You are on page 1of 31

Clinic Science Session (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A217102/November 2018

** Pembimbing/ dr. Monalisa, Sp. PD

OSTEOARTRITIS

Oleh :

Shanna Alysia Aziz

G1A217102

Pembimbing :

Dr. Monalisa, Sp. PD**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

OSTEOARTRITIS

DISUSUN OLEH

Shanna Alysia Aziz

G1A217102

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

Jambi, November 2018

PEMBIMBING

Dr. Monalisa, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab karena

rahmatnya, laporan kasus atau Clinical Science Session (CSS) yang berjudul “Osteoartritis”

ini dapat terselesaikan. Referat ini dibuat agar penulis dan teman – teman sesama dokter

muda periode ini dapat memahami tentang gejala klinis yang sering muncul. Selain itu juga

sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Raden Mattaher Jambi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Monalisa, Sp. PD selaku pembimbing

dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya pembimbing dalam penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan

kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat

bagi kita semua dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, November 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Terdapat lebih dari 100 jenis arthritis yang dapat menyerang sendi pada tubuh tetapi
osteoarthritis adalah jenis kelainan sendi yang paling banyak diderita saat ini, terutama pada
seseorang yang berusia lebih dari 65 tahun.1
Osteoartritis (OA) adalah merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di
masyarakat, bersifat kronis, yang berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat.
Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi yang berbeda-beda, namun mengakibatkan
kelainan bilologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama. Terdapat beberapa faktor risiko
OA, yaitu: obesitas, kelemahan otot, aktivitas fisik yang berlebihan atau kurang, trauma
sebelumnya, penurunan fungsi proprioseptif, faktor keturunan menderita OA dan faktor
mekanik. OA ditandai dengan keluhan nyeri sendi dan gangguan pergerakan yang terkait
dengan derajat kerusakan pada tulang rawan.
Osteoartritis saat ini tidak lagi dianggap penyakit degeneratif, namun usia tetap
merupakan salah satu faktor risikonya. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, OA
akan semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari. 2
OA dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur ataupun dari gejala yang
ditimbulkanya. Sampai saat ini belum ada terapi yang dapat menyembuhkan OA.
Penatalaksanaan OA baik secara non farmakologik dan farmakologik ditujukan untuk
mengurangi rasa nyeri, mempertahankan atau meningkatkan fungsi gerak sendi, mengurangi
keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari, meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup
seseorang terkait OA.3
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan dapat melakukan pendekatan
diagnosis dan penatalaksanaan OA yang sesuai dengan perkembangan ilmu secara global.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sendi Lutut


1. Anatomi Sendi Lutut
Lutut atau Articulatio genu merupakan Articulation bicondylaris yang berfunsi
sebagai sendi pivot-engsel dan memiliki dua sumbu gerak. Sumbu transversa yang digunakan
dalam gerakan ekstensi dan fleksi terbentang antara dua Condylus femoris. Sumbu
longitudinal yang digunakan dalam gerakan rotasi terletak eksentrik dan tegak melalui
Tuberculum intercondylare mediale.4
Bagian-bagian utama dari articulatio genu adalah tulang, ligamentum, tendon,
kartilago, dan kapsula sendi yang terbentuk dari kolagen. Kolagen adalah jaringan fibrosus
yang ada diseluruh tubuh kita. Semakin kita mertambah usia, jumlah kolagen semakin
menurun. Sendi pada lutut bisa diklasifikasikan dalam bentuk fungsional atau struktural.
Klasifikasi fungsional berdasarkan gerakan, dapat dikategorikan menjadi sinartrosis (tidak
dapat digerakkan), amfiartrosis membrane sinovial, cairan sinovial dan kapsula sendi.5
Gambar 2.1 Anatomi Sendi Lutut

