You are on page 1of 28

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Pengawetan dan Pengolahan

Ikan dan hasil perikanan yang lain merupakan bahan pangan yang

mudah membusuk, maka proses pengolahan yang dilakukan bertujuan untuk

menghambat atau menghentikan aktivitas zat-zat dan mikroorganisme perusak

atau enzim-enzim yang dapat menyebabkan kemunduran mutu dan kerusakan.

Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari

pembusukan atau kerusakan. Pembusukan terjadi akibat perubahan yang

disebabkan oleh mikroorganisme dan perubahan-perubahan lain yang sifatnya

merugikan. Perubahan yang disebabkan oleh bakteri pembusuk bagaimanapun

juga harus dihentikan atau setidak tidaknya dihambat agar tidak mudah rusak

sampai tiba waktunya diolah atau diangkut ke pasar dan dibeli oleh komsumen.

Pengolahan juga bertujuan untuk memperpanjang daya awet dan

mendeversifikasikan produk olahan hasil perikanan.

Pengawetan juga memiliki prinsip yang sama dengan pengolahan yaitu

menghambat aktivitas atau pertumbuhan mikroba, menghambat proses

enzimatik, serta memberikan sifat fisikawi yang khas dan memberikan nilai

estetika yang tinggi, pengawetan dapat diikat berdampingan dengan pengolahan

karena pada pengolahan dibutuhkan bahan pengawet makanan untuk

memperpanjang daya simpannya. Seperti halnya dalam proses penggaram,

perendaman dalam larutan asam dan lain lain ( Adawyah, 2007)

2.2 Biologi Ikan Lele


5

Mahyuddin K. (2008), Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat sifatnya

ikan lele di klasifikasikan dalam suatu tata nama sehingga memudahkan

dalam identifikasi.

2.2.1 Klasifikasi Ikan Lele (Clarias batrachus)

Menurut Alamendah (2009), klasifikasi Ikan lele local adalah:

Phylum : vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostei

Ordo : Ostariophysoidei

Sub Ordo : Silurodea

Family : Claridae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias batrachus

Gambar berilkut adalah gambar ikan lele:

Gambar 1. Ikan Lele

Sumber : dongela.blogspot, 2016

2.2.2 Ciri Umum Ikan Lele ( Clarias batrachus)


6

Ciri-ciri umum ikan lele adalah sebagai berikut :

a. Bentuk badan bagian depan bulat, makin kebelakang pipih,

kepalanya besar dan gepeng

b. Kulit licin tidak bersisik

c. Mempunyai empat pasang sungut (kumis)

d. Sirip dada lemah, pada batas antara kepala dan bagian badan

terdapat patil, yaitu semacam tulang runcing terdapat di bagian kiri

dan kanan tubuh, yang menyatu dengan sirip dada.

e. Sirip perut tidak bersatu dengan sirip dubur.

f. Punggung berwarna hijau kehitam – hitaman, bagian perut lebih

terang,

g. Termasuk jenis ikan karnivor yaitu ikan yang makanannya terdiri dari

: larva insekta, udang kecil, cacing, katak, hewan kecil, dan bahan –

bahan organik yang telah membusuk.

h. Mempunyai alat bantu pernafasan yang terletak diatas rongga

insang.

2.2.3 Anatomi dan Morfologi Ikan Lele

Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik

dan bersungut atau berkumis. Secara anatomi dan morfologi lele terbagi menjadi

3 bagian.

a. Kepala (cepal)

Lele memiliki kepala yang panjang, hampir mencapai seperempat dari

panjang tubuhnya. Kepala lele pipih kebawah (depressed), bagian atas dan

bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan

rongga diatas insang. Di ruang inilah terdapat alat pernafasan lele berupa libirin.

Mulut lele terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dihiasi 4 sungut

(kumis). Mulut lele dilengkapi gigi, gigi nyata, atau hanya berupa permukaan
7

kasar dimulut bagian depan. Lele juga memiliki empat pasang sungut yang

terletak disekitar mulut. Sepasang sungut mandibular dalam, dan sepasang

sungut maxilar. Ikan ini mempunyai alat alfaktori didekat sungut yang berfungsi

untuk perabaan dan penciuman serta pengelihatan lele yang kurang baik. Mata

lele berbentuk kecil dengan tepi orbital yang bebas. Matanya laterol-lateral atau

dipermukaan. Dorsal tubuh yang dapat mengenali warna. Untuk memfokuskan

pandangan, lensa mata dapat bergerak keluar-masuk. Ikan lele memiliki

sepasang lubang hidung (nostril) yang terdapat pada bagian anterior. Nostrils

tersebut berfungsi mendeteksi bau dan sangat sensitif.

b. Badan (abdomen)

Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan

lainnya, seperti tawes,mas,ataupun gurami. Ikan lele mempunyai bentuk tubuh

memanjang, agak bulat, dan tidak bersisik. Warna tubuhnya kelabu sampai

hitam. Badan lele pada bagian tengahnya mempunyai potongan membulat.

