You are on page 1of 14

MAKALAH

MUSYARAKAH DALAM PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Al Islam Study Al Qur’an

Dosen Pengampu : Nur Khaeriah, S.Th.I, M.Si

Disusun oleh :

Arien Silviah 161.111.040

Elis Ruhayati 160.111.070

Dendi Muhazir 160.111.071

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

2017

1|Page
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah Saw, sehingga atas rahmat dan karunia-Nya penyusunan
makalah yang bertemakan “Musyarakah dalam Prinsip-prinsip Ekonomi Islam” ini dapat
penulis selesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Al
Islam Studi Al Qur’an. Penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Nur Khaeriah, S.Th.I,
M.Si selaku dosen mata kuliah Al Islam Studi Al Qur’an yang sudah memberi tugas serta
petunjuk kepada penulis, sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penyempurnaan tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta apa yang menjadi tujuan penulis dapat tersampaikan dengan baik.

Oktober, Oktober 2017

Penulis

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
1.1 latar belakang .............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
2.1 Definisi ............................................................................................................................. 5
2.2 Rukun dan Syarat Musyarakah ........................................................................................ 7
2.2.1 Rukun......................................................................................................................... 7
2.2.2 Syarat ......................................................................................................................... 7
2.3 Jenis-jenis akad musyarakah ............................................................................................ 8
2.4 Distribusi Profit/laba ...................................................................................................... 11
2.5 Ketentuan-Ketentuan yang berkaitan dengan Musyarakah ............................................ 11
2.6 Berakhirnya Musyarakah ............................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 13

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berussaha, termasuk dalam kegiatan-


kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seorang dapat merencanakan suatu dengan sebaik-
baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorang pun
yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan
sebaik-baiknya, namun tetap memiliki resiko untuk ggal. Faktor ketidakpastian adalah faktor
yang usdah menjadi sunnatullah. Konsep bagi hasil dalam menghadapai ketidakpastian
merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi islam yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian
Islam. Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai
sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha,sehongga melanggar
aspek keadilan.

Musyarakah secara bahasa diambil dari Bahasa Arab yang berarti mencaampur. Dalam
hal ini mencampur satu modal yang lain sehingga tidak dapat dispisahkan satu sama lain.
Kata Syirksh dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il mudhari’)
syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar): artinya menjadi sekutuatau syarikat
(kamus Al munawar) menurut asli bahasa Arab berarti mencampurkan dua bgaian atau lebih
sehingga tidak bolehdibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainya. (an-nabhani)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pemgertian musyarakah?
2. Bagaimana rukun dan syarat musyarakah?
3. Apakah Jenis-jenis akad musyarakah?
4. Bagaimana Distribusi Profit/laba dalam musyarakah?
5. Apa Ketentuan-Ketentuan yang berkaitan dengan Musyarakah?
6. Bagaimana Berakhirnya Musyarakah?

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Kata musyarakah di dalam bahasa Arab berasal dari kata syaraka yang artinya
pencampuran atau keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan
sejumlah modal yang di tetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan
suatu usaha dan pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian yang ditentukan.
Musyarakah dapat juga di artikan sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau keahliannya
dengan kesepakan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama.

Para Ulama dari Mazhab Hanafi mendefinisikan musyarakah sebagai akad di antara
rekanan/partner pada modal dan profit, disebut juga sebagai syirkah al-aqad atau contractual
partnership. Para Ulama dari Mazhab Shafi’i mendefinisikan musyarakah sebagai konfirmasi
dari hak bersama dari dua orang atau lebih terhadap sebuah properti atau di sebut juga
syirkah al-mulk. Para Ulama dari Mazhab Hanbali mendefinisikan musyarakah sebagai hak
bersama dan kebebasan untuk menggunakan hak tersebut.

Sedangkan para ulama dari Mazhab Maliki mendefiniskannya sebagai pemberian izin
untuk bertransaksi, di mana setiap orang dari pada rekanan tersebut mendapat izin untuk
melakukan transkasi dengan menggunaka properti bersama, sementara itu pada saat yang
bersamaan masih memiliki hak untuk bertransaksi pada pihka lain dengan menggunakan
properti yang sama.

Dari semua definisi-definisi musyarakah tersebut di atas, definisi dari mazhab


Hanafilah yang lebih bisa menjelaskan essensi dari transaksi modern mengenai kontrak
kerjasama usaha/ bisnis partnership, dimana bentuk kerjasamanya adalah profit-and-loss-
sharing (PLS). Pada sistim kerjasama PLS ini, untung dan rugi di tanggung bersama.

5|Page
2.1.1 Sumber legalitas dari Musyarakah adalah Al-Qur’an dan Sunnah:

 Al-Qur’an: tafsir dari surat Al Maidah, ayat 2:


“tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa”.

Maksud dari pada ayat ini adalah Allah SWT telah berfirman agar manusia saling
tolong menolong dan bersama-sama berusaha untuk suatu tujuan yang baik , dengan
kata lain Musyarakah adalah sebuah bentuk usaha atas dasar saling tolong-menolong
antara sesama manusia dengan tujuan mendapatkan profit/laba, oleh sebab itu Prinsip
dari musyarakah ini sangat dianjurkan dalam agama Islam.
 Al-Qur’an: tafsir dari surat Al-Sad ayat 24 :

“ dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali kepada orang–orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini”.

Penggalan dari ayat Al-Qur’an ini mendukung keberadaan prinsip dari pada
musyarakah, dimana setiap partner dalam bisnis haruslah mempunya akhlak yang
baik pada saat melakukan usaha bisnisnya.

 Sunnah: Nabi Muhammad SAW dalam bentuk hadist qudsi mengatakan bahwa Allah
telah berfirman:

“Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak
mengkhianati yang lainnya”.

Hadist ini memberikan indikasi bahwa Allah akan selalu menjaga setiap bisnis partner
beserta usaha/bisnis bersama mereka. Untuk itu setiap Muslim dianjurkan untuk dapat
melakukan kerjasama bisnis, dengan catatan setiap mitra/partner adalah orang yang
jujur dan menghormati hak masing-masing dari para mitra bisnisnya.

6|Page
2.2 Rukun dan Syarat Musyarakah

2.2.1 Rukun
Rukun merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu transaksi (necessary
condition) begitu pula pada transaksi yang terjadi pada kerja sama bagi hasil al-Musyarakah.
Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada
tiga yaitu :

 Pelaku, bisa berupa penjual dan pembeli (dalam kad jual beli), penyewa-pemberi
sewa (dalam akad sewa-menyewa), dan dalam hal ini pemberi modal-pelaksana usaha
(dalam akad al-Musyarakah)
 Objek, dari semua akad diatas dapat berupa uang, barang atau jasa. Tanpa objek
transaksi, mustahil transakasi akan tercipta.
 Sighah/Ijab-kabul, adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bertransakasi.

2.2.2 Syarat
Syarat adalah sesuatu yang keberadaanya melengkapi rukun (sufficient condition). Bila rukun
dipenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut
menjadi fasid (rusak). Demikian menurut mazhab hanafi. Seperti syarat berikut:

 Perserikatan itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan. Artinya, salah satu pihak
jika bertindak secara hukum terhadap objek perserikatan itu dengan izin pihak lain,
dianggab sebagai seluruh wakil pihak yang berserikat.Barang dan jasa harus halal
sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum
syariah.
 Presentase pembagian keuntungan untuk masin-masing pihak yang berserikat
dijelaskan ketika berlangsungnya akad. Keuntungan itu diambil dari hasil laba harta
perserikatan, bukan dari harta lain. Modal, harga barang dan jasa harus jelas.
 Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya
transportasi. Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak
boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada
transaksi short sale dalam pasar modal.

7|Page
Ketentuan mengenai modal:

 Kontribusi modal dapat berbentuk tunai, emas,perak atau benda lain yang nilai nya
sama dengan tunai,emas atau perak. Jumhur Ulama telah sepakat akan hal ini dan
tidak ada perdebatan mengenai modal untuk aqad musyarakah ini.
 Modal dapat berbentuk komoditi, properti atau equipment, dapat pula berbentuk
intangible right atau trademark, dan hak yang serupa dengan catatan nilai dalam
bentuk tunai nya sama dengan yang sudah di sepakati di antara partner/mitra bisnis.

Para Ulama dari Mazhab Shafi’i dan Maliki mensyaratkan bahwa modal harus di campur
agar tidak terjadinya perlakuan hak istimewa dalam pengelolalan bisnis diantara para mitra..
Sedangkan para ulama Mazhab Hanafi tidak mensyaratkan kondisi ini apabila modal dalam
bentuk tunai, sementara Para Ulama Mazhab Hanbali tidak menentukan keharusan untuk
pencampuran modal.

2.3 Jenis-jenis akad musyarakah

Musyarakah di bagi dalam 2 jenis: syirkah al-inan atau unequal-shares partnership, dan
syirkah al-mufawadah atau equal-shares partnership.

1) Syirkah al-Inan, dimana dua orang atau lebih memberikan penyertaan modalnya
dengan porsi yang berbeda, dengan bagi hasil keuntungan yang di sepakati bersama,
dan kerugian yang di derita akan di tanggung sesuai dengan besarnya porsi modal
masing-masing. Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab dapat di tentukan dengan
kesepakatan bersama dan tidak tergantung dari porsi modalnya. Begitu juga dengan
keuntungan yang di dapat, tidak tergantung dari porsi modal, tapi disesuaikan dengan
perjanjian dimuka.

