You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


SEKSUALITAS/REPRODUKSI PADA PASIEN DENGAN......DI IRNA 3
SAPPHIRE RUMAH SAKIT UMUM KALIWATES JEMBER

OLEH:

Dewi Wulan Pratiwi, S.Kep.


NIM 182311101090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh:

Nama : Dewi Wulan Pratiwi, S.Kep.


NIM : 182311101090
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN SEKSUALITAS/REPRODUKSI PADA PASIEN
DENGAN......DI IRNA 3 SAPPHIRE RUMAH SAKIT UMUM
KALIWATES JEMBER

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, September 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

(Ns. Retno Purwandari, S.Kep., M.Kep.) (Untung Wredhi Lestari)


NIP. 19820314 200604 2 002 NIK. 021 2 0015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Termoregulasi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway
F. Penatalaksanaan Medis
G. Penatalaksanaan Keperawatan
H. Penatalaksanaan berdasarkan Evidence Based Practice in Nursing
I. Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Gangguan Kebutuhan Seksual/Reproduksi


Menurut Potter dan Perry (2005), konsep seksualitas sulit untuk
didefinisikan karena seksualitas memiliki banyak aspek kehidupan dan
diekspresikan melalui beragam perilaku. Definisi kata “seksualitas” dan “seks”
berbeda. Seksualitas merupakan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka
dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain
melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku
yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan
kata, termasuk pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi. Sedangkan, seks
merupakan penjelasan untuk ciri organ reproduksi atau jenis kelamin secara
anatomi dan fisiologi pada laki-laki dan perempuan, serta hubungan fisik antar
individu (aktivitas seksual genital).
Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan
keturunan selanjutnya yang bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan
jenis agar tidak punah. Reproduksi pada manusia dilakukan dengan cara
melakukan hubungan seksual melalui organ reproduksi atau alat reproduksi yang
secara anatomis pada perempuan disebut vagina dan pada laki-laki disebut penis.
Organ reproduksi merupakan salah satu bagian tubuh yang sensitif dan perlu
perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik menjadi faktor penentu
dalam pemeliharaan kesehatan reproduksi (Abrori dan Qurbaniah, 2017).

B. Epidemiologi
Epidemiologis gangguan seksual seperti disfungsi seksual merupakan
gangguan yang lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki dengan
prevalensi 40% pada populasi wanita secara umum dan 50% pada wanita yang
berada dalam periode perimenopause dan postmenopause. Sekitar 10%-20%
disfungsi seksual disebabkan oleh faktor fisiologis (Potter dan Perry, 2005).
Adapun penelitian tentang sistem reproduksi yang dilakukan di Asia Selatan
tentang pengetahuan kebersihan organ reproduksi dari 160 anak perempuan
didapatkan 67,5% memiliki pengetahuan baik, sedangkan 32,5% tidak memiliki
pengetahuan tentang kebersihan organ reproduksi (Abrori dan Qurbaniah, 2017).

C. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seksualitas (Potter &
Perry, 2005). Faktor-faktor tersebut terdiri dari :
1. Faktor fisik
Pasien dapat mengalami penuruan aktivitas seksual karena alasan fisik,
seperti seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Penyakit
minor dan keletihan juga sebagai alasan pasien tidak melakukan aktivitas
seksual. Akibat dari medikasi dan pembedahan juga dapat menurunkan citra
tubuh pasien sehingga pasien kehilangan perasaannya secara seksual.
Menurunnya tingkat seksualitas pada perempuan dapat disebabkan kondisi
sedang atau gangguan menstruasi/pramenstruasi, adanya gangguan organ
reproduksi seperti leher rahim tumbuh polip, terjadi erosi, luka tukak, kanker
rahim, tumbuh polip rahim, keguguran, tumbuh hamil anggur (mola
hydatidosa), kehamilan ektopik, radang tuba, tumor tuba, dan radang pada
indung telur (Nadesul, 2009).
Pada laki-laki dapat disebabkan oleh penyakit disfungsi ereksi,
kriptorkidisme (kegagalan satu atau kedua testis untuk turun ke dalam skrotum,
varikokel (pelebaran abnormal suatu vena di korda spermatika yang biasanya
memperdarahi testis kiri), hidrokel (penumpukan filtrat plasma di dalam
skrotum dan di luar testis), hiperplasia prostat jinak, dan peradangan pada
saluran reproduksi seperti uretritis, epididimitis, orkitis (peradangan akut
testis), dan prostatitis (Corwin, 2009).
2. Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari
keinginan seks, terutama perbedaan nilai dan gaya hidup antar kedua pasangan.
Penurunan minat dalam aktivitas seksual juga dapat mengakibatkan kecemasan
pada pasien. Gangguan pada faktor hubungan seperti interes seks, frigidity
(disfungsi orgasmik wanita sejak lahir atau pengalaman buruk yang ditandai
dengan masih memiliki hasrat libido namun tidak mencapai orgasmus),
nymphomaniacs (tidak merasakan kepuasan orgasmus dan sering mengalami
frustasi seksual), anorgasmia (tidak orgasmus karena stimulasi kurang),
chronotherapy (gairah seks yang tidak sinkron atar kedua pasangan) (Nadesul,
2009).
3. Faktor gaya hidup
Fakor gaya hidup seperti penyalahgunaan atau penggunaan alkohol atau tidak
memiliki waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan dapat
mempengaruhi keinginan seksual.
4. Faktor harga diri
Tingkat harga diri pasien juga dapat menyebabkan konflik seksualitas. Harga
diri yang rendah dapat menyebabkan tekanan seksual atau adanya perasaan
negatif terhadap seksualitas, seperti terjadinya perkosaan, inses, dan
penganiayaan fisik. Rendahnya harga diri juga dapat diakibatkan oleh
kurangnya pendidikan seks, model peran yang negatif, dan upaya hidup dalam
kebudayaan yang tidak realistik.

D. Tanda dan Gejala


Secara umum tanda dan gejala gangguan seksual dipengaruhi oleh adanya
gangguan pada organ reproduksi, baik perempuan maupun laki-laki sehingga
dapat menyebabkan tidak memiliki keturunan (Nadesul, 2009), antara lain :
1. Pada perempuan yaitu adanya gangguan kelenjar di otak yang mengatur
hormon reproduksi; indung telur tidak berfungsi dengan normal; saluran tuba
tidak terbuka sempurna; ada sesuaatu di rahim; leher rahim tersumbat; salah
posisi dan lendirnya abnormal; masalah di vagina seperti keputihan, vagina
mengejang vaginismus, dispareunia atau nyeri senggama.
2. Pada laki-laki yaitu terdapat impotensi; gangguna ejakulasi; air mani yang
abnormal (normal apabila warna, bau kekentalan, derajat keasaman, kandungan
guladalam batas normal; volumen dan jumlah spermatozoanya sedikit lebih
dari 60 juta/cc air mani; dan jumlah, sifat spermatozoa harus gesit [motilitas
tinggi : gerak ekor, gerakan maju, arah, serta kecepatan masih normal])
Tanda dan gejala gangguan seksual pada perempuan dan laki-laki dapat
juga dilihat dari terganggunya skilus respon seksual (Potter dan Perry, 2005),
yaitu :
1. Excitement (peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual), jika terganggu
seperti pada perempuan berkurangnya lubrikasi vaginal, penurunan sensitivitas
klitoris dan labia, penurunan ereksi puting dan payudara. Pada laki-laki seperti
tidak terjadi ereksi penis, penyusutan skrotum, pengecilan moderat testis.
2. Plateu (penguatan respon fase excitement), jika terganggu seperti pada
perempuan berkurangnya rasa sensitivitas (dari otot, jantung, pernapasan,
tekanan darah), warna kulit labia tidak segar (merah muda). Pada laki-laki
terjadi penurunan ukuran glans penis dan intensitas warnanya dan
berkurangnya rasa sensitivitas (dari otot, jantung, pernapasan, tekanan darah).
3. Orgasme (penyaluran kumpulan darah dan tegangan pada otot), jika terganggu
seperti pada perempuan tidak terjadi kontraksi platform orgasmik, uterus,
rektal, dan sfingter. Pada laki-laki, tidak ada sensasi ejakulasi, tidak terjadi
kontraksi duktus deferens vesikel seminalis prostat, duktus ejakulatori, otot
uretra, sfingter rektal.
4. Resolusi (fisiologis dan psikologis kembali pada keadaan tidak terangsang),
jika terganggu seperti pada perempuan dan laki-laki tidak adekuatnya terjadi
orgasmus.