Sementara itu, bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih ke samping

(compressed). Dengan demikian ada bentuk potongan melintang pada ikan lele,

yaitu pipih kebawah,bulat dan pipih ke samping.

c. Ekor (caudal)

Sirip ekor lele membulat dan tidak bergabung pada sirip punggung

maupun sirip anal. Sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Sementara itu, sirip

perut membulat dan panjangnya mencapai sirip anal. Sirip dada lele dilengkapi

sepasang duri tajam yang umumnya disebut patil. Setelah itu membelah diri dari

pengaruh luar yang mengganggunya, patil ini juga digunakan patil, lele dapat

berjalan di darat tanpa air cukup lama dan cukup jauh (Mahyuddin, Kholish 2011)

2.2.4 Kandungan Gizi Ikan Lele ( Clarias batrachus )


8

Dilihat dari komposisi gizi ikan lele juga kaya fosfor. Nilai fosfor pada ikan

lele lebih tinggi nilai fosfor pada telur yang hanya 100 mg. Keunggulan lain dari

ikan lele dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan leusin

dan lisin. Leusin (C6H13NO13) merupakan asam amino esensial yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga keseimbangan nitrogen.

Leusin juga berguna untuk perombakan dan pembentukan protein otot.

Sedangkan Lisin merupakan salah satu dari asam 9 amino esensial yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin termasuk asam

amino yang sangat penting dan dibutuhkan sekali dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Asam amino ini sangat berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan

tulang pada anak. Membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan

nitrogen dalam tubuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu

berlemak. Lisin juga dibutuhkan untuk menghasilkan antibody, hormon, enzim,

dan pembentukan kalogen, disamping perbaikan jaringan. Tidak kalah

pentingnya, lisin bisa milindungi anak dari virus hepes.

Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan , ikan lele lokal

memiliki komposisi kimia seperti tercantum pada Tabel 1 ini.

Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi ikan Lele lokal ( Clarias batrachus )

No Komponen Jumlah
1 Protein (g) 18,7 (g)
2 Lemak (g) 2,2 (g)
3 Karbohidrat (g) -
4 Mineral (g) 1,5 (g)
5 Kalsium (mg) 34 (mg)
6 Fosfor (mg) 116 (mg)
7 Besi (mg) 0,2 (mg)
8 Vitamin A (mg) 85 (mg)
9 Vitamin B (mg) 0,1 (mg)
10 Air (g) 78,5 (g)
11 Energi (kkal) 93 (kkal)
Sumber : Mahmud Smadawangi (2012)
9

Sedangkan ikan lele dumbo memiliki kandungan gizi seperti

tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Daging Ikan Lele Dumbo per 100 gram

No Komponen Jumlah
1 Protein 17g
2 Lemak 4,5
3 Kalsium 20,0 mg
4 Fosfor 200,0 mg
5 Besi (mg) 1,6 mg
6 Vitamin A (si) 150 mg
7 Vitamin B (mg) 0,05 mg
8 Air (mg) 7,6 mg
9 Energi (kal) 113 kal
Sumber : Mudjiman (1984)
2.2.5 Jenis-jenis Ikan Lele adalah sebagai berikut :

a. Lele Dumbo

Budidaya ikan lele sudah banyak dikenal dan digeluti masyarakat

Indonesia. Selain rasa dagingnya yang khas, teknik - teknik budidaya yang cukup

mudah menjadikan budidaya lele semakin populer dari hari kehari. Berikut ini

adalah ulasan mengenai jenis-jenis lele unggul yang biasanya dibudidayakan

oleh masyarakat.

Gambar 2. Lele Dumbo (Clarias gariepinus)


Sumber : https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Ikan_lele_dumbo_(2).JPG,
2016

Ikan lele dumbo pertama kali didatangkan ke Indonesia dari Taiwan pada

tahun 1985. Ikan ini menjadi favorit dikalangan peternak karena pertumbuhannya
10

yang cepat dan badannya yang bongsor dibandingkan dengan lele lokal.

Sebagai perbandingan, lele dumbo berumur 2 bulan besar badannya bisa dua

kali lipat dibanding lele lokal berumur satu tahun. Menurut keterangan

eksportirnya, lele dumbo merupakan hasil perkawinan antara Ikan lele asal

Taiwan Clarias Fuscus dengan ikan lele asal Afrika Clarias Mosambicus. Namun

keterangan lain menyebutkan lele dumbo lebih mirip dengan Clarius

Gariepinus yang hidup di perairan Kenya, Afrika. Banyak literatur yang

menggolongkan lele dumbo kedalam jenis yang kedua. Untuk pastinya, perlu

penelaahan lebih lanjut dalam mengungkap asal-usul lele dumbo.

Sisi fisik ikan lele dumbo bisa dibedakan dengan lele lokal dari warnanya

yang hitam kehijauan. Lele dumbo juga akan bereaksi ketika terkejut atau stres,

kulitnya berubah menjadi bercak-bercak hitam atau putih dan kemudian akan

berangsur-angsur kembali ke warna awal. Lele dumbo memiliki patil seperti lele

lokal, namun patilnya tidak mengeluarkan racun. Lele dumbo juga cocok

dipelihara di kolam tanah karena tidak mempunyai kebiasaan membuat lubang.

