akral : tidak dingin
b. Pucat : sedikit pucat
c. Sianosis : tidak ada tanda-tanda sianosis
d. Nadi : 130x/menit
- Irama : regular
- Kekuatan: kuat dan cepat
e. Pengisian kapiler: > 2 detik
f. Turgor kulit: baik
g. Tidak ada keluhan lain
4. Disability
a. Tingkat kesadaran: komposmentis
b. Nilai GCS : 15 (G:4 C:5 S:6)
c. Pupil : Isokor
d. Respon terhadap cahaya: (+)
e. Tidak ada keluhan lain
5. Eksposure
a. Defarmitas : tidak ada
b. Luka penetrasi : tidak ada
c. Edema : tidak ada
d. Ekimosis : tidak ada
e. Kulit klien terasa hangat
f. Tidak ada keluhan lain
c. Survey Sekunder ( Secondary Survey )
1. Anamnesa
a. Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, Makanan, zat tertentu
b. Tidak ada riwayat terapi pengobatan yang sedang atau pernah dijalani
c. Tidak ada riwayat penyakit yang pernah diderita
d. Kapan makan dan minum terakhir : klien makan dan minum per 2 jam
2. Pengkajian fisik head to toe
a. Kepala
1). Bentuk kepala : Bulat
2). Keadaan rambut : Tumbuh lebat
3). Keadaan kulit kepala : Bersih
11
b. Mata
1). Peradangan : Tidak ada peradangan
2). Sclera : Tidak ikterik
3). Kongjungtiva : Tidak Anemis
c. Telinga
1). Tidak ada cairan
2). Tidak ada tanda peradangan
d. Hidung
1). Tidak ada pendarahan
2). Tidak ada peradangan
e. Mulut
1). Klien belum bisa berbicara
2). Klien belum mempunyai gigi
f. Leher
1). Vena jugularis : Nampak
2). Arteri karotis : teraba kuat
3). Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
4). Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
g. Dada/thorax
1). Bentuk dada : simetris kiri dan kanan
2). Tidak ada tanda jejas
3). Tidak ada suara nafas tambahan
4). Klien nampak sesak terpasang oksigen 1 liter
5). Tidak batuk
6). Tidak ada sputum
h. Jantung
1) Denyut jantung normal
i. Abdomen
1). Warna kulit : Putih
2). Tidak ada tanda jejas
3). Tidak ada pembesaran abdomen
4). Gerakan Abdomen : Baik
j. Ektremitas atas dan bawah
1). Tidak ada purpura/ekimosis
2). Tidak ada deformitas
3). Tidak ada laserasi
4). Tidak ada edema
5). Pergerakan baik
6). Terpasang infus di kaki kiri
k. Genitalia
1). Tidak ada perdarahan
2). Tidak ada edema.
12
1. Frekuensi makan sehari : ibu klien mengatakan setiap klien menangis
diberikan makanan
2. Waktu-waktu makan : pagi, siang, sore, malam
3. Makanan yang disukai : susu
4. Perubahan selama sakit : klien diberi makan setiap 2 jam sekali.
b. Minum/cairan
1. Frekuensi minum sehari : tidak menentu
2. Jenis minuman yang disukai : Susu
3. Perubahan selama sakit : klien diberi minum setiap 2 jam dengan
tekanan 60 ml
2. tidur siang : ibu klien mengatakan anaknya sukatidur siang sekitar jam
13.00
e. psikososial
13
f. Keadaan spritual
g. Kondisi sosial
a. Laboratorium
- IVFD ka en 3B 12Tpm
- Cefotaxim 2×300 mg/ iv
- Ranitidin 2×3 strip / iv ( 30 menit sebelum dexa )
- Dexa 2×1,5 mg/iv
- Gentamicin 2×20 mg/iv
- Piracetam 2×150 mg/iv
- Pct inf 4×50 mg/iv
- Phenitoin 0,5 cc + 5 cc Nacl / 12 jam
- Phenobasbital 2×15 mg/oral ( puyer )
- Zink syr 1×1/2 cth 110 mg/oral
- Asi/sf 60-75 cc/oral 2-5 jam
- Uprolac 2×1 ( campur disusu )
ANALISA DATA
14
DO: membrane sel neuron
- klien nampak sesak
- klien nampak sedikit Difusi Na danCa berlebih
pucat
- dispnea Depolarisasi membran dan
- takipnea lepas muatan listrik berlebih
- Pola napas abnormal
- Irama napas tidak Kejang
teratur
- TTV: Parsial
a. P: 45x/menit
b. N: 130x/menit Kompleks
c. S: 38,3º c
Aktivitas otot meningkat
Metabolisme
Kebutuhan O2 meningkat
Asfiksia
Metabolisme
Suhu meningkat
Hipertermi
15
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DS:
DS:.