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway


1. Patofisiologi
Alat genital dan jaringan lunak tubuh lainnya merespon terhadap
rangsangan seksual membutuhkan saraf-saraf yang terus menerus dan pasokan
darah yang adekuat. Hormon mempengaruhi suasana hati seksual dan fungsi
fisiologis dalam ekspresi seksual. Persendian dan otot akan menekut dan
meregang ketika tubuh memberikan ekspresi terhadap perasaan seksual. Suatu
perubahan dalam salah satu sistem ini dapat memberikan efek pada sistem yang
lain. Perubahan dalam fungsi dan struktur tubuh sebagai akibat dari suatu penyakit
mungkin tidak secara mempengaruhi seksualitas, tetapi dapat mempengaruhi
perasaan-perasaan dan persepsi pasien dalam hal keinginan dan rangsangan.
Penyakit kronis dapat mengganggu seksualitas. Pasien yang memiliki
penyakit kronis akan memiliki sedikit energi untuk melakukan aktivitas seksual.
Perubahan vaskular dan neurologis dapat menyebabkan kurang atau perubahan
dalam respons orgasmus atau disfungsi erektil. Cedera medulla spinalis
mengganggu saraf dan menghilangkan sensasi genetal, hal ini dapat menyebabkan
harga diri, citra tubuh (pengobatan bedah medis), identitas gender menurun.
Kemoterapi juga dapat menyebabkan terjadinya alopesia (kerontokan rambut),
mual hebat, letih karena kemoterapi dapat menghilangkan keinginan melakukan
aktivitas seksual. Medikasi juga dapat menyebabkan pasien kehilangan keinginan
melakukan aktivitas seksual, seperti penggunaan obat antihipertensif (metildopa,
propanolol, dan klonidin) sering menyebabkan disfungsi erektil dan penurunan
libido (dorongan seksual) (Potter dan Perry, 2005).
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Nadesul, 2009), ada beberapa pemeriksaan penunjang terhadap
kesuburan organ reproduksi perempuan dan laki-laki, antara lain :
1. Pada perempuan dapat dilakukan pemeriksaan dalam; laboratorium;
pemeriksaan suhu basal; cytologi vagina; biopsi endometrium; uji lendir leher
rahim; uji pascasenggama; tiup saluran telur (pertubasi), teropong perut
laparoscopy, foto organ reproduksi (histosalphigography).
2. Pada laki-laki dapat dilakukan pemeriksaan seperti ujia ketidakcocokan
imunologik (SCMC Test, Sperm Cervical Mucus Contact Test) yang dilakukan
ketika lendir pasangan abnormal; analisis air mani (semen analysis) dan
dilakukan pemeriksaan hormon atau bedah jika diduga ada penyakit atau
kelainan yang lain.
Menurut (Potter dan Perry, 2005), ada 2 perawatan yang dilakukan oleh
perawat sebagai intervensi terhadap pasien yang mengalami gangguan seksualitas,
antara lain :
1. Perawatan akut
Perawatan ini memberikan intervensi awal mencakup penggalian bersama
pasien tentang praktik seksual saat ini. Pasien harus diberi dorongan untuk
menyelidiki dan mengenali nilai sosial dan etik serta menganalisis peran
seksualitas dalam konsep diri. Ketika ada perbedaan yang signifikan antara
nilai dan praktik seks pada masa lalu atau saat ini, maka pasien membutuhkan
rujukan untuk konseling yang mendalam.
2. Perawatan restoratif
Perawatan ini diberikan ketika disfungsi seksual teridentifikasi dan
menimbulkan masalah gaya hidup dan kesehatan, maka perawat harus
memberikan rujukan yang sesuai seperti konseling atau evaluasi oleh
ginekolog atau urolog. Rujukan juga diberikan ketika terjadi konflik pasien
dengan perawat terhadap nilai keadilan.
G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)
1). Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan konflik dengan
orientasi seksual, konflik dengan perbedaan varian, takut infeksi
menular seksual, hambatan dalam hubungan dengan orang terdekat,
model peran tidak adekuat, tidak ada privasi, kurang pengetahuan
tentang alternatif yang berhubungan dengan seksual, kurang
keterampilan tentang alternatif yang berhubungan dengan seksual, takut
hamil.
2). Disfungsi seksual berhubungan dengan tidak ada privasi, model peran
tidak adekuat, kurang pengetahuan tentang fungsi seksual, salah
informasi tentang fungsi seksual, adanya penganiayaan, penganiayaan
psikososial, konflik nilai, kerentanan.
b. Perencanaan Nursing Care Plan
No. Masalah NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
pola seksualitas tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang
(00065) selama 1x24 jam, tenang dan meyakinkan
ekspresi kekhawatiran 2. Berikan informasi faktual
tentang pola seksualitas terkait diagnosis,
pasien kembali normal perawatan, dan prognosis
dengan kriteria hasil: 3. Dorong verbalisasi
1. Dapat perasaan, persepsi, dan
menunjukkan ketakutan
perasaan yang jelas 4. Ajarkan teknik relaksasi
tentang orientasi napas dalam pada pasien
seksual 5. Kolaborasi penggunaan
2. Dapat obat-obatan untk
mengitegrasikan mengurangi kecemasan
orientasi seksual
dalam peran Konseling seksual
kehidupan 1. Bangun hubungan
3. Dapat terapeutik didasarkan pada
menggunakan kepercayaan dan rasa
perilaku koping hormat
yang sehat untuk 2. Berikan privasi dan
menyelesaikan jaminan kerahasiaan
masalah identitas 3. Monitor timbulnya stres,
seksual kecemasan dan depresi
4. Dapat menantang sebagai kemungkinan
gambaran negatif penyebab dari disfungsi
tentang seksualitas seksual
diri 4. Bantu pasien untuk
5. Dapat melaporkan mengekspresikan kesedihan
hubungan intim dan kecemasan mengenai
yang sehat perubahan dalam fungsi
6. Dapat melaporkan bagian tubuh
fungsi seksual yang 5. Berikan informasi yang
sehat nyata mengenai mitos-
7. Dapat mitos seksual dan
menggambarkan kesalahan informasi yang
risiko yang terjadi mungkin diungkapkan
pada aktivitas pasien
seksual 6. Berikan rujukan untuk
8. Dapat berkonsultasi pada petugas
menggunakan anggota kesehatan lainnya,
pencegahan untuk sesuai kebutuhan
meminimalkan
risiko berhubungan Manajemen perilaku: seksual
dengan aktivitas 1. Ajarkan pendidikan seksual
seksual dengan cara yang tepat
sesuai dengan tingkat
perkembangan pasien
2. Sarankan agar memulai
hubungan seksual tidak
dilakukan dalam kondisi
stres

