You are on page 1of 8

JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI

Volume 6 Nomor 2 (2018) 174-181


DOI: 10.20473/jbe.v6i22018.174-181
p-ISSN: 2301-7171 ; e-ISSN: 2541-092X
Website: http://journal.unair.ac.id/index.php/JBE/
Email:jbepid@gmail.com

PENGARUH BERAT BADAN LAHIR RENDAH TERHADAP KEJADIAN


IKTERUS NEONATORUM DI SIDOARJO
The Effect of Low Birth Weight on the Incidence of Neonatal Jaundice in Sidoarjo

Ndaru Puspita
FKM UA, puspita.ndaru@gmail.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRAK


Article History: Latar Belakang: Kejadian ikterus neonatorum pada Bayi Berat Lahir
Received November, 22th, 2018 Rendah (BBLR) rata-rata menyebabkan kematian. Survei
Revised form March, 14th, 2018 pendahuluan yang diambil dari ruang neonatus RSUD Sidoarjo
Accepted March, 19th, 2018 (periode Januari-Desember 2013) didapatkan kejadian BBLR
Published online August, 30th, 2018
sebanyak 391 dari 3.210 persalinan (12%) dan kejadian ikterus
sebanyak 375 dari 3.873 bayi (9%). Tujuan: Penelitian ini bertujuan
Kata Kunci:
bayi berat lahir rendah;
untuk mempelajari pengaruh BBLR terhadap kejadian ikterus
cross sectional study; neonatorum di RSUD Sidoarjo. Metode: Rancangan penelitian
ikterus neonatorum; adalah cross sectional study. Populasi penelitian adalah semua bayi
rumah sakit baru lahir di ruang neonatus di RSUD Sidoarjo sejumlah 190 bayi.
Sampel penelitian menggunakan rumus Slovin yang didapatkan
Keywords: sampel sejumlah 129 bayi baru lahir di ruang neonatus di RSUD
low birth weight baby; Sidoarjo. Teknik pengambilan sampel dengan cara simple random
cross sectional study; sampling. Variabel yang digunakan yaitu Bayi Berat Lahir Rendah
neonatal jaundice; (BBLR) dan kejadian ikterus neonatorum. Data yang dikumpulkan
hospital adalah data sekunder berkaitan dengan BBLR dan ikterus neonatorum
yang diperoleh melalui catatan rekam medik. Analisis data dengan
menggunakan uji chi square yang digunakan untuk mencari pengaruh
BBLR terhadap kejadian ikterus neonatorum. Hasil: Penelitian ini
menunjukkan bahwa kejadian BBLR sebesar 21,71% dan kejadian
ikterus neonatorum sebesar 29,46%. Bayi BBLR yang mengalami
ikterus neonatorum sebesar 17,80%. Hasil analisis chi square
mempunyai nilai p = 0,01 (p < 0,05) yang berarti BBLR berpengaruh
terhadap kejadian ikterus neonatorum di RSUD Sidoarjo.
Kesimpulan: BBLR memengaruhi kejadian ikterus neonatorum.

©2018 Jurnal Berkala Epidemiologi. Penerbit Universitas Airlangga.


Jurnal ini dapat diakses secara terbuka dan memiliki lisensi CC-BY-SA
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
ABSTRACT
Background : The incidence of neonatal jaundice on low birth weight
babies (BBLR) are mostly lead to mortality. A preliminary survey in
the neonatal room of the public hospital (RSUD) Sidoarjo in January
to December 2013 showed that there were 391 (12%) babies born
with low birth weight from 3.210 natalities with 375 (9%) neonatal
jaundice recorded from 3.878 babies. Purpose: This study aimed to
investigate the influence of low birth weight on the incidence of
neonatal jaundice in RSUD Sidoarjo. Methods: The study design was
175 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, , 6 (2) 2018, 174-181

a cross-sectional study with a total of 190 babies included as the


study population. However, there were only 129 babies selected as
respondents determined from solving formula with randomized
sampling method. There were two variables measured in this study,
namely low birth weight, and neonatal jaundice incidents. The
secondary data were obtained from patients’ medical records and
were analyzed through a chi square test to investigate the correlation
between the two variables. Results: Results showed that the
percentage of babies born with low birth weight was 21,71% and the
neonatal jaundice was 29,46%. The number of babies suffered from
neonatal jaundice with low birth weight was 17,80% with p = 0,01.
Conclusion: By all means, the low birth weight has a contribution in
the incidence of neonatal jaundice in RSUD Sidoarjo

©2018 Jurnal Berkala Epidemiologi. Published by Universitas Airlangga.


