Professional Documents
Culture Documents
BEDAH
CKD / GGK
(Chronic Kidney Disease / Gagal Ginjal Kronik)
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang
menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2013).
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal
yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate
(GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60
mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar
dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015).
3. Klasifikasi
Menurut Corwin, 2009, penyakit ginjal kronik dibagi menjadi beberapa stadium
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu
1. Stage 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stage 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
3. Stage 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stage 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stage 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg ))
( 72 x creatini serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
Menentukan keseimbangan cairan tubuh
Rumus : Intake - Output
Intake : air minum, air dalam makanan, air metabolisme,
cairan intravena/injeksi
Output : urine, IWL, feses dan muntah
Rumus Insesible Water Loss (IWL) : 15/Kg BB/Hari
Jika ada kenaikan suhu badan : IWL + 200 (suhu badan sekarang - 36,8)
Air metabolisme dewasa : 5 ml/Kg BB/Hari
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic
(DM), Infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi,
Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus
) diduga utuh sedangkan yang lain rusak ( hipotesa nefron utuh ). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾
dari nefron –nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit
atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein ( yang normalnya
dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat
(Smeltzer dan Bare, 2013).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Suyono (200l) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :
6.Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2013), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebih
b. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis
yang tidak adekuat
c. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin, angiotensin, aldosteron
d. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, peradangan gastro
intestinal
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat.
7. Web of Caution
8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan:
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh
fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajiaan
1) Breathing
Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan (kussmaul),
nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru)
2) Blood
Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi orthostatik
(hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum, pucat,
kecenderungan perdarahan
3) Brain
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, gangguan status mental, penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa),
kejang, aktivitas kejang
4) Bladder
Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan, Oliguria (
bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari), Perubahan pola kemih : peninggkatan
frekuensi, poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir),
disuria, ragu-ragu berkemih, dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi
(inflamasi/obstruksi, infeksi),
5) Bowel
Adanya keluhan dari pasien mengenai mual, muntah, anoreksia, abdomen kembung,
diare atau konstipasi
6) Bone
Kulit berwarna pucat, Ekimosis, Urea frost, Bekas-bekas guratan karena gatal.
7) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium :
- Urine :
Volume : oligouria atau anuria, warna keruh, berat jenis kurang dari 1,015,
osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg, klirens kreatinin mungkin agak menurun,
natrium > 40 mEq/L, proteinuria (3-4+).
- Darah :
BUN/Kreatinin meningkat (kreatinin 10 mg/dl), Hematokrit menurun, HB < 7-8
g/dL), Gas darah arteri : pH < 7,2 ,bikarbonat dan PCO2 menurun. Natrium
mungkin rendah atau normal, kalium, magnesium/ fosfat meningkat, kalsium
menurun, protein ( khususnya albumin) menurun, osmolalitas serum > 285
mOsm/kg.
b. Pemeriksaan Radiologi
- USG Ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran kemih atas.
- Biopsy ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologist.
- Endoskopi ginjal, nefroskopi : menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuri,
pengangkatan tumor selektif.
- EKG : mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa
- KUB foto : menunjukkan ukuran ginjal/ ureter/ kandung kemih dan adanya
obstruksi batu.
- Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan : menunjukkan demineralisasi
dan kalsifikasi.
3. Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan curah
jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi
perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala
0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialysis (Muttaqin &
Sari, 2011).
c. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang mendasari kerja
hemodialisa, yaitu :
1) Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2) Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat.
3) Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
e. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengandialyzer dan selang
dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat mengganggu cara
kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu diberikan suatu antikoagulan
agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Terapi yang digunakan selama
proses hemodialisis, yaitu:
1) Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena mudah
diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk disingkirkan oleh tubuh.
Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa yang ditentukan oleh faktor
kebutuhan pasien dan faktor prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang
menyediakan hemodialisa, yaitu :
a) Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg
selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai. Kemudian dilanjutkan 750-1250
U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1
jam sebelum hemodialisa selesai.
b) Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa
dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg berulang-
ulang sampai hemodialisa selesai.
c) Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan ringan sampai
sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan lebih rendah daripada routine
continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3 menit sebelum hemodialisa dimulai.
