You are on page 1of 9

BORANG PORTOFOLIO – ANAK

Nama Peserta dr. Fera Susanti


Nama Wahana RSUD Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
Topik Kejang Demam Sederhana
Tanggal (Kasus) 01 Juni 2018
Nama Pasien An. A No RM 030***
Tanggal Presentasi 16 Juni 2018 Nama dr. Angeline, Sp.A
Pendamping dr. Adryani Ottu
dr. Dodik Pudjo
Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD Soe
Obyektif Presentasi Keilmuan, diagnostik, masalah
● Deskripsi Laki-laki, 2 tahun, demam disertai kejang
● Tujuan Memberikan penanganan pertama pada pasien dengan Kejang demam

Bahan Bahasan Kasus


Cara Membahas Presentasi dan Diskusi
Data Pasien Nama: An. A Nomor Registrasi: 030***
Nama Klinik: IGD RSUD Terdaftar Sejak: 16 Juni 2018
Soe
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Seorang anak 2 tahun datang dengan keluhan utama demam dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
terus menerus, disertai kejang 4 kali di rumah. Kejang dialami kurang dari 5 menit dan terjadi pada sebagian
tubuh saja. Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Batuk tidak ada pilek tidak ada, BAB/BAK:
lancar.

2. Riwayat Pengobatan

Pasien belum berobat ke dokter sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit

Pasien belum pernah menderita penyakit serupa

4. Riwayat Keluarga

Riwayat keluhan serupa dalam keluarga disangkal.


5. Riwayat Pekerjaan

Tidak ada

1
6. Lain-lain

Tidak ada

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah :-
Nadi : 125 kali/menit, reguler, kuat
Frekuensi napas : 32 kali/menit
Suhu : 38.8oC
Berat badan : 10 kg
Status generalis
Kepala : Normosefal, tidak ada deformitas, rambut hitam, tersebar merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+)
Telinga: Normotia, sekret (-)/(-), serumen (-)/(-)
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada sekret
Mulut : Bibir kering, mukosa mulut tidak kering
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, kaku kuduk -
Thoraks/Paru : Bunyi napas vesikuler (+)/(+), ronkhi (-)/( -), wheezing (-)/(-)
Jantung : Bunyi jantung SI dan SII reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : Datar, supel, bising usus 6x/menit, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat (< 2 detik), shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak terdapat edema pada keempat ekstremitas
Kulit : turgor baik < 2”

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium

Hematologi 16/06/2018 Nilai rujukan

Hb 13.0 11.8 – 17.5 g/dl

Ht 35.3 35 - 45 %

Eritrosit 5.6 4.5 – 5.9 106/μL

Trombosit 277 150-450 103 /μL

Leukosit 24.5 4.5–11 103/μL

Granulosit 70 56-78 % 2

Limfosit 47 22-44%

Monosit 10 0-7
Diagnosa
Laki-laki, 2 tahun, Kejang demam

Daftar Pustaka
1. Mansjoer, A., dkk. Kejang Demam. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 434-437
2. ocw.usu.ac.id/course/...brain.../bms166_slide_kejang_demam.pdf
3. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
Hasil Pembelajaran
1. Menegakkan diagnosis kejang demam
2. Memberikan penanganan awal kejang demam di unit gawat darurat

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

Subjektif
Seorang anak 2 tahun datang dengan keluhan utama demam dialami sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit terus menerus, disertai kejang 4 kali di rumah. Kejang dialami kurang dari 5 menit dan
terjadi pada sebagian tubuh saja. Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Batuk tidak
ada pilek tidak ada, BAB/ BAK: lancar.

Objektif
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan di IGD RSUD Soe,
diagnosis demam berdarah dengue dapat ditegakkan berdasarkan :
 Demam 38.8o
 Hasil pemeriksaan darah lengkap : Leukosit 24500

3
Assessment (Penalaran)

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama
hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat.

Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan
lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.

Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau
penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan
rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah
gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

Planning
Diagnosis :
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.

Penanganan: IVFD D5% 16 tpm, Antrain 100-150mg /8jam/IV, Cefotaxime 250 mg/12 jam → ST
Kompres NaCl 0,9%

Pendidikan :
Edukasi penyakit dan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.

Konsultasi :
Konsultasi dilakukan ke dokter spesialis anak.

4
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang Demam

Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on
Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pemah terbukii adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur
kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang
demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston
membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Defmisi ini
tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko
berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.

Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks, yang
berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Di sini
anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neuroiogi atau riwayat kejang demam atau kejang
tanpa demam dalam keluarga.

Epidemiologi.

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa
Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kej ang demam sedikit
lebih sering pada laki-laki.

5
Faktor Risiko

Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak
mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga
kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pemapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.

Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-
klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurng dari 8% berlangsung lebih
dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama.

Pemeriksaan Penunjang
6
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis
tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau
ensefalitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi
seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

Penatalaksanaan

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati
penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

1. Pengobatan fase akut.

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkah untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan
dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu
sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit,

7
gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak
berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan
dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian
fenitoin, hams dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75
mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari
pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk bari-hari berikutnya dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara
suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan.

Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/ hari, 12-
24 jam setelah dosis awal.

2. Mencari dan mengobati penyebab.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,


terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis.

Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam dan (2) profilaksis terus-
menerus dengan antikonvulsan setiap hari.

Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB > 10 kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebih dari 38,5°C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan
hipotonia.

8
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.
Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau
menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu epidose demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang,
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal
tiap 8 jam di samping antipiretik.

Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya terjad pada 6 bulan
pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

You might also like