Pada ujung tulang yang meyentuh tulang lainnya dibungkus dengan kartilago
artikular. Kartilago ini berwarna putih, halus, jaringan pengikat fibrosus yang membungkus
ujung tulang untuk melindungi tulang dari gerakan sendi. Kartilago ini juga membuat tulang
bergerak lebih bebas terhadap satu sama lain. Kartilago artikular terdapat di ujung akhir dari
os femur atau tulang paha, ujung atas os tibia atau tulang kering dan di belakang os patella
atau tempurung lutut. Diantara lutut terdapat menisci, bantalan berbentuk cakram yang
bekerja sebagai penyerap goncangan.5

5
Beban pada tulang kita dilindungi oleh kartilago artikular, yang tipis, kuat, fleksibel,
permukaan licin yang dilumasi oleh cairan sinovial. Cairan ini kental dan lengket yang
berfungsi untuk melenturkan sendi dibawah tekanan tanpa membuat cedera. Cairan sinovial
terbentuk dari ultrafiltrasi serum oleh sel-sel yang membentuk membran sinovial. Sel sinovial
juga membuat asam hyaluronat (HA) yang merupakan glikosaminoglikan.
Glikosaminoglikan merupakan komponen utama pada cairan sinovial. Cairan sinovial
memberikan nutrisi ke kartilago artikular dan juga memenuhi kebutuhan viskositas untuk
menyerap goncangan dari gerakan lambat, dan kebutuhan elasisitas dari gerakan cepat.5
Gambar 2.2 Anatomi Tulang dan Lutut

2.2 Osteoarthritis
2.2.1 Definisi
Selama bertahun-tahun para ilmuwan muskuloskeletal dan dokter telah berunding
definisi osteoarthritis yang benar. Mereka menyimpulkan bahwa OA adalah kondisi kronis
dari sendi sinovial yang berkembang seiring waktu dan merupakan hasil dari proses destruktif
yang mengalahkan kemampuan sendi untuk memperbaiki dirinya sendiri. Pandangan modern
tidak lagi melihat OA sebagai gangguan yang pasif, degeneratif tetapi lebih sebagai proses
penyakit aktif dengan ketidakseimbangan antara perbaikan dan penghancuran jaringan sendi
yang dipicu oleh faktor mekanis.1
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit dimana semua struktur sendi mengalami
perubaha patologis, yang berkembang secara kronis preogresif, dan dapat menyerang seluruh
jaringan sendi (tulang, ligamen, otot, synovial) bukan hanya sendi.1
Perubahan patologis yang terjadi adalah hilangnya rawan sendi secara fokal, dan tidak
simetris. Perubahan ini diikuti oleh penebalan dan sklerosis subchondral bony plate, dengan
perumbuhan osteofit pada tepi sendi, peregangan kapsul sendi, synovitis, dan kelemahan otot

6
sekitar sendi. Pada lutut, degenerasi meniscal merupakan bagian dari penyakit. Banyak
mekanisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada sendi, tetapi mekanisme awalnya
adalah cedera pada sendi yang terjadi karena gagalnya mekanisme proteksi. 6

2.2.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing negara. Prevalensi
OA meningkat seiring bertambahnya usia, jarang terjadi pada usia <40 dan tinggi pada usia
>60 tahun. Penyakit tersebut lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria pada usia
menengh dan lansia. Data radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian
besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun.6

2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder.2,3
1) Osteoartritis Primer
Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang penyebabnya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi.

2) Osteoartritis Sekunder3
Osteoartritis sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang
terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan daripada OA sekunder.3

Tabel 2.1 Penyebab OA sekunder

7
Sendi yang terkena biasanya adalah hip joint, knee, first metatarsal phalangeal joint
(MTP), vertebrae cervical dan lumbosacral. Dan pada tangan, distal and proximal
interphalangel joints dan the base of the thumb sering terkena. Biasanya OA tidak terjadi
pada wrist, elbow, dan ankle joint.4