Secara umum, lele dumbo bisa tumbuh lebih cepat, lebih besar dan lebih tahan

terhadap penyakit dibanding lele lokal. Namun dari sisi rasa, daging lele dumbo

lebih lebih lembek. Sebagian orang menganggap daging ikan lele lokal lebih

enak rasanya dibanding lele dumbo.

b. Lele sangkuriang
11

Gambar 2. Lele Sangkuriang ( Clarias sp )


Sumber : https://abrorsyahdan.wordpress.com, 2016

Ikan lele sangkuriang resmi dilepas oleh Departemen Kelautan dan

Perikanan pada tahun 2004. Penelitian ikan lele sangkuriang dilakukan oleh Balai

Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPAT) Sukabumi sejak tahun 2002.

Penelitian ini berawal dari kekhawatiran para peternak dengan menurunnya

kualitas lele dumbo yang beredar di masyarakat. Penurunan disebabkan oleh

kesalahan dalam menghasilkan benih dan penyilangan yang terjadi secara terus

menerus. Hingga akhirnya diupayakan untuk mengembalikan sifat-sifat

unggulnya dengan cara persilangan balik (back cross).

Ikan lele sangkuriang dihasilkan dari indukan betina lele dumbo generasi

ke-2 atau F2 dan lele dumbo jantan F6. Induk betina merupakan koleksi BBPAT,

keturunan F2 dari lele dumbo yang pertama kali didatangkan pada tahun 1985.

Sedangkan indukan jantan merupakan keturunan F6 dari keturunan induk betina

F2 itu. Penamaan Sangkuriang diambil dari cerita rakyat Jawa Barat tentang

seorang anak yang bernama Sangkuriang yang mengawini ibunya sendiri. Sama

seperti yang dilakukan BBPAT yang mengawinkan lele jantan F6 dengan

induknya sendiri lele betina F2 hasil perkawinan ini ternyata didapatkan sifat-sifat

unggul seperti kemampuan bertelur hingga 40.000-60.000 butir per sekali

pemijahan. Jauh berbeda dengan kemampuan bertelur ikan lele lokal yang

berkisar 1.000-4.000 butir. Lele Sangkuriang juga lebih tahan terhadap penyakit,

dapat dipelihara di air minim, dan kualitas daging yang lebih baik.

Hanya saja kelemahannya, peternak tidak bisa membenihkan lele

Sangkuriang dari induk lele Sangkuriang. Apabila ikan lele Sangkuriang

dibenihkan lagi, kualitasnya akan turun. Jadi pembenihan lele Sangkuriang harus

dilakukan dengan persilangan balik.


12

Saat ini BBPAT sedang menggodok varian baru lele Sangkuriang, yaitu

ikan lele Sangkuriang II. Jenis ini merupakan perbaikan dari Sangkuriang I. Ikan

lele ini persilangan antara indukan jantan F6 Sangkuriang I dengan indukan

betina F2 lele dari Afrika. Indukan lele Afrika dipilih karena ukurannya yang besar,

bisa sampai 7 kilogram. Hal ini dipandang bisa memperbaiki sifat genetis lele

Sangkuriang. Berdasarkan pemulianya, yaitu BBPAT, ikan lele Sangkuriang II

pertumbuhannya lebih besar 10 persen ketimbang Sangkuriang dan bobotnya

pun lebih bongsor.

Ikan lele sangkuriang II belum dilepas secara bebas. Pihak BBPAT masih

melakukan uji multilokasi di daerah Bogor (Jawa Barat), Gunung Kidul

(Yogyakarta), Kepanjen (Jawa Timur) dan Boyolali (Jawa Tengah). Daerah

tersebut memang dikenal sebagai sentra-sentra produksi lele nasional.

c. Lele Pithon

Gambar 3 : Ikan Lele phyton (Clarias gariepinus)


Sumber : http://www.bibitikan.net/budidaya-lele-phyton-laba-bersih-sampai-50-
juta-dalam-2-bulan/, 2016
13

Berbeda dengan varietas unggul lainnya yang biasanya ditemukan oleh

para peneliti, ikan lele phyton ditemukan oleh para peternak ikan lele di

Kabupaten Pandeglang, Banten, pada tahun 2004. Ikan lele phyton merupakan

hasil dari silangan induk lele eks Thailand F2 dengan induk lele lokal. Sayangnya

tidak diketahui apa spesies dari indukannya dan dari generasi keberapa indukan

ikan lele lokalnya berasal. Menurut para penemunya, indukan didapat dari ikan

lele lokal yang banyak dibudidayakan masyarakat setempat secara turun

temurun. Tapi berdasarkan beberapa literatur, lele phyton berasal dari induk

betina lele eks Thailand F2 dengan induk jantan lele dumbo F6.

