Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Atresia ani diduga
merupakan kelainan yang berhubungan dengan genetik dan lingkungan yang
1
diturunkan secara resesif autosomal, serta sering dikaitkan dengan sindrom
VACTERL (anomali vertebra, cardio, trakea, esophageal, renal, limb) yang
memiliki keterkaitan dasar genetik.7
2
1.2. Tujuan
Tujuandaripembuatanmakalahiniadalahuntukmenyampaikanlaporankasus
mengenai peritonitis
perforasi.Penyusunanlaporankasusinisekaligusuntukmemenuhipersyaratankegiata
n Program ProfesiDokter (P3D) di
DepartemenIlmuBedahFakultasKedokteranUniversitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintegrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang akan
dijumpai di lapangan.
BAB 2
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Anatomi
4
Rektum8
5
pararektalis pada tiap sisi rektum dibagian 1/3 superiornya. Fossa
pararektalis memungkinkan rektum untuk menggelembung.
b. Vaskularisasi rektum8
6
2.3. Etiologi
Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Diduga kelainan ini
dikarenakan ketidaksempurnaan dalam proses fusi. Pada atresia letak tinggi,
septum urorektal turun secara tidak sempurna/berhenti pada suatu tempat pada
jalan penurunannya. Atresia ani diduga merupakan kelainan yang berhubungan
dengan lingkungan dan genetik yang diturunkan secara resesif autosomal serta
sering dikaitkan dengan Sindrom VACTERL (anomali vertebrata, Anorektal,
Trakeal, Cardio, Esophageal, Renal, Limb) yang memiliki keterkaitan dasar
genetik. Menurut penelitian beberapa ahli, penyebab atresia ani karena
keterkaitannya dengan gen autosomal masih jarang terjadi. Orang tua yang
mempunyai gen karier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rektum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga
7
biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.4
2.4. Patofisiologi
2.5. Klasifikasi
KlasifikasiMalformasiAnorektalmenurutLevitdan Pena2
Pria Wanita
8
Fistula perineum Fistula perineum
Fistula rektouretra Fistula vestibular
Bulbar Kloaka persisten
Prostatik ≤ 3 cm saluran umum
Fistula leher rektobladder >3cm saluran umum
Anus imperforata tanpa fistula Anus imperforata tanpa fistula
Atresia rektum Atresia rektum
Defek kompleks Defek kompleks
Bucket handle : atau disebut gagang ember yaitu daerah lokasi anus
normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak
ada.
9
2. Rectourethral fistula
a. Bulbar b.
Prostatic
3. Bladder-neck fistula
10
Malformasi Anorektal pada perempuan3
1. Perineal fistula : terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi
anus normal.
11
3. Vagina fistula : mekonium tampak
keluar dari vagina. Evakuasi feses
bisa tidak lancar.
a. Low b. high
4. Kloaka:
12
6. Hidrocolpos : Hidrocolpos adalah distensi vagina yang disebabkan oleh
akumulasi cairan akibat obstruksi vagina bawaan
13
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai
60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
2.6. Diagnostik
14
Selama 24 jam pertama, bayi baru lahir hendaknya menerima cairan
intravena, antibiotik, dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah aspirasi.
