Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Refluks gastroesofagus pada bayi dan anak-anak adalah proses fisiologis dan
fungsional. Pada bayi normal dan sehat sering terjadi dan biasanya menghilang.
Proses ini akan menghilang sendiri (self limited) pada usia 6-12 bulan. Penyakit
refluks gastroesofagus pada bayi dan anak-anak merupakan proses patologik yang
lebih serius dan harus dipikirkan diagnosis bandingnya dengan penyakit traktus
gastrointestinal atas, alergi, penyakit metabolik, infeksi, renal, dan susunan saraf
pusat.5
1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
negara non western prevalensinya lebih rendah (1,5% di China dan 2,7% di
Korea). Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologinya mengenai
penyakit ini, namun di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus
esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan
endoskopi atas indikais dyspepsia.4
A. Faring
B. Esophagus
C. Menelan
1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini
bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah
akibat kontraksi otot intrinsik lidah.
9
2. Fase Faringal
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring
bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring, m.salfingofaring,
m.tirohioid dan m.palatofaring.
3. Fase Esofagal
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks
ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus
makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka
sfingter ini akan menutup kembali.5
Pertahanan epitel esofagus terdiri dari (1) membran sel, (2) intercellular
junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, (3)
aliran darah yang membersihkan ion H+ dan mensuplai nutrisi, oksigen,
bikarbonat, (4) serta kemampuan mengangkut ion H+ ke dalam sel dan
sebagai gantinya mengeluarkan Na+ dan bikarbonat ke ruang ekstrasel.
Konsumsi alkohol dan nikotin dapat merusak pertahanan epitel esofagus
karena mengurangi kemampuan sel epitel melakukan pertukaran ion dan
permeabilitas jaringan esofagus terhadap H+ meningkat.
12
Indikasi uji terapi PPI adalah penderita dengan gejala klasik GERD
tanpa tanda-tanda alarm. Tanda-tanda alarm meliputi usia >55 tahun, disfagia,
odinofasia, anemia defisiensi besi, BB turun, dan adanya perdarahan
(melena/ hematemesis).10 Apabila gejala membaik selama penggunaan dan
memburuk kembali setelah pengobatan dihentikan, maka diagnosis GERD
dapat ditegakkan.
Pada prinsipnya terapi GERD ini dibagi beberapa tahap, yaitu terapi
modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa dan terapi pembedahan serta
akhir-akhir ini mulai dipekenalkan terapi endoskopik.3,4,11
Hal yang perlu dilakukann dalam modifikasi gaya hidup antara lain:
Terapi Medikamentosa
Antasid
Antagonis Reseptor H2
Obat ini dilaporkan berhasil pada 50o kasus GERD. Yang termasuk
obat golongan ini adalah ranitidin, simetidin, famotidin dan nizatidin. Sebagai
penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus.3,12 Pengguanaan obat ini dinilai efektif bagi keadaan yang berat,
misalnya dengan barrett's esophagus.11
Obat prokinetik
1. Metoklopramid4
a. Efektifitasnya rendah dalam mengurangi gejala, serta tidak
berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus kecuali
dikombinasikan dengan antagonis reseptor H2 atau PPI.
b. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek
terhadap saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor,
dan diskinesia.
19
bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat yang refrakter dengan antagonis
reseptor H2.
- Omeprazole: 2x20 mg
- Lansoprazole: 2x30 mg
- Pantoprazole: 2x40 mg
- Rabeprazole: 2x10 mg
- Esomeprazole: 2x40 mg
Terapi Empirik
Tes PPI
Endoskopi
Terapi min-4 minggu
Kambuh
Konsensus Gerd, 2004 On demand therapy
begitu pula dengan adenokarsinoma dan bila terjadi striktura. Pada disfungsi
SEB juga memiliki hasil yang tidak memuaskan dengan PPI.4
Fundoplikasi Nissen
1. Kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang tidak
sepenuhnya responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi
medis jangka panjang yang tidak menguntungkan.
2. Pasien dengan gejala ang tidak sepenuhnya tekontrol oleh terapi PPI. Pada
pasien ini dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan. Pada pasien
dengan penyakit yang tekontrol dengan baik juga dapat dilakukan
pertimbangan pembedahan.
3. Terjadinya esofagus barrett adalah indikasi untuk pembedahan. Asam
lambung meningkatkan terjadinya barrett esofagus berkembang kearah
keganasan, tetapi kebanyakan ahli menyarankan tindakan mensupresi asam
lambung secara lengkap untuk pencegahan pada pasien yang terbukti secara
histologis menderita esofagus barrett.
Terapi Endoskopi
22
-Esofagitis
-Striktura Esofagus
-Barrett’s Esophagus
GERD dan adenokarsinoma timbul pada 10% pasien dengan esofagus barrett.
Gejala dari kelainan ini adalah gejala dari GERD yaitu heartburn dan
regurgutasi. Pada ⅓ kasus, gejala GERD tidak tampak atau minimal, hal ini
diduga karena sensitivitas epitel barrett terhadap asam yang menurun. Pada
endoskopi kelainan ini dapat dikenal dengan mudah, dengan tampaknya
segmen yang panjang dari epitel kolumnar yang berwarna kemerahan meluas
ke proksimal melampaui “gastroesophageal junction” dan tampak kontras
sekali dengan epitel skuamosa yang pucat dan mengkilat dari esofagus.
Penyakit ini dapat ditatalaksana dengan medikamentosa.14
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
7. Medical Mini Notes Production. Revised Edition Ear Nose Throat. Jakarta:
MMN; 2016.
26
14. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor, Buku ajar
ilmu penyakit dalam, Jilid I, ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia. h. 1803; 2007.