Professional Documents
Culture Documents
Bab I
Pendahuluan
1.1. Definisi
Pengertian Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular
Disease(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Smeltzer
and Bare, 2002)
Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang mengakibatkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena adanya trauma
kapitis melainkan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri, vena, kapiler. (wijaya,1992)
1.2. Etiologi
Menurut Arif Mutaqin (2008) penyebab dari penyakit ini dibagi menurut jenis stroke, yaitu:
a. Trombosis serebral, terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis ini terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Beberapa
keadaan yang menyebabkan trombosis otak yaitu aterosklerosis hiperkoagulasi pada polisitemia,
arteritis dan emboli.
b. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum seperti
hipertensi yang parah, henti jantung paru, curah jantung turun akibat aritmia, dan hipoksia
setempat. Penyebab lainnya seperti spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub araknoid,
vasokonstriksi arteri otak disertai kepala migren.
2. Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke
dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak
yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan menyebabkan infark, edema dan
mungkin herniasi otak.
Brunner dan Suddarth (2000) mengatakan bahwa stroke terjadi oleh beberapa faktor resiko
berikut ini:
1. Hipertensi (merupakan resiko utama)
2. Penyakit Kardiovaskuler
3. Kadar hematokrit tinggi
4. DM (peningkatan anterogenesis)
5. Pemakaian kontrasepsi oral
6. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7. Obesitas, perokok, alkoholisme
8. Kadar estrogen yang tinggi
9. Usia > 35 tahun
10. Penyalahgunaan obat
11. Gangguan aliran darah otak sepintas
12. Hiperkolesterolemia
13. Infeksi
14. Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15. Lansia
16. Penyakit paru menahun
17. Asam urat
1. Stroke hemoragik/perdarahan
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran pasien umunya
menurun.
Perdarahan otak dibagi 2, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di putamen, talamus, pons dan serebelum.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Hudak dan Gallo (1996) mengatakan jika dilihat dari bagian hemisfer yang terkena maka tanda
dan gejala yang terkena dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese atau hemiplegi sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Kelainan bidang visual kiri
d. Memperlihatkan ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai
kerentanan
untuk jatuh dan cidera lain
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese atau hemiplegi kanan
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
1.4. Patofisiologi
Hudak dan Gallo (1994) , Brunner and Suddarth (2000) mengatakan bahwa diagnosis stroke
dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang
mengarah kepada diagnose stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh,
hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau
penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi mendadak. Jonathan (2009) mengatakan
pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya, yaitu sebagai berikut:
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada penderita stroke adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit dan kadar serum glukosa.
3. MRI
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih akurat daripada CT scan,
terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau
lesi yang menyebabkan perdarahan.
4.EKG
EKG dilakukan untuk memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemik miokard
memiliki kelainan yang signifikan dengan stroke.
Terapi khusus:
1. Pemberian neuroprotektan
a. Piracetam: menstabilkan membran sel neuron, cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP
dan meningkatkan sintesis glikogen
b. Nimodipin: golongan ca bloker yang merintangi masuknya Ca 2+ ke dalam sel.
c. Citicholin: mencegah kerusakan sel-sel otak, cara kerja dengan menurunkan free fatty acid,
menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin.
d. Osmoterapi: menurunkan TIK dengan menurunkan volume cairan serebrospinal
2. Tindakan pembedahan
Tindakan ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan sebisa mungkin untuk mengeluarkan
darah yang terperangkap didalam. Dengan tindakan ini diharapkan dapat menghilangkan efek
penekanan terhadap jaringan otak yang masih sehat
1.7. Fokus Pengkajian
Hudak & Gallo (1996) mengatakan bahwa pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan
pertama. Percakapan dengan pasien dan keluarga adalah sumber yang amat penting dari data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi secara keseluruhan. Yang harus dikaji adalah
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik:
A. Riwayat Kesehatan
Muttaqin (2008) mengatakan bahwa pengkajian pada stroke meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
B. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
Hudak dan Gallo (1996:160) mengatakan bahwa kualitas kesadaran pasien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan seperti table dibawah ini.