Ikan lele phyton mempunyai ketahanan terhadap cuaca dingin, tingkat

kelangsungan hidup (survival rate) lebih dari 90%. Sementara itu, FCR mencapai

1, artinya satu kilogram pakan menjadi satu kilogram daging dihitung mulai benih

ditebar sampai panen dengan siklus pemeliharaan selama 50 hari. Pada awalnya

proyek Ikan lele phyton ini dilakukan untuk menjawab keluhan para peternak lele

di Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang. Mereka sering mengalami

kerugian karena tingkat mortalitas yang tinggi dari benih lele yang dibeli

dipasaran, seperti lele dumbo. Benih lele tersebut rupanya tidak cocok

dibudidayakan di Desa Banyumundu yang beriklim dingin, pada malam hari

berkisar 17 derajat celcius. Dengan metode try and error selama lebih dari 2

tahun akhirnya mereka menemukan varietas lele yang kemudian dinamakan Ikan

lele phyton. Kualitas lele phyton ini juga diakui oleh Dinas Perikanan Budidaya

Provinsi Banten.

Sesuai dengan namanya, lele phyton memiliki bentuk kepala seperti ular

phyton. Gerakannya lebih lincah dari lele dumbo dan rasa dagingnya lebih gurih,

tidak lembek. Dari segi rasa, lele phyton lebih mendekati lele lokal.

2.3 Deskripsi Abon


14

2.3.1 Pengertian Abon

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging

(sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau

dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu

selanjutnya digoreng.

Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan

kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui,

digoreng dan dipres.

Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama

dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa

abon merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk

makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh

masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian

rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya

daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau

(Suryani et al, 2007).

2.3.2 Abon Ikan

Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang

diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang

dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai

daya simpan yang relatif lama. Menurut Suryani (2007) Abon ikan merupakan

jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan

dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa

enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Karyono dan

Wachid (1982) menyatakan, abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan

yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan,

penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan


15

bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya

produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok dikonsumsi

sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk pauk.

2.3.3 Standar Mutu Abon

Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar

mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar

mutu merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik

dan aman bagi konsumen. Para produsen abon disarankan membuat produk

abon dengan memenuhi Standar Industri Indonesia (SII). Standar SII dapat

dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 : Standar Mutu Abon

Komponen Nilai
Kadar Air 7% (Maks)
Kadar Abu 7%(Maks)
Kadar abu tidak larut dalam asam 0.1%(Maks)
Kadar Lemak 30%(Maks)
Kadar Protein 15%(Min)
Kadar Serat kasar 1%(Maks)
Kadar Gula 30%(Maks)
Kadar cemaran Logam ( Cu,Pb,Hg,Zn,As) -
jumlah Bakteri (maksimum) 3000 koloni/g (maks)
Bakteri Bentuk(colliform) -
Kapang -
Sumber: SII 0368-85 Departemen Perindustrian (2007)

Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon antara lain :

1. Kadar air – berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.

2. Kadar abu – menurunkan derajat penerimaan dari konsumen.

3. Kadar protein – sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang

digunakan untuk abon.

4. Kadar lemak – berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada

tidaknya menggunakan minyak goreng dalam penggorengan.


16

Menurut Wisena (1998) yang dikutip oleh Sianturi (2000), semakin tinggi

harga abon, kualitas abon semakin baik, dimana bahan tambahan yang

digunakan sebagai pencampur semakin sedikit atau tidak ada sama sekali.

2.4 Bahan Baku dan Bahan Tambahan

2.4.1 Sistem Pengadaan

Pengadaan bahan baku di lakukan pada sore hari atau malam hari, hal

ini dilakukan supaya pada keesokan harinya ikan lele siap untuk di proses.

Sehingga dalam proses pembuatan abon akan lebih cepat. Alasan utama

penggunaan ikan lele sebagai bahan baku adalah karena masyarakat sekitar

mayoritas membudidayakan ikan lele.

2.4.2 Jenis Bahan Baku

Dalam proses pembuatan abon di UKM. Poklahsar Mekar Sari

menggunakan ikan lele yang memiliki daging tebal dan banyak. dalam

pengadaan bahan baku dan dalam sekali proses produksi membutuhkan 15-20

kg ikan lele segar . Ikan lele yang di ambil dalam proses ini berumur 4-5 bulan,

dan memiliki berat per ekor 0,5 kg.

2.4.3 Mutu Organoleptik

Tabel 4. Deskripsi Mutu Organoleptik Ikan Segar

Deskripsi

Mata Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata


cembung dan cemerlang atau cerah.
Insang Warna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya
lender, tidak tercium bau yang menyimpang.
Tekstur daging Elastis dan jika tidak ada bekas jari, serta padat dan
kompak.
Keadaan kulit dan Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lender di
lender permukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas
menurut jenisnya.
17

Keadaan perut dan Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging
sayatan daging cemerlang serta jika ikan dibelah daging melekat pada
tulang terutama rusuknya.
Bau Spesifik menurut jenisnya, dan segar seperti rumput lsut.
Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola
mata cekung dan keruh
Sumber : Junianto, 2003
Pengujian organoleptik adalah cara pengujian menggunakan indera

manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu seperti untuk merasakan,

membaui, melihat kenampakan produk yang diperiksa dan dengan meraba /

menekan produk untuk melihat konsistensi / tekstur serta beberapa faktor lain

yang diperlukan untuk menilai produk tersebut.

