Professional Documents
Culture Documents
SURATNO KALUKU
P4200216023
A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai semua struktur,
organisasi, dan layanan yang dirancang untuk memberikan layanan kesehatan
dan kesehatan profesional kepada konsumen (Huber, 2010)
“Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya” (Menkes RI, 2009)
Personil keperawatan merupakan kelompok penyedia layanan kesehatan
terbesar yang memberikan dan mengkoordinasikan perawatan untuk klien.
Sehingga perawat yang paling siap untuk peran koordinasi kesehatan dan
penyedia perawatan terhadap masyarakat. (Huber, 2010)
Keperawatan yang berkualitas ditandai sebagai kompetensi dan
kepedulian pribadi yang didukung oleh profesionalisme dan disampaikan
dengan sikap yang tepat. (Izumi, Baggs, & Knafl, 2011). Kemajuan dalam sains
memainkan peran penting dalam transformasi ini, namun faktor sosial dan
lainnya, termasuk keterlibatan pemerintah juga berperan penting.
Organisasi memerlukan kontrol atas produktivitas, inovasi, dan hasil
kualitas dalam mencapai sebuah tujuan dengan memperhatikan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap kualitas layanan. (Marquis & Huston, 2012)
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk
teknologi jasa kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan
medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. (Nursalam,
2014)
1
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
merupakan salah satu rumah sakit vertical di bawah naungan Kementrian
Kesehatan RI berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.
540/SK/VI/1994 sebagai rumah sakit kelas A dan sebagai rumah sakit
pendidikan serta sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di kawasan timur
Indonesia. Dengan terbitnya peraturan pemerintah R.I. No. 125 tahun 2000,
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo beralih status kelembagaan menjadi
Perusahaan Jawatan (PERJAN)
Dalam upaya menjamin mutu sebuah rumah sakit, RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo telah melakukan akreditasi sesuai KARS dan secara internasional
diakui oleh Joint Commision International dengan pengakuan akreditasi
Kerja sama lintas sektor dan lintas fungsi harus menjadi bagian dari
budaya rumah sakit seperti halnya kerja sama tim yang baik. Budaya dikotomi
pemerintah dengan swasta harus diubah menjadi falsafah “bauran pemerintah-
swasta (public-private mix) yang saling mengisi dan konstruktif (Nursalam,
2014b, hal. 309). Sehingga melalui kerjasama Academy Health Center, RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo bekerjasama dengan Program Studi Ilmu
Keperawatan Unhas, dan berkesempatan untuk memberikan ruang kepada
mahasiswa, termasuk mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan untuk dapat melakukan proses residensi keilmuan Manajemen
Kualitas lingkungan perawatan kesehatan terdekat, termasuk aktivitas
manajerial, memiliki pengaruh kualitas perawatan - baik secara langsung,
dengan mempengaruhi kinerja praktisi atau secara tidak langsung, dengan
mempengaruhi kemudahan, kenyamanan, atau keamanan pasien (Donabedian,
2003)
Sehingga Residensi Manajemen dilakukan dalam rangka memberikan
potret fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan di rumah sakit berdasarkan
pengkajian keilmuan secara terstruktur dan terjadwal.
2
B. Tujuan Pelaksanaan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan kegiatan residensi, mahasiswa mampu
menerapkan konsep kepemimpinan, manajemen keperawatan dan asuhan
keperawatan serta penerapan etika keperawatan pada unit pelayanan
kesehatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah
sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan terkait
asuhan keperawatan berdasarkan hasil analisa pengkajian di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
b. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan yang
terkait dengan kepemimpinan dan manajemen keperawatan berdasarkan
analisis situasi nyata di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
c. Menetapkan prioritas kebutuhan dan masalah manajemen keperawatan
bersama pihak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
d. Menyusun tujuan dan rencana alternatif pemenuhan kebutuhan dan
penyelesaian masalah yang telah ditetapkan.
e. Mengusulkan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian
masalah yang bersifat teknis operasional.
f. Melaksanakan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian
masalah yang disepakati bersama unit terkait di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
g. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pada aspek masukan, proses, hasil
dan dampak pada manajemen keperawatan.
h. Merencanakan tindak lanjut dari hasil yang dicapai berupa upaya
mempertahankan dan memperbaiki hasil melalui kerja sama dengan unit
terkait di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
3
C. Manfaat
1. Bagi Program Studi Magister Ilmu Keperawatan peminatan
Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin, untuk peningkatan kualitas proses belajar
mengajar yang melibatkan mahasiswa secara aktif dalam kegiatan
administrasi dan manajemen secara nyata di rumah sakit.
2. Bagi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, diharapkan dapat
membantu rumah sakit atau Instansi pelayanan kesehatan untuk
menyelesaikan masalah yang bersifat teknis operasional, sehingga
diharapkan dapat membantu rumah sakit untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan diantaranya mutu pelayanan keperawatan.
3. Bagi mahasiswa program studi Magister Ilmu keperawatan, kegiatan
residensi dapat memperluas wawasan dan menambah pengalaman dalam
mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan secara nyata
di rumah sakit.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori dan konsep kepemimpinan,
manajemen, sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP), dan
standar operasional prosedur (SPO).
A. Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian
Kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses mempengaruhi
orang sehingga mereka berusaha dengan sukarela dan antusias menuju
tercapainya tujuan kelompok. (Weihrich dalam Asamani, Naab, & Ofei,
2016)
Kepemimpinan adalah kegiatan keterlibatan antara manusia dan
pengalaman hubungan yang didirikan dalam kepercayaan, komunikasi,
inspirasi, tindakan, dan "pelayan." (Huber, 2010)
Kepemimpinan adalah 'proses multifaset untuk mengidentifikasi tujuan,
memotivasi orang lain untuk bertindak, dan memberikan dukungan dan
motivasi untuk mencapai tujuan yang saling dinegosiasikan' (Porter-
O’Grady, 2003)
Fungsi pemimpin adalah membimbing orang dan kelompok untuk
mencapai tujuan Bersama (Cherry, B., & Jacob, 2014)
Definisi kepemimpinan menekankan tindakan yang mempengaruhi
tujuan kelompok; definisi manajemen berfokus pada tujuan organisasi.
Pencapaian tujuan organisasi melalui kepemimpinan dan manipulasi
lingkungan adalah manajemen. Dalam pendekatan sistem terhadap
pengelolaan, input akan ditunjukkan oleh sumber daya manusia dan sumber
daya fisik dan teknis (Huber, 2010)
5
2. Pemimpin Vs Manager
Pemimpin harus mengenal diri mereka sendiri dan pengikut mereka,
situasi, proses komunikasi, dan tujuan, dan mereka harus cukup fleksibel
untuk melakukan adaptasi yang diperlukan (Huber, 2010)
Manajer yang efektif dianggap sebagai orang yang dapat menenun strategi,
pelaksanaan, disiplin, inspirasi, dan kepemimpinan bersama saat mereka
menggabungkan organisasi untuk mencapai tujuannya. (Huber, 2010).
Manajer mempertahankan kontrol operasi sehari-hari dari area tanggung
jawab yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Manajer merencanakan dan mengatur apa yang harus dilakukan,
siapa yang melakukannya, dan bagaimana hal itu harus dilakukan (Cherry,
B., & Jacob, 2014)
Kepemimpinan dan manajemen adalah proses yang sama pentingnya
(Huber, 2010). Pemimpin dapat memotivasi dan menginspirasi orang lain,
sedangkan manajer telah menugaskan tanggung jawab untuk mencapai
tujuan sebuah organisasi. Seorang manajer yang baik juga harus menjadi
pemimpin yang baik, tapi ini mungkin tidak selalu demikian. Seseorang
dengan kemampuan manajemen yang baik mungkin tidak memiliki
kemampuan kepemimpinan. Demikian pula, seseorang dengan kemampuan
kepemimpinan mungkin tidak memiliki keterampilan manajemen yang baik
(Cherry, B., & Jacob, 2014)
3. Peran Pemimpin dan Manajer dalam Keperawatan
Langkah pertama menuju menjadi pemimpin perawat yang efektif adalah
dengan memahami dengan jelas deskripsi pekerjaan, peran dan tanggung
jawab, dan kebijakan dan prosedur yang terkait dengan posisi di mana Anda
dipekerjakan atau ditugaskan. (Cherry, B., & Jacob, 2014). Berikut ini
adalah beberapa peran pemimpin dan manajer dalam keperawatan (Cherry,
B., & Jacob, 2014):
a. Kepuasan Pasien dan Penyedia Layanan Pelanggan
Lingkungan perawatan kesehatan yang kompleks telah menciptakan
pasar yang kompetitif di mana badan kesehatan rumah tangga, rumah
6
sakit, klinik rawat jalan, dan bahkan agen hospice bersaing untuk pasien.
Untuk bertahan dan berkembang dalam lingkungan yang kompetitif ini,
perawat harus menjaga kepuasan pasien dan layanan pelanggan, yang
mencakup perawatan keselamatan dan kualitas, yang pertama dan
terutama sebagai motivator semua rencana dan aktivitas.
b. Team Builder
Membangun tim harus menciptakan sinergi. Sinergi adalah kemampuan
sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai secara signifikan
lebih dari setiap orang yang bekerja secara individu.. Untuk
menciptakan sinergi, tim harus memiliki tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, komitmen untuk bekerja sama, komunikasi yang baik, dan
kemauan untuk bekerja sama. Anggota tim harus didorong untuk
berkomunikasi satu sama lain untuk mengidentifikasi pembagian kerja
yang efektif dan solusi terhadap masalah sehingga sinergi tercapai.
Perawat, sebagai pembina tim, harus berperan sebagai panutan untuk
mendorong dan membantu mengembangkan prinsip tim dalam hal rasa
hormat, kerja sama, komitmen, dan kemauan untuk mencapai tujuan
bersama.
c. Manajer Sumber Daya
Sumber daya meliputi personil, waktu, dan persediaan yang dibutuhkan
untuk menyediakan perawatan pasien dan mengoperasikan organisasi.
Sumber daya biaya uang dan akan selalu dalam persediaan terbatas.
Masing-masing kegiatan pengelolaan perencanaan, pengorganisasian,
penempatan pegawai, pengarahan, dan pengendalian berperan dalam
peran pengelola sumber daya. Manajemen keuangan dan anggaran
merupakan hal yang harus diketahui dan berguna sebagai pemimpin
perawat.
d. Pengambil Keputusan dan Pemecahan Masalah
Proses keperawatan, yang akrab bagi perawat untuk menangani
kebutuhan perawatan pasien, dapat diterapkan pada semua aktivitas
manajemen termasuk juga dalam pengambilan keputusan dan
7
pemecahan masalah. Proses keperawatan sebagai proses pemecahan
masalah dengan menggunakan pengkajian, analisis dan diagnosis,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi telah terbukti efektif untuk
mengelola keputusan kompleks yang diperlukan dalam praktik
keperawatan. Kuncinya adalah memahami dan menggabungkan proses
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan ke dalam semua aktivitas;
tahu kapan dan bagaimana mengakses sumber daya; dan belajar dan
memperbaiki kesuksesan dan kegagalan yang dialami.
e. Agen Perubahan
Perawat sebagai agen perubahan bertanggung jawab untuk
membimbing orang melalui proses perubahan. Untuk berhasil
melakukan perubahan, manajer harus rela menghadapi permintaan
untuk perubahan, staf tidak bisa diharapkan untuk melakukan perubahan
jika pemimpin perawat mereka belum melakukannya. Perawat juga
harus bersedia untuk membantu orang lain membuat perubahan menjadi
bagian integral dari pekerjaan mereka.
f. Clinical Consultant
Dalam peran ini, perawat berperan sebagai panutan untuk keunggulan
dalam asuhan keperawatan dan memberikan pelatihan dan pendidikan
staf. Misalnya, pemimpin perawat sering dipanggil untuk menilai kasus
pasien yang sulit atau tidak biasa dan membimbing perawat staf untuk
membuat penilaian keperawatan yang sesuai.
g. Staff Developer
Perawat harus selalu memperhatikan kebutuhan akan kesempatan
belajar dan pelatihan untuk meningkatkan pertumbuhan professional.
h. Mentor
Saat perawat menjadi pemimpin yang efektif, dia harus menerima
tanggung jawab untuk bertindak sebagai mentor bagi perawat baru,
membantu mereka mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan
manajemen yang efektif. Mentoring adalah kunci untuk
mengembangkan pemimpin dan manajer perawat masa depan kita.
8
i. Pendukung Perusahan
Perawat, sebagai pendukung perusahaan, memiliki tanggung jawab
untuk merangkul misi, tujuan, dan tujuan organisasi pengusaha. Perawat
adalah perwakilan profesional untuk organisasi dan berkomitmen untuk
mendukung dan mencapai tujuan organisasi.
