You are on page 1of 35

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Hemoragik

Bab I
Pendahuluan

1.1. Definisi
Pengertian Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular
Disease(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Smeltzer
and Bare, 2002)
Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang mengakibatkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena adanya trauma
kapitis melainkan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri, vena, kapiler. (wijaya,1992)

1.2. Etiologi
Menurut Arif Mutaqin (2008) penyebab dari penyakit ini dibagi menurut jenis stroke, yaitu:

1. Stroke Non Hemoragik, yaitu:

a. Trombosis serebral, terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis ini terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Beberapa
keadaan yang menyebabkan trombosis otak yaitu aterosklerosis hiperkoagulasi pada polisitemia,
arteritis dan emboli.

b. Hipoksia umum. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum seperti
hipertensi yang parah, henti jantung paru, curah jantung turun akibat aritmia, dan hipoksia
setempat. Penyebab lainnya seperti spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub araknoid,
vasokonstriksi arteri otak disertai kepala migren.

2. Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke
dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak
yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan menyebabkan infark, edema dan
mungkin herniasi otak.

Brunner dan Suddarth (2000) mengatakan bahwa stroke terjadi oleh beberapa faktor resiko
berikut ini:
1. Hipertensi (merupakan resiko utama)
2. Penyakit Kardiovaskuler
3. Kadar hematokrit tinggi
4. DM (peningkatan anterogenesis)
5. Pemakaian kontrasepsi oral
6. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7. Obesitas, perokok, alkoholisme
8. Kadar estrogen yang tinggi
9. Usia > 35 tahun
10. Penyalahgunaan obat
11. Gangguan aliran darah otak sepintas
12. Hiperkolesterolemia
13. Infeksi
14. Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15. Lansia
16. Penyakit paru menahun
17. Asam urat

1.3. Tanda dan Gejala


Menurut Muttaqin (2008) tanda dan gejala pada stroke berbeda tergantung dari jenis stroke,
yaitu:

1. Stroke hemoragik/perdarahan
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran pasien umunya
menurun.
Perdarahan otak dibagi 2, yaitu:

a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang terjadi cepat dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di putamen, talamus, pons dan serebelum.

b. Perdarahan Sub Araknnoid


Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini
berasal dari pembuluh darah dari sirkulasi Willis dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar
parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluar ke ruang sub araknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal ( hemiparese,
gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak menyebabkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan sub araknoid sering mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncak pada
hari ke 5-9 dan dapat menghilang setelah minggu ke 2 sampai minggu ke 5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub araknoid. Dari uraian diatas
dibuat tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gejala PIS PSA

Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit

Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat

Kesadaran Menurun Menurun sementara

Kejang Umum Sering fokal

Tanda rangsangan +/- +++

meningeal

Hemiparese ++ +/-

Gangguan saraf otak + +++

Hudak dan Gallo (1996) mengatakan jika dilihat dari bagian hemisfer yang terkena maka tanda
dan gejala yang terkena dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese atau hemiplegi sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Kelainan bidang visual kiri
d. Memperlihatkan ketidaksadaran defisit pada bagian yang sakit oleh karenanya mempunyai
kerentanan
untuk jatuh dan cidera lain
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese atau hemiplegi kanan
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

1.4. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral biasanya tImbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurism)


akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortika, serebelum dan
batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteri berdiameter 100-400 mikrometer
mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,
peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.
Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan
volume perdarahan semakin besar. (Caplan. 2000)
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan
67lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan
nekrosis.
Comer (2005) mengatakan perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh
darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid.
Perdarahan subaraknoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan
dari intravenous malformation (AVM).

1.5. Diagnostik tes

Hudak dan Gallo (1994) , Brunner and Suddarth (2000) mengatakan bahwa diagnosis stroke
dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang
mengarah kepada diagnose stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh,
hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau
penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi mendadak. Jonathan (2009) mengatakan
pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya, yaitu sebagai berikut:

1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada penderita stroke adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit dan kadar serum glukosa.