2.4.4 Bahan Tambahan

Bahan tambahan atau bahan penolong berfungsi menambah cita rasa

produk, mengawetkan, dan memperbaiki penampakan produk (Fachruddin,

1997). Macam-macam bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan abon

antara lain:

a) Santan Kelapa

Santan merupakan emulsi lemak dalam air berwarna putih yang diperoleh

dari daging kelapa segar. Kepekatan santan yang diperoleh tergantung pada

ketuaan kelapa dan jumlah air yang ditambah. Penambahan santan dapat

menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan memberi rasa

gurih karena kandungan lemaknya cukup tinggi. Santan yang dibutuhkan untuk 1

kg daging ikan yang akan diolah nenjadi abon ikan adalah 2 gelas dari satu butir

kelapa.

b) Rempah-rempah

Rempah-rempah (bumbu) yag ditambahkan pada pembuatan abon

bertujuan memberi aroma dan rasa yang dapat membangkitkan selera makan.

Rempah-rempah dapat berupa umbi (tuber), dan akar (rhizome), batang atau
18

kulit batang, daun, dan buah. Manfaat lain penggunaan rempah-rempah adalah

sebagai bahan pengawet karena rempah-rempah dapat membunuh bakteri.

Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan abon ikan untuk

setiap 1 kg daging ikan adalah bawang merah 3 %, bawang putih 2 %, cabe,

kemiri, ketumbar, lengkuas 0,5 %, asam jawa 1 %, sereh, dan daun salam 2 atau

3 lembar.

Dalam pembuatan abon, dilakukan penambahan bumbu-bumbu yang

terdiri dari bawang putih, bawang merah, ketumbar, kemiri, asam jawa.

Penambahan ini mengakibatkan cita rasa dan aroma yang positif sehingga

makanan menjadi lebih disukai. Rempah-rempah selain memberikan aroma yang

khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya, terutama

manfaat terhadap kesehatan. Berikut fungsi rempah-rempah pada bumbu abon

terhadap tubuh pemakainya.

1. Ketumbar banyak digunakan sebagai bumbu masak dengan digerus

terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa

sedap yang gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17%

protein, 10% pati, dan 20% gula.

2. Bawang merah berfungsi sebagai pemberi aroma pada makanan.

Bawang putih mengandung zat hara belerang, besi, kalsium, fosfat

disamping lemak, protein, dan karbohidrat.

3 Asam dikenal sebagai daging buah dari tanaman Tamaricus indica linn

di daerah tropis. Buah asam mengandung 1,4-3,7% protein; 0,71-0,81%

lemak; 1,8-3,2% selulosa, 8,4-12,4% asam tartarat dan 21,4-30,8%

gula. Asam dapat menurunkan pH makanan sehingga dapat

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, disamping mengurangi

rasa manis, menambah rasa, memperbaiki tekstur, dan sebagai bahan

pengawet.
19

4 Lengkuas atau laos mengandung minyak atsiri galangol berwarna

kuning dan bersifat larut dalam alkohol dan tidak larut dalam air.

Galangol menyebabkan rasa pedas pada laos.

5 Daun salam memberi aroma yang khas pada hati sapi, ikan, sup, dan

lain-lain. Minyak atsiri daun salam digunakan untuk pengharum sabun,

lilin, dan minuman non alkohol .

6 Bawang putih berfungsi untuk menambah cita rasa gurih, bawang putih

juga cocok untuk memberi rasa yang khas bagi masakan.

c) Gula dan garam

Penggunaan gula dan garam pembuatan abon bertujuann menambah cita

rasa dan memperbaiki tekstur produk. Gula memberikan rasa manis yang dapat

menambah kelezatan produk abon yang dihasilkan.

Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu

digunakan dalam membuat masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh garam

dapat berfungsi sebagai penegas rasa yang lainnya. Makanan tanpa dibumbui

garam akan terasa hambar. Garam dapat berfungsi pula sebagai bahan

pengawet karena dapat membunuh berbagi mikroba pembusuk. Untuk

pengolahan 1 kg daging ikan di butuhkan garam 2%, gula pasir 4 %.

d) Minyak goreng

Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon ikan adalah sebagai

penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah bnilai gizi, khususnya

kalori dari bahan pangan. Minyak goreng yang digunakan dapat pula menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi umur simpan abon. Minyak yang

digunakan dalam pembuatan abon harus berkualitas baik, belum tengik.

Penggunaan minyak yang sudah berkali-kali (minyak bekas) akan mempengaruhi

aroma abon dan kurang baik dari segi kesehatan.


20

2.5 Pengolahan Abon

Menurut Fachrudin (1997) abon ikan adalah jenis makanan awetan yang

terbuat dari ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perembusan dan

penggorengan, produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang lembut, rasa

enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama. Dan pada

umumnya cara pengolahan abon terdiri dari proses penerimaan bahan baku,

penyiangan, pencucian, pengukusan, pencabikan, pemberian bumbu dan

santan, penggorengan, penirisan minyak/pres, pengemasan dan pelabelan.