Pengajaran: seksualitas
1. Ajarkan pasien mengenai
anatomi dan fisiologi
reproduksi manusia
2. Diskusikan tanda-tanda
kesuburan (terkait dengan
siklus ovulasi dan
menstruasi)
3. Diskusikan manfaat
pantang seks
4. Instruksikan aksesibilatas
kontrasepsi dan bagaimana
untuk mendapatkannya
5. Tingkatkan harga diri
melalui pemodelan peran
sebaya dan bermain peran
2. Disfungsi Setelah dilakukan Konseling seksual
seksual (00059) tindakan keperawatan 1. Bangun hubungan
selama 1x24 jam, terapeutik didasarkan pada
perubahan fungsi kepercayaan dan rasa
seksual pasien dapat hormat
teratasi dengan kriteria 2. Berikan privasi dan
hasil: jaminan kerahasiaan
1. Dapat mencapai 3. Monitor timbulnya stres,
gairah seksual kecemasan dan depresi
2. Dapat sebagai kemungkinan
menggunakan alat penyebab dari disfungsi
bantu (seks) sesuai seksual
kebutuhan 4. Berikan informasi
3. Dapat mengenasi fungsi seksual,
mengekspersikan sesuai kebutuhan
keinginan terhadap 5. Bantu pasien untuk
seks mengekspresikan kesedihan
4. Dapat dan kecemasan mengenai
mengkomunikasika perubahan dalam fungsi
n kenyamanan bagian tubuh
dengan pasangan 6. Berikan informasi yang
5. Dapat melakukan nyata mengenai mitos-
aktivitas seks tanpa mitos seksual dan
paksaan dari kesalahan informasi yang
pasangan mungkin diungkapkan
pasien
7. Berikan rujukan untuk
berkonsultasi pada petugas
anggota kesehatan lainnya,
sesuai kebutuhan