2. CT scan non kontras


Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah
penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. CT scan non kontras
dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.

3. MRI
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih akurat daripada CT scan,
terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vascular yang mendasari atau
lesi yang menyebabkan perdarahan.

4.EKG
EKG dilakukan untuk memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemik miokard
memiliki kelainan yang signifikan dengan stroke.

1.6. Penatalaksanaan Medis


Secara umum Hudak dan Gallo (2000) mengatakan bahwa penatalaksanaan pada pasien
stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan dapat dimobilisasi
bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan napas dan pertahankan ventilasi yang adekuat , bila diperlukan oksigenisasi
sesuai kebutuhan
3. Pantau tanda vital dan usahakan stabil
4. Istirahat di tempat tidur
5. Koreksi adanya hiperglikemi dan hipoglikemi
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan kalau perlu dikateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid, hindari penggunaan glukosa murni
atau hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction yang berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
10. Nutrisi peroral diberikan hanya bila fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
kesulitan menelan sebaikanya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa mengobati penyebab, pemberian neuroprotektan, tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang meninggi.

Terapi khusus:
1. Pemberian neuroprotektan
a. Piracetam: menstabilkan membran sel neuron, cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP
dan meningkatkan sintesis glikogen
b. Nimodipin: golongan ca bloker yang merintangi masuknya Ca 2+ ke dalam sel.
c. Citicholin: mencegah kerusakan sel-sel otak, cara kerja dengan menurunkan free fatty acid,
menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin.
d. Osmoterapi: menurunkan TIK dengan menurunkan volume cairan serebrospinal

2. Tindakan pembedahan

Tindakan ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan sebisa mungkin untuk mengeluarkan
darah yang terperangkap didalam. Dengan tindakan ini diharapkan dapat menghilangkan efek
penekanan terhadap jaringan otak yang masih sehat
1.7. Fokus Pengkajian

Hudak & Gallo (1996) mengatakan bahwa pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan
pertama. Percakapan dengan pasien dan keluarga adalah sumber yang amat penting dari data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi secara keseluruhan. Yang harus dikaji adalah
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik:
A. Riwayat Kesehatan
Muttaqin (2008) mengatakan bahwa pengkajian pada stroke meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

h. Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat
anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

B. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
Hudak dan Gallo (1996:160) mengatakan bahwa kualitas kesadaran pasien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan seperti table dibawah ini.

Tabel 3. Metoda Tingkat Responsivitas


Terjaga : Normal
Sadar: dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertamakali terjaga
Letargi: mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
Stupor: Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana
atau berbicara satu kata atau frase pendek
Semikomatosa: gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara
koheren
Koma: dapat berespon dengan postur secara reflek ketika distimulasi atau tidak berespon ketika
distimulus.
Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu untuk mengumpulkan data sangat terbatas,
Skala koma Glasgow dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna.

Tabel 4. Skala Koma Glasgow


Respon membuka mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1

2.Gerakan, Kekuatan dan koordinasi


Kelemahan otot merupakan tanda penting gangguan fungsi pada beberapa gangguan
neurologis. Perawat dapat menilai kekuatan ekstremitas dengan memberikan tahanan pada
berbagai otot, dengan menggunakan otot perawat sendiri atau menggunakan gaya gravitasi.
Hemiparese dan hemiplegia dalah gangguan fungsi unilateral yang diakibatkan oleh lesi
kontralateral pada traktus kortikospinal.

Tabel 5. Skala peringkat untuk kekuatan otot


0= Tidak ada kontraksi otot
1= Ada tanda dari kontraksi
2= Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi
3= Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan otot
Pemeriksa
4= Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot pemeriksa
5= Kekuatan dan regangan yang normal.