4. Proses Kepemimpinan
Proses kepemimpinan terdiri dari lima aspek yaitu 1) Pemimpin (nilai
moral, keterampilan dan gaya kepemimpinan itu penting. Bagian dari dalam
diri mereka pada tingkah laku dasar mempengaruhi tindakan dan
kemampuan untuk memimpin. Pada aspek ini seorang pemimpin
mempersepsikan diri mereka, peran mereka, serta penilaian mereka juga
akan berakibat pada pengikut mereka). 2) Pengikut; menyatakan pengikut
adalah bagian yang vital karena dapat menerima atau menolak pemimpin dan
menentukan kekuatan pemimpin. Pengikut juga harus memiliki kesadaran
diri dan harapan. 3) Situasi (beberapa macam situasi atau keadaan yang
melingkupi kepemimpinan yaitu tuntutan pekerjaan, sistem pengaturan,
jumlah susuna tugas, tingkat interaksi, waktu yang tersedia untuk membuat
keputusan, dan kondisi lingkungan luar. 4) Proses komunikasi (komunikasi
adalah dasar untuk proses mempengaruhi dalam kepemimpinan sebab
hampir tiap isu atau masalah melibatkan aspek komunikasi. Melalui
komunikasi visi dan pesan pemimpin diterima oleh pengikut. 5) Tujuan
(Organisasi memiliki tujuan dan seseorang bekerja dalam organisasi juga
memiliki tujuan. Tujuan dapat menimbulkan konflik, sehingga terdapat
ketegangan dan dibutuhkan kepemimpinan (Huber, 2014).
5. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga sebaiknya harus bervariasi dan disesuaikan
dengan situasi. Sikap fleksibilitas dalam hal ini sangatlah penting. Pemimpin
harus mampu menerapkan berbagai macam gaya kepemimpinan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada dalam organisasi (Huber, 2014).
Para pemimpin yang efektif ingin mencapai tujuan dengan melakukan
pendekatan dengan orang lain. Dengan menggunakan konsep kolaborasi
9
daripada mencoba untuk mencapai keberhasilan sendiri. Perilaku pemimpin
sangat menentukan perilaku kelompok (DeLaune & Ladner, 2002).
Pada dasarnya ada tiga gaya kepemimpinan menurut Ronald Lippith
dan Ralph K. White dikutip dalam DeLaune & Ladner, (2002) dan
Triwibowo (2013) : otokratis, demokratis, dan laissez-faire.
a. Gaya kepemimpinan otokratik adalah pemimpin-terfokus; yaitu,
kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia mempertahankan
kontrol yang kuat, keputusan hanya dari pimpinan, masalah. Pemimpin
mendominasi kelompok dengan mengeluarkan perintah (instruksi)
daripada membuat saran-saran atau mencari masukan.
b. Gaya kepemimpinan demokratis (juga disebut kepemimpinan aktif
berlatih partisipasi) didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok harus memiliki masukan ke dalam pengembangan tujuan dan
pemecahan masalah. Kerjasama antar tim dan pemimpin demokrasi
bertindak terutama sebagai fasilitator dan nara sumber. Saling percaya
antar sesam, saling menghormati dan menghargai.
c. Gaya kepemimpinan liberal atau laissez-faire, mempengaruhi orang lain
dengan cara bersedia bekerja sama, pemimpin mengasumsikan
pendekatan pasif, pelaksanaan lebih banya diarahkan ke bawahan, tanpa
pengawasan. tanggung jawab kepemimpinan yang baik diasumsikan
oleh anggota kelompok.
Pemimpin yang efektif akan menggunakan kepemimpinan situasional,
yang merupakan campuran dari gaya berdasarkan keadaan-keadaan saat ini
dan peristiwa. Pemimpin tahu bahwa perilaku tidak terjadi dalam ruang
hampa; dengan demikian, gaya kepemimpinan diasumsikan sesuai dengan
kebutuhan kelompok dan tugas yang akan dicapai. (DeLaune & Ladner, 2002)
Burns (1978) dan Dunham dan Klafehn (1990) memperluas konsep
gaya kepemimpinan untuk menyertakan dua jenis pemimpin yaitu pemimpin
transaksional dan pemimpin transformasional (Gousy & Green, 2015)
a. Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan pemimpin untuk
memimpin perubahan organisasi visi, strategi, dan budaya serta
10
mempromosikan inovasi dalam produk dan teknologi. Fokus pada
kualitas tak berwujud seperti visi, nilai-nilai bersama, dan ide-ide untuk
membangun hubungan, memberikan arti yang lebih besar untuk kegiatan,
dan memberikan landasan bersama untuk meminta pengikut dalam
proses perubahan. Kepemimpinan transformasional didasarkan pada
pribadi nilai-nilai, keyakinan, dan kualitas dari pemimpin bukan pada
proses pertukaran antara pemimpin dan pengikut. (Daft & Lane, 2008)
b. Kepemimpinan transaksional adalah berorientasi pada tugas, dengan
penekanan pada tugas dan penyelesaian tugas, dan gaya kepemimpinan
yang berfokus pada reward dan punishment. (Drenkard, 2012). Seorang
pemimpin transaksional didefinisikan sebagai pemimpin atau manajer
yang berfungsi dalam peran pengurus dan difokuskan pada operasi
sehari-hari. (Huber, 2010)
Secara garis besar perbedaan antara transaksional dan
transformasional antara lain:
a. Kepemimpinan transformasional mengembangkan pengikut menjadi
pemimpin. Pengikut diberikan kebebasan yang lebih besar untuk
mengontrol perilaku mereka sendiri, membangkitkan pengikut akan
kesadaran masalah dan isu sehingga terjadi perubahan yang produktif
untuk mencapai tujuan organisasi. (Daft & Lane, 2008). Sementara
seorang pemimpin transaksional difokuskan pada pemeliharaan dan
pengelolaan pekerjaan yang sedang berlangsung dan hanya bersifat
rutinitas (Huber, 2010)
b. Kepemimpinan transformasional mengangkat optimisme harga diri dan
aktualisasi diri, memotivasi orang untuk sadar akan pentingnya tujuan
dan hasil perubahan. Mengubah pengikut sehingga mereka
diberdayakan untuk mengubah organisasi. Sementara, kepemimpinan
transaksional merupakan proses transaksi atau pertukaran antara
pemimpin dan pengikut. Pemimpin transaksional mengakui pengikut
sesuai kebutuhan dan keinginan. Pengikut hanya menerima
penghargaan untuk prestasi kerja, sedangkan pemimpin bermanfaat dari
11
penyelesaian tugas. pemimpin transaksional fokus pada saat ini dan
unggul dalam menjaga organisasi berjalan lancar dan efisien (Daft &
Lane, 2008)
c. Peran yang paling signifikan dari pemimpin transformasional
mengarahkan pengikutnya untuk menemukan visi untuk organisasi. Visi
yang memberikan arah dalam tindakan dan memberikan dasar bagi
aspek-aspek lain. Perubahan hanya bisa terjadi ketika orang memiliki
rasa tujuan serta gambaran yang diinginkan dari mana organisasi akan
berhasil. Tanpa visi, tidak ada transformasi. Sementara, kepemimpinan
transaksional melibatkan komitmen untuk "mengikuti aturan",
pemimpin transaksional menjaga stabilitas dalam organisasi daripada
mempromosikan perubahan. keterampilan transaksional penting bagi
semua pemimpin. Namun, di dunia sekarang ini, di mana keberhasilan
organisasi sering tergantung pada perubahan terus-menerus, para
pemimpin yang efektif juga menggunakan pendekatan yang berbeda.
(Daft & Lane, 2008)
Secara singkat dikemukan oleh Marquis & Huston (2012) perbedaan
kepemimpinan transaksional dan transformasional pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1.
Perbedaan Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional
Transaksional Transformasional
Berfokus pada tugas-tugas Mengidentifikasi nilai-nilai umum
manajemen
Komitmen Manajer Berkomitmen
Menggunakan hasil untuk Menginspirasi orang lain dengan visi
memenuhi tujuan
Tidak mengidentifikasi nilai-nilai Memiliki visi jangka panjang
bersama
Meneliti penyebab Melihat Efek
Menggunakan kontingensi reward Memberdayakan orang lain
dan punishment
12
perawat harus cepat beralih dari demokrasi ke gaya otoriter. Beberapa
pemimpin yang demokrasi tidak dapat menjalankan gaya kepemimpinan
yang bervariasi karena mereka merasa cukup untuk menangani krisis yang
terjadi dalam kelompok. Sedangkan di sisi lain, pemimpin otoriter mungkin
tidak dapat menjalankan kepemimpinannya dengan efektif terhadap suatu
kelompok yang profesional sehingga pemimpin otoriter harus cukup
fleksibel untuk beralih ke gaya demokratis atau laissez-faire, tergantung
situasi yang terjadi. Kesadaran diri adalah kunci yang diperlukan dalam
menentukan gaya kepemimpinan (Huber, 2010)
6. Ketrampilan dalam memimpin
Tenaga keperawatan manajemen sedapat mungkin mengetahui
sebagian besar dari teknik keterampilan dan keahlian klinik. Hal itu
diperlukan karena perawat secara umum secara langsung merawat pasien
dan mungkin memerlukan bantuan pelatihan dan perawat pembimbing serta
tenaga kesehatan lainnya. Salah satu kemajuan dari tingkatan yang paling
bawah ketingkatan paling atas dari sebuah organnisasi adalah
dibutuhkannya keterampilan konseptual (Cherry dan Jacob,2011). Terdapat
tiga point utama yang diidentifikasi oleh hersey dan Blanchard, 1988 ditutip
dalam Cherry & Jacob (2011) yaitu:
a. Teknik keterampilan, untuk perawat didalamnya termasuk keahlian
klinik dan pengetahuan dalam bidang keperawatan. Contohnya dengan
cara: mengembangkan kemampuan teknik dan pengetahuan yang
dimiliki, melatih staf secara continue.
b. Keterampilan interaksi sosial, kemampuan dan pertimbangan dalam
bekerja dengan orang pada model kepemimpinan yang efektif. Untuk
memperoleh ketarampilan ini bisa dilakukan dengan cara:
mengutamakan kejujuran dan integritas dalam bekerja dan menjalin kerja
sama, belajar tentang lingkungan, mengembangkan dan menjadi contoh
untuk menjadi lebih baik.
c. Keterampilan konseptual, kesanggupan untuk mengerti secara
keseluruhan organisasi dan mengenal bagaimana dan dimana wilayah
13
individu dalam sebuah organisasi. Untuk memperoleh ketarampilan ini
bisa dilakukan dengan cara: membuat komitmen untuk saling
mendukung visi misi dan tujuan dari organisasi, menerima realita dari
konsep system kesehatan, mengerti kebutuhan ekternal dan internal
konsumen.
7. Teori Kepemimpinan
Ada beberapa yang pernah dikemukakan terkait teori kepemimpinan
(Triwibowo, 2013) antara lain :
a. Teori orang besar atau teori bakat
Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory)
ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Dimana kepemimpinan
seseorang sudah merupakan bakat dari lahir.
b. Teori situasi
Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena
sesuatu yang menguntungkan dirinya (situasional) walaupun bukan
keturunan sebagai pemimpin.
c. Teori ekologi
Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin dengan
sebuah metode pembelajaran ditambah dengan bakat-bakat tertentu dari
seorang individu.
Leadership
in relation to
others
Leadership
in relation
to system 1. Link to followers
2. Managerial partnerships
3. Link to patient outcomes
4. Nurse-manager relationships
5. Mentoring and succession
planning
14
Gambar 1. Conceptual framework for personal and professional leadership. Copyright
2011 American Nurses Credentialing Center. All rights reserved. disadur dari
Drenkard (2012)
15
manajemen yang mempunyai peranan khas dan bersifat saling menunjang
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Simamora, 2012).
Adapun fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan komponen manajemen efektif dan paling
sukar dilakukan serta paling sering diabaikan. Perencanaan sangat
esensial, dimana seorang manajer akan membuat perencanaan yang
baik sebagai petunjuk dalam mecapai tujuan (Sitorus & Panjaitan,
2011). Perencanaan yang efektif yaitu manajer harus mengidentifikasi
tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta melakukan perubahan
yang diperlukan untuk menjamin kontinuitas pencapaian tujuan oleh
unit. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan
dikaji sistem, strategi organisasi dan tujuan organisasi, sumber-sumber
organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritasnya.
Perencanaan diartikan sebagai rincian kegiatan tentang apa yang harus
dilakukan, bagaimana kegiatan dilaksanakan dan dimana kegiatan itu
berlangsung (Nursalam, 2014)
Perencanaan adalah suatu usaha sistematis kepala ruangan untuk
menentukan kebutuhan sumber daya dan dana organisasi untuk
mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Kegiatan kepala
ruangan dalam tahap perencanaan antara lain mensosialisasikan visi,
misi dan tujuan rumah sakit, merencanakan kegiatan di ruangan sesuai
visi, misi dan tujuan rumah sakit, merencanakan pembuatan visi dan
misi ruangan, merencanakan kebutuhan SDM, merencanakan
kebutuhan alat kesehatan/material kesehatan dan sarana/prasarana
penunjang lainnya, dan melibatkan perawat pelaksana dalam membuat
rencana unit serta penentuan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan
(Kurniadi, 2013)
Simamora (2012) menjelaskan fungsi perencanaan dalam
manajemen keperawatan ada tiga yang pertama yaitu sebagai arahan.
Perencanaan akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan
16
cara yang lebih terkoordinasi. Organisasi yang menjalankan
perencanaan tidak terlepas dari konflik kepentingan, pemborosan
sumber daya, dan ketidakberhasilan dalam pencapaian tujuan
dikarenakan bagian-bagian dari organisasi tersebut bekerja tanpa ada
koordinasi yang jelas dan terarah.