Gambar 2.3 Sendi yang sering mengalami OA1

2.2.5 Patogenesis
OA adalah penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi dan paling sering menyerang bagian vertebra, panggul, lutut dan pergelangan
kaki. Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan
OA sekunder.OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang penyebabnya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi, serta lebih banyak ditemukan dibandingkan OA sekunder.
OA idiopatik memiliki dasar genetik yang kuat dengan pola penurunan secara dominan
pada wanita dan pola resesif pada pria. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh
adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan herediter, jejas mikro dan
makro serta imobilisasi yang terlalu lama. OA sekunder biasanya timbul pada keadaan
trauma, termasuk penggunaan sendi yang berulang-ulang (terbukti hanya pada
penggunaan berlebihan dalam bekerja bukan pada penggunaan atletik/olahraga)
(Davey, 2005; Sudoyo, 2009).

8
Usia, stress mekanis (penggunaan sendi berlebihan), obesitas,
genetik, humoral, defek anatomi

kerusakan molekul matriks ekstraseluler dan produk degradasi


kartilago di cairan synovial sendi

Inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri

Peningkatan terbatas sintesis matriks makromolekul oleh


kondrosit (kompensasi perbaikan)

Hipertrofi kartilago

OA

Gambar 9.Bagan patogenesis OA (Sudoyo, 2009)


OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang tidak dapat
dihindari. Namun setelah dilakukan penelitian terhadap penyakit ini, para pakar
berpendapat bahwa ternyata OA merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovial sendi
yang terjadi akibat multifaktorial antara lain karena faktor usia, stress mekanis atau
penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomi, obesitas, genetik, humoral dan
faktor kebudayaan, diduga merupakan faktor penting yang merangsang kerusakan
molekul matriks esktraseluler dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial
sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri. OA
ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan
terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi
perbaikan.OA merupakan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling
tulang dan inflamasi cairan sendi (Marks,et al, 2000; Sudoyo, 2009).

9
Kartilago sendi dapat perbaikan sendiri

Kondrosit replikasi

Produksi matriks baru

Induksi kondrosit sintesis DNA dan protein kolagen

Degradasi kolagen ubah keseimbangan metabolisme kartilago sendi

Kelebihan produk terakumulasi di sendi

Hambat fungsi kartilago sendi

Respon imun

Inflamasi sendi

Gambar 10.Bagan patogenesis inflamasi sendi (Marks,et all, 2000; Sudoyo, 2009)

Rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan
mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipetida yaitu insulin-like growth faktor (IGF-1), growth
hormone, transforming growth factor β (TGF- β) dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor-faktor tersebut menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam
deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Peningkatan
degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan
produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan
menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang
menyebabkan inflamasi sendi (Sudoyo, 2009).
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan thrombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Hal ini
mengakibatkan dilepasnya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang
selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui mengandung
ujung saraf sensible yang dapat menghantarkan rasa sakit (Sudoyo, 2009).
Gejala-gejala yang muncul pada pasien OA adalah nyeri yang telah ada bertahun-
tahun pada satu atau lebih sendi dan intensitasnya hilang timbul sesuai dengan cuaca

10
dan beban kerja, pembengkakan dan deformitas terutama pada lutut dan jari-jari,
instabilitas tangan saat memegang sesuatu atau menyisir rambut, jalan terbatas dan
kelebihan. Faktor resiko dari OA adalah adanya riwayat keluarga yang menderita OA,
riwayat trauma sendi, penambahan berat badan, pekerjaan yang memerlukan gerakan
yang berulang terutama pada lutut (jongkok), siku dan punggung (angkat beban) dan
tangan (jalur perakitan dan pekerjaan pabrik) (Brashers, 2008).
2.2.6 Faktor Resiko

Telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengetahui faktor yang meningkatkann resiko
terjadinya osteoarthritis. Faktor resiko tersebut diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu:1
1. Faktor sistemik, faktor yang dapat mempengaruhi OA seperti usia, genetik, densitas
tulang, nutrisi, dan tempat asal.
2. Faktor lokal yang mempengaruhi sendi tertentu seperti obesitas, pekerjaan,
trauma/cedera, dan kondisi medis kongenital.

