Professional Documents
Culture Documents
NIM : 1176000045
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
Menurut para ulama, ayat diatas berarti bahwa kebutuhan biologis atau dorongan
seksual hanya bisa disalurkan kepada istri atau suami yang sah atau budak yang
dimiliki. Di luar dari itu, apabila ada kontak seks atau diperoleh ejakulasi atas usaha
sendiri dengan melakukan masturbasi atau onani, maka usaha tersebut hukumnya
haram, meskipun pelakunya tidak sampai pada tindakan zina dan seks bebas.
– Jika istimna’ dilakukan oleh tangan istri, hukumnya boleh berdasarkan ijma’.
– Jika dilakukan oleh tangan perempuan lain atau seorang lelaki memasukkan jarinya ke dalam
kemaluan wanita, hukumnya disepakati haram.
– Jika dikerjakan seorang laki-laki demi mencari kenikmatan, untuk menggantikan posisi istri atau
budak wanita, hukumnya haram.
– Jika dilakukan untuk menghindari diri dari bahaya zina atau liwath (homoseksual) yang benar-
benar atau hampir - hampir terjadi, maka hukumnya diperbolehkan, tetapi jika setelah mencoba
usaha berpuasa, mengalahkan bisikan jiwa dan bertakwa kepada Allah.
1. Bila air maninya tidak keluar atau vagina sang wanita kering (tidak basah) seperti yang
dinyatakan, maka tidak wajib mandi.
2. Bila hanya menempelkan saja tanpa intercourse, dan air maninya tidak keluar, maka yang
bersangkutan tidak wajib mandi.
3. Bila air maninya keluar, walaupun tanpa intercourse, maka ia wajib mandi.
4. Bila terjadi intercourse maka wajib mandi walaupun air maninya tidak keluar.
1. Tujuannya karena sebab dharurat seperti seseorang yang jauh dari isterinya karena
tugas sebagai pelaut dikhawatirkan jatuh kelembah perbuatan zina.
2. Sebagai terapi yang sudah mendapat rekomendasi oleh ahli phsikologi, medis dan
kedokteran seperti seseorang yang mengalami lemah syahwat terhadap isterinya, ia
melakukannya bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kelanggengan rumah
tangganya.
3. Tidak menimbulkan fitnah kepada dirinya. keluarganya maupun orang lain.
4. Tidak bersifat terus menerus menjadi sebuah hobi kesenangan ( ; اإلستمتاعIstimta’).
Ini merupakan bahaya pasti yang disebabkan oleh pacaran. Laki-laki diharuskan
menjaga pandangannya dari perempuan, dan perempuan pun harus sadar diri akan
keberadaannya dihadapan laki-laki yang bukanmahramnya. Hadist dari Abdullah bin
Buraidah, dari ayahnya, mengatakan:
“Rasulullah SAW berkata kepada Ali: Hai Ali,janganlah ikuti pandangan pertama
dengan pandangan kedua. Karena pandangan pertama untukmu (dimaafkan) dan
pandangan kedua tidak untukmu (tidak dimaafkan).” (H. R. Abu Dawud).
Bahkan, jika ada yang mengaku pacaran dalam jarang jauh atau yang lebih dikenal
dengan LDR (long distance relationship) sama saja perkaranya. Zina bukan berarti
bertemu lantas melakukan hubungan intim tanpa ada ikatan pernikahan. Bahkan
ketika si laki-laki mengirimkan pesan pendek kepada si perempuan, itu juga
mendekati zina.
Bahkan, bisa jadi sudah termasuk dalam zina hati dan pikiran. Memikirkan betapa
bahagianya saat mengirimkan pesan tersebut sambil membayangkan wajah satu sama
lain, bertamblah lagi dosanya.
2. Menghilangkan konsentrasi
Ada yang bilang pacaran itu bisa menjadi penyemangat untuk belajar atau
bekerja? Sungguh salah pemikiran yang demikian. Nyatanya, pacaran itu hanya
menguras otak dan membuyarkan konsentrasi. Fokus belajar justru hilang dan
pekerjaan jadi terabaikan. Pacaran itu tidak mudah, sebab melibatkan dua kepala,
bahkan bisa tiga, empat, dan seterusnya, dengan prioritas utama adalah “bagaimana-
caranya-membahagiakan-si-pacar.”
Akibatnya, berbagai cara dilakukan hanya demi membuat senang satu sama lain.
Rela meninggalkan pekerjaan dan membuang waktu belajar hanya demi menemani
sang Pacar berjalan-jalan. Jika suatu saat terjadi yang nama perselisihan, justru akan
memicu stres yang menyebabkan semangat belajar menjadi hilang.
Bahkan hanya dengan memikirkan si Pacar saja sudah banyak menyita waktu dan
membuatnya terbuang secara sia-sia. Padahal, tidak sadar bahwa apa yang mereka
lakukan adalah melanggar perintah Allah SWT dan hanya menumpuk dosa semata.