Fungsi yang kedua perencanaan sebagai minimalisasi pemborosan
sumber daya. Jika perencanaan dilakukan dengan baik misalnya dalam
hal sumber daya yang diperlukan digunakan untuk apa saja dan
dipersiapkan sebelum kegiatan dijalankan, maka pemborosan terkait
penggunaan sumber daya dapat diminimalkan sehingga tingkat
efisiensi dari layanan dapat ditingkatkan.
Perencanaan menetapkan standar dalam pengawasan kualitas
merupakan fungsi ketiga dari perencanaan, yaitu dapat dipahami
dengan membandingkan antara standar yang ingin dicapai dan realisasi
di lapangan, mengevaluasi penyimpangan yang terjadi, hingga
mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki kinerja
keperawatan.
Beberapa alat analisis atau model yang dapat digunakan untuk
melakukan perencanaan yaitu 1) Flow chart: model grafis yang
menunjukan model sistem yang menggambarkan kejadian yang
berdasarkan urutan kronologis dan keputusan ya-tidak, 2) Gantt Chart:
Gantt chart pada dasarnya membantu manajer untuk dapat mengatur
perencanaan melalui proses penjadwalan dan 3) PERT (Program
Evaluation and Review Technique): merupakan alat bantu perencanaan
melalui penjadwalan dan penggambaran rencana kerja secara
kronologis dan berkelanjutan bagi pekerjaan yang sifatnya tidak rutin,
berskala besar maupun kompleks (Simamora, 2012).
Ada lima langkah yang harus dilakukan dalam proses penyusunan
perencanaan, antara lain analisis situasi, mengidentifikasi masalah dan
prioritasnya, menentukan tujuan program, mengkaji hambatan dan
kelemahan program, dan menyusun rencana kerja. Proses manajemen
17
merupakan proses yang holistik, sehingga langkah teknis yang dapat
diambil yaitu dengan memetakan masalah melalui metode analisis
tertentu seperti menggunakan analisis SWOT, analisis tulang ikan dan
perumusan jati diri dalam bentuk visi dan misi organisasi.
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis ini di
dasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths)
dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimilkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisa
SWOT juga merupakan alat untuk mencocokkan data-data penting
yang membantu manajer mengembangkan tipe-tipe strategi. Proses
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan.
Perencanaan strategis harus menganalisis factor-faktor strategis
institusi usaha (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam
kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model
yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.
Peluang Kekuatan
Kelemahan
K.4 Mendukung strategis Internal K.2 Mendukung strategis
(defensif) (diversifikasi)
Ancaman
Gambar 2.
Model Analisis SWOT (Simamora, 2012)
18
yang harus ditetapkan dalam kondisi ini adalah
mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini
masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang
harus ditetapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diverifikasi (produk/pasar).
Kuadran III : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat
besar, tetapi dilain pihak ia menghadapibeberapa
kendala/kelemahan internal. Focus strategi perusahaan ini
adalah meminimalkan masalah internal perusahaan
sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Misalnya penggunaan strategi peninjauan metode atau
teknologi yang dipergunakan dengan cara menawarkan
produk-produk baru dalam layanan yang diberikan.
Kuadran IV : Ini merupakan situasi yang sangat tidak
menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Matriks SWOT memerlukan factor keberhasilan kunci (key success
factors) dari lingkungan eksternal dan internal dengan pemutusan yang
baik. Ada empat strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT
yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT dengan
penjelasan sebagai berikut: 1) strategi SO (strengths-opportunities)
adalah menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih
peluang-peluang yang ada di luar perusahaan, 2) strategi WO
(weakness-opportunities) adalah strategi yang bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan
memanfaatkan peluang-peluang eksternal, 3) strategi ST (strengths-
threats) adalah strategi perusahaan untuk menghindari atau mengurangi
dampak dari ancaman-ancaman eksternal, 4) strategi WT (weakness-
19
threats) adalah strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi
kelemahan internal serta menghindari ancaman.
Matriks SWOT terdiri dari Sembilan sel. Empat sel untuk key
success factor, empat sel untuk strategi, dan satu sel yang selalu kosong
(terletak disebelah kiri atas). Keempat sel strategi berlabelkan SO, WO,
ST dan WT yang dikembangkan melalui key success factor pada sel
yang bertuliskan S,W,O dan T.
Tahapan penentuan strategi dengan matriks SWOT adalah sebagai
berikut: 1) buat daftar peluang eksternal perusahaan, 2) buat ancaman
eksternal perusahaan, 3) buat daftar kekuatan kunci internal perusahaan,
4) buat daftar kelemahan kunci internal perusahaan, 5) ocokkan
kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal, dan catat
hasilnya dalam strategi SO, 6) cocokkan kelemahan-kelemahan internal
dan peluang-peluang eksternal, dan catat hasilnya dalam sel strategi
WO, 7) cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-ancaman
eksternal, dan catat hasilnya dalm strategi ST, 8) cocokkan kelemahan-
kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal dan catat hasilnya
dalam strategi WT
Tabel 2
Matriks SWOT
20
Analisis tulang ikan (fish bone) digunakan untuk mengkategorikan
berbagai sebab potensial dari satu masalah dengan cara yang mudah
dimengerti. Langkah-langkah dalam menyusun analisis tulang ikan
yaitu : 1) mengidentifikasi akibat atau masalah, 2) mengidentifikasi
berbagai kategori sebab utama, 3) menentukan sebab-sebab potensial
dengan cara sumbang saran, 4) mengkaji kembali setiap kategori sebab
utama, 5) mencari penyebab yang paling mungkin (Simamora, 2012)
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian dilakukan sebagai fungsi kedua dalam proses
manajemen. Pada fase pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur
diuraikan, perlengkapan dipersiapkan dan tugas diberikan.
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas untuk mencapai
tujuan melalui penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan,
menentukan cara pengorganisasian aktivitas yang tepat baik verrtikal
maupun horizontal yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
organisasi (Simamora, 2012). Tujuan pengorganisasian yaitu
mempermudah pelaksanaan tugas sesuai fungsinya masing-masing dan
mempermudah pengawasan semua kegiatan yang telah dilaksanakan
(Kurniadi, 2013)
Fungsi pengorganisasian manajemen dapat dikelompokkan ke
dalam tiga aktivitas berurutan : pemecah-mecahan tugas ke alam
pekerjaan (spesialisasi kerja), penggabungan pekerjaan ke dalam
departemen (departementalisasi), pendelegasian otoritas. Pemecah-
mecahan tugas ke dalam pekerjaan membutuhkan deskripsi kerja dan
spesifikasi kerja (Kurniadi, 2013; Simamora, 2012).
Marquis & Huston (2010) menjelaskan beberapa point penting
dalam fungsi pengorganisasian yaitu :
1. Komponen Struktur Organisasi
Manajer yang memahami struktur organisasi dan hubungan
dalam organisasi tersebut akan mampu mempercepat pengambilan
21
keputusan dan memiliki pemahaman yang lebih besar mengenai
lingkungan organisasi.
Bagan organisasi menentukan hubungan formal dalam institusi.
Hubungan formal, hubungan komunikasi dan kewenangan
digambarkan dalam bagan menggunakan garis yang utuh. Garis
yang digunakan adalah garis utuh vertikal antara posisi
menunjukkan rantai komando resmi, jalur formal komunikasi dan
kewenangan. Mereka yang memiliki kewenangan terbesar dalam
pengambilan keputusan berada pada posisi atas; mereka memiliki
kewenangan terkecil dalam pengambilan keputusan bawah. Tingkat
posisi di bagan juga menandakan status dan kekuasaan.
Garis putus-putus atau titik-titik pada bagan organisasi
menunjukkan posisi staf. Karena posisi ini berfungsi sebagai
penasehat, anggota staf memberikan informasi dan bantuan kepada
manajer, tetapi memiliki kewenangan organisasi yang terbatas.
Untuk meningkatkan lingkup pengaruhnya, posisi staf
memungkinkan manajer untuk menangani lebih banyak aktivitas
dan interaksi yang dapat dilakukan dibandingkan jika tidak ada
posisi staf. Posisi ini juga menyediakan spesialisasi yang tidak
mungkin dicapai oleh manajer seorang diri. Meskipun posisi staf
dapat membuat hubungan antar staf menjadi lebih efektif, organisasi
dapat berfungsi tanpa mereka.
Kesatuan komando ditunjukkan melalui garis vertikal utuh
diantara posisi pada bagan organisasi. Konsep ini dijelaskan paling
baik pada organisasi yang memiliki sebagai satu/atasan : pegawai
memiliki satu manajer tempat mereka memberikan laporan dan
pertanggungjawaban pekerjaannya. Hubungan manajer-pegawai
menjadi sangat sederhana karena pegawai hanya perlu
mempertahankan jumlah minimum hubungan dan menerima
pengaruh hanya dari satu orang yang menjadi supervisornya
langsung.
22
2. Pengambilan keputusan dalam hierarki organisasional
Dalam organisasi dengan pengambilan keputusan tersentralisasi,
keputusan dibuat oleh beberapa manajer ditingkat atas suatu hierarki.
Pengambilan keputusan terdesentralisasi mengizinkan pengambilan
keputusan di seluruh organisasi dan memungkinkan masalah
diselesaikan oleh manajer praktik tingkat terendah.
Seringkali hal ini berarti bahwa masalah dapat diatasi pada
tingkat masalah itu muncul, yang berpotensi untuk meningkatkan
hasil akhir mutu pelayanan dan dapat meningkatkan efisiensi
organisasi. Secara umum, semakin besar organisasi, semakin besar
kebutuhan untuk mendesentralisasikan pengambilan keputusan.
Hierarki pengambilan keputusan organisasi terdesentrralisasi
bersifat absolut
c. Pengarahan kegiatan keperawatan
Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan
kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan
perawat untuk melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Fungsi pengarahan adalah agar membuat perawat atau staf melakukan
apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan. Kepala ruang dalam
melakukan kegiatan pengarahan melalui : saling memberi motivasi,
membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, negosiasi,
menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan
koordinasi (Marquis & Huston, 2010).
Kegiatan saling memberi motivasi merupakan unsur yang penting
dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang
rawat inap. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh kepala ruang adalah
selalu memberikan reinforcement terhadap hal-hal yang positif,
memberikan umpan balik, memanggil perawat yang kurang termotivasi,
mungkin prestasi yang dicapai perlu diberikan penghargaan. Di ruang
rawat inap terdiri dari personil berbagai latar belakang yang dapat
23
menjadikan masalah/konflik. Masalah/konflik yang terjadi tidak
dibiarkan berkepanjangan dan harus diselesaikan secara konstruktif.
Pendekatan yang digunakan kepala ruang dalam menyelesaikan
masalah adalah : 1) mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi
dengan melakukan klarifikasi pada pihak-pihak yang berkonflik, 2)
mengidentifikasi penyebab-penyebab timbulnya konflik tersebut, 3)
Mengidentifikasi alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin
diterapkan, 4) memilih alternatif penyelesaian terbaik untuk diterapkan,
5) menerapkan alternatif terpilih, 6) melakukan evaluasi perbedaan
konflik.
Pendelegasian tugas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pengelolaan ruangan. Pendelegasian digolongkan menjadi 2 jenis yaitu
terencana dan insidentil. Pendelegasian terencana adalah pendelegasian
yang memang otomatis terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan
yang diterapkan di ruang rawat inap, bentuknya dapat pendelegasian
tugas kepala ruang kepada ketua tim, kepada penanggung jawab shift.
Pendelegasian insidentil terjadi bila salah satu personil ruang rawat inap
berhalangan hadir, maka pendelegasian tugas harus dilakukan.
Komunikasi yang efektif dapat dilakukan baik lisan maupun
tertulis. Komunikasi lisan diselenggarakan melalui proses : operan,
konferensi, konsultasi, dan informal antar staf. Komunikasi tertulis
diselenggarakan melalui media yaitu papan tulis, buku laporan ruangan,
atau pesan-pesan khusus tertulis. Kolaborasi dan koordinasi dilakukan
oleh kepala ruang dengan semangat kemitraan dengan tim keswa,
seperti konsultasi dengan tim medis terkait dengan program pengobatan,
psikolog, pekerja sosial, tim penunjang pelayanan di ruang rawat inap.
Selain itu perlu dilakukan koordinasi dengan unit atau bidang lain
seperti : instalasi gizi, instalasi farmasi, instalasi IPRS, bidang
pelayanan medik, bidang penunjang medik, bidang kesekretariatan,
serta unit rawat jalan dan rawat darurat.
24
d. Pengawasan kegiatan keperawatan
Pelayanan rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pasien dan
keluarganya. Untuk itu rumah sakit diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarganya. Pelayanan yang berkualitas perlu didukung oleh sumber-
sumber yang memadai yaitu sumber daya manusia, standar pelayanan
(Standar Asuhan Keperawatan), dan fasilitas. Sumber-sumber tersebut
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdaya guna, sehingga
tercapai kualitas yang tinggi dengan biaya yang seminimal mungkin.
Untuk mencapai tujuan pelayanan rumah sakit tersebut, khususnya
pelayanan keperawatan diperlukan supervisi keperawatan (Marquis &
Huston, 2010).
Supervisi keperawatan adalah proses pemberian sumber-sumber
yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka
pencapaian tujuan. Adapun tujuan dari supervisi keperawatan tersebut
adalah pemenuhan dan peningkatan kepuasan pelayanan pada pasien
dan keluarganya. Jadi supervisi difokuskan pada kebutuhan,
ketrampilan, dan kemampuan perawat untuk melakukan tugasnya.
Kegiatan supervisi merupakan salah satu fungsi pokok yang harus
dilaksanakan oleh pengelola (manajer) dari yang terendah, menengah
dan atas. Manajer yang melakukan fungsi supervisi disebut supervisor.
Di rumah sakit manajer keperawatan yang melakukan fungsi supervisi
adalah kepala ruang, pengawas keperawatan, kepala seksi, kepala
bidang dan wakil direktur keperawatan. Maka semua manajer
keperawatan perlu mengetahui, memahami dan melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai supervisor.
Tanggung jawab supervisor dalam manajemen pelayanan
keperawatan adalah: 1) menetapkan dan mempertahankan standar
praktek keperawatan, 2) menilai kualitas pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan, 3) mengembangkan peraturan dan
25
prosedur yang mengatur pelayanan keperawatan, bekerjasama dengan
tenaga kesehatan lain yang terkait, 4) memantapkan kemampuan
perawat, 5) pastikan praktek keperawatan profesional dijalankan.
Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat terjadi
begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar
peran dan fungsi supervisi dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan
supervisi dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan
keperawatan, akibatnya perawat pelaksana mengambil keputusan
tentang tindakan keperawatan tanpa penilaian dan pengalaman yang
matang sehingga kualitas asuhan keperawatan tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Akhirnya dapat terjadi kecelakaan, kegagalan
terapi, salah pengertian atau malpraktek.
Cara supervisi yang dilakukan dapat secara langsung dan tidak
langsung. Supervisi langsung dapat dilaksanakan pada saat kegiatan
sedang berlangsung, dimana supervisor terlibat langsung dalam
kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan
sebagai perintah. Supervisi tidak langsung dapat dilaksanakan dengan
melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Disini ada kesenjangan fakta
dimana supervisor tidak terlibat langsung dilapangan.
e. Pengendalian kegiatan keperawatan
Pada fungsi pengendalian dalam proses manajemen, kinerja diukur
menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya dan tindakan
diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara standar dan kinerja
yang sebenarnya. Pengendalian adalah penilaian tentang pelaksanaan
rencana yang telah dibuat dengan mengukur dan mengkaji struktur,
proses dan hasil pelayanan dan asuhan keperawatan sesuai standar dan
keadaan institusi untuk mencapai dan mempertahankan kualitas. Ukuran
kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dengan indikator proses
yaitu nilai dokumentasi keperawatan, indikator out put yaitu tingkat
kepuasan pasien/klien, tingkat kepuasan perawat, lama hari rawat.
Untuk kegiatan mutu yang dilaksanakan kepala ruang meliputi : audit
26
dokumentasi proses keperawatan tiap dua bulan sekali, survey kepuasan
pasien/klien setiap kali pulang, survey kepuasan perawat tiap enam
bulan, survey kepuasan tenaga kesehatan lain, dan perhitungan lama hari
rawat klien, serta melakukan langkah-langkah perbaikan mutu dengan
memperhitungkan standar yang ditetapkan (Marquis & Huston, 2010)
27
primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai
berikut :
a. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya
tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu
layanan profesional.
b. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada SP2KP, perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
d. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga SKp/Ners yang lebih banyak, karena setiap
PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan
primer, setiap PP merawat 9-10 klien.
e. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan
yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi
penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu
mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung
jawabnya.
f. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab
dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.
g. Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai
dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu
tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi
28
kelompok pasien yang dikelola, maupun orang-orang yang berada dalam
satu tim tersebut .
Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin
kerjasama yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional dengan
tim kesehatan lainnya.
2. Komponen SP2KP
Ada 5 (lima) sub system (komponen) yang secara sederhana dapat
diartikan sebagai berikut:
a. Nilai-Nilai Profesional Sebagai Inti Model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan
klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruangan rawat yang
merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat,
sehingga klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan
keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi
dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang
diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung
jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan
berdasarkan nilai-nilai professional. Nilai professional merupakan inti
dari Model Praktik Keperawatan Profesional, yang meliputi: nilai
intelektual, komitmen moral, otonomi, kendali dan tanggung gugat
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis
komunikasi yang jelas antara PP dan PA. Performa PA dalam satu tim
menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan
keperawatan yang harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan
kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan
pemimpin yang efektif.
Pendekatan manajemen digunakan untuk mengelola sumber daya
yang ada meliputi: ketenagaan, alat, fasilitas serta menetapkan Standar
29
Asuhan Keperawatan (SAK). Pada Model Praktik Keperawatan
Profesional ini kemampuan manajemen keperawatan yang
dikembangkan terutama dalam hal mengelola perubahan dan
pengambilan keputusan.
c. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra
ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap
hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.
Sistem pemberian asuhan keperawatan (care delivery system)
merupakan metode penugasan bagi tenaga perawat yang digunakan
dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Sistem atau
metode tersebut merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola
ketenagaan dan populasi klien. Saat ini dikenal lima jenis metode
pemberian asuhan keperawatan, yang terdiri dari: metode kasus,
fungsional, tim, primer dan manajemen kasus.
d. Hubungan Profesional
Hubungan profesional dilakukan oleh PP dimana PP lebih
mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu
ruang rawat sehingga mampu memberi informasi tentang kondisi klien
kepada profesi lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat
tentang perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana
tindakan medis.
Hubungan profesional Sistem Pemeberian Pelayanan Keperawatan
Profesional (SP2KP) memungkinkan terjadinya hubungan profesional di
antar perawat dan praktisi kesehatan lainnya. Hubungan ini dapat terjadi
melalui sistem pendokumentasian keperawatan, operan tugas jaga,
konferensi awal dan akhir, dan pembahasan kasus.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk
asuhan keperawatan yang professional. Kompensasi dan penghargaan
30
yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau
kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.
Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam
satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien.
PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu
sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada
pendidikan ners spesialis.
Pada suatu layanan profesional, seseorang mempunyai hak atas
kompensasi dan penghargaan. Kompensasi merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan motivasi, pada Model Praktik Keperawatan
Profesional karena masing-masing perawat mempunyai peran dan tugas
yang jelas sehingga dapat dibuat klasifikasi yang obyektif sebagai dasar
pemberian kompensasi dan penghargaan
3. Tujuan SP2KP
Tujuan dari SP2KP yaitu a) meningkatkan mutu askep melalui penataan
sistem pemberian asuhan keperawatan, b) memberikan kesempatan kepada
perawat untuk belajar melaksanakan praktik keperawatan professional, c)
menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan
penelitian keperawatan
4. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Praktik Keperawatan Profesional
Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan, yaitu: a) sesuai dengan Visi-Misi Rumah
Sakit, b) dapat diterapkannya proses keperawatan, c) efisien dan efektif
dalam penggunaan biaya, d) terpenuhinya kepuasan klien, d) kepuasan
konsumen (keluarga dan masyarakat), e) kepuasan kerja perawat dan
terlaksananya komunikasi yang adekuat
5. Peran Managerial dan Leadership
Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim,
mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah
31
direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA mengevaluasi
asuhan keperawatan yang diberikan.
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat
renpra untuk klien yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra
merupakan tanggung jawab profesional seorang PP sebagai landasan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar. Renpra
tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk dan
dievaluasi setiap hari.
PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian
tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian
tanggung jawab terhadap klien yang menjadi tanggung jawab tim,
didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam
menerima pendelegasian.
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan
kepemimpinan. PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA
dalam memberikan asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP
berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu memberikan asuhan
keperawatan seuai dengan standar yang ada.
Bimbingan tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya
mendampingi PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau
secara tidak langsung pada saat melakukan konferensi. PP juga harus
senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan keterampilannya,
misalnya memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.
Selain terkait dengan bimbingan ketrampilan pada PA, sebagai bagian
dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki
kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP
harus menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan
tidak mengganggu produktivitas PA dalam membantu memberikan asuhan
keperawatan.
32
6. Komunikasi tim melalui renpra
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam
melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut
dapat melalui: renpra, konferensi, dan ronde keperawatan yang terstruktur
dan terjadwal. Rencana asuhan keperawatan (renpra) selain berfungsi
sebagai: a) pedoman bagi PP-PA, b) landasan profesional bahwa asuhan
keperawatan diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai
penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media
komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA
untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan
oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama
secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan
(renpra).
Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar
memenuhi ketentuan (biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi
rumah sakit). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1
kali 24 jam setelah pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan
media komunikasi.
Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang
bertugas (misalnya pada malam hari atau hari libur), PA yang sebelumnya
telah didelegasikan dapat melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu
diagnosa keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar pasien.
Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka pengkajian dan renpra
yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus
dimengerti oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman
yang sama tentang istilah-istilah keperawatan yang digunakan dalam renpra
tersebut. Misalnya dalam renpra, PP menuliskan rencana tindakan
keperawatan; " monitor I/O (Intake/Output = pemasukan / pengeluaran) tiap
24 jam".
33
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan
monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan
dukungan pada pasien dan keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam
timnya harus memiliki persepsi yang sama tentang tindakan yang akan
dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan kembali pada PA
tentang apa yang disusunnya tersebut.
Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP
terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang
tidak dapat didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung
gugat seorang PP. Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap
berkewajiban untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang
dilakukan oleh PA.
7. Komunikasi tim oleh konferensi
Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA
untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap
hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terima shift. Hal-
hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien
dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi.
Konferensi akan efektif jika PP telah membuat renpra, dan membuat
rencana apa yang akan dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih
bersifat 2 arah dalam diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan
keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait.
8. Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan
dengan ronde keperawatan yang dilakuan dengan Clinical Care Manager
(CCM). Tujuan ronde keperawatan dalam tim adalah agar PP dan PA
bersama-sama melihat proses yang diberikan.
Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi, staf
laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan tim lain
tersebut adalah: 1) mengkolaborasikan, 2) mengkomunikasikan, 3)
mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi tanggung
34
jawabnya, 4) PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik
segi tingkat pendidikan dalam pengalamannya
PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien
yang terkait dengan perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang
akurat bagi tenaga kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi
misalnya akan membantu perkembangan pasien selama dalam perawatan,
agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk
mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde
antar profesional.
Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat
menyebabkan komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu
komunikasi antar tim kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi
keperawatan. Dokumentasi tersebut dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus
telah disepakati oleh semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang ada
juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat komunikasi.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi
lain, seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan
berkomunikasi, misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain,
tidak terkesan memerintah atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang
lain dalam hal ini tim kesehatan dari profesi lain, merupakan kemampuan
yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi ini PP dituntut
untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan
yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter
menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada dan di USG abdoment
sekaligus pemeriksaan mata pada hari yang sama, maka seorang PP harus
mampu mengkoordinasikan semua kegiatan tersebut agar tidak melelahkan
dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya. Misalnya dalam hal ini
perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.
35
9. Peran dan Tanggung Jawab Perawat Sesuai Dengan Jabatannya
Berikut diuraikan peran kepala ruangan, ketua tim, perawat assosiet,
penanggungjawab shif:
a. Peran Kepala Ruangan ( KARU) yaitu: 1) sebelum melakukan sharing
dan operan pagi Karu melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang
dirawat, 2) memimpin sharing pagi, 3) memimpin operan, 4) memastikan
pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pagi hari, 5) memastikan seluruh pelayanan
pasien terpenuhi dengan baik, meliputi : pengisian askep, visite dokter
(advice), pemeriksaan penunjang (hasil Lab), dll, 6) memastikan
ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan, 7) mengelola
dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area tanggung
jawabnya, 8) melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
b. Peran Ketua Tim (KATIM)
Tugas Utama: Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok
pasien oleh Tim keperawatan di bawah koordinasinya. Tugas tambahan
yaitu : 1) mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh tim
keperawatan di bawah koordinasinya pada saat Pre Croference, 2)
mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan yang
tepat untuk pasiennya, 3) memastikan setiap PA melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP, 4)
melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien
dibawah koordinasinya pada saat Post Conference.
c. Peran Perawat Asosiet (PA) :
Tugas Utama: Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien
yang menjadi tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow up)
perkembangan pasien. Tugas tambahan yaitu: 1) mengevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh PA, 2) memastikan seluruh
tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
36
d. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
Tugas Utama: menggantikan fungsi pengatur pada saat shift
sore/malam dan hari libur. Tugas tambahan yaitu: 1) memimpin kegiatan
operan shift sore-malam, 2) memastikan PP melaksanaknan follow up
pasien tanggung jawabnya, 3) memastikan seluruh PA melaksanakan
asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat PP, 4)
mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan, 5) membuat
laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
37
a Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
b Undang-Undang nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan (lembaran
Negara Repulik Indonesia tahun 2009 nomor 152 , tambahan
lembaran Negara nomoor 5071).
c Permen PAN Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi
Pemerintahan.
3. Tujuan dan Manfaat SPO
Adapun tujuan dari penyusunan SPO diantaranya:
a. Agar petugas atau pegawai menjaga konsisitensi dan tingkat kinerja
petugas atau pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
b. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap–tiap posisi dalam
organisasi.
c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas
atau pegawai terkait.
d. Melindungi organisasi atau unit kerja dan petugas atau pegawai dari
malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
e. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi
dan inefisiensi.
f. Memberikan keterangan tentang dokumen- dokumen yang
dibutuhkan dalam suatu proses kerja.