1. Reflek
Reflek terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Kontrol serebri dan
kesadaran tidak dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Reflek superficial dan reflek dalam dinilai
pada sisi yang simetris dari tubuh dan dibandingkan dengan menunjuk pada kekuatan yang
ditimbulkannya. Sebagai contoh adalah reflek plantar. Stimulus sensori diberikan dengan rabaan
cepat pada pinggir luar telapak kaki dan menyilang dari tumit kaki dengan menggunakan benda
tumpul seperti kunci atau spatel lidah. Respon motorik yang normal adalah ke bawah atau fleksi
plantar jari-jari kaki. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau gerakan ke atas
ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.
2. Perubahan pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya dibuat dalam millimeter). Suruh
pasien berfokus pada titik yang jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari
salah satu tangannya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah
satu mata dan perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung). Perhatikan
bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon konsensual). Anisokor (pupil yang tidak
sama) dapat normal pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi indikasi
adanya disfungsi neural.
3. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial meliputi kenaikan tekanan sistolik
dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan
tidak teratur.
4. Saraf Kranial
I = Olfaktorius, saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera penghidu. Mata pasien
terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat hidung untuk diidentifikasi.
II=Optikus, Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien membaca tulisan cetak.
Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan.
III= Okulomotoris, IV= Troklear, VI= Abdusen. Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena
ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien untuk
mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.
V= Trigeminal. Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian: optalmikus, maksilaris, dan madibularis.
Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan kornea. Bagian motorik
mengontrol otot mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflak kornea; jika itu
baik pasien akan berkedip ketika kornea diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk
mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.
VII= Fasial.Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada dua pertiga anterior
lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari
paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
VIII= Akustikus. Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan vestibular, yang secara
berurutan mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan
konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat
harus waspada, terhadap keluhan pusing atau vertigo dari pasien.
IX= Glosofaringeal; X= Vagus. Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf
Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula
dan langit-langit lunak.Saraf vagus mempersarafi laring, faring dan langit-langit lunak serta
memperlihatkan respon otonom pada jantung, lambung, paru-paru dan usus halus. Ketidak
mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak dapat merupakan pertanda
adanya kerusakan saraf ini.
XI= Asesoris spinal. Saraf ini mengontrol otot-otot sternokliedomostoid dan otot trapesius.
Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien mengangkat bahu atau memutar kepala dari
satu sisi ke sisi lain terhadap tahanan.
XII= Hipoglosus. Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi
sekunder terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.

1.8. Intervensi Keperawatan

Menurut Doenges (2000) menjelaskan bahwa teori dari Abraham Maslow, meletakkan
kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai,
harga diri dan aktualisasi diri. Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-
masing diagnosa yaitu sebagai berikut:

1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran,
penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret (Hudak dan Gallo, 1996:
210)
Tujuan: Patensi jalan napas dapat dipertahankan
Kriteria hasil: Frekuensi pernapasan normal (16-20x/m), sputum dapat keluar
Intervensi:
a a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti
cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode
apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan
mengindikasikan kesulitan dalam pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan
mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas (Meyer, 2004)

b. Monitor kemampuan gag reflex/ kemampuan menelan

Rasional: Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan
napas. Kehilangan reflek menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau
intubasi. Jalan nasofarigeal lunak mungkin disarankan untuk mencegah stimulasi gag reflex,
dibandingkan dengan jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat menyebabkan proses
batuk berlebih yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial (Comer, 2005:128)

c. c.Tinggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler


Rasional : Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang dan
mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan kemungkinan lidah
jatuh yang dapat menyumbat jalan napas. (Capernito, 2008)

d. d. Ajarkan pasien napas efektif dalam jika pasien sadar.


Rasional : Membantu ekspansi paru supaya tidak terjadi atelektasis dan mengeluarkan sputum.
e. e.Lakukan suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat warna dan
kekeruhan dari secret.
Rasional : Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak dapat
membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan
dengan hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat
menimbulkan vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami gangguan
(Meyer, 2008)

f. f. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang
tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll).
Rasional : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menunjukkan tanda
adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama).

g. g. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien).