Banyak faktor yang telah diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya OA, tetapi
faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri. OA merupakan penyakit multifaktorial, dimana
penyakit tersebut terjadi karena adanya kombinasi dari beberapa faktor resiko. Saat ini telah
diketahui faktor resiko terbesar yang mempengaruhi OA lutut, yaitu obesitas dan cedera pada
sendi. Faktor resiko ini terjadi pada 80% pasien yang mengalami OA lutut.1

Gambar 2.3 Faktor resiko OA

11
Faktor Resiko Sistemik – Faktor Umum yang Dapat Mempengaruhi Semua Sendi
Orang yang tidak memiliki faktor resiko sistemik dapat melakukan pekerjaan beresiko
tinggi atau berpartisipasi alam olahraga yang memiliki resiko tinggi seperti atlit sepak bola
professional, tanpa menimbulkan OA, dimana orang yang mempunyai faktor-faktor resiko
tersebut dapat menimbulkan OA walau tidak melakukan pekerjaan beresiko tinggi maupun
olahraga.1

1. Usia
Penemuan yang paling jelas dan diketahui mengenai osteoarthritis adalah penyakit ini
jarang terjadi pada seseorang berusia muda dan umum terjadi saat seseorang menua,
dikatakan bahwa saat seseorang mencapai usia 75 tahun terdapat kemungkinan sekitar 90%
telah terdapat osteoarthritis dapat terjadi pada bagian mana pun di tubuh terlihat pada x-ray.
Tetapi bukan berari bahwa semua dari kita akan mengalami gejala osteoarthritis.1
Terdapat dua penyebab mengapa usia merupakan faktor resiko yang kuat:
1) Ketidakmampuan tubuh untuk memperbaiki jaringan sendi. Sepanjang hidup kita,
sendi bekerja secara terus menerus yang mana sehat dan normal, tetapi ternyata telah
mengalami ‘joint strain’ setelah bertahun-tahun. Rawan, meniscus, dan ligamen
mengecil (osteoarthritis) dan menjadi tidak mampu memperbaiki diri sendiri.
Dikatakan bahwa ketidakmampuan tubuh untuk memperbaiki jaringan sendi adalah
akibat berkurangnya hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan penting untuk
perbaikan jarigan sendi tetapi saat seseorang menjadi tua hormon tersebut berkurang
dan tubuh menjadi kehilangan fungsinya dalam memperbaiki jaringn sendi.
2) Perubahan aktivitas serta olahraga
Telah diketahui bahwa saat kita tua aktivitas kita berkurang, yang mana akan
mempengaruhi kekuatan otot. Otot dibutuhkan untuk menopang sendi baik di bagian
tas maupun bawah; namun, saat kekuatan otot berkurang atau menghilang maka
tekanan besar akan ditempatkan pada sendi tersebut, khsusnya ganti rawan. Walaupu
prevalensi osteoarthritis meningkat tajam seiring bertambahnya usia, masih terdapat
orang yang tidak mengalami osteoarthritis. Para ahli percaya bahwa hal ini terjadi
karena adanya mekanisme protektif dan/ atau tidak terdapat faktor resiko lain yang
mempengatuhi onsetnya.
2. Genetik1

12
Terdapat bukti terbaru yang mengindikasikan separuh dari faktor resiko osteoarthritis
tangan dan panggul (kurang lebih 25 % lutut) merupakan faktor genetik. Hal ini pertama
disadari saat dokter menyadari bahwa pasien dengan Herbenden’s nodes memiliki keluarga
dengan kondisi yang serupa. Adanya mutasi dalam gen prokolage II atau gen-gen sttruktural
lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat
atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA
tertentu (terutama OA banyk sendi). Namun, seperti yang telah disebukan, terdapat faktor
resiko penting lainnya dalam terbentuknya osteoarthritis dan faktor-faktor ini mungkin dapat
mengubah resiko genetik terbentuknya OA.