38
b. Memudahkan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
sebagai konsumen dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
c. Kesungguhan karyawan dalam memberikan pelayanan, terutama
terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Ini merupakan standardisasi bagaimana seorang karyawan
menyelesaikan tugasnya.
d. Dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan
pelaksanaan suatu pekerjaan.
e. Dapat digunakan sebagai sarana acuan dalam melakukan penilaian
terhadap proses layanan. Jika karyawan bertindak tidak sesuai dengan
SPO berarti dia memiliki nilai kurang dalam melakukan layanan.
f. Dapat digunakan sebagai sarana mengendalikan dan mengantisipasi
apabila terdapat suatu perubahan sistem.
g. Dapat digunakan sebagai daftar yang digunakan secara berkala oleh
pengawas ketika diadakan audit. SPO yang valid akan mengurangi
beban kerja. Bersamaan dengan itu dapat juga meningkatkan
comparability, credibility dan defensibility.
h. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada
intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan
pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.
i. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas.
4. Bentuk SPO
Bentuk daripada SPO antara lain simple steps, hierarchical steps, graphic
format, flowchart.
a. Simple Steps
Simple steps berisi prosedur kerja yang sangat sederhana dan tidak
terlalu terperinci, biasanya SPO jenis ini digunakan hanya untuk situasi
kerja dengan sedikit operator. Contoh SPO jenis simple step:
39
Gambar 3 Simple Steps
b. Hierarchical steps
Hierarchical steps lebih terinci daripada jenis-jenis SPO simple steps,
dimana pada SPO ini terdapat kalimat dan terdapat sub-kalimat
sehingga memudahkan operator untuk memahaminya. Jenis SPO ini
cocok untuk digunakan untuk prosedur yang cukup panjang, yakni jika
proses yang akan ditulis lebih dari 10 langkah, dan tidak mempunyai
banyak keputusan. Contoh SPO jenis hierarchical steps:
c. Graphic Format
Graphic format merupakan pengambangan dari SPO Hierarchical steps,
dimana dalam penulisannya SPO jenis ini menyertakan gambar-gambar
atau diagram untuk mempermudah pengertiannya. Grafik yang
digunakan dapat menyederhanakan suatu prosedur dari bentuk yang
panjang menjadi lebih singkat. SPO jenis ini biasanya dipakai untuk
prosedur yang cukup panjang, yakni jika proses yang akan ditulis lebih
40
dari 10 langkah. Dalam pembuatan SPO jenis ini sebaiknya gunakan
kalimat singkat yang dapat membantu untuk menjelaskan maksud
darigambar atau diagram yang ada, dan jika memungkinkan, gambar atau
diagram yang digunakandapat mengilustrasikan tujuan dari prosedur
tersebut. Contoh SPO jenis graphic format:
41
Gambar 5 Graphic Format
42
Gambar 6 Graphic Flowchart
43
4) menetapkan mekanisme control pekerjaan, 5) embuat pedoman
pembagian pekerjaan dan control pekerjaan.
c. Tahap Perencanaan
Tahap ini terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu: 1) menyusun
strategi dan metodologi kerja, 2) menyusun perencanaan kerja, 3)
menyusun program-program kerja rinci, 4) menyusun pedoman
perencanaan dan program kerja rinci.
d. Tahap Penyusunan
Tahap ini terdiri dari 5 (lima) langkah, yaitu: 1) mengumpulkan
informasi terkait dengan metode pendekatan pengumpulan yaitu
dengan metode pendekatan system atau risiko kegiatan, 2)
mengumpulkan informasi pelengkap, yaitu alur otorisasi, kebijakan,
pihak yang terlibat, formulir, kaitan dengan prosedur lain, dan kode
prosedur, 3) menetapkan metode dan teknik penulisan SPO yang
dipilih, 4) melaksanakan penulisan SPO, 5) membuat draft pedoman
SPO.
e. Tahap Uji Coba
Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah yaitu: 1) merancang
metodologi uji coba, 2) mempersiapkan materi uji coba, 3)
menetapkan tim pelaksana uji coba, 4) mempersiapkan sarana uji coba,
5) melaksanakan uji coba, 6) menyusun laporan hasil uji coba
f. Tahap Penyempurnaan
Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu: 1) mendiskusikan
laporan hasil uji coba, 2) merancang dan merencanakan langkah-
langkah penyempurnaan pedoman SPO, 3) menyusun pembagian
tugas penyempurnaan, 4) melaksanakan penyempurnaan, 5)
melakukan uji coba terbatas dengantim atau tim penyeimbang
(counterpart) atau kelompok fokus (focus group) yang dibentuk
secara khusus, 6) menyusun pedoman SPO akhir (final manual)
Produk dari tahap ini adalah pedoman SPO akhir (final manual atau
44
final guidance) yang dapat digunakan sebagai pedoman standar dalam
unit kerja.
g. Tahap Implementasi
Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu: 1) merancang
metodologi implementasi, 2) mempersiapkan materi implementasi, 3)
menetapkan tim pelaksana implementasi, 4) mempersiapkan sarana
implementasi, 5) melaksanakan implementasi, 6) menyusun laporan
implementasi
h. Tahap Pemeliharaan dan Audit
Tahapan ini terdiri dari 7 (tujuh) langkah, yaitu: 1) merencanakan
kegiatan pemeliharaan dan audit atas pedoman SPO yang diterapkan,
2) mempersiapkan tim pemeliharaan dan audit, 3) melaksanakan
pemeliharaan dan audit, 4) membuat laporan setiap kegiatan
pemeliharaan dan audit, 5) menyimpulkan temuan-temuan di dalam
laporan kegiatan pemeliharaan audit dan menyusun perencanaan
perbaikan yang diperlukan, 6) melaksanakan perbaikan sesegera
mungkin bila perbaikan yang dilakukan kecil dan bersifat rutin, 7)
melaksanakan tahap-tahap teknis penyusunan SPO dari awal jika
perbaikan yang harus dilakukan besar dan bersifat tidak rutin
45
BAB III
PERENCANAAN
46
(RSUP) Dr. Wahidin Sudirohusodo berdasarkan surat keputusan Menteri
Kesehatan R.I. No. 540/SK/VI/1994 sebagai rumah sakit kelas A dan
sebagai rumah sakit pendidikan serta sebagai rumah sakit rujukan tertinggi
di kawasan timur Indonesia.
Pada tanggal 10 Desember 1995 RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
ditetapkan menjadi rumah sakit unit swadana dan pada tahun 1998
dikeluarkan Undang – Undang No. 30 Tahun 1997 berubah menjadi unit
Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak ( PNBP ). Dengan terbitnya
peraturan pemerintah R.I. No. 125 tahun 2000, RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo beralih status kelembagaan menjadi Perusahaan Jawatan
(PERJAN ) (Administrator RS, 2017)
47
5) Terwujudnya kerjasama dengan stakeholder dalam rangka
peningkatan indikator pelayanan kesehatan masyarakat.
48
Gambar 7. Struktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
49
3) Instalasi Mother and a) Lontara 4 anak atas depan
Child Center b) Lontara 4 anak atas belakang
c) Ginekologi
d) Kebidanan
e) Perinatologi
f) IGD Pinang
g) NICU
h) Rawat Jalan
4) Instalasi Infection a) Infection Center Lantai 1
Center b) Infection Center Lt.2 (TB Paru)
c) Infection Center Lantai 3
d) Poliklinik Paru
5) Instalasi Intensive a) ICU
Care Center b) ICU/HCU
c) PICU
d) Instalasi Palem a) Palem atas (Rawat Inap)
b) Palem bawah (Rawat Inap)
e) Instalasi Lontara I a) Lontara 1 Atas Depan
dan Pakis b) Lontara 1 Atas Belakang
c) Lontara 1 Bawah Depan
d) Lontara 1 Bawah Belakang
e) Pakis
f) Instalasi Lontara II a) Lontara 2 Atas Depan ( Bedah Digestif)
b) Lontara 2 Atas Belakang (Bedah Tumor)
c) Lontara 2 Bawah Depan (Bedah Urologi)
d) Lontara 2 Bawah Belakang (Bedah Orthopedi)
g) Instalasi Lontara III a) Lontara 3 Atas Depan (THT)
b) Lontara 3 Atas Belakang (Mata & Kulkel)
c) Lontara 3 Bawah Depan (Bedah Saraf)
d) Lontara 3 Bawah Belakang (Saraf)
e) Brain Center
50
h) Instalasi Gawat a) IGD Bedah
Darurat b) IGD Non Bedah
c) IGD Anak
d) Kamar Operasi IGD
e) Perawatan Luka Bakar
51
B. Hasil Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara pengumpulan data dalam bentuk Focus
Group Discussions (FGD), Individual Interview, studi dokumentasi dan
observasi. Fokus pengkajian ini akan mengidentifikasi aspek fungsi
manajemen.
Pada tanggal 01 November 2017 dilakukan FGD di ruang pertemuan
POKJA HIV Infection Center Lt.3. Partisipan FGD merupakan kepala ruangan
yang berjumlah 16 orang dengan lama wawancara kurang lebih 120 menit.
Wawancara menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) secara
semi terstruktur. Untuk mendukung hasil dari pengkajian FGD dan wawancara
maka dilakukan pula studi dokumen dan observasi pada tanggal 02 November
2017 sampai dengan 18 November 2017. Studi dokumen ini dilakukan dengan
melihat dokumen-dokumen yang ada di rumah sakit seperti dokumen Sumber
Daya Manusia, dokumen laporan kegiatan pelayanan keperawatan tri wulan
tahun 2017, dokumen komite keperawatan, pedoman standar asuhan
keperawatan dan dokumen status rekam medis pasien. Observasi dilakukan
pada tanggal 18 November 2017 sampai dengan tanggal 20 November 2017.
Pada observasi untuk menilai dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat
inap.
Selain FGD, mahasiswa memberikan pertanyaan terbuka dalam bentuk
kuesioner pada kepala bidang keperawatan, ketua komite keperawatan, kepala
seksi rawat jalan, kepala seksi rawat inap, dan kepala seksi rawat khusus.
Kuesioner juga disebar kepada sejumlah 36 Ketua Tim yang terdiri dari 36
orang katim di ruangan perawatan Lontara, 12 Ketua Tim ruangan intesive care
dan 7 ketua tim dari ruang Infection Center. Ada beberapa ketua tim yang tidak
menjadi sampel dikarenakan pada saat pengumpulan data perawat yang
bersangkutan sedang cuti, libur, dan sakit.
1. Data Demografi
Karakteristik partisipan yang dipaparkan adalah identitas atau data
demografi dari masing-masing partisipan.
52
a. Demografi Partisipan (Kualitatif): Kegiatan pengambilan data secara
kualitatif dilakukan dengan metode wawancara FGD diikuti oleh 16
orang partisipan berasal dari kepala pelayanan (kayan) dengan estimasi
sebagai berikut :
Tabel 3
Rekapitulasi karakteristik partisipan
Kode Usia Lama Pendidikan Pelatihan yang pernah
Partisipan (Tahun) Menjabat Terakhir diikuti
L1AD 46 plh DIII
L1AB 53 1 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
L1BD 52 5 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
L1BB 47 1 Tahun S2 Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
L2AD 51 6 Bulan S2 Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management, 5 Wajib
L2AB 53 2 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
L2BD 42 1 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
L2BB 42 3 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
L3AD 51 3 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
L3AB 53 1 Tahun S2 Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
L3BD 50 1 Tahun S2 Manajemen Kepala Pelayanan
L3BB 45 1 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
NICU 47 7 Tahun S2 Manajemen Kepala Pelayanan
Excelent Service, Caring
ICU 47 6 Tahun S2 Manajemen Kepala Pelayanan
Excelent Service, Caring,
Skill Management
IC1-3 48 2 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
IC2 41 1 Tahun S1+Ners Manajemen Kepala Pelayanan
Skill Management
53
Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin, Umur, Pendidikan terakhir, dan
pelatihan yang pernah diikuti RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2017
Bidang Komite
Keperawatan Keperawatan
Variabel Kriteria
(n=4) (n=3)
f % f %
Jenis Kelamin Laki-laki 2 50 2 67
Perempuan 2 50 1 33
Umur 36-45 (dewasa akhir) 2 67
>45 4 100 1 31
Pendidikan S1 Ners 4 100 1 33
terakhir S3 2 67
Pelatihan 1-2 Kali
manajemen yang ≥ 3 kali 4 100 3 100
pernah diikuti 3
tahun terakhir
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Umur, jenis kelamin, Pendidikan terakhir, dan
pelatihan yang pernah diikuti di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2017
Intensive Infection
Lontara
Care Center
Variabel Kriteria (n=36)
(n=12) (n=7)
f % f % f %
Jenis Kelamin Laki-laki 5 14 4 33 1 14
Perempuan 31 86 8 67 6 86
Umur 17-25 (remaja akhir)
26-35 (dewasa awal) 12 33
36-45 (dewasa akhir) 16 45 12 100 7 100
>45 8 22
Pendidikan D3 11 31 5 71
terakhir S1 9 25
S1 Ners 16 44 12 100 2 29
Pelatihan yang Tidak pernah 23 64 10 83 3 43
pernah diikuti 1-2 Kali 9 25 2 17 2 29
≥ 3 kali 4 11 2 29
Tingkat partisipasi = 81%
54
2. Hasil Pengkajian
a. Fungsi Manajemen Perencanaan
Ditemukan bahwa fungsi perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Keperawatan belum optimal dilakukan, dimana 15 dari 16 kepala
pelayanan (kayan) menyatakan bahwa perencanaan kebutuhan tenaga
masih dirasa kurang dibanding beban kerja di ruangan. Hal ini dapat
dilihat pada komentar partisipan, yaitu:
“…..Hal ini sebenarnya kita sudah ancang-ancang kedepan akan
seperti itu. Sekarang ini kan seperti penempatan-penempatan pegawai
yang baru sudah mulai jenjang karir……”. (L3BD)
“… mungkin sebatas diatas kertas karena belum ada pemetaan”.