Rasional : cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada ujung hidung
mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di jaringan perifer

2. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral ( Brunner
dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
Tingkat kesadaran komposmentis
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
a. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologi
atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau pasien
dipindahkan ke ruang ICU.
b. Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
c. Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara
berkala dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP.
(Carpenito,2005)
d. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak.
Ketidakteraturan pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
e. Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
f. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila
pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting
dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan
sisi yang mengalami paralysis.
g. Kolaborasi
1). Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
2). Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
3). Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangi pembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya
ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
4) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan
menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor
penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
5). Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non steroid,
golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogen endogen atau sitokin seperti
interleukin 1 yang memacu pengeluaran prostaglandin di daerah preoptik hipotalamus.
Paracetamol ini akan dapat menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis
prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori keperawatan dimana
kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara keperawatan dan tim
kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang lain.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralysis (Diane, 2009)


Tujuan: Mempertahankan posisi tubuh optimal
Kriteria hasil: tak ada kontraktur atau footdrop
Intervensi:
a. a. Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur.
Klasifikasikan menurut skala 0-4
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab tehnik yang berbeda digunakan
untuk paralisis spastic dengan flaksid.

b. b. Ubah posisi (terlentang, miring) minimal setiap 2 jam


Rasional: Menurunkan risiko terjadinya iskemik jaringan yang dapat menimbulkan dekubitus.

c. c.Letakkan pada posisi telungkup 1-2 kali sehari bila pasien dapat mentoleransinya
Rasional: membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional

d. d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas . Anjurkan
melakukan latihan seperti quadrisep/ gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki.
Rasional: meminimalkan otot atropi, melancarkan sirkulasi,membantu mencegah kontraktur.
Catatan: stimulasi yang berulang dapat menjadi pencetus perdarahan berulang. (American
Stroke Association, 2001)

e. e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) selama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional: mencegah kontraktur/ footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.

f. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak


f.

Rasional: selama periode paralisis flaksid dapat ,menurunkan ‘subluksasio’ lengan dan sindrom
bahu-lengan

g. g. Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengaturan posisi


Rasional: Kontraktur fleksi dapat terjadi Karena otot fleksor lebih kuat dibandingkan otot
ekstrensor

h. h. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan


Rasional: mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

i. i. Tinggikan tangan dan kepala


Rasional: meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasia/oral. (Comer, 2005)
Tujuan: Pasien akan dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga.
Kriteria hasil:
a. Pasien akan mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
c. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
Intervensi:

a. Kaji derajat disfungsi, seperti klien mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.

b. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.


Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti atau berespon sesuai dan memberikan
kesempatan untuk mengklarifikasi isi atau makna yang terkandung.

a. c.Tunjukkan objek dan minta klien untuk menunjukkan nama dari objek tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik) seperti
pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.

b. d. Minta klien untuk menggucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti :
lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi.

c. e. Minta klien untuk menulis nama atau kalimat pendek.


Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar
(aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensori dan afasia motorik.

d. f. Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu
untuk merespons. Bicaralah tanpa tekanan pada sebuah respons.
Rasional : Perawat tidak perlu merusak pendengaran dan meninggikan suara dapat menimbulkan
pasien marah. Mefokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan
pasien terpaksa untuk bicara otomatis seperti : memutarbalikkan kata.

e. g. Anjurkan kepada orang terdekat untuk tetap memelihara komunikasi


dengan klien.
Rasional : Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang
efektif.

5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, trasmisi, integrasi
(trauma neurologis). ( Comer, 2005)
Tujuan: Persepsi dan kesadaran pada lingkungan dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
aa. Evaluasi pasien akan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual.
bb. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterbatasan residual.
cc. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap hasil.

Intervensi :
aa. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang menggangu
ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.

bb. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan banda
dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit jika perlu.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah
persepsi, mencegah pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat menurunkan
kebingungan karena adanya pandangan ganda.

c.Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabotan yang membahayakan.


Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan
kebingungan terhadap interprestasi lingkungan, menurunkan resiko terjadinya kecelakaan

d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

ee. Hindari kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebih sesuai kebutuhan.


Rasional : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebihan

f f. Lakukan validasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada
lingkungannya, staf dan tindakan yang akan dilakukan.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan dari persepsi dan
integritas stimulasi dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.
6. Kurang perawatan diri sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
Tujuan: Perawatan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Evaluasi pasien akan mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan akativitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi:
aa. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari.
0 = pasien tidak tergantung pada orang lain.
1 = pasien butuh sedikit bantuan.
2 = pasien butuh bantuan/pangawasan/bimbingan sederhana.
3 = pasien butuh bantuan/peralatan yang banyak.
4 = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Rasional : Mambantu dalam mangantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan.
c. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong
pasien untuk berusaha secara kontinu.
d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten.

Daftar Pustaka
1. Arif Mutaqqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, 2008,
Salemba
2. Barbara Hegner, Nursing Assistant, a nursing Process Abroach-Basic , 2009
Cengage Learning.
3. Diane M. Billing, Lippincott’s Content Review for NCLEX-RN, 2009
4. Hudak dan Gallo, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume 2, 1996, EGC
5. Joel Stein, Stroke Recovery and Rehabilitation,2008, Demos Medical Publishing
6. Louis Caplan, Caplan’s Stroke E-Book, A Clinical Approach, 2000, Elsevier Health Sciences.
7. Lynda Carpenito, Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnosis and Collaboratibe
Problem, 2008, Lippincott
8. Marylin E.Doenges, Application of Nursing process and Nursing Diagnosis: An Interactive Text
For Diagnostic Reasoning, 2000, FA.Davis
9. Nancy M. Holloway, Medical Surgical Care Planning, 2004, Lippincott
10. Rene a. Day, Brunner and Suddarth, Text Book Of Canadian medical Surgical Nursing,
2009,Lippincott
11. Sheree Comer, Delmar’s Critical Care Plans: Volume 1, 2005, Cengage Learning
12. Smeltzer & Barre, Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari Brunner and Suddarth, 2000,
EGC.
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan
daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak.( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
darah pada otak.Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak
pecah.Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan
sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga
menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut
hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang
tengkorak.

2. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85%
merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah
stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ±
60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan
oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan
subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya
CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54
tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada
rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%

3. KLASIFIKASI

Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and


Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :

a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun
karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti
pada hipertensi dan angiopati amiloid.(7,8)
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri.
Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
1) Hipertensi (80%)
2) Aneurisma
3) Malformasi arteriovenous
4) Neoplasma
5) Gangguan koagulasi seperti hemofilia
6) Antikoagulan
7) Vaskulitis
8) Trauma
9) Idiophatic
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid.
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebab-
sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang
subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.
Penyebab perdarahan subarachnoid :
1) Aneurisma (70-75%)
2) Malformasi arterivenous (5%)
3) Antikoagulan ( < 5%)
4) Tumor ( < 5% )
5) Vaskulitis (<5%)
6) Tidak di ketahui (15%)

4. ETIOLOGI
a. Intracerebral hemoragik
1) Utama : hipertensi
2) Tumor, pemakaian anti koagulasi
3) Penyakit darah : leukemia
4) Penyakit pembukuh darah : vaskuler malformation
b. Subarachnoid hemoragik
1) Aneurisma
2) AVM(Arterio Venous Malformation)

5. PATOFISIOLOGI

Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis
dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga
sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intrakranial.

Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.


Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme
ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang
semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah
dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan
darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan
semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh
astroglia yang mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006).Perdarahan subaraknoid
sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.Kebanyakan aneurisma mengenai
sirkulus wilisi.

Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya


ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma.Gangguan neurologis tergantung
letak dan beratnya perdarahan.Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri
yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula
interna.Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis
yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah,
penurunan kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan
serebrospinal (bila perdarahanbesar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien
ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena
meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan
penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke
pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).

Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih
dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.Sedangkan
adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat
mengakibatkan kematian.Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya
pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).

7. TANDA DAN GEJALA

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena.Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan
sering selama aktivitas.Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-
lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
a. Intracerebral hemoragik
1) Sakit kepala
2) Timbul mendadak setelah melakukan aktivitas dan emosi
3) Muntah
4) Pusing
5) Kesadaran menurun
6) Kelainan neurologis
7) Kejang
b. Subarachnoid hemoragik
1) Sakit kepala
2) Muntah-muntah
3) Vertigo dan dizziness
4) Kejang-kejang
5) Kesadaran menurun
6) Hipertermi

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :


a. Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan fungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli cerebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunukkan adanya hemoragic subarachnoid atau perdarahan
intrakranial.Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.

b. Pemeriksaan radiology :
1) Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke secara spesifik, seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2) CT Scan : Menunjukkan adanya edema hematoma, iskemia dan adanya infark.
3) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic, mal formasi arteriovena
(MAV) .
4) Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis, arteriosklerotik).
5) EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik .
6) Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis
serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
9. PENATALAKSANAAN
Terapi Stroke diantara:

1. a) Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-


terapi dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi
diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK.

1. b) Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg.

 c) Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.

 d) Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih


lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol.
 e) Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan,
tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked
potential, dan oksimetri.

1. f) Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan.

Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1) Menstabilkan tanda – tanda vital
a) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam,
trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu; termasuk
usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini
telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam
b) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali
per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk
mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA.
1) Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
a) Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
b) Meningkatkan deformalitas eritrosit
c) Memperbaiki sirkulasi intraselebral

2) Neuroprotektan:
Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
Terapi Medis
1) Neuroproteksi
Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan.Cara kerja metode ini adalah
menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.
2) Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0) untuk pasien
stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan
kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri
atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk
profilaksis stroke.
3) Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk
rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk
stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan
terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.
4) Trombolisis Intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam
penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar
mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health
Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi
pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.
Terapi Perfusi
Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari
perdarahan subarakhnoid.

Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum


Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik,
terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media.Terapi
konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal
atau sedikit meningkat.
Terapi Bedah
Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis yang
dicadangkan untuk stroke yang paling masif.
Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral
adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat
biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah
kerusakan otak.
Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma sedikit dan
defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas menunjukkan
indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau tidak. Hal inilah
yang menjadi ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi diperlukan atau
tidak.

10. KOMPLIKASI

Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam, dan
komplikasi yang muncul di kemudian hari.
a) Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan herniasi,
pneumonia aspirasi dan kejang.
b) Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan intraserebral
yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan. Perdarahan potensial
yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit
terutama di sekitar pemasangan intravenous line.
c) Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli pulmonal,
infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah sendi dan
malnutrisi.
d) beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat diatasi
dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk meningkatkan
kualitas hidup penderita.

11. PROGNOSIS

Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran,


dan kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi
jauh ke dalam dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan
massa sehingga mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan
intraserebral biasanya disertai defisit neurologis.

Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan
kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat
bertahan dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut
setelah perdarahan subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera, perdarahan
subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan ulangan
pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3 bulan
setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan
subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian data keperawatan


a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000).
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995).
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000).
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya
ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b) Pola
nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan
pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d)
Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, e) Pola tidur dan istirahat
biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, f)
Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi
dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan
ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD
meningkat, nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio
urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan melaporkan nyeri
secara verbal.
2) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan dan mengabsorbsi makanan karena biologi ditandai
dengan berat badan menurun
4) Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh di atas rentang normal, kulit diraba hangat.
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik; kerusakan koordinasi;
keterbatasan rentang gerak; penurunan kekuatan kontrol otot.
6) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik atau konfusi,
penurunan kekuatan dan ketahanan.
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi tentang
penyakit,ditandai dengan kebingungan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