3. Jenis Kelamin1
Sampai usia 55 tahun, osteoarthritis terjadi pada pria dan wanita dalam perbandingan
yang sama; namun setelah berusia 55 tahun wanita dua kali lipat beresiko mengalami
osteoarthris pada tangan dan kaki. Hal ini berkaitan dengn terjadiya menopause pada wanita
usia 55 tahun dan diduga terdapat penurunan level estrogen yang meningkatkan prevalensi
pada wanita setelah mencapai usia ini. Penelitian telah menunjukkan terapi hormon dapat
memperlambat atau menunda onset osteoarthritis tetapi tidak dapat mencegah proses
terjadinya kondisi ini. Tetapi dengan adanya hubungan penggunaan terapi tersebut dalam
jangka panjang seperti infark miokardial dan thrombosis dan peningkatan resiko kanker
payudara, terapi tersebut tidak disarankan sebagai pilihan terapi osteoarthritis.

4. Suku Bangsa2
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampakya terdapat perbedaan di antara
masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang diantara oang-orang kulit hitam
dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika aslis
(Indian) daripada orang-orang kuli putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan peredaan cara
hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Densitas Tulang1
Para ahli telah menemukan adanya hubungan antara densitas tulang dengan osteorthritis.
Seseorang yang memiliki densitas tulang yang tinggi memiliki resiko yang lebih besar
mengalami osteoarthritis dibanding seseorang dengan densitas tulang yang rendah. Maka dari
itu jika seseorang memiliki osteopotosis (densitas tulang rendah dan rapuh) memiliki resiko
rendah mengalami osteoarthritis. Diduga hal ini mungkin disebabkan karena tulang yang
lebih ingan dan lebih sesuai pada osteoporosis sehingga tidak menimbulkan regangan yang

13
menimbulkan kerusakan. Tetapi hal itu tidak berarti osteoporisis adalah peyakit yang baik
untuk dialami dimana osteoporosis sendiri mempunyai resiko kesehatan yang serius. Selain
itu, efek protektif OA Selain itu, meskipun terdapat efek protektif OA pada risiko
osteoporosis, pasien dengan OA tidak terlindung dari patah tulang: data terbaru menunjukkan
bahwa pada kenyataannya pasien dengan OA simptomatik berisiko lebih tinggi mengalami
patah tulang osteoporosis, mungkin karena peningkatan risiko jatuh.

Faktor Resiko Lokal Mekanik – Faktor yang mempengaruhi onset OA pada sendi tertentu
1. Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olah raga1
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya
tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian
juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan
risiko OA yang lebih tinggi. Peran bebn benturan yang berulang pada timbulnya OA masih
menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera
traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan ligamen) yang dapat mengenai
sendi. Akan tetapi selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian
yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban
benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang
mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA.

2. Kegemukan dan dan Penyakit Metabolik1


Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya
OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA
pada sendi yang menanggung beban, tap juga dengan OA sendi lain (tangan atas
sternoklavikula). Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang berperan (karena
meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada
timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitn antara OA dan
kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner,
diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien-pasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko
penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang-orang tanpa
osteoartritis.
3. Kelainan Pertumbuhan2

14
Kelainan congenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi
congenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia mda. Mekanisme ini
juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu.
4. Faktor-faktor Lain2
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan
beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek. Faktor ini diduga bereran pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan
pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif antara
osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi faktor yang melindungi untuk timbulnya
OA, meskipun mekanismenya belum jelas.

2.2.7 Tanda dan Gejala Klinis2


1. Riwayat Penyakit
Pada umunya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhanna sudah berlangsung lama,
tetapi berkembang secara perlahan-lahan.
 Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter
(meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nenerapa
gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan
gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,
misalnya pada OA servikl dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal
mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio
intermitten.
 Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pellan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.
 Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti
duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun
tidur.
 Krepitasi
Rasa gemeratak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.