(Ic1).
“rata-rata sudah memasukkan analisa beban kerja ke bagian
SDM, tapi sudah lumayan dibanding tahun-tahun kemarin (InC3).
“Katim saya itu sangat kurang, saya selalu mengusulkan kepada
SDM …. untuk menutupi kekurangan kami (L3AB) …... sehingga ….
kami butuh tenaga tambahan” (L3AB-semua kayan)
55
manager yaitu manajer tertinggi dalam hal ini kepala bagian
keperawatan hingga ke wakil direktur dan direktur rumah sakit.
c. Fungsi Manajemen Pengarahan
Pada fungsi pengarahan, 15 dari 16 partisipan pada FGD
mengatakan bahwa pengarahan telah dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat
dari komentar partisipan, yaitu:
“ada supervisi dilakukan tiap bulan. Namun ada beberapa ruangan
yang belum disupervisi. Harusnya ada jadwal seperti tahun lalu.
Tapi, sekarang supervisi (seperti) sidak begitu” (L1BB).
”jangan juga terlalu lama karena menghambat pelayanan” (L2AD).
56
diruangan saya………………. saya sudah usul ke ibu aning (kabid
keperawatan) minggu2 ini dia datang” (L2BD)
57
3. Analisis Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian FGD, Individual interview, hasil observasi dan studi dokumentasi, didapatkan beberapa
permasalahan keperawatan yang ada di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo. Adapun analisis permasalahannya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 6
Analisis Masalah
58
kompetensi perawat, namun belum sepenuhnya berjalan terkait pemahaman perawat yang belum merata
terkait assessment kompetensi
2. Ketua Komite Keperawatan telah memiliki data dasar profil tenaga keperawatan berdasarkan area praktik
dan kompetensi dan sementara dalam proses input pada SIRS (sistem informasi rumah sakit)
Hasil FGD:
1. Kepala pelayanan menyatakan bahwa perencanaan kebutuhan tenaga sesuai jumlah perawat berdasarkan
tingkat pendidikan dan jenjang karir sudah ada pembenahan dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun
masih dirasa kurang dibanding beban kerja di ruangan.
Hasil FGD : Belum ada kesesuaian
Hasil FGD, semua partisipan mengungkapkan telah menyusun perencanaan di ruang perawatan, baik format rencana harian,
perencanaan harian, bulanan dan tahunan. bulanan, dan tahunan
Data kuisioner Ketua Tim
1. 24 orang (44%) katim menyatakan bahwa mereka menyusun rencana harian
2. 18 orang (33%) katim menyatakan bahwa mempunyai rencana harian, bulanan dan tahunan
Hasil observasi
1. Ada beberapa ruangan yang memiliki rencana harian, bulanan dan tahunan, namun belum ada
keseragaman.
2. Adapun juga ruangan memang tidak membuat jadwal rencana harian.
59
Fungsi Pengorganisasian
Hasil FGD Pembagian tugas kepada
1. Kepala pelayanan menyatakan pembagian tugas kepada perawat sesuai dengan keahlian/kompetensi perawat sesuai dengan
perawat/jenjang PK belum dilakukan pemetaan dan baru sebatas wacana, karena keterbatasan tenaga. keahlian/kompetensi
2. Kepala pelayanan menyatakan kompetensi katim dan standar jenjang karir perawat mempengaruhi perawat/jenjang PK belum
pelaksanaan dalam SP2KP optimal
Hasil Kuisioner
1. 75% Komite Keperawatan telah memiliki data dasar profil tenaga keperawatan berdasarkan area praktik
dan kompetensi.
2. 22 orang (40%) katim menyatakan kebutuhan tenaga belum memadai
3. 13 orang (24%) katim menyatakan bahwa kompetensi perawat di ruangan belum memadai
Hasil FGD: Sumber daya Katim belum
1. Kepala Pelayanan mengatakan bahwa penunjukkan ketua tim belum berdasarkan kompetensi memiliki pengetahuan dan
4. Kepala pelayanan mengatakan syarat katim diharuskan Pegawai Negeri Sipil, dengan keterbatasan tenaga kompetensi yang sesuai.
membuat kepala pelayanan tidak ada pilihan lain untuk menyimpulkan siapa yang cocok untuk menjadi
katim, dan diutamakan senioritas dan bertanggungjawab
5. Kepala pelayanan menyatakan kompetensi katim dan standar jenjang karir perawat mempengaruhi
pelaksanaan dalam SP2KP
Hasil Kuisioner
1. 16 orang (29%) berpendidikan D3 Keperawatan
60
2. 12 orang (22%) katim yang tidak memahami prosedur, kebijakan dan peraturan terkait dengan
keperawatan (SPO, SAK)
Hasil FGD: Timbang Terima/Operan
1. Kepala Pelayanan mengatakan beberapa ruangan masih bingung dan belum ada kesesuaian dengan konsep belum dilaksanakan secara
timbang terima. optimal.
2. Kepala Pelayanan mengatakan bahwa timbang terima ataupun pre post conference sangat dipengaruhi
Pendidikan dan kompetensi katim serta standar tenaga.
Hasil Kuisioner
1. 4 orang (8%) Katim yang tidak melaksanakan pre-post confrence
Hasil FGD: Klasifikasi pasien
1. Kepala pelayanan mengatakan bahwa bahwa tidak ada keseragaman dalam melakukan pengklasifikasian berdasarkan tingkat
pasien, adapun juga belum sesuai teori ketergantungan belum
2. Ada juga kepala pelayanan yang mengatakan tidak melakukan pengklasifikasian pasien dilaksanakan secara optimal
Hasil Kuisioner Katim
1. 2 orang (4%) Katim menyatakan tidak melakukan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungan
Hasil FGD Ronde Keperawatan belum
1. Kepala Pelayanan mengatakan bahwa seluruh ruangan belum melaksanakan ronde keperawatan secara optimal
terstruktur
2. Peran katim sangat diharapkan dalam melaksanakan ronde keperawatan
3. Kepala pelayanan menyatakan bahwa seluruh ruangan lebih sering melaksanakan Diskusi Refleksi Kasus
61
Hasil Kuisioner Assesment kompetensi yang
1. Sub komite kredensial melaksanakan penyusunan program kredensial untuk seluruh tenaga keperawatan belum optimal
berupa daftar kredensial dan rekredensial serta jadwal, namun belum berjalan sepenuhnya terutama bagi
yang ingin naik jenjang PK karena harus melalui assessment kompetensi terlebih dahulu sampai saat ini
assessment kompetensi belum sepenuhnya berjalan.
2. Kasi keperawatan RJ menyatakan assessment kompetensi dapat meningkatkan kemampuan perawat,
namun pelaksanaan assessment belum optimal karena pemahaman yang belum merata terkait assessment
kompetensi
Hasil Kuisioner Sosialisasi alur dan proses
1. Subkomite kredensial telah melakukan sosialisasi kredensial namun masih sebatas pada kepala pelayanan kredensial dan buku putih
dan diharapkan kepala pelayanan mensosialisasikan kepada para anggotanya kepada perawat belum
2. Subkomite kredensial telah melakukan sosialisasi buku putih namun masih sebatas pada kepala pelayanan maksimal
Hasil Kuisioner Dokumentasi dan supervise
1. 100% di bidang keperawatan melakukan supervisi asuhan keperawatan, namun 3 orang (75%) mengatakan asuhan keperawatan belum
bahwa dilakukan secara tidak jadwal dan secara insidentil pada ruangan yang memiliki masalah optimal
dokumentasi asuhan keperawatan, dan satu orang (25%) menyatakan bahwa menilai dokumentasi asuhan
keperawatan dilakukan dengan tracer ke ruangan perawatan, evaluasi laporan dan rekam medis terkait
kelengkapan pencatatan serta evaluasi laporan komite mutu. Sehingga, direncanakan akan dibuat asuhan
keperawatan secara elektronik.
Hasil FGD
62
1. Kepala pelayanan menyatakan format dokumentasi dapat dibuatkan secara elektronik agar memudahkan
kinerja perawat
Fungsi Pengarahan
1. Hasil Kuisioner: Pelaksanaan supervisi
2. Supervisi dilakukan oleh bidang keperawatan dan kepala pelayanan. Supervisi yang dilakukan Kepala belum optimal
Bidang Keperawatan, Kepala Seksi Keperawatan ke ruangan adalah supervisi manajemen tentang
indikator mutu, sementara supervisi kepala pelayanan ke Perawat pelaksana adalah terkait SPO.
3. Hasil kuisioner diperoleh bahwa hambatan/masalah bagi kasie keperawatan dalam upaya peningkatan
mutu adalah kompetensi perawat yang belum merata. Kedisiplinan dan kepatuhan perawat dalam
pengelolaan pasien pasien masih belum optimal. Profil ketenagaan berdasarkan kompetensi dan
Pendidikan belum terpetakan dengan baik.
4. Hasil kuisioner diperoleh bahwa Kasie Keperawatan menyatakan melakukan penyelesaian masalah yang
ditemukan di tingkat kepala pelayanan dengan dilakukan pertemuan dan hasil pertemuan dilaporkan ke
kepala bidang keperawatan.
5. 9% katim menyatakan tidak melakukan supervis
Hasil FGD:
6. Beberapa kepala pelayanan mengatakan supervisi telah dilakukan oleh bidang keperawatan setiap bulan,
namun tidak merata pada semua ruangan dengan metode supervisi tidak terstruktur dan kepala pelayanan
berharap ada jadwal supervisi dari bidang keperawatan.
63
7. Kepala pelayanan ingin diperjelas tentang fungsi supervisi bidang keperawatan dan umpan balik hasil
supervisi
8. Supervisi juga dilakukan kepala pelayanan ke katim dan katim ke perawat pelaksana sudah dijalankan dan
ada yang terjadwal namun dirasakan masih kurang serta ada kendala dalam pelaksanaan.
9. Kepala Pelayanan mengatakan ada keterbatasan pemahaman katim terkait supervisi
10. Kepala Pelayanan akan melakukan evaluasi katim terkait supervisi.
Hasil Kuisioner Belum optimalnya
1. 31% katim mengatakan tidak sesuai imbalan/reward atas beban kerja penerapan reward &
2. 6 orang (10.5%) katim menyatakan bahwa hasil kerja tidak dihargai atasan punishment
3. 12 orang (22%) katim mengatakan tidak diberikan sanksi atau hukuman bagi perawat yang melanggar
aturan
4. 21 orang (38%) katim mengatakan tidak ada penghargaan terhadap perawat berprestasi
5. 9% katim mengatakan ketidakpuasan bekerja di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar
Fungsi Pengendalian
Hasil Kuisioner: Belum optimal kajian
1. Kasie Keperawatan RK belum melakukan kajian terhadap kesesuaian SPO yang telah ada dengan kesesuaian SPO yang telah
kebutuhan di ruang pelayanan ada dan proses revisi SPO
2. Kasie Keperawatan RK menyatakan pernah dilakukan revisi SPO pada tahun 2016
64
3. 12 orang (22%) katim menyatakan tidak memahami prosedur, kebijakan dan peraturan terkait dengan
keperawatan (SPO, SAK)
Hasil FGD
1. Kepala pelayanan mengatakan ada beberapa tindakan keperawatan di ruangan belum terdapat didalam
SPO dan mengharapkan ada revisi dan tambahan SPO berdasarkan evidence based
2. Sebagian Kepala Pelayanan yang mengungkapkan SPO yang ada belum sesuai dengan spesifikasi ruangan
dan sudah ada usulan ke Kabid Keperawatan untuk bisa direvisi dan direncanakan
3. Kepala pelayanan punya cara yang berbeda dalam mensosialisasikan SPO di ruangannya
Hasil observasi:
1. SPO di beberapa ruangan ada hardcopy, namun masih SPO tahun 2013
2. SPO sudah berbasis komputerisasi (SIRS)
Hasil Kuisioner Belum dilakukan evaluasi
1. Subkomite mutu keperawatan telah menyusun SAK namun belum melakukan evaluasi SAK dan merevisi dan revisi SAK
SAK sesuai kebutuhan, dikarenakan keterbatasan sumber daya
2. Ketua komite keperawatan belum melakukan audit penerapan standar asuhan keperawatan
3. sub komite mutu keperawatan belum menindaklanjuti audit keperawatan dikarenakan audit belum
dilakukan secara berkala.
Hasil Observasi
1. Hasil telusur dokumen, beberapa ruangan terdapat SAK namun SAK yang tertera tahun 2013, dan belum
direvisi
65
Hasil Kuisioner Evaluasi terhadap
1. Ketua komite keperawatan belum melakukan evaluasi terhadap penerapan kode etik profesi keperawatan, penerapan kode etik belum
direncanakan tahun 2018 dilaksanakan
Hasil Kuisioner
1. 12 orang (22%) menyatakan bahwa tidak ada sanksi bagi perawat yang melanggar aturan di rumah sakit,
2. 11 orang (20%) katim menyatakan bahwa tidak ada pembinaan khusus bagi perawat yang bermasalah.
Hasil Kuisioner Belum dilakukan evaluasi
1. Subkomite kredensial belum melakukan evaluasi pelaksanaan kewenangan klinis oleh perawat kesesuaian antara pedoman
berdasarkan kompetensinya dan pelaksanaan
2. Subkomite kredensial belum melakukan evaluasi terhadap pedoman/standar kewenangan klinis kewenangan klinis perawat
berdasarkan kompetensinya
Hasil FGD Buku Pedoman kerja untuk
1. Dalam melengkapi dan menunjang fungsi tugas kepala pelayanan dalam mengorganisir dan mencapai kepala pelayanan
indikator kinerja, kepala pelayanan berharap ada buku pedoman pelaksanaan metode asuhan keperawatan
professional (SP2KP) dan petunjuk pencapaian indikator ruangan.
66
4. Identifikasi Pemcahan Masalah
Berdasarkan hasil analisis masalah pada RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo maka telah ditemukan beberapa masalah untuk diselesaikan.
Urutan masalah yang menjadi prioritas untuk diselesaikan akan ditentukan
melalui pembobotan pada setiap masalah yang ditemukan. Menurut Kepner
Tregoe, ada 3 (tiga) aspek penting dalam menentukan prioritas, yaitu
dengan melihat tingkat Kegawatan (Urgency) meliputi besarnya dampak
yang timbul terhadap keselamatan jiwa, uang, produksi dan atau reputasi
baik individu maupun organisasi; Mendesak (Seriousness) meliputi
banyaknya waktu yang tersedia untuk penanganan suatu masalah; dan
Pertumbuhan (Growth) meliputi perkiraan akan bertambah buruknya suatu
keadaan dibandingkan dengan sebelumnya atau keadaan sekarang.
Untuk menentukan besarnya penilaian terhadap masing-masing
kriteria ditentukan dengan menggunakan skala Likert, skala yang ditetapkan
yaitu angka 1 (satu) sampai angka 5 (lima), yang tiap angka tersebut
memiliki pengertian yaitu: 1 = sangat kecil/rendah pengaruhnya; 2 = kecil
pengaruhnya; 3 =sedang/cukup pengaruhnya; 4 =besar/tinggi pengaruhnya;
dan 5 = sangat besar/ tinggi pengaruhnya.
Adapun hasil pembobotan untuk menentukan prioritas masalah
tampak pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 7
Prioritas Masalah Manajemen Keperawatan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Tahun 2017
67
4. Pembagian tugas kepada perawat sesuai 4 3 3 10 4
dengan keahlian/kompetensi perawat/jenjang
PK belum optimal
5. Sumber daya Katim belum memiliki 3 4 3 10 4
pengetahuan dan kompetensi yang sesuai.
6. Timbang Terima/Operan belum dilaksanakan 3 3 2 7 6
secara optimal.
7. Klasifikasi pasien berdasarkan tingkat 3 2 3 8 6
ketergantungan belum dilaksanakan secara
optimal
8. Ronde Keperawatan belum optimal 4 4 3 11 3
9. Assesment kompetensi yang belum optimal 4 4 4 12 2
10. Sosialisasi alur dan proses kredensial dan 4 4 4 12 2
buku putih kepada perawat belum maksimal
11. Dokumentasi asuhan keperawatan belum 3 3 2 8 6
optimal
12. Pelaksanaan supervisi belum optimal 3 3 3 9 5
13. Belum optimalnya penerapan reward & 2 3 3 8 6
punishment
14. Belum optimal kajian kesesuaian SPO yang 4 4 5 13 1
telah ada dan proses revisi SPO
15. Belum dilakukan evaluasi dan revisi SAK 4 4 5 13 1
16. Evaluasi terhadap Penerapan kode etik belum 5 4 4 13 1
dilaksanakan
17. Belum dilakukan evaluasi kesesuaian antara 4 4 3 11 3
pedoman dan pelaksanaan kewenangan klinis
perawat berdasarkan kompetensinya
18. Buku Pedoman kerja untuk kepala pelayanan 4 4 5 13 1
68
a. Penerapan metode pelayanan asuhan keperawatan profesional SP2KP
yang belum optimal (M3, M7, M6, M11, M8)
b. Standar-standar tindakan keperawatan belum direvisi sesuai dengan
kebutuhan pelayanan (M1, M14, M15, M18)
c. Assessment kompetensi dan pemetaan jenjang karir belum optimal (M2,
M9, M4, M5, M10, M13, M17)
d. Mutu pelayanan dan asuhan keperawatan yang belum optimal (M12)
e. Belum maksimalnya peran dan fungsi subkomite etik dan disiplin
profesi keperawatan (M16)
Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka dari 5 kategori masalah
yang ada, ada 2 masalah yang coba diselesaikan dengan dibuat alternatif
pemecahan masalahnya yaitu:
a. Standar-standar tindakan keperawatan belum direvisi sesuai dengan
kebutuhan pelayanan; dan
b. Belum maksimalnya peran dan fungsi subkomite etik dan disiplin
profesi keperawatan
5. Analisa SWOT
Berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan, dilakukan
Analisis SWOT untuk menganalisa kondisi internal dan eksternal Rumah
Sakit yang terdiri dari kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses),
peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang didasarkan pada
bagaimana memaksimalkan kekuatan dan peluang yang secara bersamaan
dan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Hal ini dapat tergambar pada
komponen SWOT yaitu sebagai berikut:
69
Tabel 8
Komponen SWOT
70
OPPORTUNITY (Peluang) TREAT (Ancaman)
1. Kebijakan pemerintah yang 1. Semakin tingginya kesadaran dan
mengatur tentang profesionalisme tuntutan masyarakat akan pelayanan
perawat. yang profesional dan bermutu
2. Adanya kesempatan bagi setiap 2. Pusat rujukan wilayah timur
perawat untuk melanjutkan Indonesia sehingga jumlah pasien
pendidikan dan pelatihan sangat banyak
3. Kepercayaan masyarakat terhadap 3. Adanya internal dan eksternal
pelayanan competitor
4. Kebijakan wajib Akreditasi nasional 4. Moratorium pegawai oleh
(KARS) bagi seluruh rumah sakit pemerintah.
dan akreditasi Internasional (JCI) 5. Kebijakan efisiensi anggaran untuk
5. Dukungan dari kementerian kementerian kesehatan.
kesehatan untuk pengembangan RS
71
FAKTOR OPPORTUNITY (Peluang)
Kebijakan Adanya Kepercayaan Kebijakan wajib Dukungan dari
EKSTERNAL pemerintah yang kesempatan bagi masyarakat Akreditasi nasional kementerian
mengatur tentang setiap perawat terhadap (KARS) bagi kesehatan untuk
profesionalisme untuk melanjutkan pelayanan seluruh rumah sakit pengembangan
FAKTOR perawat pendidikan dan dan akreditasi RS
INTERNAL pelatihan Internasional (JCI)
STRENGTH (Kekuatan) 1 2 3 4 5
Dukungan dan motivasi yang tinggi dari Kepala 1 STRATEGI Strength - Opportunity
Bidang Keperawatan
Koordinasi dan komunikasi yang baik antara 2 1. Dukungan dan motivasi, serta kerjasama antara bidang keperawatan dan komite keperawatan
bidang dan komite Keperawatan selaku kendali utama dalam mengambil keputusan yang berpihak pada perawat merupakan
Kepala pelayanan memiliki kualifikasi 3 kekuatan untuk menangkap peluang kebijakan pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme
pendidikan Ners dan sebagian sudah S2 perawat pada profesionalisme perawat (S1 S2, O1)
Unit rawat inap menerapkan metode tim dan 4 2. Sistem jenjang karir perawat serta kualifikasi pendidikan merupakan kekuatan untuk menangkap
pendokumentasian dengan catatan terintegrasi. peluang bagi perawat untuk dapat berkesempatan melanjutkan Pendidikan dan pelatihan
Supervisi dilakukan secara berjenjang 5 berkelanjutan. (S3, S6, O2)
Adanya kewenangan klinis dan jenjang karir 6 3. Rumah Sakit merupakan rujukan utama Indonesia timur dan memiliki sistem informasi berbasis
perawat online didukung pelaksanaan metode keperawatan, pendokumentasian asuhan keperawatan dengan
Rumah Sakit rujukan utama Indonesia timur 7 catatan terintegrasi, serta supervisi yang baik merupakan kekuatan untuk menangkap peluang
dan memiliki sistem informasi berbasis online kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan khususnya keperawatan (S5 S6 S7, O3)
Kerjasama di bidang pendidikan dan pelayanan 8 4. Kerjasama di bidang pendidikan dan pelayanan Rumah sakit melalui AHC dengan Unhas, RSUH
RS melalui Academic Health Center (AHC) dan PSIK, didukung oleh fasilitas yang canggih dan pelayanan terintegrasi merupakan kekuatan
antara RSWS, RSUH dan Fakultas untuk menangkap peluang kebijakan wajib akreditasi nasional (KARS) bagi seluruh rumah sakit
Keperawatan Unhas dan dapat mengikuti akreditas Internasional (JCI) (S4 S8 S10, O4)
Ter-akreditasi KARS dan JCI 9 5. Rumah sakit telah berbadan layanan umum dan kewenangan kemenkes RI, akreditasi yang
Fasilitas yang canggih khususnya di bidang 10 didapatkan dari KARS dan JCI merupakan kekuatan untuk menangkap peluang dukungan dari
kedokteran kementerian kesehatan untuk pengembangan RS (S9, S11, O5)
Rumah sakit vertical kemenkes yang berstatus 11
Badan Layanan Umum
72
FAKTOR TREAT (Ancaman)
73
FAKTOR OPPORTUNITY (Peluang)
Kebijakan Adanya Kepercayaan Kebijakan wajib Dukungan dari
EKSTERNAL pemerintah yang kesempatan bagi masyarakat Akreditasi nasional kementerian
mengatur tentang setiap perawat terhadap (KARS) bagi kesehatan untuk
profesionalisme untuk melanjutkan pelayanan seluruh rumah sakit pengembangan
FAKTOR perawat pendidikan dan dan akreditasi RS
INTERNAL pelatihan Internasional (JCI)
WEAKNESS (Kelemahan) 1 2 3 4 5
Pelaksanaan jenjang karir/kompetensi yang 1 STRATEGI Weakness-Oppurtunity
belum optimal.
Supervisi dan audit penerapan Asuhan 2 1. Meningkatkan pelaksanaan jenjang karir/kompetensi dengan menangkap peluang bagi setiap
keperawatan belum optimal perawat untuk dapat melanjutkan pendidikan dan pelatihan. (W1, O2)
Standar pelayanan (SPO/SAK) belum 3 2. Penguatan supervisi dan audit penerapan asuhan keperawatan untuk menangkap peluang
direvisi sesuai dengan kondisi pelayanan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan. (W2, O3)
SP2KP belum maksimal dalam 4 3. Peningkatan kesesuaian akan standar pelayanan (SPO/SAK) dengan kondisi pelayanan untuk
pelaksanaannya menangkap peluang mengikuti arah kebijakan wajib akreditasi nasional (KARS) bagi seluruh
Fungsi Komite masih perlu ditingkatkan 5 rumah sakit dan akreditasi Internasional (JCI) (W3, O4)
4. Peningkatan fungsi Komite untuk menangkap peluang kebijakan pemerintah yang mengatur
tentang profesionalisme perawat (W5, O1)
5. Optimalisasi penerapan metode SP2KP untuk menangkap peluang dukungan dari kementerian
kesehatan untuk pengembangan RS (W4, O5)
74
FAKTOR TREAT (Ancaman)
Semakin tingginya Jumlah pasien Adanya Moratorium Kebijakan
EKSTERNAL kesadaran dan sangat banyak internal dan pegawai oleh efisiensi anggaran
tuntutan masyarakat dengan diagnosis eksternal pemerintah dari kementerian
akan pelayanan yang kompleks competitor kesehatan
FAKTOR yang profesional
INTERNAL dan bermutu
WEAKNESS (Kelemahan) 1 2 3 4 5
Pelaksanaan jenjang karir/kompetensi yang 1 STRATEGI Weakness-Treat
belum optimal.
Supervisi dan audit penerapan Asuhan 2 1. Meningkatkan pelaksanaan jenjang karir/kompetensi dan peningkatan fungsi komite untuk
keperawatan belum optimal memperkecil ancaman kesempatan bagi setiap perawat untuk berkompetisi baik internal maupun
Standar pelayanan (SPO/SAK) belum direvisi 3 ekseternal termasuk moratorium pegawai oleh pemerintah (W1 W5, T3 T4)
sesuai dengan kondisi pelayanan 2. Penguatan supervisi dan audit penerapan asuhan keperawatan untuk memperkecil ancaman
SP2KP belum maksimal dalam 4 terhadap tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang professional dan bermutu. (W2, T1)
pelaksanaannya 3. Peningkatan kesesuaian akan standar pelayanan (SPO/SAK) dengan kondisi pelayanan untuk
Fungsi Komite masih perlu ditingkatkan 5 memperkecil ancaman terhadap kebijakan efisiensi anggaran dari kementerian kesehatan (W3,
T5)
4. Optimalisasi penerapan metode SP2KP untuk memperkecil ancaman terhadap jumlah pasien
sangat banyak dengan diagnosis yang kompleks (W4, T2)
75
6. Skor Matriks SWOT
Skor Matrik Analisis SWOT berdasarkan Internal Factor Evaluation
(IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo berdasarkan hasil pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Internal Factor Evaluation (IFE)
Tabel. 9
Internal factor analysis strategy (IFAS)
BOBOT
ANALISA SWOT BOBOT RATING x
RATING
Kekuatan (Strengths)
1) Dukungan dan motivasi yang tinggi dari 0,12 4 0,48
Kepala Bidang Keperawatan
2) Koordinasi dan komunikasi yang baik antara 0,09 3 0,27
bidang dan komite Keperawatan
3) Kepala pelayanan memiliki kualifikasi 0,12 4 0,48
pendidikan Ners dan sebagian sudah S2
4) Unit rawat inap menerapkan metode tim dan 0,08 2 0,16
pendokumentasian dengan catatan
terintegrasi.
5) Supervisi dilakukan secara berjenjang 0,07 3 0,21
6) Adanya kewenangan klinis dan jenjang karir 0,06 3 0,18
perawat
7) Rumah Sakit rujukan utama Indonesia timur 0,1 4 0,4
dan memiliki sistem informasi berbasis
online
8) Kerjasama di bidang pendidikan dan 0,08 2 0,16
pelayanan RS melalui Academic Health
Center (AHC) antara RSWS, RSUH dan
Fakultas Keperawatan Unhas
9) Ter-akreditasi KARS dan JCI 0,1 4 0,4
10) Fasilitas yang canggih khususnya di bidang 0,09 3 0,27
kedokteran
76
11) Rumah sakit vertical kemenkes yang 0,09 3 0,27
berstatus Badan Layanan Umum
TOTAL 1 3,28
Kelemahan (Weakness)
1) Pelaksanaan jenjang karir/kompetensi yang 0,2 2 0,4
belum optimal.
2) Supervisi dan audit penerapan Asuhan 0,2 3 0,6
keperawatan belum optimal
3) Standar pelayanan (SPO/SAK) belum 0,2 2 0,4
direvisi sesuai dengan kondisi pelayanan
4) SP2KP belum maksimal dalam 0,2 3 0,6
pelaksanaannya
5) Fungsi Komite Keperawatan belum optimal 0,2 3 0,6
TOTAL 1 2,33
S–W 3,28– 2,6= 0,68
Tabel 10
External factor evaluation (EFE)
BOBOT
ANALISA SWOT BOBOT RATING x
RATING
Peluang (Oportunity)
1) Kebijakan pemerintah yang mengatur 0,2 2 0,4
tentang profesionalisme perawat
2) Adanya kesempatan bagi setiap perawat 0,2 3 0,6
untuk melanjutkan pendidikan dan
pelatihan
3) Kepercayaan masyarakat terhadap 0,1 2 0,2
pelayanan
4) Kebijakan wajib Akreditasi nasional 0,3 3 0,9
(KARS) bagi seluruh rumah sakit dan
akreditasi Internasional (JCI)
77
5) Dukungan dari kementerian kesehatan 0,2 2 0,4
untuk pengembangan RS
TOTAL 1 2,5
Ancaman (Treath)
1) Semakin tingginya kesadaran dan tuntutan 0,2 1 0,2
masyarakat akan pelayanan yang
profesional dan bermutu
2) Pusat rujukan wilayah timur Indonesia 0,2 2 0,4
sehingga jumlah pasien sangat banyak
3) Adanya internal dan eksternal competitor 0,2 2 0,4
4) Moratorium pegawai oleh pemerintah 0,2 1 0,2
5) Kebijakan efisiensi anggaran untuk 0,2 2 0,4
kementerian kesehatan
TOTAL 1 2,2
O–T 2,5 – 1,6 = 0,9
78
Peluang (Opportunity)
III 0,9 I
0,68
Kelemahan Kekuatan
(weakness) (Strength)
IV
II
Ancaman (Threath)
79
Gambar 10 Fish Bone : Belum maksimalnya penerapan fungsi dan peran subkomite etik dan disiplin profesi keperawatan
80
Gambar 11. Fish Bone : Standar-standar tindakan (SPO-SAK) belum direvisi sesuai dengan kebutuhan pelayanan
81
6. Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 11
Masalah dan Alternatif Pemacahan Masalah
No Masalah Alternatif Pemecahan
Masalah
1 Belum maksimalnya penerapan fungsi dan Mini Workshop tentang
peran subkomite etik dan disiplin profesi penguatan etik dan disiplin
keperawatan profesi keperawatan
2 Standar-standar tindakan (SPO-SAK) Workshop dan pendampingan
belum direvisi sesuai dengan kebutuhan revisi kesesuaian SPO dan
pelayanan penyusunan SAK sesuai
kebutuhan pelayanan
Tabel 12
Perencanaan Implementasi
Tabel 13
Time Schedule Implementasi Residensi Keperawatan
82
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
83
f. Menyiapkan ruangan seminar yang akan dijadikan tempat mini
workshop.
2. Tujuan Pelaksanaan
Tujuan kegiatan sosialisasi revisi kesesuaian standar prosedur
operasional (SPO) ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada
perawat tentang konsep SPO dan menyamakan persepsi terkait SPO
tindakan yang disesuaikan dengan kebutuhan sehingga dapat dihasilkan
draft SPO
3. Sasaran Pelaksanaan
Sasaran pelaksanaan kegiatan ini yaitu sebanyak 34 orang terdiri
dari perwakilan ketua tim dan kepala pelayanan RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo
4. Materi Pelatihan
Materi pelatihan ini adalah revisi pembuatan SPO
5. Fasilitator dan narasumber
Fasilitator dalam pelatihan ini adalah mahasiswa residensi tahun
2017 dan narasumbernya adalah: Titi Iswanty Avelya, S.Kep., Ns.
M.Kep., Sp.Kep.,MB selaku dosen Fakultas Keperawatan Unhas.
6. Pelaksanaan
Kegiatan ini dirangkaikan dengan workshop pelaksanaan
penyusunan SAK berdasarkan NANDA, NIC, NOC dan SDKI,
dilaksanakan pada hari Kamis, 11 Desember 2017 diruang Diklat 314
lantai 3, yang dihadiri oleh 30 peserta. Peserta terdiri dari kayan dan katim
pada masing-masing ruangan. Kegiatan dimulai pukul 08.30 WITA yang
diawali dengan sambutan oleh Ketua Komite Keperawatan RSUP
DR.Wahidin Sudirohusodo. Kegiatan selanjutnya adalah pemaparan
materi dimana setiap pemateri diberikan alokasi waktu sekitar 45 menit
untuk menjelaskan materi dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab sekitar
30 menit. Para sesi diskusi, mahasiswa mendampingi peserta untuk
membantu peserta mengidentifikasi SPO yang dapat direvisi dan SPO
yang dapat dibuat baru sesuai kebutuhan serta diberikan waku untuk dapat
84
menyusun di ruangan masing-masing. Sesuai komitmen data
dikumpulkan minggu depan tanggal 20 Desember 2017. Kegiatan ini
berakhir pada pukul 13.30 WITA.
85
dibagi/diberikan adalah merupakan SPO yang terdapat dalam Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS).
2. Tujuan Pelaksanaan
Setelah mengikuti pendampingan, diharapkan perawat dapat merevisi dan
melengkapi format standar asuhan keperawatan sesuai kebutuhan masing-
masing ruangan.
3. Sasaran
Sasaran dalam pendampingan revisi SPO ini adalah kepala pelayanan dan
ketua tim dari setiap ruang perawatan.
4. Fasilitator
Fasilitator dalam pendampingan revisi kesesuain SPO adalah mahasiswa
residensi PSMIK UNHAS 2017
86
Gambar. 15. Usulan SPO masih sesuai atau yang perlu direvisi
87
BAB V
EVALUASI
88
diusulkan baru sesuai dengan tindakan yang dibutuhkan untuk menunjang
pelayanan asuhan keperawatan.
Kegiatan ini berjalan lancar yang disertai dengan komitmen untuk
dapat mengumpulkan revisi SPO dan Draft SPO baru pada tanggal 22
Desember 2017. Kegiatan ini berakhir pada pukul 13.30 WITA.
2. Rencana tindaklanjut
a. Dari kegiatan penguatan SPO diharapkan dapat menjadi sebuah
agenda dalam penrencanan kegiatan bagi Bidang Keperawatan dan
Komite Keperawatan secara sinergis agar dapat menuntaskan revisi
SPO yang sesuai dengan kondisi riil di masing-masing ruang
pelayanan, sehingga perawat dapat menyusun rencana tindakan
asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
b. Daftar kesesuaian SPO yang telah didapat dapat ditindaklanjuti
dengan peran Komite Keperawatan dalam bentuk revisi kebaharuan
SPO dan diinput dalam sistem informasi rumah sakit, agar perawat
dapat berpedoman dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai
standar yang ada (SPO).
89
dengan hasil jadi berupa pedoman SPO dan dapat diinput pada Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS).
Draft standar prosedur organisasi (SPO) yang berhasil disusun baru
ada 10, direvisi kesesuain ada 5 SPO dan 1 (satu) SPO direkomendasikan
untuk dihapus dari SIRS karena tidak pernah lagi dilakukan, sementara
ruangan NICU telah mempunyai 41 draft SPO baru yang siap untuk
direviuw dan ditetapkan oleh Rumah Sakit.
2. Rencana tindaklanjut
a. Draft SPO yang ada dapat direviuw keseuaian dengan kebutuhan
pelayanan, ditetapkan dan dapat dipertimbangkan untuk diinput
dalam Sistem Informasi Rumah Sakit
b. Membentuk tim penyusun dan tim reviuw SPO sebagai langkah
penyesuaian revisi SPO yang berdasarkan evidence based practice.
c. Supervisi SPO diperlukan untuk menilai ketepatan dan kepatuhan
perawat dalam melaksanakan SPO demi terwujudnya kualitas
pelayanan yang bermutu.
90
BAB VI
PEMBAHASAN
91
oleh tenaga keperawatan sebagai landasan dalam memberikan pelayanan
keperawatan berjiwa caring yang berpusat pada pasien. Pelanggaran terhadap
standar pelayanan dan disiplin profesi hampir selalu dimulai dari pelanggaran
nilai moral-etik yang akhirnya merugikan pasien dan masyarakat. Diakui
bahwa saat ini kemampuan praktik yang etis hanya kemampuan yang
dipelajari pada masa pendidikan keperawatan dan belum menjadi hal yang
penting untuk diimplementasikan dalam praktik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelanggaran disiplin dan timbulnya masalah etik dalam
pelayanan keperawatan dewasa ini antara lain : beban kerja tenaga
keperawatan yang tinggi.
92
C. Peningkatan pendidikan para staff
Pada tahap ini RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo telah melaksanakan
peningkatan pendidikan kepada para staff perawat. Namun, belum merata.
Perawat memiliki tanggungjawab untuk tetap berkompeten. Sehingga,
Diperlukan pendidikan berkelanjutan (Jacoby & Scruth, 2017). Melanjutkan
pendidikan (CE) semakin penting bagi perawat untuk terus mengikuti
perkembangan yang cepat pada perawatan pasien karena kemajuan
pengetahuan dan teknologi. Penelitian yang dilakukan oleh Ni et al., (2014)
bahwa 97,3% perawat di Cina mengatakan kegiatan pendidikan berkelanjutan
memotivasi mereka mendapatkan dan memperbaharui pengetahuan mereka
tentang pengembangan dan prosedur keperawatan terbaru guna memperbaiki
keterampilan dan mempertahankan status profesionalisme dan utnuk
mendapatkan gelar akademis. Selain itu, dengan adanya peningkatan
pendidikan memberikan kesadaran perawat untuk mempromosikan kualitas
layanan yang diberikan (Jahromi, Hojat, & Zahedinia, 2015)
93
BAB VII
PENUTUP
94
DAFTAR PUSTAKA
95
Nursalam. (2014a). Manajemen keperawaan: Aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional (4 ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2014b). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional (4 ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Phillips, T., Adjunct, Evans, L, E., Tooley, S., & Shirey, M. R. (2017). Nurse
manager succession planning : A cost – benefit analysis, (May), 1–6.
http://doi.org/10.1111/jonm.12512
Porter-O’Grady, T. (2003). A different age for leadership, part 1: new context, new
content. The Journal of Nursing Administration, 33(2), 105–10.
http://doi.org/10.1097/00005110-200302000-00007
Simamora, R. (2012). Buku Ajar; Manajemen Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran; EGC.
Sitorus, R., & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: Manajemen
keperawatan di ruang rawat inap. Jakarta: Sagung Seto.
Swansburg, R. (2000). Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan.
Jakarta: EGC Kedokteran.
Triwibowo, C. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.
Jakarta, Indonesia: CV. Trans Info Media.
Twigg, D. E., Gelder, L., & Myers, H. (2015). The impact of understaffed shifts on
nurse-sensitive outcomes. Journal of Advanced Nursing, 71(7), 1564–1572.
http://doi.org/10.1111/jan.12616
96