Klinisi perlu menggunakan waktu ini untuk mengevaluasi adanya defek yang
terkait seperti malformasi jantung, atresi aesofagus dan masalah urologik. Sebuah
ekokardiogam perlu dilakukakn, dan bayi hendaknya diperiksa bila ada atresia
esofagus. Radiografi polos pada spinal lumbar dan sakrum perlu diambil untuk
mengevaluasi anomali hemovertebra dan sakrum. Ultrasonografi spinal membantu
menyaring untuk tethered cord dan masalah spinal lainnya. Ultrasonografi
abdomen memeriksa adanya hidronefrosis.2,5
15
struktur anatomi panggul bayi. Tren untuk memperbaiki defek ini tanpa
kolostomi protektif mesti diseimbangkan melawan pertimbangan bahwa
perbaikan tanpa kolostomi harus dilakukan dengan presisi anatomis menurut tipe
defek anorektal pasien yang spesifik. Komplikasi yang paling membahayakan
terlihat pada pasien yang dioperasi tanpa kolostomi, terjadi pada pasien dimana
ahli bedah tidak melakukan kolostogram distal preoperatif. Sementara mencari
rektum, ahli bedah mungkin menemukan secara tidak sengaja kerusakan uretra,
ektopik ureter, leher kandung kemih, vas deferen, atau vesikula seminalis.2
Seperti pada pria, langkah paling penting pada diganosis dan pengambilan
keputusan ialah inspeksi perineum. Pada 24 jam pertama perlu digunakan pula
untuk menyingkirkan defek terkait lain yang serius. Inspeksi perineum bisa
meneukan adanya orifisium perineum soliter. Temuan ini menyokong diagnosis
sebuah kloaka. Klinisi hendaknya mengetahui bahwa pasien itu mempunyai
16
kemungkinan besar untuk defek urologik. Adanya hidrokolpos hendaknya
disingkirkan dengan ultrasonografi.5
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinent feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel.5,8
17
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Sebagai hasilnya adalah defekasi secara teratur dan
konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian
akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.6
UMUR UKURAN
18
1 - 4 bulan #12
4 - 12 bulan #13
8 - 12 bulan #14
1 - 3 tahun #15
3 - 12 tahun #16
> 12 tahun #17
Frekuensi Dilatasi
tiap 1 hari 1x dalam satu bulan
tiap 3 hari 1x dalam satu bulan
tiap 1 minggu 2x dalam satu bulan
tiap 1 minggu 1x dalam satu bulan
tiap 1 bulan 1x dalam tiga bulan
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
19
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta
perawatan post operasi yang buruk dan konstipasi. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan
ada tidaknya fistula.
2.8. Prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai
pengendalian defekasi, Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter
pada colok dubur. Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter
atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak
ditemukannya metode PSARP
20
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Identitas Pasien
Nama : Nugraha Syarif
No RM : 74.53.20
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir/Usia : 31 Mei 2018/0 tahun 0 bulan 7 hari
Alamat : Jl. Hidayah Lk IV Blw Sicanang
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal Masuk : 3 Juni 2018
Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak ada anus
Telaah :
Hal ini dialami sejak lahir, namun baru diketahui orang tua os 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sejak lahir, os tidak BAB dan selalu muntah setiap
kali menyusu. Pada hari pertama isi muntah os bercampur dengan kotoran. Perut
os membesar sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam saat ini tidak ada.
Riwayat demam (+) 2 hari setelah lahir tetapi tidak pernah diukur orangtua os.
Riwayat kejang (-). BAK (+) normal warna urin kuning jernih.
21
Riwayat Penyakit Terdahulu : Os merupakan pasien rujukan dari RS Delima
oleh Sp.A
Riwayat Penggunaan Obat : Cefotaxime, Gentamisin, Nacl 0,9%
Riwayat Operasi : Tidak dijumpai
Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis, Menangis lemah, kurang aktif
Nadi : 120 x/menit