15
 Pembesaran Sendi (deformitas)
Pasien menunjukkan bahwa salah satu sendinya (serigkali terlihat di lutut atau tangan)
secara pelan-pelan membesar.
 Perubahan Gaya Berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA
pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan
berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien OA yang umumnya tua.
2. Pemeriksaan Fisik
 Hambatan Gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun ada OA yang masih dini (secara
radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi
hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris
(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu gerakan saja).
 Krepitasi
Gejala ini lebih berati untuk pemeriksaan klinis OA lutus. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau doker yang
memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak
tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena pergesekan kedua permukaan sendi pada saat
sendi digerakaan atau secara pasif di manipulasi.
 Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (<100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah
permukaan sendi.
 Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pad sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di
lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
 Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang Permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan
sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan peruahan pada tulang dan permukaan
sendi.

16
 Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengn nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan. Terutma dijumpai pada OA lutut, sendi paham dan OA tulang belakang dengan
stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan,
osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.
2.2.8 Penegakan Diagnosis
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada
satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya kitalakukan pemeriksaan reumatologi ringkas
berdasarkan prinsip pemeriksaan GALS(Gait, arms, legs, spine). Penegakan diagnosis OA
berdasarkan gejala klinis. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang dapat menentukan
diagnosis OA. Pemeriksaan penunjang saat ini terutama dilakukan untuk meonitoring
penyakit dan untuk menyingkirkan kemungkinan arthritis karena sebab lainnya. Pemeriksaan
radiologi dapat menentukan adanya OA, namun tidak berhubungan langsung dengan gejala
klinis yang muncul.
Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di
pagi hari atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalami pembanekakan tulang, dan
krepitus saat digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Peradangan umumnya tidak
ditemukan atau sangat ringan. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama sendi lutut,
jari-jari kaki, jari-jari tangan, tulang punggung dan panggul.
Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan pemeriksaanberikut ini:
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.
D. Pemeriksaan penunjang
E. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/penatalaksanaan OA.
A. Anamnesis
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan
pada kulit)
- Tidak disertai gejala sistemik
- Nyeri sendi saat beraktivitas
- Sendi yang sering terkena:
17
Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang
(DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal,
dan hip.
Faktor risiko penyakit :
- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan OA generalisata
- Aktivitas fisik yang berat
- Obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan. Penyakit yang
menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:
- Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
- Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal jantung)
- Penyakit ginjal
- Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
- Depresi yang menyertai.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi
- Nyeri saat malam hari (night pain)
- Gangguan pada aktivitas sehari-hari
- Kemampuan berjalan
- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
- Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien)
B. Pemeriksaan fisik
- Tentukan BMI
- Perhatikan gaya berjalan/pincang?
- Adakah kelemahan/atrofi otot
- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
- Lingkup gerak sendi (ROM)
- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
- Krepitus
- Deformitas/bentuk sendi berubah
- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
- Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
- Pembengkakan jaringan lunak

18
- Instabilitas sendi
C. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis lain
- Adanya infeksi
- Adanya fraktur
- Kemungkinan keganasan
- Kemungkian Artritis Reumatoid
Diagnosis banding yang menyerupai penyakit OA
- Inflammatory arthropaties
- Artritis Kristal (gout atau pseudogout)
- Bursitis (a.r. trochanteric, Pes anserine)
- Sindroma nyeri pada soft tissue
- Nyeri penjalaran dari organ lain (referred pain)
- Penyakit lain dengan manifestasi artropati (penyakit neurologi, metabolik dll.)
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi
(hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalisata
yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor
reumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel
perdangan (<8000/m) dan peningkata protein.

Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah cukup
memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah:
 Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban)
 Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral
 Kista tulang
 Osteofit pada pinggir sendi
 Perubahan struktur anatomi sendi

19
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat
digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus diingat bahwa
pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.
Pemeriksaan penginderan dan radiografi sendi lain.
 Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetik mungkin diperlukan
pada beberapa keadaan tertentu. Bila osteoartritis pada pasien dicurigai berkaitan
dengan penyakit metabolik atau genetik seperti alkaptonuria, oochronosis, displasia
epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget atau hemokromatosis (terutama
pemeriksaan radiografi pada tengkorak dan tulang belakang).
 Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai
keluhan banyak sendi (osteoartritis generalisata)
 Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun jarang
tapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan
yang lebih mendalam. Untuk diagosis pasti penyakit-penyakit tersebut seringkali
diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang, pengideraan
degan resonansi magnetic (MRI), artoskopi dan artrografi.
 Pemeriksaan lebih lanjut (hususnya MRI) dan mielografi mungkin juga diperlukan
pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-sebab gejala dan
keluhan-keluhan kompresi radikular atau medulla spinalis.

E. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/penatalaksanaan OA.
- Singkirkan diagnosis banding.
- Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan pada ahli
reumatologi untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya
dilakukan artrosentesis diagnosis.
- Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
- Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
- Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai pasien,
bagaimana respon pengobatannya.
- Faktor psikologis yang mempengaruhi.

20
Untuk kepentingan penyeragaman diagnosis maka seyogyanya dipergunakan acuan berupa
klasifikasi diagnosis berdasarkan kriteria ACR berikut ini.

Klasifikasi Diagnosis Osteoartritis berdasarkan kriteria American College of


Rheumatology (ACR)

21
DIAGRAM ALUR PENEGAKAN DIAGNOSIS OSTEOARTRITIS

2.2.9 Derajat Osteoarthritis


Derajat osteoarthritis dapat diberikan berdasarkan temuan-temuan radiografis. Kriteria
osteoarthritis berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence
yang membagi osteoarthritis dimulai dari tingkat ringan hingga berat. Perlu diingatkan bahwa
pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal.6

Gambar 2.5 Skala OA menurut Kellgren-Lawrence.

22
Gambaran radiografi yang\ menyokong diagnosis osteoarthritis adalah:6
1). Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban seperti lutut).
2). Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
3). Kista pada tulang.
4). Osteofit pada pinggir sendi.
5). Perubahan struktur anatomi sendi.

Derajat beratnya penyakit Osteoartritis Lutut dan Hip berdasarkan Indeks Lequesne
(berdasarkan aspek klinis saja):
Penilaian indeks Lequesne untuk derajat beratnya penyakit OA lutut, digunakan untuk
pertimbangan pemilihan jenis terapi yang efektif. Indeks Lequesne ini terbagi dalam 3
kategori :
1. Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan (pain or discomfort)
2. Jarak tempuh maksimal dalam berjalan (maximum distance walked)
3. Kemampuan beraktivitas fisik sehari-hari (activities of daily living)

23
Derajatnya penyakit Osteoartritis berdasarkan Indeks Lequesne:

Kalkulasi terhadap ke-3 parameter


Interpretasi:
• minimal nilai dari setiap parameter : 0
• maksimal nilai dari setiap parameter : 8
• minimal nilai dari indeks Lequesne : 0
• maksimal nilai dari indeks Lequesne : 24

24
2.2.10 Tata Laksana
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui dengan berbagai
faktor risiko, karena itu peranan dokter umum sangat penting khususnya dalam sistim
kesehatan nasional, untuk pencegahan, deteksi dini dan penatalaksanaan penyakit kronik
secara umum, dan khususnya dalam penatalaksanaan OA. Karena itu rekomendasi
penatalaksanaan OA sangat diperlukan untuk memudahkan koordinasi yang meliputi
multidisiplin, monitoring, dengan patient centre care yang bersifat kontinyu/terus menerus,
komprehensif dan konsisten, sehingga penatalaksanaan nyeri OA kronik dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan
ditentukan oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan
pasiennya secara keseluruhan, agar penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan
edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin.