This is an open access article under CC-BY-SA license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

PENDAHULUAN Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia


mencapai 50% bayi cukup bulan dan kejadian
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada (premature) mencapai 58%. Rumah Sakit Dr.
tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran. Sarditjo melaporkan kejadian ikterus neonatorum
Sebagian besar bayi baru lahir, terutama bayi yang pada bayi cukup bulan sebanyak 85% yang mana
kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau usia memiliki kadar bilirubin di atas 5 mg/dl dan
gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada 23,80% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dl.
minggu awal kehidupannya (Maulida, 2014). Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Dr. Kariadi
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Semarang melaporkan bahwa insiden ikterus
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun fisiologis paling sering terjadi jika dibandingkan
2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. ikterus patologis dengan angka kematian terkait
Kematian neonatus terbanyak di Indonesia hiperbilirubin sebesar 13,10%. Insiden ikterus
disebabkan oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir neonatorum di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Rendah (BBLR) dan prematuritas (34%), sepsis Surabaya sebesar 13% dan 30% (Hafizah &
(12%), hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%), Imelda, 2013). Penelitian di RSUD Dr. Adjidarmo
postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%) per Rangkasbitung oleh Putri & Rositawati (2016)
1.000 kelahiran hidup (Ratuain, Wahyuningsih, & angka kejadian bayi ikterus neonaotum tahun 2013
Purmaningrum, 2015). Keberhasilan upaya yaitu 4,77%. Angka kejadian ikterus neonatorum
kesehatan bayi baru lahir 0-28 hari (neonatal) tahun 2014 yaitu 11,87%.
dapat dilihat dari penurunan Angka kematian Ibu BBLR menjadi salah satu penyebab ikterus
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). neonatorum. Konsentrasi bilirubin serum
Penurunan AKB berdampak langsung pada meningkat 10 mg% pada bayi dengan BBLR dan
meningkatnya usia harapan hidup dalam 12 mg% saat bayi cukup bulan. Kenaikan bilirubin
menimbang keberhasilan pembangunan kesehatan 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Ikterus yang
(Hafizah & Imelda, 2013). diikuti terjadinya hemolisis (inkompatibilitas
Kejadian ikterus neonatorum menjadi darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis
penyebab yang paling banyak terjadi pada (Sholiha & Sumarmi, 2015). Prevalensi bayi
kelahiran neonatal. 30-50% bayi baru lahir BBLR dapat diperkirakan 15% dari kelahiran di
mengalami ikterus neonatorum. Ikterus dunia dengan batasan 3,30%–3,80%. Mayoritas
neonatorum terjadi 3-5 hari setelah kelahiran bayi BBLR terjadi di negara berkembang dengan
(Viswanath, Menon, Phabhuji, Kailasam, & keterbatasan sosial ekonomi (Tazkiah, Wahyuni, &
Kumar, 2013). Ikterus neonatorum pada bayi saat Martini, 2013). Negara berkembang lebih banyak
lahir biasa terjadi saat 25-50% neonatus yang mengalami BBLR dengan angka kejadian 16%
sudah cukup bulan dan sangat meninggi lagi untuk (Shinta, 2014).
neonatus belum cukup bulan (Vivian, 2010). Seluruh bayi dengan BBLR mengalami
kematian neonatal di Kecamatan Kanor Kabupaten
176 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 174-181

Bojonegoro sejumlah 8 bayi (100%). Bayi Data yang dikumpulkan adalah data sekunder
meninggal kurang dari 28 hari. Mayoritas bayi yang berkaitan dengan BBLR dan ikterus
dengan BBLR meninggal dikarenakan bayi neonatorum yang diperoleh melalui catatan
mengalami komplikasi atau gangguan kesehatan melalui catatan rekam medik. Data sekunder
serius seperti bayi mengalami kejadian ikterus meliputi data jenis janin dan paritas yang juga
neonatorum (Tyas & Notobroto, 2014). diambil melalui rekam medik.
Survei pendahuluan di ruang neonatus Analisis yang digunakan yaitu analisis
(periode Januari-Desember) tahun 2010 di univariat dan bivariat. Analisis univariat
dapatkan BBLR sebanyak 391 dari 3.210 merupakan analisis data pada penelitian ini secara
persalinan (12%) dan kejadian ikterus sebanyak deskriptif bertujuan untuk memaparkan atau
375 dari 3.873 bayi (9%) di RSUD Sidoarjo. mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian. Analisis bivariat merupakan analisis
tingginya kejadian BBLR yang dihubungkan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
dengan ikterus neonatorum di RSUD Sidoarjo. dengan menggunakan uji chi square dengan
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh tingkat derajat kepercayaan (α) sebesar 0,05.
BBLR terhadap kejadian ikterus neonatorum di
RSUD Sidoarjo. HASIL