Kemudian dilanjutkan 500 U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung.
Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
2) Heparin-free dialysis (Saline).
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan berat atau
tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut diberikan normal
saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan dengan arteri setiap 15-30
menit sebelum hemodialisa.Heparin-free dialysis sangat sulit untuk dipertahankan
karena membutuhkan aliran darah arteri yang baik (>250 ml/menit), dialyzeryang
memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
3) Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami perdarahan,
sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak boleh menerima
heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan terjadinya pembekuan,
maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa menggunakan heparin adalah
dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion dalam darah. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan
arteri dan menggunakan cairan dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian, akan
sangat berbahaya apabila darah yang telah mengalami proses hemodialisis dan
kembali ke tubuh pasien dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada saat
pemberian trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri sebaiknya
juga diimbangi dengan pemberian kalsium klorida dalam selang yang berhubungan
dengan vena. (Swartzendruber et al., 2008).
f. Diet Pasien Hemodialisa
Menurut Suwitra 2006, diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat perburukan fungsi
ginjalnya. Sehingga, ada beberapa unsur yang harus dibatasi konsumsinya yaitu :
1) Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari,
2) Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan fungsi sekresi
kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
3) Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
4) Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
5) Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan darah dan
edema.
Menurut Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan (2011), hal yang harus
diperhatikan pada diet pasien hemodialisis :
1) Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium)
Natrium banyak terkandung dalam garam dapur (natrium klorida). Bagi penderita gagal
ginjal, hindari makanan yang mengandung natrium tinggi. Terlalu banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi natrium menyebabkan kita menjadi banyak minum,
padahal asupan cairan pada pasien penyakit ginjal kronik perlu dibatasi. Asupan garam
yang dianjurkan sebelum dialysis antara 2,5-5 gr garam/hari. Nilai normal natrium
adalah 135-145 mmol/L.
Pantangan besar :
a) Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
b) Manisan dan asinan
c) MSG/ Vetsin/ Moto
d) Ikan asin dan daging asap
e) Garam (makanan tidak boleh terlalu asin).
Kalium adalah mineral yang ada dalam makanan dengan nilai normalnya adalah 3.5-5.5
mmol/L. Kalium banyak pada buah dan sayur. Kalium memiliki peran penting dalam
aktivitas otot polos (terutama otot jantung) dan sel saraf. Ginjal normal akan
membuang kelebihan kalium, namun pada pasien, kemampuan tersebut menurun,
sehingga dapat terjadi akumulasi/ penimbunan kalium dalam darah. Biasanya
konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang
rendah.
Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Konsentrasi kalium darah yang
lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Kadar kalium
yang sangat tinggi akan membuat otot melemah, mengganggu irama jantung dan dapat
menyebabkan kematian. Pilih buah/sayur yang rendah kalium.
Makanan Yang Tinggi Kalium
a) Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya, apricot, kismis, prune.
b) Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang kol.
2) Fosfor Dan Kalsium
Tubuh memerlukan keseimbangan fosfor dan kalsium, terutama untuk membangun
massa tulang. Jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik maka kadar fosfor naik
sehingga kalsium menjadi turun. Agar aliran darah tetap stabil, pasokan kalsium diambil
dari tulang sehingga massa kalsium dalam tulang menjadi berkurang. Hal ini yang
menyebabkan tulang mudah retak atau patah. Jumlah fosfor yang dibutuhkan sehari 800-
1.200 mg, sedangkan kalsium 1.000 mg. Agar dapat menyeimbangkan jumlah keduanya,
sebaiknya perhatikan kandungannya dalam bahan makanan.
Dalam darah, nilai normal fosfor : 2,5-4,5 mg/dl, sedangkan kalsium : 8,4-10,2 mg/dl.
Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk tulang. Jika ginjal tidak berfungsi
baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang. Kadar fosfor yang tinggi dapat menurunkan
kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah, sehingga kadar kalsium dalam darah
meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh, gatal2, tulang nyeri dan mata merah.
Makanan Tinggi fosfor :
a) Produk susu : susu, keju, yoghurt, es krim.
b) Produk sereal : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum.
c) Sayuran : kacang-kacanganan, biji bunga matahari, kedelai.
d) Daging, Ikan dan telur : hati, seafood (udang, kepiting), kuning telur, sarden, ikan
bilis.