DX KRITERIA HASIL
1 Setelah dilakukan a. Kaji tingkat nyeri yanga. Untuk mengetahui berapa
asuhan keperawatan dialami pasien. berat nyeri yang dialami
selama …x… b. Berikan posisi pasien.
diharapkan nyeri yang nyaman, b. Untuk mendukung
pasien berkurang usahakan situasi mengurangi rasa nyeri.
dengan kriteria hasil: ruangan yang tenang.c. Dengan melakukan aktivitas
a. Pasien mengatakan c. Alihkan perhatian lain pasien dapat
nyerinya berkurang pasien dari rasa nyeri. melupakan perhatiannya
dengan skala nyeri terhadap nyeri yang
ringan 1-3. dialami.
b. Pasien tidak nampak d. Kolaborasi berikan d. Analgetik mengurangi nyeri
meringis lagi. obat-obat analgetik pasien,penurunan TIK
c. Pasien nampak dan penurun TIK. membuat nyeri berkurang.
nyaman.
2 Setelah dilakukan a. Berikan penjelasan a. Keluarga lebih
asuhan keperawatan kepada keluarga klien berpartisipasi dalam proses
selama ….x…. tentang sebab-sebab penyembuhan.
diharapkan perfusi peningkatan TIK dan
jaringan kembali akibatnya. b. Untuk mencegah
efektif dengan kriteriab. Anjurkan kepada klien perdarahan ulang.
hasil: untuk bed rest total
a. Klien tidak gelisah c. Observasi dan catat c. Mengetahui setiap
b. Tidak ada keluhan tanda-tanda vital dan perubahan yang terjadi
nyeri kepala, mual, kelain tekanan pada klien secara dini dan
kejang. intrakranial tiap dua untuk penetapan tindakan
c. GCS 456 jam yang tepat.
d. Pupil isokor, reflek d. Mengurangi tekanan arteri
cahaya (+) d. Berikan posisi kepala dengan meningkatkan
e. Tanda-tanda vital lebih tinggi 15-30 drainage vena dan
normal dengan letak jantung memperbaiki sirkulasi
(beri bantal tipis) serebral
e. Batuk dan mengejan dapat
e. Anjurkan klien untuk meningkatkan tekanan intra
menghindari batuk kranial dan potensial terjadi
dan mengejan perdarahan ulang.
berlebihan f. Rangsangan aktivitas yang
f. Ciptakan lingkungan meningkat dapat
yang tenang dan meningkatkan kenaikan
batasi pengunjung TIK.
g. Memperbaiki sel yang
masih viable dan
mengobati perdarahan
g. Kolaborasi dengan tim yang ada di otak.
dokter dalam .
pemberian terapi
cairan intravena dan
obat-obatan sesuai
program dokter.
3 Setelah dilakukan a. Timbang berat badan a. Untuk mengetahui
asuhan keperawatan klien. penurunan atau
selama ….x…. peningkatan berat badan.
diharapkan nutrisi b. Dapat meningkatkan
klien terpenuhi b. Catat intake dan masukan serta mencegah
dengan kriteria hasil: output makanan klien. distensi gaster.
a. Tidak terjadi c. Menghindari mual dan
penurunan berat muntah.
badan. c. Beri makan sedikit tapid. HE meningkatkan
b. Tidak terjadi mual sering. pengetahuan tentang
dan muntah. d. Berikan HE tentang nutrisi.
c.Nafsu makan pasien pentingnya nutrisi
bertambah. tubuh.
4 Setelah dilakukan a. Observasi TTV pasiena. Mengetahui TTV dapat
asuhan keperawatan terutama suhu. mempermudah
selama ….x… intervensi berikutnya.
diharapkan suhu
tubuh pasien dalam b. Berikan kompres b. Mengurangi panas dengan
batas normal dengan hangat. pemindahan panas secara
kriteria hasil: kondusif.
a. Suhu tubuh pasien c. Anjurkan minum yang c. Minum dapat mnurunkan
36,50C banyak 2-3 liter/ hari. suhu tubuh klien.
b. Wajah pasien tidak
merah. d. Mempermudah menyerap
c. Kulit diraba tidak d. Anjurkan memakai keringat.
