Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Termoregulasi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway
F. Penatalaksanaan Medis
G. Penatalaksanaan Keperawatan
H. Penatalaksanaan berdasarkan Evidence Based Practice in Nursing
I. Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Epidemiologi
Epidemiologis gangguan seksual seperti disfungsi seksual merupakan
gangguan yang lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki dengan
prevalensi 40% pada populasi wanita secara umum dan 50% pada wanita yang
berada dalam periode perimenopause dan postmenopause. Sekitar 10%-20%
disfungsi seksual disebabkan oleh faktor fisiologis (Potter dan Perry, 2005).
Adapun penelitian tentang sistem reproduksi yang dilakukan di Asia Selatan
tentang pengetahuan kebersihan organ reproduksi dari 160 anak perempuan
didapatkan 67,5% memiliki pengetahuan baik, sedangkan 32,5% tidak memiliki
pengetahuan tentang kebersihan organ reproduksi (Abrori dan Qurbaniah, 2017).
C. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seksualitas (Potter &
Perry, 2005). Faktor-faktor tersebut terdiri dari :
1. Faktor fisik
Pasien dapat mengalami penuruan aktivitas seksual karena alasan fisik,
seperti seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Penyakit
minor dan keletihan juga sebagai alasan pasien tidak melakukan aktivitas
seksual. Akibat dari medikasi dan pembedahan juga dapat menurunkan citra
tubuh pasien sehingga pasien kehilangan perasaannya secara seksual.
Menurunnya tingkat seksualitas pada perempuan dapat disebabkan kondisi
sedang atau gangguan menstruasi/pramenstruasi, adanya gangguan organ
reproduksi seperti leher rahim tumbuh polip, terjadi erosi, luka tukak, kanker
rahim, tumbuh polip rahim, keguguran, tumbuh hamil anggur (mola
hydatidosa), kehamilan ektopik, radang tuba, tumor tuba, dan radang pada
indung telur (Nadesul, 2009).
Pada laki-laki dapat disebabkan oleh penyakit disfungsi ereksi,
kriptorkidisme (kegagalan satu atau kedua testis untuk turun ke dalam skrotum,
varikokel (pelebaran abnormal suatu vena di korda spermatika yang biasanya
memperdarahi testis kiri), hidrokel (penumpukan filtrat plasma di dalam
skrotum dan di luar testis), hiperplasia prostat jinak, dan peradangan pada
saluran reproduksi seperti uretritis, epididimitis, orkitis (peradangan akut
testis), dan prostatitis (Corwin, 2009).
2. Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari
keinginan seks, terutama perbedaan nilai dan gaya hidup antar kedua pasangan.
Penurunan minat dalam aktivitas seksual juga dapat mengakibatkan kecemasan
pada pasien. Gangguan pada faktor hubungan seperti interes seks, frigidity
(disfungsi orgasmik wanita sejak lahir atau pengalaman buruk yang ditandai
dengan masih memiliki hasrat libido namun tidak mencapai orgasmus),
nymphomaniacs (tidak merasakan kepuasan orgasmus dan sering mengalami
frustasi seksual), anorgasmia (tidak orgasmus karena stimulasi kurang),
chronotherapy (gairah seks yang tidak sinkron atar kedua pasangan) (Nadesul,
2009).
3. Faktor gaya hidup
Fakor gaya hidup seperti penyalahgunaan atau penggunaan alkohol atau tidak
memiliki waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan dapat
mempengaruhi keinginan seksual.
4. Faktor harga diri
Tingkat harga diri pasien juga dapat menyebabkan konflik seksualitas. Harga
diri yang rendah dapat menyebabkan tekanan seksual atau adanya perasaan
negatif terhadap seksualitas, seperti terjadinya perkosaan, inses, dan
penganiayaan fisik. Rendahnya harga diri juga dapat diakibatkan oleh
kurangnya pendidikan seks, model peran yang negatif, dan upaya hidup dalam
kebudayaan yang tidak realistik.
Pengajaran: seksualitas
1. Ajarkan pasien mengenai
anatomi dan fisiologi
reproduksi manusia
2. Diskusikan tanda-tanda
kesuburan (terkait dengan
siklus ovulasi dan
menstruasi)
3. Diskusikan manfaat
pantang seks
4. Instruksikan aksesibilatas
kontrasepsi dan bagaimana
untuk mendapatkannya
5. Tingkatkan harga diri
melalui pemodelan peran
sebaya dan bermain peran
2. Disfungsi Setelah dilakukan Konseling seksual
seksual (00059) tindakan keperawatan 1. Bangun hubungan
selama 1x24 jam, terapeutik didasarkan pada
perubahan fungsi kepercayaan dan rasa
seksual pasien dapat hormat
teratasi dengan kriteria 2. Berikan privasi dan
hasil: jaminan kerahasiaan
1. Dapat mencapai 3. Monitor timbulnya stres,
gairah seksual kecemasan dan depresi
2. Dapat sebagai kemungkinan
menggunakan alat penyebab dari disfungsi
bantu (seks) sesuai seksual
kebutuhan 4. Berikan informasi
3. Dapat mengenasi fungsi seksual,
mengekspersikan sesuai kebutuhan
keinginan terhadap 5. Bantu pasien untuk
seks mengekspresikan kesedihan
4. Dapat dan kecemasan mengenai
mengkomunikasika perubahan dalam fungsi
n kenyamanan bagian tubuh
dengan pasangan 6. Berikan informasi yang
5. Dapat melakukan nyata mengenai mitos-
aktivitas seks tanpa mitos seksual dan
paksaan dari kesalahan informasi yang
pasangan mungkin diungkapkan
pasien
7. Berikan rujukan untuk
berkonsultasi pada petugas
anggota kesehatan lainnya,
sesuai kebutuhan
Terapi relaksasi
1. Dorong pasien untuk
mengambil posisi yang
nyaman dengan pakaian
longgar dan mata tertutup
2. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
Pengajaran: seksualitas
1. Ajarkan pasien mengenai
anatomi dan fisiologi
reproduksi manusia
2. Diskusikan tanda-tanda
kesuburan (terkait dengan
siklus ovulasi dan
menstruasi)
3. Diskusikan manfaat
pantang seks
4. Instruksikan aksesibilatas
kontrasepsi dan bagaimana
untuk mendapatkannya
5. Tingkatkan harga diri
melalui pemodelan peran
sebaya dan bermain peran
I. Daftar Pustaka
Abrori dan Qurbaniah, M. 2017. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Universitas
Muhammadiyah Pontianak : UM Pontianak Pers
Afiyanti, Andrijono, dan Gayatri. 2017. Perubahan Keluhan Seksual (Fisik dan
Psikologis) pada Perempuan Pascaterapi Kanker Serviks Setelah Intervensi
Keperawatan. Jurnal Ners. 6 (1) : 68-75. https://e-
journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/3967/0 (diakses pada 3 September
2018 pukul 13.45).
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2008. Handbook of Pathophysiology. Third Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan oleh N.B Subekti. 2009.
Patofisiologi: Buku Saku. Cetakan pertama. Jakarta: EGC.
Heardman, T. H. 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC.
Jha, S., Walters, S.J., Bortolami, O., Dixon, S., Alshreef, A. 2018. Impact of
Pelvic Floor Muscle Training on Sexual Function of Women with Urinary
Incontinence and A Comparison Ofelectrical Stimulation Versus Standard
Treatment (IPSU Trial): A Randomised Controlled Trial. Physiotherapy.
104 : 91-97. https://doi.org/10.1016/j.physio.2017.06.003 (diakses pada 3
September 2018 pukul 13.45).
Nadesul, H. 2009. Resep Mudah Tetap Sehat Cerdas Menaklukkan Semua
Penyakit Orang Sekarang. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Potter, P. A. & Perry, A. G. 1997. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process
and Practice. Fourth Edition. USA: Mosby. Terjemahan oleh Y. Asih. 2005.
Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Cetakan pertama. Jakarta: EGC