Tips Untuk Diet Fosfor :
a) Batasi makanan yang banyak mengandung fosfor.
b) Mengkonsumsi obat pengikat fosfor/fosfat binder, seperti kalsium karbonat (CaCO3)
dan Aluminium hidroksida. Obat ini dikonsumsi di pertengahan makan agar efektif.
3) Cairan
Pada pasien hemodialisis mudah terjadi penumpukan cairan yang berlebih karena fungsi
ekskresi ginjal yang terganggu. Asupan cairan dalam 24 jam setara dengan urin yang
dikeluarkan 24 jam ditambah 500 cc (berasal dari pengeluaran cairan dari keringat dan
BAB). Ingat juga bahwa makanan berkuah tetap dihitung sebagai cairan.
Pantangan besar : Air kelapa dan minuman isotonik
Dengan perhatian khusus : kopi, susu, teh, lemon tea.
Tips mengurangi rasa haus :
a) Kurangi konsumsi garam.
b) Mengisap/mengkulum es batu.
c) Mengunyah permen karet
Menurut KEMKES RI (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien gagal ginjal
kronik dengan terapi hemodialisa :
1) Makanlah secara teratur,porsi kecil sering.
2) Diet Hemodialisis ini harus direncanakan perorangan, karena nafsu makan pasien
umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien.
3) Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan , masakan lebih baik dibuat dalam
bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus, dipanggang, dibakar, digoreng.
4) Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu mengurangi garam
dan menghindari bahan makanan sumber natrium lainnya, seperti minuman bersoda,
kaldu instan, ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan, vetsin, bumbu instan.
5) Hidangkan makanan dalam bentuk yang menarik sehingga menimbulkan selera.
6) Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan sebagai penambah
kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat waktu makan, karena mengurangi
nafsu makan.
7) Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu seperti
bawang, jahe, kunyit, salam, dll
8) Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran, buah, dan
bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-potong kemudian rendamlah
bahan makanan dalam air pada suhu 50-60 derajat celcius (air hangat) selama 2 jam,
banyaknya air 10 kali bahan makanan. Air dibuang dan bahan makanan dicuci dalam
air mengalir selama beberapa menit. Setelah itu masaklah. Lebih baik lagi jika air
yang digunakan untuk memasak banyaknya 5 kali bahan makanan.
h. Web Of Caution
j. Intervensi
a. Dx : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi
mengenai prosedur HD
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 20 menit diharapkan tingkat
pengetahuan pasien meningkat
Kriteria hasil :
· Pasien mampu menjelaskan secara benar pengertian, tujuan, prosedur, indikasi, dan
efek samping dilakukan HD
· Pasien tampak tidak bertanya-tanya
· Pasien tampak kooperatif
Intervensi :
(1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang tindakan yang akan diberikan
R/ Mempermudah dalam pemberian tindakan keperawatan
(2) Dorong dan berikan kesempatan untuk bertanya
R/ Meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan keputusan, dan menurunkan
ansietas
(3) Beikan informasi kepada pasien/orang terdekat tentang HD yang meliputi :
a) Pengertian HD
b) Tujuan HD
c) Prosedur HD
d) Indikasi HD
e) Efek samping selama dan sesudah dilakukan HD
R/ Memberikan dasar pengetahuan kepada pasien sehingga pasien dapat memperoleh
informasi untuk mengurangi ansietas, menghindari terjadinya kontaminasi serta
menurunkan risiko infeksi, pasien dapat mengevaluasi efek terapi/kebutuhan, mendukung
upaya perawatan diri
b. Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan akses langsung pada aliran darah
sekunder akibat akses vaskular
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan tidak terjadi
tanda-tanda infeksi.
Kriteria hasil :
· Suhu tubuh pasien normal (36,5-37,5˚C)
· Tidak teraba panas, tidak terdapat kemerahan, bengkak, dan terasa nyeri pada akses
vaskular
· WBC dalam batas normal (4, 5 – 10, 9 10e 3/µL)
Intervensi :
Mandiri
(1) Ukur tanda-tanda vital
R/ peningkatan suhu tubuh sebagai manifestasi awal terjadinya reaksi infeksi
(2) Lakukan teknik aseptik dan gunakan masker selama pemasangan kateter, ganti balutan
dan kapan pun sistem dibuka. Ganti selang sesuai indikasi.