ASUHAN KEPERAWATAN
16
- Tidak ada dispnea melalui sistin humidifayer
- Menunjukan jalan nafas 3. monitor aliran oksigen
yang paten 4. atur posisi klien
- Tanda – tanda vital 5. He tentang bahaya
dalam batas normal penggunaan oksigen
terlalu lama
Monitor Pernapasan
1. monitor kecepatan
irama, dan kesulitan
bernafas
2. monitor suara nafas
tambahan
3. catat pergerakan dada
dan kesimetrisan
4. monitor saturasi oksigen
(SpO2)
2 Hipertermia b.d penyakit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Demam
keperawatan 2x24 jam klien 1. pantau suhu dan tanda –
klien dapat menunjukan tanda vital lainnya
perubahan dengan kriteria 2. lembabkan bibir dan
hasil: mukosa hidung yang
Termoregulasi kering
- Tingkat pernapasan tidak 3. tutup pasien dengan
terganggu selimut atau pakaian
- Tidak ada hipertermia ringan
- Tidak ada Hipotermia 4. kolaborasi pemberian
- Tidak ada perubahan warna obat atau cairan IV
kulit Pencegahan Kejang
- Tidak ada dehidrasi 1. Monitor pengelolaan
obat
2. Jaga penghalang tempat
tidur tetap dinaikkan
3. Instruksikan pasien
untuk memanggil jika
dirasa tanda akan
terjadi kejang
Pengaturan Suhu
1. Monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam sesuai
kebutuhan
2. monitor suhu dan warna
kulit
3. kolaborasi pemberian
analgetik sesuai kebutuhan
17
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
18
3. mengatur posisi klien
Hasil : posisi klien semi Fowler
4. He tentang bahaya penggunaan
oksigen terlalu lama
Hasil : ibu klien mengerti dengan apa
yang dijelaskan perawat
Monitor Pernafasan
1. memonitor kesulitan bernafas
Hasil : tidak ada kesulitan Pernafasan
2. memonitor suara nafas tambahan
Hasil : tidak ada suara nafas
tambahan
3. mencatat pergerakan dan
kesimetrisan dada
Hasil : dada simetris kiri dan kanan
4. memonitor saturasi oksigen (SpO2)
Hasil : Spo2 28
2. Rabu Hipertermia Perawatan Demam
28 Nov 2018 1. Memantau suhu dan tanda – tanda
vital lainnya
Hasil : 37,5 ºC
2. Membabkan bibir dan mukosa
hidung yang kering
Hasil : melembabkan bibir dengan
mengoleskan sedikit air
3. Menuutup pasien dengan selimut
atau pakaian ringan
Hasil : klien memakai selimut bayi
4. kolaborasi pemberian obat atau
cairan IV
Hasil :
IV FD 12 TPM,
PCT Inf 4x50 mg / IV,
Cefotaxime 2x300 mg / IV
Pencegahan Kejang
1. Memonitor pengelolaan obat
Hasil: Phenitoin 0,5 cc + 5 cc
Nacl / 12 jam
2. Menjaga penghalang tempat tidur
tetap dinaikkan
Hasil: penghalang tempat tidur
selalu dinaikkan
3. Menginstruksikan pasien untuk
memanggil jika dirasa tanda akan
terjadi kejang
19
Hasil: ibu klien bersedia
memanggil perawat jika ada tanda
kejang pada anakknya
Pengaturan Suhu
1. Monitor suhu paling tidak setiap 2
jam sesuai kebutuhan
Hasil : suhu 37,5ºC
2. monitor suhu dan warna kulit
Hasil : kulit kemerahan
3. kolaborasi pemberian analgetik
sesuai kebutuhan
Hasil :
Piracetam 2x150 mg/IV
Phenytoin 0,5 cc + 5 cc NaCL / 12
jamphenobarbital 2x15 mg / oral
(puyer)
Asi / SF 60 – 75 cc / oral / 2 jam
EVALUASI
20
sesak lagi
Klien nampak tenang
Klien tidak menggunakan alat
bantu pernafasan
SpO2 : 99
Nadi : 140 x/menit
P : 44 x/menit
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang
21
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).
menurut Livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik
kejang demam. Ada 7 kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja ).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih
setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
B. Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang
rencana keperawatan pada pasien dengan kejang demam, pendokumentasian harus jelas dan
dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan kejang demam maka
tugas perawat yang utama hádala sering memantau frekuensi pernapsan anak, memperhatikan
posisi anak, pengaman pada tempat tidur anak.
Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien dalam proses
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M, dkk. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi bahasa Indonesia
Edisi keenam. Indonesia : Moco Media
22
Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue, dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi
Kelima. Indonesia : Moco Media
Nanda International, 2017-2018. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, Jakarta :
EGC.
23