You are on page 1of 16

IDENTIFIKASI ZAT WARNA BUBUK GOLONGAN I

IDENTIFIKASI ZAT WARNA BUBUK GOLONGAN II

I. MAKSUD DAN TUJUAN


A. Maksud
1. Identifikasi Zat Warna Golongan I

Pengaruh zat warna bubuk golongan I terhadap daya tahan


luntur dari contoh uji.

2. Identifikasi Zat Warna Golongan II

Pengaruh zat warna bubuk golongan II terhadap daya tahan


luntur dari contoh uji.

B. Tujuan
1. Identifikasi Zat Warna Golongan I

Untuk memahami dan mengetahui pengaruh zat warna


bubuk golongan I terhadap daya tahan luntur dari contoh uji.

2. Identifikasi Zat Warna Golongan II

Untuk memahami dan mengetahui pengaruh zat warna


bubuk golongan II terhadap daya tahan luntur dari contoh uji.

II. TEORI DASAR

Zat warna bubuk sebelum diidentifikasi biasanya dilakukan analisis,


analisis dapat dilakukan berdasarkan :
1. Struktur kimia zat warnanya.
- Kelarutan zat warna didasarkan pada gugus pelarut yang
ada pada zat warna tersebut.
- Kromofor atau gugus pembawa warna dari zat warna.
2. Cara pemakaian
Berdasarkan cara pemakaiannya terbagi tiga :
- Zat Warna Uji Pelarutan
- Zat Warna Uji Logam
- Zat Warna Uji Penodaan Pada Kapas
Sebelum dilakukan pengujian untuk masing-masing zat warna,
dilakukan terlebih dahulu pengujian pendahuluan dengan cara membuat
larutan induk zat warna yang kemudian ditambahkan campuran eter
methanol dengan perbandingan 3:1 dan mengocoknya serta
membiarkannya terpisah. Dari pengujian pendahuluan ini menunjukkan
identifikasi zat warna digolongkan pada dua golongan yaitu golongan zat
warna yang berada dalam lapisan air dan golongan zat warna yang berada
dalam lapisan eter.

A. Zat Warna Direk

Zat warna direk umumnya adalah senyawa azo yang disulfonasi,


zat warna ini disebut juga zat warna substantif karena mempunyai
afinitas yang besar terhadap selulosa. Beberapa zat warna direk
umumnya mempunyai ketahanan luntur yang kurang baik terhadap
pencucian sedangkan ketahanan terhadap sinar cukup, tidak tahan
oksidasi dan rusak oleh zat pereduksi. Zat warna direk merupakan
pewarna organic yang dalam system kromogennya terdapat gugus
pelarut, biasanya gugus sulfonat. Struktur zat warna direk dapat
digolongkan dalam jenis azo, stibelena, tiazolum dan ftalosianina.
Kebanyakan zat warna direk termasuk jenis azo yang berupa monoazo,
diazo, triazo dan poliazo sehingga zat warna direk umumnya tidak tahan
reduktor.

Sifat-sifat umum zat warna direk :

1. Zat warna direk memiliki sifat yang tidak tahan terhadap


oksidasi dan akan merusak oleh reduksi.
2. Zat warna direk memiliki gugus pelarut sulfonat sehingga
mudah larut dalam air.
3. Afinitas zat warna direk terhadap serat tekstil disebabkan
adanya ikatan hydrogen dan ikatan sekunder seperti ikatan Van der
Waals.
4. Zat warna direk memiliki nilai ketahanan luntur warna
terhadap gosokan dan pencucian yang rendah.
Zat warna direk dapat digolongkan berdasarkan struktur
molekulnya, namun penggolongan yang lebih umum adalah
berdasarkan cara pemakaiannya, adalah sebagai berikut:
a. Zat warna direk type A
Ukuran molekulnya kecil, substatifitas kecil, mudah rata,
biasa pada suhu pencelupan 700C, perlu penambahan garam yang
banyak dalam pencelupannya, tahan lunturnya rendah.
b. Zat warna direk type B
Ukuran molekul agak besar, substantifitasnya sedang,
kerataan sedang, suhu pencelupan 800C, perlu penambahan garam
tidak terlalu banyak dalam pencelupannya, tahan luntur lebih baik
dari type A.
c. Zat warna direk type C
Ukuran molekul zat warna lebih besar dari type B,
substantifitas zat warna besar, sukar rata, suhu pencelupan diatas
900C (umumnya pada suhu mendidih) dan tidak memerlukan
penambahan garam, tahan lunturnya lebih baik dari type B.
d. Golongan D adalah zat warna direk yang mengandung logam yang
strukturnya lebih besar dan tahan lunturnya paling baik. untuk
golongan D ini dalam larutan celupnya tidak boleh ditambahkan zat
pelunak air.