R/ mencegah introduksi organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat menyebabkan
infeksi.
(3) Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati- hati tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan
kateter,warna,bau,drainase dari sekitar sisi pemasangan.
R/ lingkungan yang lembab meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Kolaborasi:
(4) Awasi jumlah WBC dari keluaran
R/ adanya peningkatan WBC pada awal dapat menunjukkan respon normal terhadap substansi
asing; namun berlanjutnya peningkatan diduga terjadinya infeksi.
(5) Ambil spesimen darah, keluaran cairan, dan/atau drainase dari sisi pemasangan sesuai
indikasi untuk kultur/sensitivitas.
R/ mengidentifikasi tipe organisme.
(6) Awasi klirens ginjal /BUN,kreatinin
R/ antibiotik dan dosis pilihan akan dipengaruhi oleh fungsi ginjal.
(7) Berikan antibiotik secara sistemik atau dalam dialisat sesuai indikasi.
R/ mengatasi infeksi, mencegah sepsis.
g. Dx PK: Hipertensi/Hipotensi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan perawat dapat
meminimalkan komplikasi dari hipertensi/hipotensi
Kriteria hasil :
· TTV dalam batas normal :
· TD = 110-140/70-90 mmHG
· Nadi = 60-100 x/mnt
· RR = 16-24 x/mnt
· Klien melaporkan tidak mengeluh pusing
Intervensi
(1) Pantau tekanan darah dan bandingkan serta laporkan hasilnya dengan yang diambil
sebelumnya
R/ Mengetahui perubahan status tekanan darah sehingga dapat mengetahui apakah ada tanda
terjadinya syok
(2) Jamin klien mendapat sebanyak mungkin istirahat tanpa gangguan
R/ Istirahat adekuat meningkatkan relaksasi dan mungkin membantu menurunkan hipertensi
dan menurunkan risiko terjadinya kejang
(3) - Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
R/ Medikasi antihipertensi berperan penting dalam penanganan hipertensi yang berhungan
dengan gagal ginjal akut
(4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet makanan
R/ makanan tertentu mampu meningkatkan tekanan darah
h. Dx PK: Hemoragi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan perawat dapat
meminimalisir komplikasi dari perdarahan
Kriteria hasil :
· Tanda-tanda perdarahan (-)
· TTV normal ( N = 60-100 x/menit, TD = 110-140/70-90 mmHg, S = 36,5-37,50 c, dan
RR = 16-24 x/menit)
· Sianosis (-)
· CRT < 2 detik
· Akral hangat
· Konjungtiva tidak anemis
· Hb dalam batas normal
Intervensi:
(1) Pantau TTV dan laporkan
R/ mengidentifikasi kondisi pasien
(2) Pantau tanda-tanda perdarahan dan laporkan
R/ mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi yang tepat
(3) Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi kejaringan perifer (CRT dan sianosis) dan
laporkan
R/ mengetahui keadekuatan aliran darah
(4) Pantau hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, trombosit, PT, PTT, dan nilai
BUN
R/ Nilai laboratorium ini menggambarkan keefektifan pengobatan
(5) Pemberian obat antikoagulan
R/ Berfungsi untuk proses pembekuan darah sehinggan perdarahan dapat diatasi
(6) Siapkan pasien untuk transfusi sesuai indikasi
R/ Untuk menanggulangi daripada perdarahan yang terjadi dan menghindari terjadinya syok
hipovolemik serta anemia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2011. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan tahun 2011,
Jakarta.
Baradero, Mary, dkk, Perawatan Klien Gagal Ginjal, Jakarta: EGC, 2009
Hartono, A. (2013). Buku Saku Harrison Nefrologi. Jakarta : Karisma Publishing Group
Havens, L., Terra, R. P. 2005. Hemodialysis. Available from: http//www.kidneyatlas.org
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009 -
2011. Jakarta : EGC.
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika
Suwitra. K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta. Hal. 570-572.
Swartzendruber et.al (2008). Hemodialysis procedures and cmplication