Frekuensi Nafas : 30 x/menit
Temperatur : 36,7oC
Status Generalisata
Kepala
Mata : Pupil isokor diameter 3 mm kanan=kiri, reflek
cahaya (+/+), konjungtiva palpebra anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis (-), OGT terpasang
Thoraks
Inspeksi : Tidak ada ketinggalan bernapas
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan : vesikuler
22
Suara Tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung : S1, S2 (+) normal, murmur (-)
HR= 120 x/menit; RR = 30x/menit
Abdomen
Inspeksi : Simetris membesar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Rigid (+), Distensi (+)
Genitalia : Laki-laki, Scrotum turun,
Anus : Dimple (+) tertutup
Ekstremitas
Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal
Terapi
- Inj. Cefotaxime 175mg / 12 jam/ iv
- Inj Gentamicin 17 mg/ 36 jam/ iv
- IVFD D5% NaCl 0,225% (400 cc) + D40% (70cc) + KCL 10 meq + Ca
Gluconas 10 cc
= 14 cc/ jam
Rencana
- Cek Laboratorium (darah lengkap, ureum, kreatinin, KGD sewaktu, AGDA,
elektrolit)
- Rencana Sigmoidectomy
23
Hasil Laboratorium
Hasil Radiologi
24
Gambar 3.1. Hasil Radiologi Tanggal 2 Juni 2018
Kesimpulan :
Sugesti atresia ani
Neonatal pneumonia
Saran :
Follow up foto thorax dan abdomen
25
Gambar 3.2. Hasil Radiologi Tanggal 4 Juni 2018
Kesimpulan :
Infiltrat minimal di paracardial kanan DD : bronkopneumonia
26
FOTO KLINIS
27
BAB 4
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
2 Juni Tidak Sens : CM Atresia ani -
2018 ada HR : 120 x/i letak tinggi
anus Temp : 38.7º C (malformasi
Pemeriksaan anorektal)
fisik:
Abdomen :
Inspeksi : -
Palpasi :
Soepel,
Perkusi: -
Auskultasi
: peristaltik
(-)
Hb : 14,5 g/dl
Ginjal
Leukosit : 16.320 /uL
Blood Urea Nitrogen (BUN) : 26 mg/dL
Hematocrit : 42 %
Ureum : 56 mg/dL
Trombosit : 330.000 /uL
28
Kreatinin : 2,05
Elektrolit mg/dL
Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 2,5 mEq/L
Klorida : 102 mEq/L
29
fasia dan kulit ke 8 penjuru
mata angin, usus dispur, usus
dibuka transversal
5. Operasi selesai
Intruski pasca bedah - Cek Lab Post Operasi
- Puasa sampai peristaltic (+)
- IVFD D5% NaCl 0,225%
40gtt/imikro
- Inj. Cefotaxim 75mg/12 jam
- TS lain sesuai TS Anak
30
stoma - Paracetamol
sinistra drip
(+), 120cc/kg/hari
Palpasi: - Inj.
soepel Cefotaxime
Perkusi: 175 mg/12
timpani jam/IV (H1)
Auskulta - Inj.
si: Gentamisin
peristalti 17 mg/36
k (-) jam/IV (H1)
- Inj.
Metronidazol
e V MD 25
mg/12 jam/IV
(H1)
Hb : 14,8 g/dl
Hati
Leukosit : 9.860 /uL
AST/SGOT : 49 U/L
Hematocrit : 43%
ALT/SGPT : 48 U/L
Trombosit : 344.000 /uL
Albumin : 2,6 g/dL
Elektrolit
Natrium : 151mEq/L
31
Kalium : 4,3mEq/L
Klorida : 106mEq/L
Tangga S O A P
l
4–7 Perut Sens : CM Post - Tatalaksan
Juni membesa HR : 130 Sigmoiosto asesuai TS
2018 rdijumpa x/i mi Anak
i RR : 42 a/iAtresia
x/i Ani (H2 –
Temp : H5)
37,1º C
Pemeriksaan
fisik:
Abdomen :
Inspeksi :
stoma
(+),
Palpasi :
soepel
Perkusi:
timpani
32
Auskulta
si :
peristalti
k (-)
IT Ratio : 0,01
Imunoserologi
Elektrolit
Vitamin D : 7,8 ng/mL
Phospor: 4,4mEq/L
Tiroid
Magnesium : 1,4mEq/L
Free T4 : 1,04 ng/dL
TSH : 1,29 μIU/mL
Autoimmune
CRP Kuantitatif : 0,7 mg/dL
33
BAB 5
DISKUSI KASUS
Teori Diskusi
Definisi dan Epidemiologi
Atresia ani atau anus imperforate disebut Seorang bayi laki-laki, NS, usia 2 hari,
sebagai malformasi anorektal atau dibawa orang tua ke IGD RSUP HAM
anomali anorektal, merupakan kelainan dengan keluhan tidak ada anus. Hal ini
bawaan (kongenital) yang ditandai dialami sejak lahir, namun baru
dengan tidak terdapatnya lubang anus diketahui orang tua os 2 hari sebelum
atau kurang lengkapnya pembukaan masuk rumah sakit. Sejak lahir, os
anus, baik lokasi maupun ukuran yang tidak BAB dan selalu muntah setiap
normal. Pada keadaan ini anus tidak kali menyusu. Pada hari pertama isi
memiliki lubang, kantung rektumnya muntah os bercampur dengan kotoran.
tampak buntu dan keduanya terpisah Perut os membesar sejak 2 hari
dengan jarak yang bervariasi. sebelum masuk rumah sakit.