B. Zat Warna Asam


Zat warna asam mengandung asam-asam mineral / asam-asam
organik dan dibuat dalam bentuk garam-garam natrium dari asam
organic dengan gugus anion yang merupakan gugus pembawa warna
(kromofor) yang aktif. Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat
warna direk merupakan senyawa yang mengandung gugus sulfonat
atau karboksilat sebagai gugus pelarut. Gugus-gugus tersebut juga
berfungsi sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan ionik dengan
tempat-tempat positif dalam serat wol atau sutera.

Zat warna asam dapat mencelup serat-serat binatang, poliamida


dan poliakrilat berdasarkan ikatan elektrovalen atau ikatan ion.
Zat warna asam yang mempunyai 1(satu) gugus sulfonat dalam
struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasik, yang
mempunyai 2(dua) gugus sulfonat disebut zat warna asam dibasik dan
seterusnya.

Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain jenis trifenil
metan, xanten, nitro aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat
warna asam termasuk jenis azo sehingga hasil celupnya dapat
dilunturkan dengan reduktor.

Menurut kimiawinya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut:

- Golongan 1

Yaitu zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene


Blue VS ( C.I. Acid Blue )

N(C2H5)2
NaO3S C +
N(C2H5)2
SO3Na

- Golongan 2

Yaitu zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine


Rhodamine B ( C.I. Acid Red 52 )

- Golongan 3

Yaitu zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa


nitroaromatik, misalnya Naphtol Yellow 1 ( C.I. Acid Yellow 1 )

ONa

NaO3S NO2
NO2

- Golongan 4

Yaitu zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa


Azo misalnya Azo-Garanine 2G ( C.I. Acid Red 1 )

CH NH.CO.CH3

N=N

SO3Na SO3Na

- Golongan 5

Yaitu zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon,


misalnya Tartrazine.

- Golongan 6

Yaitu zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay


Blue B ( C.I. Acid Blue 45 )
N=N SO3Na
HO. C

NaO3S N=N C
N
C

COOH
O NH2

NaO3S

SO3Na
NH2 O OH
Mekanisme utama dalam pencelupan serat protein dengan zat
warna asam adalah pembentukan ikatan garam dengan gugusan-
gugusan amino dalam serat meskipun ikatan-ikatan lain mungkin pula
akan terjadi.

Penggolongan zat warna asam yang lebih umum adalah


berdasarkan cara pemakaiannya, yaitu:

a. Zat warna asam celupan rata (levelling acid dyes)

Disebut zat warna asam celupan rata karena pencelupannya


mudah rata akibat dari ukuran molekul zat warnanya yang relatif
sangat kecil, sangat mudah larut dan warnanya sangat cerah, tetapi
tahan luntur warnanya rendah.

Ikatan antara serat dan zat warna yang utama adalah ikatan
ionik disamping sedikit ikatan Van Der Waals. Untuk pencelupan
warna tua biasanya diperlukan kondisi larutan celup yang sangat
asam pada pH 3-4, tapi untuk warna sedang dan muda dapat
dilakukan pada pH 4-5.

Pemakaian NaCl pada larutan celup yang pH nya rendah


akn berfungsi sebagai perata, tetap pada pH>4 akan berperan
sebagai pendorong penyerapan zat warna.

b. Zat Warna Asam Milling


Umuran molekul zat warna asam milling agak lebih besar
dibanding zat warna asam celupan rata, sehingga affinitas zat
warna asam milling lebih besar dan agak sukar bermigrasi dalam
serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup.
Tahan luntur warna hasil celupannya lebih baik dari zat
warna asam celupan rata karena walaupun ikatan antara serat dan
zat warna dengan serat masih didominasi ikatan ionik tetapi
sumbangan ikatan sekunder berupa gaya Van Der Waals nya juga
relatif mulai cukup besar (sesuai dengan semakin besarnya ukuran
partikel zat warna).
Untuk mencelup warna tua umumnya diperlukan kondisi
larutan celup pH 4-5, tetapi untuk warna sedang dan muda
sebaiknya dilakukan pada pH 5-6 agar hasil celupnya rata.
Penambahan NaCl dalam larutan celup akan berfungsi sebagai
pendorong penyerapan.
c. Zat Warna Asam Super Milling
Diantara jenis zat warna asam, ukuran molekul zat warna
asam supermilling paling besar (tapi masih lebih kecil dari ukuran
zat warna direk) sehingga affinitas terhadap serat relatif besar dan
sukar bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan hasil
celupnya, tetapi tahan luntur warnanya tinggi.

Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara


serat dn zat warna yang berupa ikatan ionik uang didukung oleh
ikatan dari gaya Van Der Waals (ikatan fisika) serta kemungkinan
terjadinya ikatan hidrogen. Untuk pencelupan warna tua dapat
dilakukan pada kondisi larutan celup pH 5-6 tetapi untuk warna
sedang dan muda dapat dilakukan pada pH 6-7. Agar resiko belang
menjadi lebih kecil biasanya tidak diperlukan penambahan NaCl
(atau jumlahnya dikurangi), karena NaCl dalam suasana larutan
celup yng kurang asam akan berfungsi sebagai pendorong
penyerapna zat warna.

Dalam pencelupan dengan zat warna asam supermilling


seringkali sukar untuk menghindarkan terjadinya ketidakrataan.
Untuk itu pada proses pencelupan dapat ditambahkan perata
anionik.

C. Zat Warna Basa


Dalam bentuk basa, zat warna basa termasuk zat warna yang
tidak larut, tetapi dalam larutan yang bersifat asam zat warna akan
berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut
Zat warna basa secara alamia bersifat kationik sehingga dapat
digunakan untuk pencelupan serat akrilat, wool, sutera dan nylon,
dimana zat warna basa akan berikatan secara ionik dengan gugus-
gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam serat sehingga tahan
lunturnya cukup baik.
a. Struktur Molekul Zat Warna Basa
Struktur kromogen zat warna basa dapat berupa trifenil
metan, antrakuinon, oksazin, tiazi, azin dan azo. Contoh struktur zat
warna basa.

b. Sifat-sifat zat warna basa :


 Kelarutan zat warna tergantung pH

Bila kedalam larutan zat warna basa ditambahkan alkali


kuat maka akan terbentuk zat warna basa yang tidak berwarna,
tetapin dengan penambahan suatu asam maka terbentuk lagi
garamnya yang berwarna. Oleh karena itu kelarutan zat warna
basa sangat tergantung pada pH larutan celup.

 Tidak tahan reduktor


Beberapa senyawa reduktor akan mengubah zat warna
basa menjadi basa yang tidak berwarna. Proses reduksi pada
zat warna basa mempunyai ikatan azo akan membongkar ikatan
azonya, sehingga tidak mungkin kembali kebentuk semula
dengan proses oksidasi.
 Mempunyai kecerahan dan intensitas warna yang tinggi

Sifat utama zat warna basa ialah mempunyai kecerahan


dan intensitas warna yang tinggi, tetapi pada umumnya zat
warna basa akan mengurai pada pendidihan lama yang
mengakibatkan penurunan intensitas warna.
c. Penggolongan zat warna basa :

Berdasarkan strukturnya, maka zat warna basa dapat


digolongkan sebagai berikut :

1. Zat warna basa golongan 1 yaitu, zat warna basa yang


merupakan turunan trifenil metana, misalnya Malachite Green.