METODE Identifikasi Jenis Kelahiran, Status Paritas, Status


BBLR, dan Kejadian Ikterus Neonatorum
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif Hasil analisis univariat ini menampilkan
kuantitatif yang menggunakan desain penelitian jumlah kelahiran, status paritas, status BBLR, dan
cross sectional study. Populasi penelitian adalah kejadian ikterus neonatorum (Tabel 1). Jumlah
semua bayi baru lahir di ruang neonatus RSUD kelahiran bayi meliputi kelahiran tunggal dan
Sidoarjo tahun 2013 sejumlah 190 bayi. Teknik gemelli. Status paritas menampilkan primipara,
pengambilan sampel pada penelitian dilakukan multipara dan grandepara. Status BBLR
dengan simple random sampling yaitu teknik menampilkan bestatus BBLR dan tidak BBLR.
penentuan sampel yang dilakukan secara acak dari Kejadian ikterus neonatum menampilkan bayi
populasi yang tersedia. Sampel penelitian ini terserang ikterus neonatorum dan bayi tidak
adalah sebagian bayi baru lahir di ruang neonatus terserang ikterus neonatorum. Mayoritas kelahiran
RSUD Sidoarjo sejumlah 129 orang. Besar sampel bayi baru lahir di RSUD Sidoarjo yaitu kelahiran
didapat dari rumus Slovin (1960) sebagai berikut: bayi tunggal (87,60%), ibu berstatus primipara
(31,78%) , tidak mengalami BBLR (78,29%), dan
tidak mengalami ikterus neonatorum (70,54%).
Identifikasi jenis kelahiran dengan kejadian
BBLR pada bayi di RSUD Sidoarjo tahun 2013
Variabel independen penelitian meliputi dapat dilihat pada Tabel 2. Jenis kelahiran dapat
BBLR yaitu Bayi Berat Lahir Rendah (kurang dari dibagi menjadi 2 kategori yaitu kelahiran tunggal
2.500 gram) yang berada di ruang bayi RSUD dan kelahiran gemelli. Kelahiran tunggal yaitu
Sidoarjo periode bulan Juni 2013 berdasarkan kelahiran ibu dengan satu janin, sedangkan
catatan rekam medik. Kategori BBLR kelahiran gemelli atau kelahiran kembar yaitu
dikelompokkan menjadi dua kategori, dikatakan kelahiran ibu dengan lebih dari satu janin. Kondisi
“Ya” jika bayi lahir dengan berat badan < 2.500 kelahiran bayi dapat berkaitan dengan BBLR
gram, dikatakan “Tidak” jika bayi lahir dengan dimana BBLR juga akan berkaitan dengan
berat badan ≥ 2.500 gram. kejadian ikterus neonatorum.
Variabel dependen penelitian yaitu ikterus Identifikasi jenis kelahiran dengan kejadian
neonatorum. Bayi yang mengalami ikterus BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) pada bayi di
neonatorum berdasarkan catatan rekam medik dari RSUD Sidoarjo dapat diketahui pada Tabel 2.
hasil pemeriksaan laboratorium periode bulan Juni Hasil tabulasi silang antara jenis kelahiran dengan
2013. Kategori ikterus neonatorum dikelompokkan kejadian BBLR di RSUD Sidoarjo tahun 2013
menjadi dua kategori, dikatakan “Ya”, jika kadar menunjukkan bahwa mayoritas bayi yang dengan
bilirubin dari pemeriksaan serum indirect > 12 jenis kelahiran tunggal tidak mengalami BBLR
mg% saat bayi cukup bulan dan 15 mg% pada bayi (70,54%). Hasil yang sama juga didapatkan pada
belum cukup bulan dan dikatakan “Tidak”, jika bayi dengan kelahiran gamelli yang menyatakan
kadar bilirubin serum yang ada pada darah direct < bahwa mayoritas bayi dengan jenis kelahiran
1 mg%, indirect < 2 mg%. gemelli tidak mengalami BBLR (7,85%).
177 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 174-181