Etiologi dan FaktorRisiko Riwayat kehamilan: Usia ibu saat
Etiologi: hamil 31 tahun. Orang tua os mengaku
Etiologi atresia ani belum diketahui tidak rutin ANC dan tidak pernah
34
secara pasti. Diduga kelainan ini dilakukan pemeriksaan USG. Riwayat
dikarenakan ketidaksempurnaan dalam sakit gula, darah tinggi, demam, dan
proses fusi. Pada atresia letak tinggi, konsumsi obat-obatan saat hamil tidak
septum urorektal turun secara tidak dijumpai. Os lahir secara SC dengan
sempurna/ berhenti pada suatu tempat BBL 4 kg dan PBL 51 cm Os lahir
pada jalan penurunannya. Atresia ani segera menangis. Riwayat biru saat
diduga merupakan kelainan yang lahir tidak dijumpai. Tidak terdapat
berhubungan dengan lingkungan dan riwayat keluarga dengan keluhan yang
genetik yang diturunkan secara resesif sama.
autosomal serta sering dikaitkan dengan
Sindrom VACTERL (anomali vertebrata,
Anorektal, Trakeal, Cardio, Esophageal,
Renal, Limb) yang memiliki keterkaitan
dasar genetik.
Manifestasi Klinis Pasien tidak BAB dan selalu muntah
setiap kali menyusu. Isi muntahan
Malformasi anorektal terjadi akibat
pada hari pertama bercampur dengan
kegagalan penurunan septum anorektal
kotoran. Perut pasien membesar.
pada kehidupan embrional. Manifestasi
Riwayat demam (+) 2 hari setelah
klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
lahir.
adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui
fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorsi sehingga terjadi asidosis
hipperchloremia, sebaliknya feses
mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Keadaan
ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90 % dengan fistula ke vagina
35
(revtovagina) atau perineum.
Diagnosis Anamnesis
Abdomen
Inspeksi: Simetris membesar
Auskultasi: Peristaltik (+)
normal
Perkusi: Timpani
Palpasi: Rigid (+), Distensi (+)
Genitalia:
PemeriksaanPenunjang
Laki-laki, Scrotum turun,
Pemeriksaan Laboratorium
Anus : Dimple (+) tertutup
Pemeriksaan Foto X-Ray Thorax
Pemeriksaan Laboratorium
02-06-2018
Hb/Ht/Leu/Trom:
14,5/42/16.320/330.000
36
KGDS : 463 mg/dL
Na/K/Cl: 133/2,5/102
Hasil Radiologi
Tgl : 02-06-2018 Foto
Kesimpulan:
Sugesti atresia ani
Neonatal pneumonia
Tgl : 04-06-2018 X-Ray Thorax
Kesimpulan :
Infiltrat minimal di paracardial kanan
DD/ bronkopneumonia
Penatalaksanaan Terapi
Penatalaksanaan atresia ani tergantung Terapi medikamentosa
klasifikasinya. Pada atresia ani letak - Inj. Cefotaxime 175mg / 12 jam/ iv
tinggi harus dilakukan kolostomi. - Inj Gentamicin 17 mg/ 36 jam/ iv
Tatalaksana Post-Operatif pada Kasus - IVFD D5% NaCl 0,225% (400 cc) +
D40% (70cc) + KCL 10 meq + Ca
Malformasi Anorektal
Gluconas 10 cc
Perawatan Pasca Operasi PSARP
= 14 cc/ jam
a. Antibiotik intra vena diberikan
Terapi Definitif
selama 3 hari, salep antibiotik
- Rencana Sigmoidectomy
diberikan selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal
dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan tiap minggu dilakukan anal
dilatasi dengan anal dilator yang
dinaikan sampai mencapai ukuran yang
sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah
masuk.
37
38
BAB 6
KESIMPULAN
Seorang bayi laki-laki, NS, usia 2 hari, dibawa orang tua ke IGD RSUP
HAM dengan keluhan tidak bisa BAB dan selalu muntah setiap kali menyusu.
Pasien kemudian didiagnosis dengan atresia ani dan ditatalaksana dengan : Inj.
Cefotaxime 175mg / 12 jam/ iv, Inj Gentamicin 17 mg/ 36 jam/ iv, IVFD D5%
NaCl 0,225% (400 cc) + D40% (70cc) + KCL 10 meq + Ca Gluconas 10 cc = 14
cc/ jam. Os telah dilakukan tindakan sigmoidectomy pada tanggal 2 Juni 2018.
39
DAFTAR PUSTAKA
40