2. Zat warna basa golongan 2 yaitu, zat warna basa yang


merupakan turunan tiazin, misalnya Methylene Blue.

3. Zat warna basa golongan 3 yaitu, zat warna basa yang


merupakan turunan oksazina, misalnya Meldola Blue.

4. Zat warna basa golongan 4 yaitu, zat warna basa yang


merupakan turunan azina, misalnya Mauvine.

5. Zat warna basa golongan 5 yaitu, zat warna basa yang


merupakan turunan tiazin, misalnya Rhodamine B.

6. Zat warna basa golongan 6 yaitu, zat warna basa yang


mengandung gugus azo, misalnya Bismarck Brown.

D. Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi pada mulanya banyak di pergunakan untuk
mencelup serat asetat yang merupakan serat hidrofob. Dengan di
kembangkannya serat buatan yang bersifat hidrofob, seperti serat
poliakrilat, poliamida dan poliester, maka penggunaan zat warna
dispersi, terutama di pergunakan pada pencelupan serat poliester.
Beberapa nama dagang zat warna dispersi adalah : foron ( sandoz ),
Dispersol ( I.C.I ), Palanil ( BASF ), Sumikaron ( Sumitomo-Jepang ),
Terasil ( Ciba-Geigy).
Zat warna dispersi ialah hasil sintesa senyawa yang bersifat
hidrofob sehingga kelarutannya dalam air kecil sekali. Oleh karena itu
zat warna ini dalam pemakaian nya harus di dispersikan dalam larutan.
Pada pemakaiannya memerlukan zat pengemban carrier atau adanya
suhu tinggi. Zat warna dispersi yang di gunakan dalam bentuk bubuk
(powder dan micropowder ) dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan
cucinya baik tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran molekulnya berbeda-
beda dan perbedaan tersebut sangat erat hubungannya dengan sifat
kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasinya. Berdasarkan
struktur kimianya, zat warna dispersi di bagi menjadi beberapa
golongan, yaitu :
1. Kromogen golongan azo
Zat warna golongan azo umumnya menghasilkan warna
kuning, orange, merah, dan beberapa warna ungu,biru, dan hitam.

OH

N = N – Ph

OH
N
Gambar zw dispersi golongan azo

2. Kromogen golongan antrakuinon

Umumnya menghasilkan warna pinkk, merah, ungu, dan


biru. Kelebihan zw antrakuinon ini warnanya sangat cerah, tahan
sinar sangat baik, mudah rata, sedangkan kekurangannya adalah
perlu banyak zat warna untuk memperoleh warna tua ( color build
up jelek ), tahan luntur terhadap pencucian kurang baik.

3. Kromogen golongan thiopene

Mulai di kembangkan pada tahun 1970 untuk mensubstitusi


zat warna golongan antrakuinon, zw ini memiliki kelebihan di
bandingkan zw antrakuinon dalam hal color build up, warna biru
yang brilian dan tahan luntur warna terhadap pencucian lebih baik.
Warna yang di hasilkan adalah warna biru dan biru kehijauan.

Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zw dispers


di golongkan menjadi 4 golongan, yaitu :

1. Tipe A, zw dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat


baik karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah
bersublimasi pada suhu 130’C, biasanya di gunakan untuk mencelup
selulosa asetat dan poliakrilat.
2. Tipe B (tipe E), zw dispersi dengan ukuran molekul sedang, sifat
kerataan baik dan menyublim pada suhu 190’C, biasanya di gunakan
untuk pencelupan polyester metoda carrier atau pencapan alih panas
(transfer printing).
3. Tipe C (tipe SE), Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat
pencelupan cukup dengan ketahanan sublimasi tinggi, yaitu tersublim
penuh pada suhu 200C. bisa digunakan untuk mencelup cara carrier,
suhu tinggi ataupun cara thermosol dengan hasil yang baik.
4. Tipe D, Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul
paling besar diantara keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai
sifat pencelupan paling jelek karena sukar terdispersi dalam larutan
dan sukar masuk kedalam serat. Akan tetapi memiliki ketahanan
sublimasi paling tinggi yaitu tersublim penuh pada suhu 220C. zat
warna ini tidak digunakan untuk pencelupan dengan zat pengemban,
namun baik sangat baik untuk cara pencelupan suhu tinggi dan cara
thermosol.

Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi
dengan serat poliester ada 2 macam yaitu :

1. Ikatan Van der Walls


Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan
bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan
bersifat non polar ini ikatan fisika, yang berperan dalam terbentuknya
ikatan fisika adalah ikatan van der walls, yang terjadi berdasarkan
interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Ikatan yang besar terjadi
pada ikatan van der walls pada zat warna dispersi dan serat poliester
adalah dispersi London.

2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom
hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat
warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat
poliester karena zat warna dispersi dan serat poliester bersifat nonpolar,
hanya sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen
dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi yang mempunyai donor
proton seperti –OH atau NH2.
E. Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam
pencelupannya harus diubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa
leuko tersebut memiliki substantifitas terhadap selulosa sehingga dapat
tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentuk leuko yang
tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk semula
yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna golongan
indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon
hanya larut dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya
dalam larutan hipoklorit. Umumnya zat warna turunan indigoida dan
karbasol warna hamper hilang dalam uji hipoklorit dan didalam larutan
pereduksi warnanya menjadi kuning. Ikatan zat warna bejana dengan
serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan sekunder seperti gaya-gaya
Van der Waals.
F. Zat warna belerang
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur
belerang sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul
yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam
pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfida dan soda abu untuk
melarutkannya. Untuk membentuk zat warna semula maka perlu proses
oksidasi baik dengan udara maupaun dengan bantuan oksidator-
oksidator lainnya, warna yang paling banyak digunakan adalah warna
hitam.
Jembatan disulfida pada zat warna belerang merupakan gugus
fungsi penting untuk proses pelarutan zat warna belerang ketika proses
pencelupan, zat warna belerang dapat dilarutkan dengan penambahan
reduktor lemah natrium sulfida (Na2S) dan alkali lemah natrium karbonat
(Na2CO3), Na2S akan mereduksi jembatan disulfida membentuk asam
leuco sedang Na2CO3 akan merubah asam leuco menjadi garam leuco
yang larut.
Jumlah Na2S dan Na2CO3 yang dibutuhkan sangat tergantung
pada sifat alami amasing-masing zat warna, konsentrasi zat warna dan
vlot atau perbandingan larutan yang digunakan. Kekurangan pemakaian
Na2S akan menyebabkan tidak sempurnanya pelarutan zat warna dan
dalam pencelupan dapat menimbulkan terjadinya prematur oksidasi,
sehingga hasil jedup jadi belang, sedang bila kelebihan Na2S
kerataannya baik tetapi hasil celup jadi lebih muda.
Mekanisme Proses Pencelupan dengan Zat Warna Belerang :
1. Pelarutan zat warna belerang

Na2S + 4H2O  Na2SO4 + 8 Hn


n D-S-S-D + 2n Hn  2n D-S-H + Na2CO3 2n D-S-Na
Zw belerang asam leuco garam leuco
(tidak larut) (sedikit larut) (larut)

2. Pencelupan

Dengan dibantu NaCl sebagai pendorong penyerapan zat


warna, garam leuco akan masuk ke pori-pori serat kapas.

Selulosa + 2n D-S-Na  selulosa 2n D-S-Na

3. Oksidasi (pembangkitan warna)

Garam leuco zat warna belerang dalam serat dirubah


menjadi zat warna belerang yang tidak larut dan berikatan secara
fisika dengan serat.

4. Pencucian dan proses tambahan (bila diperlukan)

Selain unsur belerang yang terdapat pada kromofor dan


jembatan disulfida, unsur belerang lain adalah belerang bebas
sebagai zat pengotor. Zat pengotor ini terutama ketika pencelupan
warna tua sering menimbulkan efek bronzing, yaitu pegangan kain
hasil celupan jadi kasar dan warnanya menjadi lebih suram.