Setiap mitra pada syirkah al-inan ini bertindak sebagai wakil daripada mitra yang
lainnya dalam hal modal dan pekerjaan yang di lakukan untuk keperluan transaksi
bisnisnya. Setiap mitra tidak saling memberikan jaminan pada masing masing mitra
bisnisnya. Akad musyarakah ini tidak mengikat dan pada saat tertentu, setiap
partner/mitra bisnis berhak memutuskan untuk mengundurkan diri dan membatalkan
kontrak kerjasama ini dan menjual sahamnya kepada mitranya atau pihak yang lain
yang bersedia menjadi mitra baru dari usaha bisnis tersebut.

8|Page
2) Syirkah al-mufawadah, pada musyarakah jenis ini, setiap partner menyertakan modal
yang sama nilainya, mendapatkan profit sesuai dengan modalnya, begitu juga dengan
kerugian, ditanggung bersama-sama sesuai dengan modalnya. Para Ulama dari
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa setiap partner saling menjamin/garansi bagi
partner yang lainnya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang ini
sebagai bentuk partnership yang legal. Sementara para ulama dari mazhab Shafi’i dan
Hanbali memandang bahwa yang dipahami oleh mazhab Hanafi adalah illegal dan
tidak mendasar. Pada applikasi modern jenis syirkah ini dapat diimplementasikan
sepanjang hak dan kewajiban dari masing-masing partner disebutkan pada perjanjian
kontrak kerjasamanya. Sesungguhnya syirkah jenis mufawadah sangat sulit
diapplikasikan karena mulai dari modal, kerja dan keahlian dari setiap partner dalam
mengelola bisnis harus semuanya sama porsinya.

Dilihat dari modal dan jenis pekerjaannya, Musyarakah dapat dibagi lagi menjadi tiga
kelompok:

a) shirkah al-amwal: modal dalam bentuk uang dimana setiap partner menempatkan
dananya untuk keperluan investasi pada suatu perusahaan komersil.
b) shirkah al-amal: modal dalam bentuk kerja, dimana dua orang seprofesi bekerjasama
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan mengambil keuntungan dari pekerjaan
itu. Misalnya: kerjasama dua orang penjahit dalam menerima pekerjaan untuk
menjahit seragam kantor.
c) shirkah al-wujuh: modal dalam bentuk reputasi atau keahlian dalam bisnis, dimana
dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali membeli barang secara
kredit dari suatu perusahaan dan menjual kembali pada pihak lain secara tunai.
Keuntungan dari hasil penjualan tesebut di bagi bersama

Dalam semua bentuk syirkah tersebut, berlaku ketentuan sebagai berikut: bila bisnis untung
maka pembagian keuntungannya didasarkan menurut nisbah bagi hasil yang telah disepakati
oleh pihak-pihak yang bercampur. Bila bisnis rugi, maka pembagian kerugiannya didasarkan
menurut porsi modal masing-masing pihak yang bercampur.

Perbedaan penetapan ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan menyerap (absorpsi)


untung dan rugi. Untung sebesar apapun dapat diserap oleh pihak mana saja. Sedangkan bila
rugi, tidak semua pihak memiliki kemampuan menyerap kerugian yang sama. Dengan

9|Page
demikian, bila terjadi kerugian, maka besar kerugian yang ditanggung disesuaikan dengan
besarnya modal yang diinvestasikan kedalam bisnis tersebut.

Dengan demikian, dalam syirkah Mufawadhah karena porsi modal pihak-pihak yang
berserikat besarnya sama, besarnya jumlah keuntungan maupun kerugian yang diterima bagi
masing-masing pihak jumlahnya sama pula. Dalam syirkah ‘Inan, karena jumlah porsi modal
yang dicampurkan oleh masing-masing pihak berbeda jumlahnya. Maka jumlah keuntungan
yang diterima berdasarkan kesepakatan nisbah. Sedangkan bila rugi, maka masing-masing
pihak akan menanggung kerugian sebesar proporsi modal yang ditanamkan dalam syirkah
tersebut.

Dalam syirkah wujuh, bila terjadi laba, keuntunganpun dibagi berdasarkan


kesepakatan nisbah antara masing-masing pihak. Sedangkan bila rugi, hanya pemilik modal
saja yang akan menanggung kerugian finansial yang terjadi. Pihak yang menyumbangkan
reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung kerugian finansial, karena ia tidak
menyumbangkan modal finansial apapun. Namun demikian, pada dasarnya ia tetap
menanggung kerugian pula, yakni jatuhnya reputasi/nama baiknya.