Penelitian dengan variabel jenis kelahiran semakin besar pula bayi beresiko terkena ikterus
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan neonatorum.
antara kelahiran tunggal dan kelahiran gemelli Hasil penelitian diperkuat dengan data
dikarenakan distribusi paling banyak berada pada kejadian bahwa 23 bayi (17,83%) yang dalam
bayi dengan tidak BBLR. Bayi dengan jenis kategori lahir dengan kondisi BBLR mayoritas
kelahiran tunggal dan bayi dengan jenis kelahiran mengalami kejadian ikterus neonatorum,
gemelli sama-sama berpeluang untuk tidak terkena sedangkan untuk bayi yang tidak terlahir dalam
BBLR. kategori BBLR menunjukkan tidak menderita
penyakit ikterus neonatorum (66,67%) artinya
Tabel 1 kecenderungan BBLR menjadi penyebab ikterus
Distribusi Frekuensi Kelahiran, Paritas, BBLR, neonatorum terjadi di RSUD Sidoarjo pada bulan
Ikterus Neonatorum pada Bayi di RSUD Sidoarjo Juni 2013.
Tahun 2013
Frekuensi Persentase PEMBAHASAN
Variabel
(n) (%)
Kelahiran Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Tunggal 113 87,60 sebagian besar responden lahir dengan kelahiran
Gemelli 16 12,40 tunggal, lahir dari ibu dengan status primipara,
Paritas tidak BBLR, dan tidak mengalami kejadian ikterus
Primipara 67 51,94 neonatorum. BBLR memiliki kaitan dengan
Multipara 41 31,78 berbagai faktor. Faktor yang terdapat individu
Grandepara 21 16,28 yaitu dari ibu dan faktor dari janin, serta faktor
BBLR sosial ekonomi. Faktor yang terdapat dari ibu
Ya 28 21,71 biasanya yaitu riwayat kelahiran prematur,
Tidak 101 78,29 perdarahan antepartum, kekurangan nutrisi,
Ikterus Neonatorum penyakit kronik, usia, jarak kehamilan, mengalami
Ya 38 29,46 trauma, paritas, dan hidromnion, serta adanya
Tidak 91 70,54 penyakit infeksi. Faktor yang terdapat dari janin
Total 129 100,00 yaitu adanya cacat bawaan dan kehamilan ganda
(Tyas & Notobroto, 2014). Penelitian Zuppa et al
Analisis Pengaruh BBLR terhadap Kejadian (2017) menunjukkan bahwa beberapa bayi yang
Ikterus Neonatorum berada di Italia, Amerika Serikat dan Asia Selatan
Analisis pengaruh BBLR terhadap kejadian rata-rata tidak memiliki perbedaan terhadap risiko
ikterus neonatorum pada bayi di RSUD Sidoarjo terkena ikterus neonatorum. Sebagian besar bayi
tahun 2013 dapat diketahui menggunakan uji yang menderita ikterus neonatorum berhubungan
statistik chi square dengan tingkat kepercayaan dengan penurunan berat badan lahir di bawah
0,05 (Tabel 3). Hasil analisis chi square normal.
menunjukkan bahwa nilai p = 0,01 (p < 0,05) yang Kelahiran tunggal yang terjadi di RSUD Dr.
artinya terdapat pengaruh bayi dengan BBLR Soetomo lebih banyak dibandingkan dengan
terhadap kejadian ikterus neonatorum pada bayi di kelahiran gemelli. Penelitian Sulistyorini &
RSUD Sidoarjo tahun 2013. Hasil analisis tersebut Siswoyo (2014) menjelaskan bahwa kejadian
menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR berisiko BBLR lebih banyak ditemukan pada kelahiran
lebih tinggi mengalami kejadian ikterus gemelli (kembar) daripada tunggal.
neonatorum daripada bayi yang tidak BBLR.
Semakin rendah berat badan lahir bayi, maka

Tabel 2
Identifikasi Jenis Kelahiran dengan Kejadian BBLR pada Bayi di RSUD Sidoarjo Tahun 2013
Kejadian BBLR
Total
Kelahiran Iya Tidak
n % n % n %
Tunggal 22 17,11 91 70,54 113 87,60
Gemelli 6 4,65 10 7,85 16 12,40
Total 28 21,71 101 78,29 129 100,00
178 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 174-181

Tabel 3
Analisis Pengaruh BBLR terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum pada Bayi di RSUD Sidoarjo Tahun 2013
Kejadian Ikterus Neonatorum
Berat Badan Lahir
Ya Tidak Total p
Rendah
n % n % n %
Ya 23 17,83 5 3,88 28 21,71
0,01
Tidak 15 11,63 86 66,67 101 78,29
Total 38 29,46 91 70,54 129 100,00