Bila kain hasil celup dengan efek bronzing disimpan dalam


keadaan lembab maka kain akan rusak karen abelerang bebeas
tersbeut dengan air dan oksidasi udara akan membentuk H 2SO4
pada kain kapas sehingga kain hasil celupan jadi rusak bolong-
bolong. Oleh karen aitu dalam dan setelah proses pencelupan
dengan zat warn abelerang perlu dilakuakn usaha untuk
menghilangkan belerang bebas, antara lain dengan pengerjaan
Na2S, H2O2 dan lain-lain.

Masalah lain pada pencelupan dengan zat warna belerang


adalah garam leuco zat warna belarang afinitasnya kecil, sehingga
meskipun sudah menggunakan vlot yang kecil dan telah ditambah
NaCl untuk mendorong penyerapan zat warna, namun ternyata
garam leuco yang dapat terserap oleh bahan masih kurang dari
60% oleh karena itu larutan bekas pencelupan zat warna belerang
masih dapat diguanakn kembali untuk proses pencelupan
selanjutnya yaitu dengan menggunakan metoda celup standing
bath.

G. Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat mengadakan
reaksi dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian
dari serat. Oleh karena itu zat warna ini mempunyai ketahanan cuci
yang baik. zat warna ini baik dibandingkan dengan zat warna direk. Sifat
umum dari zat warna reaktif yaitu: larut dalam air, berikatan kovalen
dengan serat, karena kebanyakan gugusnya azo maka zat warna ini
mudah rusak oleh reduktor kuat dan tidak tahan terhadap oksidator
yang mengandung klor (NaOCl).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat yang digunakan:
1. Identifikasi Zat Warna Bubuk Golongan I dan II
- Tabung reaksi
- Gelas kimia
- Rak tabung
- Penangas listrik
- Penjepit tabung
- Batang pengaduk

B. Bahan yang digunakan:


1. Identifikasi Zat Warna Bubuk Golongan I
- Eter methanol
- CH3COOH 10%
- SnCl : HCl
- Kertas Pb Asetat
- NaOH 10%
- Na2S
- Na2SO4
- NaOCl
- Na2CO3
2. Identifikasi Zat Warna Bubuk Golongan II
- CH3COOH 10%
- Serat akrilat
- NaOH
- Serat wol
- NaCl
- Serat kapas

IV. CARA KERJA


1. Identifikasi Zat Warna Bubuk Golongan I

 Pendahuluan
 Cu + air panas  larutkan, dinginkan, isi sampai ¾ tabung
reaksi
 Ambil 1 ml larutan + 1 ml eter metanol  zat warna pindah
ke lapisan eter
A. Zat Warna Dispersi
 Ambil lapisan eter  uapkan + tetesan air + benang rayon
asetat ↑ amati
B. Zat Warna Bejana
 1 ml cu + 2 ml NaOH 10% + Na Hidrosulfit ↑ + kapas
putih ↑ amati
C. Zat Warna Belerang
 1 ml cu + 1 ml SnCl2 + 2 ml HCl 15%  tutup dengan
kertas saring yang ditetesi Pb asetat ↑amati
 1 ml cu + 1 ml NaOH 10% + Na2S + 2 kapas ↑ amati
2. Identifikasi Zat Warna Golongan II
 Pendahuluan
 Cu + air larutkan  warna transparan (larutan induk)
A. Zat Warna Direk
 1 ml cu + 1ml NaCl 10% + kapas, wol, dan akrilat ↑ cuci
dan amati
B. Zat Warna Asam
 1 ml cu + 1 ml CH3COOH 10% + kapas, wol, dan akrilat
↑ cuci dan amati
C. Zat Warna Basa
 1 ml cu + 1 ml CH3COOH 10% + akrilat  cuci dan amati
 Penentuan
 1 ml +NaOH 10% (sampai basa)  CH3COOH 10% 
warna kembali
D. Zat Warna Reaktif
 2 ml cu + 2 kapas, wol, dan akrilat ↑ cuci dan keringkan
 1 kapas hasil celup + 1 ml penterasid TN  amati
`lunturan

You might also like