Dalam syirkah ‘Abdan, demikian pula halnya. Bila mendapatkan laba, laba itu akan
dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat. Sedangkan bila
terjadi kerugian, maka kedua belah pihak akan sama-sama menanggungnya, yakni dalam
bentuk hilangnya segala jasa yang telah mereka kontribusikan.

Musyarakah dapat juga di applikasikan ke dalam skema pembiayaan Bank,


diantaranya adalah:
1. Pembiayaan Proyek
Musyarakah dapat di lakukan pada sebuah proyek yang sebagian modalnya dibiayai
oleh bank dan setelah proyek itu selesai bank dapat melepas kemitraannya dan
menjual kembali bagian dari sahamnya kepada nasabah.
2. Pembiayaan L/C
Musyarakah dapat pula digunakan untuk pembiayaan export atau import dengan
menggunakan letter of credit atau L/C.
3. Modal Kerja/working capital
Musyarakah dapat digunakan juga untuk modal kerja sebuah usaha atau bisnis.

10 | P a g e
2.4 Distribusi Profit/laba

Ada beberapa syarat dan ketentuan dalam hal pembagian keuntungan dari akad Musyarakah:

1. Proporsi profit/laba diantara mitra harus disepakati bersama dimuka dan


dituangkan dalam akad.
2. Profit rasio harus ditentukan berdasarkan hasil dari keuntungan yang nyata dan
tidak harus tergantung dari besarnya modal yang telah diinvestasikan oleh masing-
masing mitra bisnis.
3. Tidak boleh dalam bentuk nilai yang pasti atau fixed amount tetapi harus dalam
bentuk persentase.

Dalam pembagian profit ini, para Ulama dari Mazhab Maliki dan Shafi’i mempunyai
pandangan bahwa sangatlah penting agar legalitas dari Musyarakah ini terjaga apabila
pembagian profit sesuai dengan proporsi modal yang di setorkan, misalnya kalau modalnya
30% maka pendapatan profitnya juga harus 30%. Namun Para Ulama dari Mazhab Hanbali
mempunyai pandangan yang berbeda, dimana mereka mengatakan bahwa rasio pendapatan
keuntungan boleh saja berbeda persentasenya dari modal yang disetor, sepanjang hal itu
disepakati bersama oleh semua bisnis partnernya.

Sementara itu, para Ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rasio laba/profit
ratio boleh tidak sama dengan rasio modal pada kondisi yang normal. Apabila salah seorang
bisnis partner mensyaratkan di dalam akad bahwa beliau tidak akan turut serta dalam
mengelola bisnis tersebut, yang hanya akan menjadi sleeping partner dan hanya menyetorkan
modal nya saja, maka bagian dari laba yang akan di dapat nya hanya sebatas proporsi
modalnya saja/persentasenya sesuai dengan modal yang di setorkan.

2.5 Ketentuan-Ketentuan yang berkaitan dengan Musyarakah

Ketentuan umum pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:

 Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola
bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan
usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
 Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek muyarakah.
 Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus
diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian
dibagi sesuai dengan konstribusi modal. Proyek yang dijalankan harus disebutkan
11 | P a g e
dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama
bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.

2.6 Berakhirnya Musyarakah

Berakhirnya kerja sama bagi hasil al-Musyarakah apabila dalam transaksi tersebut
terdapat kemungkinan, menjadi haram atau akadnya yang tidak sah, serta pemilik modal atau
pelaksana usaha yang melakukan tindakan seperti faktor-faktor berikut ini:

 Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.


 Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
 Memberi pinjaman kepada pihak lain.
 Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
 Salah satu pihak menarik diri dari perserikatan, krena menurut pakar fiqh, akad
perserikatan itu tidak bersikat mengikat, dalam artian tidak boleh dibatalkan.
 Salah satu pihak yang berserikat menjadi tidak cakap hukum (seperti gila yang sulit
disembuhkan).

12 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau
serikat atau kongsi). Transaksi musyara-kah dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara ber-sama-sama.
Termasuk dalam golongan musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua
pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber
daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa
dana,barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian
(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten
atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi
masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat
fleksibel.

13 | P a g e
References:

1.Briefcase Book Edukasi Professional syariah, 2005, “ Cara mudah memahami akad akad
syariah, Al-syirkah atau musyarakah”. Penyunting: Dr. M. Firdaus NH, Sofiniah Ghufron, M.
Aziz Hakim, Mukhtar Alshodiq.

2.INCEIF 2006, Applied Shariah in Financial Transactions, Topic 4, Musharakah.

14 | P a g e

You might also like