Tujuan:
1. Mengurangi/mengendalikan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
3. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan kepada orang lain)
dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penilaian menyeluruh kualitas hidup pasien Osteoartritis sebelum memulai pengobatan.
Penatalaksanaan OA pada rekomendasi ini dibatasi pada OA primer non bedah
berdasarkan klasifikasi OA sec ara menyeluruh, yang ditujukan tidak saja untuk OA lutut,
namun juga untuk OA panggul dan OA Vertebra. Rekomendasi ini meliputi terapi non
farmakologi, dan farmakologi. Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi berdasarkan
guideline ACR: Update tahun 2000:

Tahap Pertama
Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya hidup.
(Level of evidence: II)

25
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal penurunan
5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level of Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation):
pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan alat
bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)

Tahap kedua
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi
diatas)
• Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu obat
berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)

b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada sistim
pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat
ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan
atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
• Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat pelindung
gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah
dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang
efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar
dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien. Penggunaan
misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor
risiko kejadian perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus
saluran pencernaan. (Level of Evidence: I, dan II)
• Cyclooxygenase-2 inhibitor.

26
(Level of Evidence: II)
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan tindakan
injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk
penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain
pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).
(Level of evidence: II).
• Pendekatan terapi alternatif
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan
Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri
OA dengan gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping yang harus
diwaspadai, seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen
(18%), dan muntah (13%).
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence:I dan II) atau
kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut. (Level of
Evidence: II)
c. Kombinasi :
Metaanalisis membuktikan:
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan efektifitas analgesik hingga
5% dibandingkan paracetamol saja, namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih
berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian klinis menunjukkan kombinasi
ini efektif untuk non-cancer related pain.

Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit.
Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi
atau dokter ahli penyakit dalam dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.
1. Kortikosteroid

27
(triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone) Dapat diberikan pada OA lutut, jika
mengenai satu atau dua sendi dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang
responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat
penyakit komorbid yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian OAINS. Diberikan
juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda
inflamasi lainnya. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan
lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi kortikosteroid intra artikular harus
dipertimbangkan sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri
sedang-berat pada penderita OA
2. Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weigh dan low molecular
weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini dapat diberikan
untuk sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya lambat,
namun berefek jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih lama bila
dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular. Cara pemberian:
diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml
Hyaluronan untuk jenis low molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan
2 kali pemberian dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis
septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap
unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur.

Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi sendi:
memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke dokter ahli
reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat darurat,
resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)

Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:


28
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau bertambah berat
setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan rekomendasi baik secara non-
farmakologik dan farmakologi (gagal terapi konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan tidur
(sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri
karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial, distal patella
realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking, tidak
dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti robekan
meniskus: untuk kemungkinan tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee
replacement or osteotomy/realignment osteotomies.
g. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial unicompartmental,
patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada pasien dengan:
 Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
 Kekakuan sendi yang berat
 Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.

29
2.2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan sendi yang
terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait dengan faktor penyebab
terjadinya osteoarthritis. Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila
pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional pada pasien.7

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Osteoarthritis. The Facts. Prieto-Alhambra, Daniel. Arden, Nigel. J.Hunter, David.


United Kingdom. Oxford. 2014
2. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, et al. Osteoartritis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, et al. (eds.) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed Ke-5. Jakarta : Internal
Publishing; 2010. Hal.2538-48
3. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. PB PAPDI.
4. Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.2013.
5. Muscolino, J. E., 2017. Kinesiology: The Skeletal System and Muscle Function. Third
Edition. New York: Elsavier Inc.
6. Felson DT. Osteoarthritis. Dalam : Kasper DL, Longo DL, Fauci AS, et al. (eds.)
Harrison’s principles of internal medicine. Ed ke-18. USA : McGraw-Hill Companies;
2012.
7. Hanson, K.E, Elliot, M.E. Osteoarthritis, In Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee.G.C.,
Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L., M., (Eds.), Pharmacopy, A Pathophysiological
Approach, Sixth Edition, 1685-1700, Appeton & Lange, Stamford.2005.

31

You might also like