Salah satu bagian daripada budaya pacaran itu adalah usahanya memberikan
kebahagian bagi pasangan padahal tanpa ia sadari itu hanya sia-sia. Rela
menghabiskan waktu, uang dan harapan hanya demi seseorang yang bahkan belum
tentu adala jodohnya. Padahal, lebih baik jika waktu itu digunakan untuk beribadah
dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lalu, uang yang digunakan untuk pergi menonton film di bioskop, makan di
restoran mewah, membeli ini itu untuk pacar, disedekahkan kepada mereka yang lebih
membutuhkan. Sedekah bahkan memberikan berkah kepada harta kita, sedangkan
pacar?—Percayalah, senyum dari mereka yang menerima bantuan kita jauh lebih
indah dibandingkan senyuman pacarmu itu. Belum lagi jika seluruh biaya yang
dikeluarkan tak jarang bukan dari penghasilan sendiri melainkan dari orang tua, sering
terjadi pada remaja, bertambahlah beban orang tua.
Kalaupun dari hasil pendapatan sendiri, tetap saja tidak benar hubungan pacaran
tersebut karena jika memang seorang laki-laki itu bersungguh-sungguh, ia tidak akan
datang ke rumah hanya untuk mengajak jalan wanitanya, tapi lelaki yang serius akan
datang ke rumah membawa orang tua/walinya dan melamar wanita yang dicintainya
tersebut dihadapan orang tuanya.
Terkhusus bagi remaja yang sudah terjerumus dalam budaya pacaran tersebut,
berikut adalah bahaya yang semetinya mereka dan orang tua ketahui agar segera bisa
meninggalkan perilaku tersebut. Juga bagi remaja yang tidak melakukannya, agar
semakin berhati-hati agar tidak terjerumus:
Sehingga kemana pun ia berpijak, akan ada iblis yang senantiasa menemani dan
membisikinya rayuan-rayuan kemaksiatan sehingga ia semakin terlena dalam berbuat
dosa. Awalnya hanya berpandangan, kemudia berpegangan tangan, mulai berdua-
duaan, dan akhirnya melakukan yang tidak sepantasnya untuk dilakukan.
2. Melemahkan iman
Sudah dari akarnya bahwa pacaran itu dosa. Setiap orang yang berbuat dosa, ada
iblis yang menemaninya. Meniupkan berbagai rayuan agar orang itu semakin
terjerumus dalam dosa. Iming-imingnya sangat banyak, padahal kesemuanya hanya
pemuas nafsu belaka. Bahkan, yang awalnya tidak tergoda pun bisa saja terjerumus.
Akhirnya, banyak waktu dihabiskan hanya untuk sang Pacar. Cinta setengah
mati, katanya. Sampai-sampai cinta pada Sang Pemilik Nyawa pun terabaikan. Setiap
hari hanya mengingat wajah kekasih, namun lupa pada Allah
SWT.Naudzubillah, sungguh yang demikian sudah menjadi orang yang tersesat.
Sering mengumbar rayuan romantis hanya agar si pacar tidak curiga. Tidak
hanya dihadapan sang pacar, tapi juga akan melakukan hal yang sama di hadapan
orang tua. Jadilah mereka sebagai pembohong yang luar biasa.
Akhirnya, tak jarang banyak yang malas belajar, sering tidak mengerjakan
tugas, kebanyakan berhayal, lalu ujung-ujungnya adalah keteteran dan tinggal kelas
atau terlambat wisuda.
Bagaimana pandangan islam terhadap hak cipta? Dalam Al-Qur’an di jelaskan pada Q.S
Al-Baqarah ayat 188 Yang artinya: “dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan
jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim,
dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa,
padahal kamu mengetahui”.
Allah mengharamkan bagi orang-orang yang beriman untuk memanfaatkan, memakan dan
menggunakan harta orang lain tanpa seizin pemiliknya, sama halnya mencuri. Dengan
demikian, Segala sesuatu yang menimbulkan kerugian bagi pencipta pada hakikatnya
dilarang.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa harta yang diselewengkan oleh seorang pegawai
koruptor adakalanya harta milik sekelompok orang tertentu, seperti perusahaan atau harta serikat dan
adakalanya harta milik semua orang, yaitu harta rakyat atau harta milik negara.
Dalam tinjaun fikih, seorang pegawai sebuah perusahaan atau pegawai instansi pemerintahan,
ketika dipilih untuk mengemban sebuah tugas, sesungguhnya dia diberi amanah untuk menjalankan
tugas yang telah dibebankan oleh pihak pengguna jasanya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Karena beban amanah ini, dia mendapat imbalan (gaji) atas tugas yang dijalankannya. Ketika ia
menyelewengkan harta yang diamanahkan, dan mempergunakannya bukan untuk sesuatu yang telah
diatur oleh pengguna jasanya, seperti dipakai untuk kepentingan pribadi atau orang lain dan bukan
untuk kemaslahatan yang telah diatur, berarti dia telah berkhianat terhadap amanah yang diembannya.
Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Nabi menjatuhkan hukuman cambuk terhadap pencuri barang
yang kurang nilainya dari 1/4 dinar.
Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa khalifah Utsman
bin Affan pernah memenjarakan Dhabi bin Al-Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak
memenuhi persyaratan potong tangan. Denda dengan membayar dua kali lipat dari nominal harga
barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman terhadap harta. Sanksi ini
dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap “Pencuri buah kurma dari
pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya dia harus membayar dua kali lipat”. (HR. Nasa’i dan Ibnu
Majah). Hukuman ta’zir ini diterapkan karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk
dipotong tangannya, disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (penjagaan selayaknya).