Adanya perbedaan pembagian darah secara memenuhi (Putri & Rositawati, 2016). Penyebab
fisiologis pada plasenta untuk kedua yang kejadian berat bayi lahir rendah dipengaruhi oleh
menyebabkan berat yang rendah pada kelahiran, dua faktor yaitu faktor internal dan ekternal.
serta adanya asupan gizi yang kurang adekuat dan Faktor internal termasuk kategori faktor ibu, janin,
dapat menyebabkan terjadinya anemia atau dan uterus-plasenta. Faktor eksternal termasuk
penyakit defisiensi gizi mikro lainnya. Kematian kategori faktor sosial dan lingkungan (Diniya,
perinatal pada bayi yang lahir kembar lebih tinggi Rahayu, & Musafaah, 2016).
dibandingkan dengan bayi dengan kelahiran Hasil analisis data kejadian ikterus
tunggal. Bayi gamelli memiliko risiko yang tinggi neonatorum pada bayi di RSUD Sidoarjo rata-rata
terhadap kejadian BBLR, sedangkan BBLR tidak mengalami ikterus neonatorum. Hasil
memiliki risiko yang tinggi terhadap kejadian tersebut sejalan dengan penelitian Putri &
ikterus neonatorum. Kejadian tersebut dapat Rositawati (2016) menyatakan bayi yang tidak
disimpulkan bahwa bayi yang terlahir kembar mengalami ikterus neonatorum lebih banyak
(gemelli) berisiko terjadi ikterus neonatorum daripada bayi yang mengalami ikterus
(Sulistyorini & Siswoyo, 2014). Penelitian Tyas & neonatorum. Penelitian ini juga menyatakan bahwa
Notobroto (2014) menyatakan bahwa mayoritas terdapat hubungan antara kejadian BBLR dengan
bayi dengan BBLR meninggal dikarenakan bayi kejadian ikterus neonatorum. Nilai Odds Ratio
mengalami komplikasi atau gangguan kesehatan (OR) yaitu 7,78 yang artinya bahwa bayi dengan
serius seperti bayi mengalami ikterus neonatorum. berat badan lahir < 2.500 gram memiliki risiko
Bayi meninggal kurang dari 28 hari setelah 7,78 kali lebih besar mengalami kejadian ikterus
kejadian BBLR. Kematian neonatal berhubungan neonatorum dibandingkan dengan berat badan
dengan BBLR. lahir bayi ≥ 2.500 gram.
Kehamilan saat umur lebih tua (> 35 tahun) Ikterus pada bayi yang berupa ikterus
berakibat mengalami penyulit dan komplikasi saat fisiologis adalah meningkatnya kadar bilirubin
persalinan, sedangkan saat usia muda serum (tidak secara langsung) dalam rentan (4
menyebabkan imaturitas ibu dengan cara biologis mg/dL hingga 12 mg/dL), pada hari ke empat
yaitu organ reproduksi yang belum terlalu matang sesudah kelahiran dan meninggi dan pada hari
dan terjadinya kompetisi kebutuhan zat gizi ibu ketiga dan kelima. Ikterus fisiologis biasanya
dengan janinnya, sebab ibu masih berada pada terdapat pada bayi aterm dan sebagai hasil dari
masa pertumbuhan remaja akhir. Berat Badan ketidakmaturan hepatik pada neonatus. Ikterik
Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu patologis ditandai dengan kulit yang menguning
pencetus risiko yang mempunyai peran sebesar 60 dan naiknya kadar bilirubin serum di atas 12,90
sampai 80% terhadap semua kematian neonatal mg/dL pada bayi aterm dan 15 mg/dl pada bayi
(Seriana, Yusrawati, & Lubis, 2015). preterm dalam 24 jam setelah kelahiran. Kadar
Berat badan lahir < 2.500 gram dapat bilirubin meningkat cepat sampai lebih dari
mengakibatkan berbagai kelainan diantaranya 5mg/dl, dan dapat berkelanjutan lebih dari
ikterus neonatorum. Kelainan yang timbul seminggu pada bayi aterm penuh, dan 2 minggu
diantaranya immatur hati. Immatur hati pada bayi preterm. Ikterik patologis umumnya
memudahkan terjadinya ikterus neonatorum. Hal banyak dihubungkan dengan perbedaan golongan
ini bisa terjadi karena belum maturnya fungsi darah atau inkompatibilitas golongan darah,
hepar. Enzim glukorin tranferase belum tercukupi infeksi atau biliaris hepatik, atau ketidaknormalan
menjadikan konjugasi bilirubin indirect menjadi metabolik. Adanya gangguan pada transportasi
bilirubin direct belum semestinya sempurna dan akibat lemahnya kapasitas pengangkutan misalnya
kadar albumin darah yang berfungsi di dalam pada hipoalbuminemia atau sebab obat-obat
transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar tidak tertentu. Gangguan fungsi hati yang diakibatkan
179 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 174-181