1. Reflek
Reflek terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Kontrol serebri dan
kesadaran tidak dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Reflek superficial dan reflek dalam dinilai
pada sisi yang simetris dari tubuh dan dibandingkan dengan menunjuk pada kekuatan yang
ditimbulkannya. Sebagai contoh adalah reflek plantar. Stimulus sensori diberikan dengan rabaan
cepat pada pinggir luar telapak kaki dan menyilang dari tumit kaki dengan menggunakan benda
tumpul seperti kunci atau spatel lidah. Respon motorik yang normal adalah ke bawah atau fleksi
plantar jari-jari kaki. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke atas
ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.
2. Perubahan pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya dibuat dalam millimeter). Suruh
pasien berfokus pada titik yang jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari
salah satu tangannya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah
satu mata dan perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan
bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak
sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi indikasi
adanya disfungsi neural.
3. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial meliputi kenaikan tekanan sistolik
dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan
tidak teratur.
4. Saraf Kranial
I = Olfaktorius, saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera penghidu. Mata pasien
terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk diidentifikasi.
II=Optikus, Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca tulisan cetak.
Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan.
III= Okulomotoris, IV= Troklear, VI= Abdusen. Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena
ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien untuk
mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
V= Trigeminal. Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian: optalmikus, maksilaris, dan madibularis.
Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan kornea. Bagian motorik
mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflak kornea; jika itu
baik pasien akan berkedip ketika kornea diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk
mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.
VII= Fasial.Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua pertiga anterior
lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari
paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
VIII= Akustikus. Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan vestibular, yang secara
berurutan mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan
konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat
harus waspada, terhadap keluhan pusing atau vertigo dari pasien.
IX= Glosofaringeal; X= Vagus. Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf
Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula
dan langit-langit lunak.Saraf vagus mempersarafi laring, faring dan langit-langit lunak serta
memperlihatkan respon otonom pada jantung, lambung, paru-paru dan usus halus. Ketidak
mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak dapat merupakan pertanda
adanya kerusakan saraf ini.
XI= Asesoris spinal. Saraf ini mengontrol otot-otot sternokliedomostoid dan otot trapesius.
Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien mengangkat bahu atau memutar kepala dari
satu sisi ke sisi lain terhadap tahanan.
XII= Hipoglosus. Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi
sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
Menurut Doenges (2000) menjelaskan bahwa teori dari Abraham Maslow, meletakkan
kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai,
harga diri dan aktualisasi diri. Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-
masing diagnosa yaitu sebagai berikut:
1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran,
penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret (Hudak dan Gallo, 1996:
210)
Tujuan: Patensi jalan napas dapat dipertahankan
Kriteria hasil: Frekuensi pernapasan normal (16-20x/m), sputum dapat keluar
Intervensi:
a a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti
cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode
apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan
mengindikasikan kesulitan dalam pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan
mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas (Meyer, 2004)
Rasional: Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan
napas. Kehilangan reflek menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau
intubasi. Jalan nasofarigeal lunak mungkin disarankan untuk mencegah stimulasi gag reflex,
dibandingkan dengan jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat menyebabkan proses
batuk berlebih yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial (Comer, 2005:128)
f. f. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang
tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll).
Rasional : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menunjukkan tanda
adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama).
2. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral ( Brunner
dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
Tingkat kesadaran komposmentis
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
a. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologi
atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau pasien
dipindahkan ke ruang ICU.
b. Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
c. Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara
berkala dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP.
(Carpenito,2005)
d. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak.
Ketidakteraturan pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
e. Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
f. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila
pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting
dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan
sisi yang mengalami paralysis.
g. Kolaborasi
1). Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
2). Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
3). Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangi pembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya
ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
4) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan
menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor
penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
5). Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non steroid,
golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogen endogen atau sitokin seperti
interleukin 1 yang memacu pengeluaran prostaglandin di daerah preoptik hipotalamus.
