Professional Documents
Culture Documents
1 Definisi
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik ular
berbisa ataupun tidak berbisa. Akibat dari gigitan ular tersebut dapat menyebabkan
kondisi medis yang bervariasi, yaitu:
3.2 Epidemiologi
Pria lebih sering digigit dibanding perempuan, kecuali tempat kerja yang lebih
didominasi perempuan. Usia umumnya untuk gigitan adalah anak-anak (WHO
UNICEF, 2008) dan dewasa muda. Ada beberapa bukti bahwa beberapa kasus kematian
pada pada anak-anak dan orang tua. Pada wanita hamil, gigitan ular membawa risiko
untuk ibu dan janin, seperti perdarahan dan aborsi. Kebanyakan gigitan ular terjadi pada
kaki dan pergelangan kaki pada pekerja pertanian.
Di negara-negara Regional SEA, risiko gigitan ular ini sangat terkait dengan
pekerjaan: pertanian (padi), bekerja di perkebunan (karet, kopi), menggiring, berburu,
pemancing dan pertanian, penangkapan dan penanganan ular untuk makanan (di
restoran ular), menampilkan dan tampil dengan ular (ular), kulit manufaktur (terutama
ular laut), dan pembuatan tradisional obat (Cina).
3.3 Etiologi
Tidak semua spesies ular memiliki bisa sehingga pada kasus gigitan ular perlu
dibedakan atas gigitan ular berbisa atau gigitan ular tidak berbisa. Ular berbisa yang
bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian depan
dari rahang atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum
hipodermik) atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam jaringan dari
korban. Selain melalui taring, bisa dapat juga disemburkan seperti pada ular kobra yang
meludah dapat memeras bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk semprotan
yang diarahkan pada mata korban. Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya
tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan
(apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang
terjadi.
Dari ribuan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari
golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. Di seluruh dunia dikenal
lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar 250 spesies.
Berdasarkan morfologi, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:
1. Familli Colubridae
Kebanyakan ular berbisa masuk dalam famili ini, misalnya ular pohon, ular sapi
(Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali
(Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Pada umumnya bisa
yang dihasilkannya bersifat lemah.
2. Famili Hydrophidae
Dikenal dengan nama ular laut. Merupakan anak suku dari Elapidae yang
semuanya hidup di dalam laut dengan bisa yang sangat kuat.
Gambar 2. Contoh jenis ular Famili Hydrophidae
3. Famili Elapidae
Memiliki taring pendek dan tegak permanen misalnya ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana),
dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas,
tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili
pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ
untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara
lubang hidung dan mata, misalnya ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa
ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang
dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala
segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Gambar 5. Perbedaan ular berbisa dan tidak berbisa
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar
yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang
terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya
terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama
protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Enzim ini dapat merusak mitokondria, sel darah merah, leukosit, platelet, saraf
tepi, otot skeletal, endotel vaskuler dan membrane-membran lain.
Menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps dan memicu pelepasan
histamin dan antikoagulan.
Berdasarkan patofisiologis yang dapat terjadi pada tubuh korban, efek bisa ular
dapat dibedakan menjadi:
1. Bisa hemotoksik
Bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah. Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehinggga sel darah merah menjadi hancur
dan larut (hemolysis) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput mukosa (lendir) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa neurotoksik
Bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak. Yaitu bisa ular yang merusak
dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit
sekitar luka tampak kebiruan dan hitam (nekrotik). Penyebaran dan peracunan
selanjut nya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan
susunan saraf pusat, seperti saraf pernapasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe.
3. Bisa sitotoksik
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di
bawah mata. Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya.
Taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap
gigitan bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman
yang diterima ular, serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi
panas dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang
dikeluarkan.
Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-
bahan penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah
diidentifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda potensial
untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ. Salah satu efeknya adalah
perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi. Efek lainnya,
berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstitial di paru-
paru.
1. Gigitan Elapidae
2. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Gejala lokal timbul dalam 15 menit, setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota tubuh.
3. Gigitan Hydropiridae
Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobinuria
yang ditandai dengan urin berwarna coklat gelap (penting untuk diagnosis),
kerusakan ginjal, serta henti jantung.
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
a. Bekas gigitan 2 taring
b. Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
c. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
a. Sama dengan derajat I
b. Petechie, echimosis
c. Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
a. Sama dengan derajat I dan II
b. Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
a. Sangat cepat memburuk
3.7 Diagnosa
1. Anamnesis
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik
lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting. Empat pertanyaan awal yang
bermanfaat:
a. Pada bagian tubuh mana Anda terkena gigitan ular? Dokter dapat melihat
secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya, adanya bekas
taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
b. Kapan dan pada saat apa Anda terkena gigitan ular? Perkiraan tingkat
keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu berlalu sejak
pasien terkena gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit segera
setelah terkena gigitan ular, bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan gejala
walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Bila pasien digigit
ular saat sedang tidur, kemungkinan ular yang menggigit adalah Kraits (ular
berbisa), bila di daerah persawahan, kemungkinan oleh ular kobra atau
russel viper (ular berbisa), bila terjadi saat memetik buah, pit viper hijau
(ular berbisa), bila terjadi saat berenang atau saat menyebrang sungai, kobra
(air tawar), ular laut (laut atau air payau).
c. Perlakuan terhadap ular yang telah menggigit Anda? Ular yang telah
menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari pasien.
Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular
tersebut dibawa bersama pasien saat datang ke rumah sakit, untuk
memudahkan identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila
spesies terbukti tidak berbahaya (atau bukan ular sama sekali) pasien dapat
segera ditenangkan dan dipulangkan dari rumah sakit.
d. Apa yang Anda rasakan saat ini? Pertanyaan ini dapat membawa dokter
pada analisis sistem tubuh yang terlibat. Gejala gigitan ular yang biasa
terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang mengalami trombositopenia
atau mengalami gangguan pembekuan darah akan mengalami perdarahan
dari luka yang telah terjdi lama. Pasien sebaiknya ditanyakan produksi urin
serta warna urin sejak terkena gigitan ular. Pasien yang mengeluhkan
kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan kabur atau ganda,
kemungkinan menandakan telah beredarnya neurotoksin.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital harus selalu dilakukan. Kemudian dicari tanda bekas
gigitas oleh ular berbisa. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit
menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak
ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi
cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan
tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan
banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut
antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan
lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi
lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
a. Umum (general)
Mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.
b. Kardiovaskuler (Viperidae)
Perdarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk perdarahan
yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah
menyembuh sebagian (oldrus-mene partly-healed wounds), perdarahan
sistemik spontan – dari gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial (meningism,
berasal dari perdarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh
perdarahan cerebral), hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria,
perdarahan pervaginam, perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan
mukosa (misalnya konjunctiva), kulit (petekie, purpura, perdarahan diskoid,
ekimosis), serta perdarahan retina.
e. Destruksi otot Skeletal (sea snake, beberapa spesies kraits, Bungarus niger and B.
candidus, western Russell’s viper Daboia russelii)
Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
g. Gejala endokrin
Insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis anterior.
Pada fase akut: syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun
setelah gigitan): kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan
libido, amenorea, atrofi testis, hipotiroidism.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
b. Pencitraan
3.8 Tatalaksana
1. Pertolongan pertama
Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan racun
(bisa ular), bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Hal-hal
yang harus dilakukan antara lain:
a. Tenangkan korban, karena panik akan membuat racun lebih cepat terserap.
b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat dengan
kain (untuk memperlambat penyerapan racun).
c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan racun
yang bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan yang
menyebabkan nekrosis.
b. Buat akses intravena, beri oksigen dan resusitasi lain jika diperlukan.
c. Lakukan anamnesa yang meliputi bagian tubuh mana yang tergigit, waktu
terjadinya gigitan dan jenis ular.
f. Anamnesa ulang mengenai riwayat imunisasi, beri anti tetanus toksoid jika
merupakan indikasi.
g. Rawat inap paling tidak selama 24 jam (kecuali jika ular yang menggigit
adalah jenis ular yang tidak berbisa).
Satu satunya terapi spesifik terhadap bisa ular adalah dengan anti venom.
Pemberian seawal mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Terapi ini
dapat diberikan jika tanda tanda penyebaran bisa secara sistemik ada. Untuk
efek lokal, anti venom biasanya tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam.
b. Neurotoksisitas.
a. Jika jenis ular diketahui, usahakan pemberian anti venom yang spesifik
(monovalen) karena akan lebih efektif dan efek samping yang lebih sedikit
b. Jika jenis ular tidak diketahui, manifestasi klinis mungkin dapat digunakan
untuk memperkirakan jenis ular:
b. Pemberian melalui rute intra vena. Larutkan anti venom pada cairan isotonik
(5-10 ml/kgBB, pada anak yang lebih besar atau orang dewasa larutkan dalam
500 ml) dan infus seluruhnya dalam 1 jam
Terdapat 3 tipe reaksi terhadap pemberian anti venom yang mungkin terjadi:
Jika terjadi hal seperti itu, hentikan pemberian anti venom, berikan
adrenalin IM (0,01 ml/kgBB), antihistamin (misal klorfeniramin 0,2
mg/kg), dan cairan resusitasi
b. Reaksi pirogenik
Jika berat, beri prednisolon oral (0,7-1 mg/kgBB/hari) selam 5-7 hari
4. Terapi Suportif
b. Analgesik
3.9 Monitoring
a. Keadaan umum dan vital sign, tanda envenomasi (keracunan) bisa ular,
pemeriksaan penunjang. Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan)
dari ular viper, observasi di Instalasi Gawat Darurat selama 8-10 jam,
dilanjutkan observasi di ruangan.