You are on page 1of 4

TUGAS TAMABAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Nama : Maria Ovellya Maharani Lamabelawa

NIM : 1308012027

1. Terapi Oksigen

 Kanula Hidung :
Fraksi oksigen (FiO2) : 30-40%. Flow Rate yang berikan 2-4 L/menit.
 Sungkup Sederhana :
Fraksi oksigen (FiO2) : 40-60%. Flow rate yang diberikan : 4-12 L/menit
 Sungkup Reservoir Rebreathing :
Fraksi oksigen (FiO2) : 40-80%. Flow rate yang diberikan : 10-12 L/menit
 Sungkup Reservoir Non-Rebreathing :
Fraksi oksigen (FiO2) : 90%. Flow rate yang diberikan : 10-12L/menit
 Sungkup Venturi : fraksi oksigen (FiO2) : fraksi oksigen yang dicapai sesuai
dengan ukuran dan warna yaitu 24%, 28%, 31%, 35%, 40% dan 60%.

2. Mekanis kerja obat Gastrointestinal :

 Antasid : adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida lambung
untuk membentuk garam dan air. Mekanisme utamanya adalah menurunkan
keasaman lambung, antasida juga meningkatkan mekanisme pertahanan
mukosal melalui perangsangan produksi prostaglandin oleh mukosa. Setelah
makan, terjadi sekresi asam hidroklorida sekitar 45 mEq/jam. Antasid dosis
tunggal 156 mEq yang diberikan 1 jam setelah makan secara efektif
menetralisasi asam lambung selama hingga 2 jam.
Natrium karbonat bereaksi sangat cepat dengan HCL untuk
menghasilkan karbon dioksidan dan NaCl. Pembentukan karbon dioksida
menimbulkan peregangan lambung dan sendawa. Alkali yang tidak terserap

1
dengan cepat sehingga berpotensi menyebabkan alkalosis metabolik bila
diberikan dalam dosis yang tinggi atau kepada penderita insufisiensi ginjal.
Sediaan yang mengandung magnesium hidroksida atau aluminium
hidroksida bereaksi lambat degan HCL untuk membentuk magnesium klorida
atau alminium klorida dan air. Karena gas tidak dihasilkan, sendawa tidak
terjadi. Alkalosis metabolik juga jarang terjadi karena reaksi netralisasi berjalan
dengan efisien. Karena garam magnesium tidak dapat diserap depat
menyebabkan diare osmotik dan garam aluminium menyebabkan konstipasi.
Semua antasid dapat memengaruhi penyerapan obat lain dengan
mengikat obat lain tersebut (mengurangi penyerapan) atau mengikat pH.

 Ondancentron : adalah obat gologan antagonis reseptor 5-HT3, disaluran


reseptor 5-HT3 mengaktifkan sensasi nyeri averen viseral melalui neuron
sensorik ekstrinsik dari usus ke medula spinalis dan sistem saraf pusat. Inhibisi
reseptor 5-HT3 aferen disaluran cerna dapat menghambat sensasi aferen yang
tidak menyenangkan, termasuk mual, kembung dan nyeri. Blokade reseptor 5-
HT3 pusat juga mengurangi respon sentral terhadap perangsangan aferen viseral.
Selain itu blokade reseptor 5-HT3 diujung neuron kolinergik enterik
menghambat motilitas kolon, terutama dikolon desendens.

 Sukralfat: adalah kompleks antara aluminium hidroksida dan sukrosa


octasulfate. Sukralfat merupakan substansi yang bekerja lokal pada lingkungan
asam ( pH < 4). Mekanisme kerja sukralfat adalah sukralfat bereaksi dengan
asam hidroklorit dalam lambung membentuk sebuah cross-linked yang
memiliki konsistensi kental seperti bahan perekat yang mampu bereaksi sebagai
buffer asam dalam waktu yang lama, yaitu 6-8 jam setelah diminum dalam dosis
tunggal. Sukralfat membentuk kompleks ulcer adheren dengan eksudat protein
seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan
asam, membentuk barier viskos pada permukaan mukosa lambung dan
duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk ikatan garam
dan empedu. Perlindungan fisik atau kompleks itu bersifat melindungi
permukaan ulkus dan mencegah kerusakan lebih lanjut oleh asam, pepsin dan
empedu. Kemungkinan sukralfat juga mencegah kembalinya difusi ion

2
hidrogen, penyerapan pepsin dan asam empedu, dan dapat menstimulasi
peningkatan dari prostaglandin E2, epidermal growth factors (EGF), fibroblast
growth factors dan mukus lambung.

 Omeprazole : termasuk dalam golongan Penghambat Pompa Proton (PPI),


merupakan benzimidazol tersubstitusi yang strukturnya menyerupai antagonis
H2 tetapi memiliki mekanisme kerja yang sangat berbeda. Omeprazol adalah
campuran rasemat isomer R- dan S-. Penghambat pompa proton diberikan
sebagai prekursor obat yang tidak aktif. Untuk melindungi prekursor obat yang
labil asam agar tidak cepat dihancurkan dalam lumen lambung. Setelah melalui
lambung dan masuk ke dalam lumen usus halus yang bersifat alkali, obat akan
larut dan prekursor obat akan diserap. PPI merupakan basah lemah lipofilik (pKa
4-5) dan berdifusi dengan cepat pasca absorbsinya diusus dan melintasi
membran lipid ke dalamkompartemen terasidifikasi (seperti kanalikulus sel
parietal). Didalam kompartemen terasidifikasi, prekursor obat dengan cepat
terprotonasi dan terkonsentrasi lebih dari 1000 kali lipat didalam kanalikulus
sel parietal, disana prekursor obat degan cepat mengalami konversi molekular
menjadi kation sulfonamida tiofilik yang aktif serta reaktif. PPI dengan cepat
mengalami metabolisme dihati serta hanya sedikit dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan dosis tidak diperlukan oleh penderita insufisiensi ginjal atau
penderita penyakit hati derajat ringan hingga sedang tetapi harus
dipertimbangkan pada gangguan hati berat.
PPI menghambat sekresi baik saat puasa maupun sekresi yang dipicu
oleh makanan karena obat karena obat-obat ini menyekat jaur final bersama
untuk sekresi asam yakni pompa proton. Pada dosis standar penghambat pompa
proton menghambat 90-98% sekresi 24 jam.

 Ranitidin : termasuk dalam golongan antagonis reseptor H2 merupakan salah


satu obat yang paling sering diresepkan. Ranitidin diserap diusus, mengalami
metabolisme lintas pertama dihati sehingga membuat bioavailabilitasnya
menjadi sekitar 50%. Waktu paruh berkisar dari 1-1,4 jam; namun durasinya
tergantung pada dosis yang diberikan. Antagonis H2 mengalami bersihan oleh
kombinasi metabolisme hati, filtrasi glomerulus,dan sekresi tubulus ginjal.

3
Penurunan dosis diperlukan oleh penderita insufisiensi ginjal sedang hingga
berat.
Antagonis H2 menunjukkan inhibisi kompetitif direseptor H2 sel parietal
dan menekan sekresi asam, baik sekresi asam basal maupun yang dirangsang
oleh makanan, secara linear dan bergantung pada dosis. Antagonis H2
mengurangi sekresi asam yang dirangsang oleh histamin serta gastrin dan agen
kolinomimetik.

 Metoclopramide dan Domperidon : adalah antagonis reseptor D2. Didalam


saluran cerna, aktivasi reseptor dopamin menghambat perangsangan otot polos
kolinergik; blokade efek ini dipercaya menjadi mekanisme kerja prokinetik
utama dari agen ini. Agen-agen ini meningkatkan amplitudo peristaltik
esofagus, meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah dan meningkatkan
pengosongan lambung tetapi tidak memiliki efek terhadap motilitas usus halus
atau kolon. Metoklorpamid dan domperidon juga menyekat reseptor dopamin
D2 dizona pemicu kemoreseptor dimedula oblongata yang menimbulkan
antimual dan antiemetik proton. Metoclorpamid dan domperidon sesekali
digunakan pada terapi GERD simptomatik tetapi tidak efektif bagi penderita
esofagitif erosif.

You might also like