Terapi relaksasi
1. Dorong pasien untuk
mengambil posisi yang
nyaman dengan pakaian
longgar dan mata tertutup
2. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam

Pengajaran: seksualitas
1. Ajarkan pasien mengenai
anatomi dan fisiologi
reproduksi manusia
2. Diskusikan tanda-tanda
kesuburan (terkait dengan
siklus ovulasi dan
menstruasi)
3. Diskusikan manfaat
pantang seks
4. Instruksikan aksesibilatas
kontrasepsi dan bagaimana
untuk mendapatkannya
5. Tingkatkan harga diri
melalui pemodelan peran
sebaya dan bermain peran

Pengajaran : seks aman


1. Ajarkan pasien mengenaii
IMS dan konsepsi sesuai
keperluan
2. Ajarkan pasien latihan
kegel (penguatan otot
pubokoksigeus)
3. Intruksikan pasien
mengenai faktor-faktor
yang meningkatkan risiko
IMS
4. Diskusikan pengetahuan
pasien, pemahaman,
motivasi, dan tingkat
komitmen mengenai
berbagai metode
perlindungan seksual
5. Anjurkan pasien untuk
mendapatkan pemeriksaan-
periksaan rutin dan
melaporkan tanda dan
gejala IMS pada penyedia
layanan kesehatan