hangat. pakaian yang tipis. e. Menurunkan panas.
e. Delegatif dalam
pemberian obat
antipiretik
5 Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan a. Mengidentifikasi kekuatan
asuhan keperawatan secara fungsional dan kelemahan dan dapat
selama …x… atau luasnya memberikan informasi
diharapkan tidak kerusakan awal dan mengenai pemulihan.
terjadi gangguan dengan cara yang
mobilitas fisik dengan teratur.klasifikasi b. Menurunkan resiko
kriteria hasil: melalui skala 0-4. terjadinya trauma atau
a. Pasien mampu b. Ubah posisi minimal iskemia jaringan.
melakukan setiap 2 jam
pergerakan dengan (terlentang atau
normal. miring), dan
b. Kekuatan otot 5. sebagiannya dan
jikan memungkinkan
bisa lebih sering jika
diletakkan dalam
posisi bagian yang c. Meminimalkan atrofi otot,
terganggu. meningkatkan sirkulasi,
c. Mulailah melakukan membantu mencegah
latihan rentang gerak kontraktur.
aktif dan pasif pada
semua ekstrimitas d. Diperlukan untuk
saat masuk. menghilangkan spastisitas
d. Berikan obat relaksan pada ekstremitas yang
otot antispasmodic terganggu.
sesuai indikasiseperti
baklofen, dantrolen. e. Program yang khusus dapat
dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan
e. Konsultasikan dengan yang berarti atau menjaga
ahli fisioterapi secara kekurangan tersebut dalam
aktif, latihan resistif, keseimbangan, kordinasi
dan ambulasi pasien. dan kekuatan.
6 Setelah dilakukane. Kaji kemampuan dan a. Membantu dalam
asuhan keperawatan tingkat kekurangan mengantisipasi/merencana
selama …x24 jam, untuk memlakukan kan pemenuhan kebutuhan
diharapkan kebutuhan sehari-hari secara individual
perawatan diri klien b. Pasien ini mungkin menjadi
berjalan dengan baikf. Hindari melakukan sangat ketakutan dan
dengan kriteria hasil: sesuatu untuk pasien sangat tergantung dan
a. Klien mampu yang dapat dilakukan meskipun bantuan yang
mendemonstrasikan pasien sendiri tetapi diberikan bermanfaat dalam
teknik/perubahan berikan bantuan mencegah frustasi
gaya hidup untuk sesuai kebutuhan
memenuhi kebuthan
perawatan diri c. Pasien akan memerlukan
b. Klien mampu empati tetapi perlu untk
melkuakn aktivitas g. Pertahankan mengetahui pemberi
perawatan diri dalam dukungan, sikap yang asuhan yang akan
tingkat kemampuan tegas. Beri pasien membantu pasien secara
sendiri waktu cukup untuk konsisten
c. Klien mampu mengerjakan d. Meningkatkan persaan
mengidentifikasi tugasnya mekna diri. Meningaktkan
sumber kemnadirian dan
pribadi/komunitas h. Beri umpan balik yang mendorong pasien untuk
memberikan bantuan positif untuk setiap berusaha secara kontinu
sesuai kebutuhan uasaha yang
dilakukan atau
keberhasilannya
7 Setelah dilakukan a. Beri klien informasi a. Mengetahui penyakit apa
asuhan keperawatan tentang penyakitnya yang dideitanya.
selama …….x…. jamb. Beri kesempatan klien
diharapkan untukbertanya b. Menambah pegetahuan
pengetahuan pasien c.Beri informasi tentang klien.
tentang penyakitnya tindakan medis dan
bertambah,dengan keperawatan yang c. Agar pasien tidak merasa
kriteria hasil: akan diberikan. ce,as dengan penyakitnya
a. Pasien mengerti
tentang penyakinya
b. Pasien tidak
kebingungan
c. Pasien tidak bertanya-
tanya tentang
penyakitnya.

You might also like