2.5.1 Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku pembuatan abon di Poklahsar Mekar Sari adalah ikan lele

jenis lele . Alasan utama penggunaan ikan lele adalah sebagai bahan baku

adalah karena masyarakat Desa sekitar mayoritas membudidayakan ikan lele ,

sehingga ikan ini mudah didapatkan dengan harga yang relative murah. Selain

itu bahan baku yang digunakan adalah yang bermutu baik.

2.5.2 Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang tidak dapat

digunakan dalam pembuatan abon ikan. Ikan disiangi dengan membuang bagian

kepala, sirip, insang, sisik, dan isi perutnya. Daging dibuang bagian lemaknya

yang menggumpal dan urat-uratnya yang keras. Daging ikan hasil tahap

penyiangan sebaiknya direndan dalam air yang dicampur dengan air cuka. Kadar

air cuka yang dipakai adalah ±2%. Ini dilakukan untuk membuat bau amis hilang

(Arianto Alex Sander, 2010).

Menurut Junianto (2003), langkah-langkah pembuangan organ-organ

dalam adalah sebagai berikut :

a) Buat potongan lurus sepanjang dinding perut dan irislah ke arah anus, tetapi

jangan sampai melampaui anus.


21

b) Tarik usus melalui irisan yang telah dibuat ke luar kemudian potong usus

di bagian yang paling berdekatan dengan anus.

c) Buang insang dengan tidak merusak kepala.

d) Bersihkan daerah perut dengan air garam. Pastikan bahwa jeroan dan

darah telah dikeluarkan.

e) Cuci bersih permukaan luar kulit sehingga tidak ada kotoran atau benda

asing yang menempel lagi.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuangan jeroan.

a) Lakukan pembuangan jeroan dengan tepat dan baik.

b) Jangan simpan ikan dalam keranjang yang belum dikeluarkan jeroannya

c) Cuci dinding perut sampai bersih setelah jeroan dikeluarkan.

2.5.3 Pencucian

Proses selanjutnya adalah pencucian. Ikan dicuci dalam air megalir selain

itu menghilangkan kotoran juga dapat menghilangkan bakteri yang ada, dan

mencegah kontaminasi, karena kotoran terikat dengan aliran air. Pencucian

sebaiknya dilakukan menggunakan air bersih, tidak berwarna dan tidak berbau

dan berasal dari air PAM, berdasarkan SNI 01-4104.3-2006, tentang pengolahan

industry perikanan, air yang dipakai untuk kegiatan diunit pengolahan memenuhi

persyaratan kualitas air minum. Air yang dapat diminum diartiakan sebagai air

yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan ketidak murnian secara kimiawi. Air

minum harus bersih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mengandung bahan

bahan teruspensi tau kekeruhan.

2.5.4 Pengukusan

Secara umum, tujuan pengukusan atau perebusan adalah membuat tekstur

bahan menjadi empuk. Kondisi tekstur bahan yang empuk mudah dicabik-cabik

menjadi serat-serat yang halus. Lama pengukusan atau perebusan dan tinggi

suhu tidak boleh berlebihan, tetapi cukup sampai mencapai titik didih saja. Suhu
22

yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan mutu rupa dan tekstur bahan.

Ikan yang berbeda ukurannya sebaiknya dikukus secara terpisah untuk

mempermudah pengontrolan waktu pemasakannya.

2.5.5 Pencabikan

Pencabikan dimaksudkan agar bahan terpisah-pisah menjadi serat-serat

yang halus. Tekstur berupa serat-serat halus merupakan ciri khas produk abon.

Pencabikan dapat dilakukan dengan mesin ataupun secara manual dengan

tangan atau dengan menggunakan alat pemarut.

2.5.6 Pemberian Bumbu dan Santan

Bahan dimasak dengan bumbu-bumbu yang sebelumnya telah dihaluskan

dan kemudian di tumis. Agar abon memiliki rasa gurih, saat pemberian bumbu

ditambahkan santan kental. Bahan dipanaskan sambil di aduk-aduk hingga

santan kering dan bumbunya meresap.

2.5.7 Penggorengan

Penggorengan merupakan salah satu metode pengeringan untuk

menghilangkan sebagaian air dengan menggunakan energi panas dari minyak.

Dengan menguapnya air, terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan yang

digoreng.

Penggorengan dilakukan hingga bahan berwarna cokelat kekuning-

kuningan. Penggorengan selain memperbaiki tekstur bahan juga memberikan

aroma dan rasa yang lebih baik.

2.5.8 Penirisan Minyak / Pres

Minyak untuk menggoreng biasanya adanya sisanya, maka perlu dilakukan

penirisan agar minyak turun. Apabila sisa minyak cukup banyak, sebaiknya

dilakukan pengepresan dengan menggunakan alat pengepresan khusus.


23

Sisa-sisa minyak yang banyak pada abon akan menurunkan kualitas abon

karena kandungan lemaknya tinggi. Hal ini mudah menimbulkan ketengikan.

SKEMA PROSES PENGOLAHAN ABON IKAN

Error: Reference source not found


24

Sumber: http://www.slideshare.net/cvrhmat/abon-ikan, 2016

2.5.9 Pengemasan dan Pelabelan

Pengemasan bahan pangan seyogyanya mempunyai 6 fungsi utama

(Buckle dkk, 1985), yaitu :

1) Menjaga produk yang dikemas agar tetap bersih dan merupakan

pelindung terhadap kotoran dan kontominasi.

2) Melindungi dari kerusakan fisik, perubahan kadar air, oksigen dan

sinar.

3) Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya

selama proses penempatan bahan yang dikemas kedalam wadah kemasan.

4) Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga

memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi.

5) Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma

atau standar yang ada, mudah dibuang dan dibentuk atau dicetak.

6) Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas

agar dapat membantu promosi atau penjualan

Bahan yang paling sering digunakan untuk mengemas abon adalah plastik.

Ada dua jenis plastik yang popular digunakan untuk pengemasan abon, yaitu

plastik polietilen (PE) dan plastik poliepropilene (PP). Alasan kenapa kedua jenis

kemasan plastik ini banyak digunakan karena sifat – sifat umum polietilen adalah;

a) Transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan

beraroma

b) Mudah lengket satu sama lain sehingga menyulitkan proses laminasi

c) Dapat dicetak setelah mengoksidasi permukaanya dengan proses elektronik

d) Memiliki sifat kedap air dan uap berdasarkan kerapatannya dapat dibedakan

menjadi HDPE, MDPE, dan LDPE

Poliester atau polietilen mempunyai sifat – sifat umum adalah:


25

a) Tembus pandang, bersih dan jernih

b) Adaptasi terhadap suhu tinggi (3000c) sangat baik

c) Permeabelitas uap air dan gas sangat rendah

d) Tahan terhadap pelarut organik

e) Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol, benzil alkohol

f) Kuat, tidak mudah sobek

g) Tidak mudah dikelim dengan menggunakan pelarut

Bahan pangan yang dikemas lambat laun akan maengalami kemunduran

mutu. Faktor – faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang

telah dikemas adalah :

Sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme dimana bahan ini

mengalami kerusakan misalnya kepekaanya terhadap kelembapan dan oksigen

dan kemungkinan terjadinya perubahan – perubahan kimia dan fisik di dalam

bahan pangan

1) Ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya

2) Kondisi atmosfer ( terutama suhu dan

kelembapan ) di mana kemasan dibutuhkan untuk melindungi selama

pengangkutan dan sebelum digunakan.

3) Ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas atmosfer

dan bau, termasuk ketahanan dari tutup, penutupan dan lipatan.

Pelabelan adalah upaya pemberian label berupa informasi singkat

mengenai produk tersebut. Informasi yang biasanya ada pada suatu label adalah

1. Nama pruduk.

2. Pembuatan produk.

3. Alamat pembuat produk.

4. Bahan yang dugunakan untuk pembuatan produk.


26

5. Komposisi nilai gizi produk.

6. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.

7. Izin depkes atau instansi terkait.

8. Keterangan tentang “ Halal ”.

Pelabelan ini biasa dilakukan langsung pada pengepakan/kemasan dan

juga bias secara terpisah yang kemudian diletakkan didalam kemasan. Pelabelan

yang langsung pada kemasan biasanya dibuat dengan catatan penyablonan

label pada bahan kemasan. Sedangkan label yang terpisah adalah dengan cara

membuat pada bahan lain, misalnya kertas lalu diletakkan pada kemasan.

Syarat label yang digunakannhendaknya bersifat informative,menarik,

dan mengandung nilai estetika. Sehingga konsumen tertarik / berminat untuk

membeli produk.

2.6 Sanitasi dan Higiene

2.6.1 Sanitasi dan Higiene Bahan Baku

Bahan baku yang didapat berasal dari perairan yang tidak tercemar.

Karena bahan baku tersebut berasal dari hasil budidaya masyarakat sehingga

lebih mudah dilakukan pengontrolan terhadap mutu bahan baku tersebut. Untuk

menjaga mutu bahan baku, ikan lele didatangkan dalam keadaan hidup. Tempat

penyimpanan bahan baku dibuat terpisah dengan ruang produksi untuk

mencegah terjadinya kontaminasi silang.

2.6.2 Sanitasi dan Higiene Alat dan Pekerja

a. Peralatan

Sanitasi dan Higiene pada bangunan dan peralatan menurut Wibowo

(1995) adalah :

a. Semua permukaan peralatan yang kontak langsung dengan bahan baku dan

produk harus mudah dibersihkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

kontaminasi bakteri.
27

b. Peralatan yang digunakan didesain sedemikian rupa sehingga mencegah

kontaminasi dari luar.


c. Menghindari bentuk bangunan atau peralatan yang berujung runcing atau

tajam.
d. Menghindari adanya tempat yang sulit dibersihkan dan dapat menjadi tempat

akumulasi kotoran.
e. Membersihkan ruang dan peralatan dengan larutan pembersih.
f. Membuang limbah pada tempat pembuangan limbah sesuai dengan keadaan

lingkungan sekitar.

b. Pekerja/Karyawan

Sanitasi dan higiene pada pekerja/karyawan menurut Wibowo (1995)

yang pertama adalah dengan membiasakan diri mencuci peralatan sebelum dan

sesudah digunakan setiap kali proses pengolahan bahan. Kemudian selalu

membiasakan diri mencuci tangan setiap kali hendak melakukan pengolahan

bahan. Dan yang terakhir adalah menggunakan pakaian, penutup kepala dan

masker untuk menghindari kontaminasi bakteri pada bahan.

2.7 Pemasaran dan Analisa Usaha


2.7.1 Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh

perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk

mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Hal tersebut disebabkan

karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara

langsung berhubungan dengan konsumen. Maka kegiatan pemasaran dapat

diartikan sebagai kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan

pasar. Kotler (2001) mengemukakan definisi pemasaran berarti bekerja dengan


28

pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud

memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.


Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan pemasaran merupakan

kunci kesuksesan dari suatu perusahaan. Menurut Stanton (2001), definisi

pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang

ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan

mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada

pembeli yang ada maupun pembeli potensial.


Menurut definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran

merupakan usaha terpadu untuk menggabungkan rencana-rencana strategis

yang diarahkan kepada usaha pemuas kebutuhan dan keinginan konsumen

untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran atau

transaksi. Kegiatan pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan

kepada konsumen bila ingin mendapatkan tanggapan yang baik dari konsumen.

Perusahaan harus secara penuh tanggung jawab tentang kepuasan produk yang

ditawarkan tersebut. Dengan demikian, maka segala aktivitas perusahaan,

harusnya diarahkan untuk dapat memuaskan konsumen yang pada akhirnya

bertujuan untuk memperoleh laba.


2.7.2. Analisa Usaha

Setiap usaha pasti ada kekawatiran jika mengalami kerugian.namun

setiap pengusaha harus siap akan hal tersebut, oleh karena itu perlu adanya

manajemen yang baik. Analisis usaha pengolahan abon ikan secara sederhana

skala rumahan industri rumah tangga. Pembuatan abon skala rumah tangga

lebih dimaksudkan sebagai usaha sampingan. Perhitungan keuntungan

dilakukan dengan cara sederhana, yakni dengan cara sederhana, yakni dengan

menghitung hasil penjualan dikurangi biaya produksi

Gambar 6.Menghitung keuntungan abon skala Rumah tangga adalah sebagai


berikut :

Hasil Penjualan-Biaya Produksi= Untung


29

Gambar 6. Menghitung keuntungan abon skala rumah tangga


Sumber : Fachruddin, 1997

Analisis Batas Rugi Laba (Break Even Poin = BEP) Nilai Batas rugi laba

dihitung dengan asumsi dengan harga per unit produk tidak berubah selama 1

tahun.

Biaya tetap adalah total biaya yang tidak akan mengalami perubahan

apabila terjadi perubahan volume produksi. Biaya tetap secara total akan selalu

konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap merupakan biaya yang

selalu terjadi walaupun perusahaan tidak berproduksi. Secara rinci biaya tetap

adalah sebagai berikut:

1. Jumlah yang relative sebanding dengan hasil produksi

2. Menurunnya biaya tetap perunit dibandingkan pada kenaikan hasil

produksi

3. Pendekatannya kepada suatu bagian seringkali bergantung pilihan

dari manajemen atau cara penjatahan biaya

4. Pengawasan atas kejadiannya pada pokoknya bergantung pada

manajemen pelaksana dan bukan pada pengawasan kerja

Contoh dari Biaya Tetap adalah :

a. Biaya penyusutan e. Biaya pajak

b. Biaya gaji dan upah f. Biaya sewa rumah dan kantor

c. Biaya alat-alat kantor g. Biaya organisasi

d. Biaya asuransi

Biaya Tidak Tetap (Biaya Variabel) adalah total biaya yang berubah-ubah

tergantung dengan perubahan volume penjualan atau produksi. Biaya Variabel

akan berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi Martono

(2011).
30

Secara umum ciri-ciri biaya variabel adalah sebagai berikut :

1. Bervariasi secara keseluruhan dengan volume kegiatan

2. Biaya perunit tetap konstan walaupun terjadi perubahan volume

dalam batas-batas tertentu

3. Mudah dan secara seksama dapat dibagikan bagian tertentu

4. Pengawasan dan kejadian dan pemakaiannya berada di tangan

kepala bagian.

Contoh dari Biaya Variable adalah :

a. Biaya pemakaian bahan baku

b. Biaya pemasaran dan produksi

c. Harga pokok penjualan

1) Break even point dalam unit.

Keterangan :

BEP : Break Even Point

FC : Fixed Cost

VC : Variabel Cost

P : Price per unit

S : Sales Volume

2) Break even point dalam rupiah.

3) Presentase produksi pada batas rugi laba


Nilai BEP
Nilai BEP = Harga Jual x 100%
31

4) Kapasitas produksi pada batas rugi laba presentase pada batas rugi laba x

kapasitas produksi/tahun

You might also like