oleh beberapa mikroorganisme atau racun yang bayi matur atau 15 mg% pada bayi prematur dan
dapat secara langsung membuat terganggunya sel kondisi ini menetap setelah minggu awal
hati dan darah merah meliputi infeksi, kelahirannya. Ikterus yang menetap berkaitan
toksoplasma, sifilis, rubella, meningitis, dan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
lainnya. Gangguan ekskresi yang terjadi secara Kern ikterus adalah kondisi ikterus yang berat
intrahepatik atau ekstrahepatik. Kenaikan sirkulasi dengan adanya gumpalan bilirubin pada ganglia
yang enterohepatik contohnya pada ileus basalis. Kern ikterus biasanya disertai dengan
obstruktif, hirschsprung. Metabolisme bilirubin meningkatnya kadar bilirubin indirek didalam
berasal dari produk degradasi hemoglobin, dan serum. Bayi yang cukup bulan dengan kadar
sebagian dari sumber lain. Transportasi bilirubin bilirubin > 20 mg% atau > 18 mg% pada bayi
indirect terikat bersama albumin diangkat ke hepar prematur berisiko berkembang menjadi kern
untuk diproduksi oleh sel hepar yang ikterus, sedangkan hiperbilirubinemia dapat
pengolahannya diikuti oleh protein. Konjugasi menyebabkan ensefalopati dan ini sangat
terjadi di dalam sel hepar bilirubin di konjugasi berbahaya bagi bayi. Kejadian kern ikterus
menjadi bilirubin direct, kemudian dengan bergantung pada kondisi bayi. Bayi dengan kondisi
bantuan enzim glukuronil transferase, bilirubin seperti hipoksia, asidosis, dan hipoglikemia, maka
direct diekskresi ke usus melalui duktus koledokus gejala kern ikterus dapat terlihat meskipun kadar
(Pratama, 2013). bilirubin < 16 mg%. Penyembuhannya adalah
Ikterus untuk BBL (Bayi Baru Lahir) yaitu dengan cara transfusi darah. Ikterus hemolitik
naiknya kadar bilirubin yang berada di jaringan disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan
terdalam ekstravaskuler menyebabkan kulit, darahnya ABO, golongan darah lainya, dan adanya
konjungtiva, mukosa dan bagian badan lainnya kelainan eritrosit kongenital atau defisiensi enzim
berwarna menguning. Ikterus patologik terjadi G-6-PD. Ikterus obstruktif yang terjadi
dalam 24 jam awal dengan bilirubin serum dikarenakan sumbatan pendistribusian empedu
meninggi melebihi dari 5 mg% perhari, kadarnya baik dari hati maupun diluar hati, sehingga
meninggi dari 10 mg% pada bayi cukup bulan atau berakibat pada tingginya kadar bilirubinnya direct
15 mg% pada bayi prematur, dan dideteksi setelah dan indirect. (Pratama, 2013).
minggu awal kelahiran. Ikterus saat bayi baru lahir Kebutuhan asupan zat gizi makro harus
terjadi pada 25%–50% neonatus mencukupi bulan tercukupi dengan baik. Asupan zat gizi saat
dan lebih meninggi lagi saat neonatus kurang hamil berpengaruh terhadap ukuran ibu yaitu
bulan. Ikterus pada bayi baru lahir menjadi suatu penambahan berat badan ibu, Lingkar Lengan Atas
kondisi fisiologis atau bisa merupakan hal (LILA) ibu, nutrisi yang didapat janin, dan berat
patologis. Ikterus neonatorum yaitu kondisi ikterus badan bayi ketika lahir. Tingkat pendapatan
yang terdapat pada bayi saat lahir. Ikterus yang keluarga juga memengaruhi belanja keluarga untuk
patologik terlihat segera dalam 24 jam awal, mencukupi kebutuhan asupan zat gizi keluarga, ibu
bersama bilirubin serum meninggi lebih dari 5 dengan asupan gizi yang buruk sebelum kehamilan
mg% perhari, kadarnya diatas 10 mg% pada bayi ataupun waktu sedang hamil berisiko 3,20 kali
matur atau 15 mg% saat bayi prematur, dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan
menetap setelah minggu awal kelahiran. Ikterus dapat berakibat terhambatnya pertumbuhan otak
patologik memerlukan tindakan dan perawatan janin. Kebutuhan zat gizi makro dan mikro perlu
khusus (Vivian, 2010). Penanganan ikterus dipersiapkan sejak sebelum kehamilan, sehingga
neonatorum secara umum yaitu dengan melakukan dapat dipergunakan sebagai langkah preventif
terapi sinar atau fototerapi, terapi tranfusi tukar, BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian ASI secara optimal, serta terapi sinar terdapat kaitan antara BBLR dengan kejadian
matahari (Maulida, 2014). ikterus neonatorum (Putri & Rositawati, 2016).
Macam-macam ikterus neonatorum yaitu Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berisiko 1,66
ikterus fisiologis, ikterus patologis, kern ikterus, kali lebih besar terjadinya ikterus neonatorum
ikterus hemolitik, dan ikterus obstruktif. Ikterus daripada Bayi Berat Lahir Normal (BBLN) (Sukla,
fisiologis yaitu ikterus yang sering terdapat pada Tiwari, Kumar, & Raman, 2013).
bayi dengan bobot badan lahir rendah. Ikterus Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian
biasanya terlihat pada hari kedua lalu tidak terlihat ikterus neonatorum pada sampel penelitian yaitu
lagi setelah sepuluh hari atau saat terakhir minggu bayi baru lahir di RSUD Sidoarjo. Mayoritas bayi
kedua. Ikterus patologis yaitu ikterus yang terlihat baru lahir tidak mengalami kejadian ikterus
segera setelah 24 jam pertama dengan bilirubin neonatorum. Intervensi yang dilakukan pada bayi
serum meningkat hingga mencapai 10 mg% pada BBLR yang berisiko mengalami ikterus
180 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 174-181

neonatorum adalah melakukan perawatan secara mengalami BBLR cenderung mengalami ikterus
khusus dalam ruang neonatus di RSUD Sidoarjo. neonatorum dengan persentase kejadian mencapai
Hasil tabulasi silang antara kejadian BBLR 82,10%, sehingga penelitian ini dapat memberikan
terhadap kejadian ikterus neonatorum di RSUD gambaran yang jelas bahwa setiap bayi yang
Sidoarjo menunjukkan bahwa mayoritas bayi mengalami BBLR berisiko mengalami ikterus
BBLR mengalami ikterus neonatorum, sedangkan neonatorum. Kejadian ikterus neonatorum yang
bayi yang tidak mengalami BBLR rata-rata tidak tinggi mengakibatkan perlu adanya tindakan
mengalami ikterus neonatorum. Bayi dengan berat pencegahan. Tindakan pencegahan diantaranya
badan lahir rendah menjadi ikterus dikarenakan yaitu pemeriksaan berkala pada kehamilan
fungsi hati belum berfungsi dengan sempurna. Hal minimal empat kali kunjungan selama masa
ini menyebabkan enzim didalam organ hati belum kehamilan dan keaktifan petugas kesehatan saat
matang atau belum matur. Hasil penelitian sejalan pelayanan pemeriksaan kehamilan terkait
dengan penelitian Devi (2017) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan janin (Widiawati,
terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian 2017).
ikterus neonatorum. Angka risiko BBLR dengan
kejadian ikterus neonatorum yaitu 4,46 yang SIMPULAN
artinya bayi BBLR berisiko 4,46 kali lebih besar
terkena ikterus neonatorum daripada bayi yang Simpulan yang didapat dari penelitian ini
tidak BBLR. Ikterus neonatorum banyak terjadi yaitu sebagian besar bayi baru lahir di RSUD
pada neonatus laki-laki dibanding perempuan. Hal Sidoarjo yaitu kelahiran bayi tunggal, ibu berstatus
ini dipengaruhi oleh adanya sindrom gilbert primipara, berat badan lahir normal, dan tidak
(kelainan genetik konjugasi bilirubin) yang banyak mengalami ikterus neonatorum. Bayi dengan
terjadi dua kali lipat pada neonatus laki-laki BBLR memiliki risiko lebih tinggi mengalami
(Pusparini & Ariguntar, 2017). kejadian ikterus neonatorum dibandingkan dengan
Bayi dengan berat lahir rendah mengalami bayi yang tidak mengalami BBLR.
peningkatan risiko terhadap kejadian infeksi
karena cadangan immunologlobulin maternal REFERENSI
menurun, kemampuan untuk membentuk antibodi
rusak dan sistem integumen rusak (kulit tipis dan Devi, D. S., & Vijaykumar, B. (2017). Risk factors
kapiler rentan), hipoglikemia karena bayi prematur for neonatal hyperbilirubinemia : a case
dan yang mengalami hambatan pertumbuhan control study. International Journal of
memiliki simpanan glikogen yang lebih rendah, Reproduction, Contraception, Obstetetric,
sehingga tidak dapat memobilisasi glukosa secepat Gynecology, 6(1), 198–202.
bayi aterm normal selama periode segera setelah Diniya, N., Rahayu, A., & Musafaah. (2016).
lahir dan bayi prematur memiliki respons hormon Faktor risiko yang berhubungan dengan berat
dan enzim yang immatur, dan hiperbilirubin badan bayi lahir rendah wilayah kerja
diakibatkan oleh faktor kematangan hepar, hingga Puskesmas Martapura Kabupaten Banjar.
konjugasi bilirubin indirect menjadi direct belum Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat
sempurna. Ikterus bisa diperberatkan oleh Indonesia, 3(3), 100–105.
polisetemia, memar hemolisis, dan infeksi karena Hafizah, & Imelda. (2013). Faktor-faktor yang
hiperbilirubin dapat mengakibatkan kern ikterus berhubungan dengan kejadian
maka warna kulit bayi harus sering dicatat dan hiperbilirubinemia di ruang Neonatal
bilirubin diperiksa, bila ikterus timbul dini atau Intensive Care Unit (NICU) Rumah Sakit
lebih cepat bertambah coklat (Widiawati, 2017). Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda
Hasil penelitian ini memberikan gambaran Aceh. Undergraduated Thesis. Aceh:
bahwa hampir seluruh bayi yang mengalami Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
BBLR di RSUD Sidoarjo berisiko mengalami U’budiyah Indonesia.
kejadian ikterus neonatorum. Hasil penelitian Maulida, L. F. (2014). Ikterus neonatorum. Media
menunjukkan 28 bayi dengan BBLR mengalami Publikasi Penelitian, 10(1), 39–43.
kejadian ikterus neonatorum di RSUD Sidoarjo https://doi.org/10.26576/profesi.63
sebanyak 23 bayi, indikasi bahwa bayi BBLR Pratama, A. N. (2013). Analisis faktor – faktor
memiliki konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 penyebab kejadian kematian neonatus di
mg% yang dapat mempercepat terjadinya ikterus Kabupaten Boyolali. Undergraduated Thesis.
neonatorum. Analisa data pada studi kasus di Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
RSUD Sidoarjo menunjukkan bahwa bayi yang Universitas Muhammadiyah Surakarta.
181 of 181 Ndaru Puspita / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 174-181

Pusparini, H., & Ariguntar, T. (2017). Gambaran 168–174.


kadar bilirubin pada ikterus neonatorum Viswanath, D., Menon, V. V., Phabhuji, M.,
sebelum dan pasca fototerapi di Rumah Sakit Kailasam, S., & Kumar, M. (2013). Neonatal
Pertamina Cirebon periode Januari-Agustus jaundice. Journal of Indian Academy of Oral
2014. Jurnal Ibnu Sina Biomedika, 1(2), 1– Medicine and Radiology, 25(3), 200–205.
28. https://doi.org/10.3810/pgm.1999.11.775
https://doi.org/10.1093/biolre/ioy009/481332 Vivian, N. (2010). Asuhan neonatus bayi dan
7 balita. Jakarta: Salemba Medika.
Putri, S. D., & Rositawati, R. (2016). Hubungan Widiawati, S. (2017). Hubungan sepsis
BBLR dan asfiksia dengan kejadian ikterus neonatorum, BBLR dan asfiksia dengan
neonatorum. Jurnal Obstretika Scientia, 4(2), kejadian ikterus pada bayi baru lahir. Riset
508–520. Informasi Kesehatan, 6(1), 52–57.
Ratuain, M. O., Wahyuningsih, H. P., & Zuppa, A. A., Cavani, M., Riccardi, R., Catenazzi,
Purmaningrum, Y. E. (2015). Hubungan P., Iafisco, A., & Vento, G. (2017).
antara masa gestasi dengan kejadian ikterus Immigrant newborn and physiological
neonatorum. Kesehatan Ibu dan Anak, 7(1), jaundice. Journal of Neonatal Biology, 6(2),
51–54. https://doi.org/10.30604/jika.v2i1.35 1–4. https://doi.org/10.4172/2167-
Seriana, I., Yusrawati, & Lubis, G. (2015). 0897.1000258
Hubungan kadar zink (Zn) serum ibu hamil
aterm dengan berat badan lahir di RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Ilmiah
Nasuwakes, 8(1), 8–13.
Shinta, T. (2014). Pengaruh perubahan posisi tidur
pada bayi baru lahir hiperbilirubinemia
dengan fisioterapi terhadap kadar bilirubin
total. Jurnal Kesehatan “Caring and
Enthusiasm,” 1(2), 1–10.
Sholiha, H., & Sumarmi, S. (2015). Analisis risiko
kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) pada
primigravida. Jurnal Media Gizi Indonesia,
10(1), 57–63.
Slovin, M. J. (1960). Sampling. New York: Simon
and Schuster Inc.
Sukla, K. K., Tiwari, P. K., Kumar, A., & Raman,
R. (2013). Low birthweight (LBW) and
neonatal hyperbilirubinemia (NNH) in an
Indian cohort: association of homocysteine,
its metabolic pathway genes and
micronutrients as risk factors. PLoS ONE,
8(8), 1–8.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0071587
Sulistyorini, D., & Siswoyo, S. (2014). Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
BBLR di Puskesmas Perkotaan Kabupaten
Banjarnegara. Jurnal Medsains, 1(1), 23–29.
Tazkiah, M., Wahyuni, C. U., & Martini, S.
(2013). Determinan epidemologi kejadian
BBLR pada daerah endemis malaria di
Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan
Selatan. Jurnal Berkala Epidemologi, 1(2),
266–276.
Tyas, S. C., & Notobroto, H. B. (2014). Analisis
hubungan kunjungan neonatal, asfiksia dan
BBLR dengan kematian neonatal, Surabaya.
Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 3(2),

You might also like