H. Penatalaksanaan berdasarkan Evidence Based Practice in Nursing


Jurnal pertama yang berjudul “Perubahan Keluhan Seksual (Fisik dan
Psikologis) pada Perempuan Pascaterapi Kanker Serviks Setelah Intervensi
Keperawatan” yang diterbitkan pada tahun 2011 menjelaskan tentang efektivitas
paket intervensi keperawatan seksual dalam mengatasi masalah keluhan disfungsi
seksual pada perempuan pascakemoradiasi kanker seviks. Rancangan penelitian
menggunakan quasy eksperiment dengan pre-post test only with control group
design. Sampel penelitian adalah perempuan yang sedang melakukan kunjungan
pertama kali setelah menyelesaikan terapi kanker di RSCM Unit Radioterapi dan
Poliklinik Departemen Obstetrik dan Ginekologi. Kriteria inklusi responden yaitu
responden yang masih aktif secara seksual, memiliki pasangan dan bersedia
mengikuti penelitian. Responden diperoleh sebanyak 104 orang. Format informasi
personal yang dikembangkan oleh peneliti untuk memperoleh data karakteristik
demografi responden. Indeks Fungsi Seksual Perempuan/ (FSFI) dari Meston
(2000) dan Kuesioner sexual satisfaction scale dari Meston (2005) digunakan
untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian ini. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan uji statistik wilcoxon signed test dan mann
whitney u-test dengan derajat kemaknaan α < 0,05.
Hasil analisis statistik menunjukkan nilai rerata keluhan fisik seksual
yang dibedakan terhadap lubrikasi vagina, disparenia dan nilai rerata keluhan
psikologis seksual dibedakan atas minat dan gairah seksual, kepuasan hubungan
seksual, kedekatan emosional, keterbukaan komunikasi, kepedulian hubungan
dengan pasangan, dan kepercayaan diri. Hasil intervensi mengalami perbaikan
yang lebih besar pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok non
intervensi, karena pada kelompok intervensi telah diberikan penjelasan dan
pemahaman tentang pentingnya melakukan hubungan seksual untuk mempercepat
pemulihan kesehatan seksual mereka. Intervensi yang diberikan yaitu penggunaan
booklet berisi berbagai teknik mengurangi dispareunia, pemberian edukasi
konseling kepada para responden untuk memperoleh bimbingan langsung,
mengajarkan latihan kegel untuk mengurangi diaparenia dan meningkatkan
lubrikasi vagina dan meminta responden mempraktikkan teknik-tekniknya.
Intervensi dari jurnal tersebut yaitu paket intervensi keperawatan seksual dapat
digunakan sebagai acuan perawat untuk mengatasi pasien dengan gangguan
seksualitas/reproduksi.
Jurnal kedua yang berjudul “Impact of Pelvic Floor Muscle Training on
Sexual Function of Women with Urinary Incontinence and A Comparison
Ofelectrical Stimulation Versus Standard Treatment (IPSU Trial): A Randomised
Controlled Trial” yang diterbitkan pada tahun 2018 menjelaskan tentang dampak
latihan otot dasar panggul dibandingkan dengan uji coba Ofelectrical Stimulation
Versus Standard Treatment pada wanita dengan disfungsi seksual dan
inkontinensia urin. Rancangan penelitian menggunakan random controlled trial.
Sampel penelitian adalah pasien wanita yang dirujuk ke perawatan sekunder
dengan masalah inkontinensia urin dengan kriteria inklusi yaitu aktif secara
seksual usia >18 tahun dengan inkontinensia urin, pasien yang mendapatkan skor
> 25 % atau 33% pada domain kemih dari dimensi fungsi seksual, pasien yang
bersedia menjadi responden.
Hasil penelitian didapatkan bahwa wanita yang mengalami disfungsi
seksual bersamaan dengan inkontinensia urin membutuhkan fisioterapi untuk
menormalkan fungsi seksual. Intervensi latihan otot dasar panggul sebanding
dengan stimulasi listrik yang memiliki manfaat untuk meningkatkan fungsi
seksualitas pada organ reproduksi pasien. Latihan otot dasar panggul sangat
bermanfaat dirasakan oleh pasien selama latihan dan juga dapat diterapkan
bersama dengan pasangannya. Kontraksi ritmik dari dasar panggul dapat membuat
pasien mencapai orgasme. Pasien akan dapat mencapai orgasme lebih mudah
setelah mengikuti program latiha otot dasar panggul. Olahraga latihan ini akan
meningkatkan tonus otot dan memperlancar sirkulasi yang sangat penting
terhadap otot-otot yang lebih kecil di dasar panggul sehingga dapat menyatukan
klitoris ketika pasien terangsang. Intervensi dari jurnal tersebut yaitu latihan otot
dasar panggul dapat digunakan sebagai acuan perawat untuk mengatasi pasien
dengan gangguan seksualitas/reproduksi.

I. Daftar Pustaka
Abrori dan Qurbaniah, M. 2017. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Universitas
Muhammadiyah Pontianak : UM Pontianak Pers
Afiyanti, Andrijono, dan Gayatri. 2017. Perubahan Keluhan Seksual (Fisik dan
Psikologis) pada Perempuan Pascaterapi Kanker Serviks Setelah Intervensi
Keperawatan. Jurnal Ners. 6 (1) : 68-75. https://e-
journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/3967/0 (diakses pada 3 September
2018 pukul 13.45).
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2008. Handbook of Pathophysiology. Third Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan oleh N.B Subekti. 2009.
Patofisiologi: Buku Saku. Cetakan pertama. Jakarta: EGC.
Heardman, T. H. 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC.
Jha, S., Walters, S.J., Bortolami, O., Dixon, S., Alshreef, A. 2018. Impact of
Pelvic Floor Muscle Training on Sexual Function of Women with Urinary
Incontinence and A Comparison Ofelectrical Stimulation Versus Standard
Treatment (IPSU Trial): A Randomised Controlled Trial. Physiotherapy.
104 : 91-97. https://doi.org/10.1016/j.physio.2017.06.003 (diakses pada 3
September 2018 pukul 13.45).
Nadesul, H. 2009. Resep Mudah Tetap Sehat Cerdas Menaklukkan Semua
Penyakit Orang Sekarang. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Potter, P. A. & Perry, A. G. 1997. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process
and Practice. Fourth Edition. USA: Mosby. Terjemahan oleh Y. Asih. 2005.
Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Cetakan pertama. Jakarta: EGC

You might also like