Paracetamol ini akan dapat menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis
prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori keperawatan dimana
kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara keperawatan dan tim
kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang lain.
c. c.Letakkan pada posisi telungkup 1-2 kali sehari bila pasien dapat mentoleransinya
Rasional: membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional
d. d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas . Anjurkan
melakukan latihan seperti quadrisep/ gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki.
Rasional: meminimalkan otot atropi, melancarkan sirkulasi,membantu mencegah kontraktur.
Catatan: stimulasi yang berulang dapat menjadi pencetus perdarahan berulang. (American
Stroke Association, 2001)
e. e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) selama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional: mencegah kontraktur/ footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.
Rasional: selama periode paralisis flaksid dapat ,menurunkan ‘subluksasio’ lengan dan sindrom
bahu-lengan
a. Kaji derajat disfungsi, seperti klien mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
a. c.Tunjukkan objek dan minta klien untuk menunjukkan nama dari objek tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik) seperti
pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
b. d. Minta klien untuk menggucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti :
lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi.
d. f. Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu
untuk merespons. Bicaralah tanpa tekanan pada sebuah respons.
Rasional : Perawat tidak perlu merusak pendengaran dan meninggikan suara dapat menimbulkan
pasien marah. Mefokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan
pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti : memutarbalikkan kata.
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, trasmisi, integrasi
(trauma neurologis). ( Comer, 2005)
Tujuan: Persepsi dan kesadaran pada lingkungan dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
aa. Evaluasi pasien akan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual.
bb. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual.
cc. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap hasil.
Intervensi :
aa. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang menggangu
ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
bb. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan banda
dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah
persepsi, mencegah pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat menurunkan
kebingungan karena adanya pandangan ganda.
d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
f f. Lakukan validasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada
lingkungannya, staf dan tindakan yang akan dilakukan.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan dari persepsi dan
integritas stimulasi dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.
6. Kurang perawatan diri sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Tujuan: Perawatan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Evaluasi pasien akan mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan akativitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi:
aa. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari.
0 = pasien tidak tergantung pada orang lain.
1 = pasien butuh sedikit bantuan.
2 = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan sederhana.
3 = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak.
4 = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Rasional : Mambantu dalam mangantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan.
c. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong
pasien untuk berusaha secara kontinu.
d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten.
Daftar Pustaka
1. Arif Mutaqqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, 2008,
Salemba
2. Barbara Hegner, Nursing Assistant, a nursing Process Abroach-Basic , 2009
Cengage Learning.
3. Diane M. Billing, Lippincott’s Content Review for NCLEX-RN, 2009
4. Hudak dan Gallo, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume 2, 1996, EGC
5. Joel Stein, Stroke Recovery and Rehabilitation,2008, Demos Medical Publishing
6. Louis Caplan, Caplan’s Stroke E-Book, A Clinical Approach, 2000, Elsevier Health Sciences.
7. Lynda Carpenito, Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnosis and Collaboratibe
Problem, 2008, Lippincott
8. Marylin E.Doenges, Application of Nursing process and Nursing Diagnosis: An Interactive Text
For Diagnostic Reasoning, 2000, FA.Davis
9. Nancy M. Holloway, Medical Surgical Care Planning, 2004, Lippincott
10. Rene a. Day, Brunner and Suddarth, Text Book Of Canadian medical Surgical Nursing,
2009,Lippincott
11. Sheree Comer, Delmar’s Critical Care Plans: Volume 1, 2005, Cengage Learning
12. Smeltzer & Barre, Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari Brunner and Suddarth, 2000,
EGC.
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan
daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak.( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
darah pada otak.Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak
pecah.Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan
sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga
menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut
hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang
tengkorak.
2. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85%
merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah
stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ±
60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan
oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan
subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya
CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54
tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada
rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%
3. KLASIFIKASI
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun
karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti
pada hipertensi dan angiopati amiloid.(7,8)
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri.
Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
1) Hipertensi (80%)
2) Aneurisma
3) Malformasi arteriovenous
4) Neoplasma
5) Gangguan koagulasi seperti hemofilia
6) Antikoagulan
7) Vaskulitis
8) Trauma
9) Idiophatic
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid.
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebab-
sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang
subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.
Penyebab perdarahan subarachnoid :
1) Aneurisma (70-75%)
2) Malformasi arterivenous (5%)
3) Antikoagulan ( < 5%)
4) Tumor ( < 5% )
5) Vaskulitis (<5%)
6) Tidak di ketahui (15%)
4. ETIOLOGI
a. Intracerebral hemoragik
1) Utama : hipertensi
2) Tumor, pemakaian anti koagulasi
3) Penyakit darah : leukemia
4) Penyakit pembukuh darah : vaskuler malformation
b. Subarachnoid hemoragik
1) Aneurisma
2) AVM(Arterio Venous Malformation)
5. PATOFISIOLOGI
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis
dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga
sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih
dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.Sedangkan
adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat
mengakibatkan kematian.Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya
pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena.Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan
sering selama aktivitas.Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-
lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
a. Intracerebral hemoragik
1) Sakit kepala
2) Timbul mendadak setelah melakukan aktivitas dan emosi
3) Muntah
4) Pusing
5) Kesadaran menurun
6) Kelainan neurologis
7) Kejang
b. Subarachnoid hemoragik
1) Sakit kepala
2) Muntah-muntah
3) Vertigo dan dizziness
4) Kejang-kejang
5) Kesadaran menurun
6) Hipertermi
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. Pemeriksaan radiology :
1) Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke secara spesifik, seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2) CT Scan : Menunjukkan adanya edema hematoma, iskemia dan adanya infark.
3) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic, mal formasi arteriovena
(MAV) .
4) Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis, arteriosklerotik).
5) EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik .
6) Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis
serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
9. PENATALAKSANAAN
Terapi Stroke diantara:
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1) Menstabilkan tanda – tanda vital
a) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam,
trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu; termasuk
usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini
telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam
b) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali
per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk
mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA.
1) Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
a) Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
b) Meningkatkan deformalitas eritrosit
c) Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2) Neuroprotektan:
Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
Terapi Medis
1) Neuroproteksi
Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan.Cara kerja metode ini adalah
menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.
2) Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0) untuk pasien
stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan
kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri
atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk
profilaksis stroke.
3) Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk
rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk
stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan
terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.
4) Trombolisis Intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam
penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar
mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health
Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi
pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.
Terapi Perfusi
Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari
perdarahan subarakhnoid.
10. KOMPLIKASI
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam, dan
komplikasi yang muncul di kemudian hari.
a) Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan herniasi,
pneumonia aspirasi dan kejang.
b) Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan intraserebral
yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan. Perdarahan potensial
yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit
terutama di sekitar pemasangan intravenous line.
c) Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli pulmonal,
infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah sendi dan
malnutrisi.
d) beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat diatasi
dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk meningkatkan
kualitas hidup penderita.
11. PROGNOSIS
Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan
kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat
bertahan dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut
setelah perdarahan subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera, perdarahan
subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan ulangan
pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3 bulan
setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan
subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan melaporkan nyeri
secara verbal.
2) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan dan mengabsorbsi makanan karena biologi ditandai
dengan berat badan menurun
4) Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh di atas rentang normal, kulit diraba hangat.
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik; kerusakan koordinasi;
keterbatasan rentang gerak; penurunan kekuatan kontrol otot.
6) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik atau konfusi,
penurunan kekuatan dan ketahanan.
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi tentang
penyakit,ditandai dengan kebingungan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN