Professional Documents
Culture Documents
Cerebral palsy merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh buruknya pengendalian
kelakuan, otot, kelumpuhan serta gangguan fungsi saraf lainnya. Cerebral palsy atau CP
terjadi pada 1-2 dari 1000 bayi yang terlahir di dunia. Bayi yang menderita cerebral palsy
lebih sering ditemukan pada seorang bayi yang terlahir prematur.
Bayi yang terlahir premature sangat rentan terhadap cerebral palsy, karena pembuluh
darah pada bayi yang menuju ke otak belum berkembang dengan sempurna sehingga sangat
mudah mengalami sebuah pendarahan. Sepertiga dari bayi yang menderita cerebral palsy
biasanya dilahirkan sebelum usia kehamilan ibu menginjak 37 minggu dan sepuluh persennya
lagi terjadi pada bayi yang lahir pada usia kehamilan sebelum 28 minggu.
Tanda-tanda bayi menderita cerebral palsy biasanya mulai tampak ketika bayi tersebut
tidak menunjukkan perkembangan yang cukup sederhana seperti menggenggam, mengangkat
kepala dan lain sebagainya. Berikut ini adalah tanda-tanda awal bayi menderita cerebral
palsy.
Cerebral palsy sendiri bukanlah sebuah penyakit khusus, akan tetapi gangguan ini
menyebabkan serangkaian gangguan pada gerakan. Yang perlu dilakukan untuk setiap
penderita adalah menjalani terapi setiap hari agar kondisi tidak semakin parah. Bayi dan
anak-anak harus diajarkan bagaimana untuk bisa mengontrol dirinya. Ada beberapa cara yaitu
dengan fisioterapi, terapi wicara, okupasi terapi dan terapi perilaku.
Berikut ini, dilaporkan satu buah laporan kasus yang ditemukan saat di poliklinik
RSUD Undata Palu.
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Umur : 4 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Basuki rahmat
Tanggal masuk : 27 Januari 2016
ANAMNESIS
Keluhan utama : demam
2
Riwayat sosial-ekonomi :
Ekonomi menengah ke atas.
Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI hingga usia 1 tahun. Saat usia 6 bulan pasien diberi
makanan pendamping ASI, berupa bubur susu. Dan saat ini pasien sudah mulai makan nasi,
dan juga diberikan susu formula. Selama sakit nafsu makan pasien menurun.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 104 cm
Status Gizi : CDC : gizi buruk
Tanda vital :
Nadi = 130 x/menit, kuat angkat
Respirasi = 42 x/menit
Suhu badan = 39.5 0C
2. Leher :
kelenjar getah bening : dalam batas normal
Kelenjar tiroid : dalam batas normal
3. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Pernafasan : Thorakoabdominal
4
Retraksi : Intercostal
Palpasi : Vokal fremitus normal
Perkusi : Redup kedua lapang paru
Auskultasi : Rhonki basah halus(+/+), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
4. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Kesan datar
Auskultasi : bising usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan :(-)
Organomegali : (-)
5. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), spastik pada kedua tungkai.
6. Genitalia : dalam batas normal
LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
HGB 11,5 11,5-16,5 g/dl
WBC 6,7 3,5-10 103/mm
RBC 4,79 3,8-8,5 109/mm
HCT 38,6 35-52 %
PLT 231 150-450 Ribu/ul
RESUME
Pasien anak perempuan umur 4 tahun 5 bulan, berat badan 10 kg, panjang badan 104
cm, status gizi buruk, masuk dengan keluhan demam tinggi, dialami sejak 2 hari sebelum
5
masuk rumah sakit. Pasien batuk 1 berdahak dan terdapat rinorhea. Demam tidak pernah.
Terdiagnosa cerebral palsy di usia 1 tahun karna meengalami keterlambatan berjalan.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum composmentis, tampak sakits berat, gizi
buruk. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi 130 x/menit, reguler, isi dan kuat angkat,
respirasi 42 x/menit, reguler,suhu 39,5oC. Pemeriksaan thoraks tidak didapatkan adanya
retraksi intercostal, suara napas tambahan yaitu ronki basah halus pada kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya penurunan hemoglobin.
TERAPI :
- Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg
- Injeksi dexamethasone ½ ampul/ IV
- Paracetamol syrup 3 x 1 Cth (jika demam)
- Ambroxol syrup 15mg/5 mL, 3 x 1 Cth
- Salbutamol syrup 2mg/5 mL, 3 x 1 Cth
6
BAB II
CEREBRAL PALSY
I. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan
menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. 1
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik
yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak
pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah
memburuk pada usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau
hemisfer dan palsi mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat
pengendalian pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada
otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan
pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol
pergerakan dan postur secara adekuat. 2
II. EPIDEMIOLOGI
Asosiasi CP dunia memperkirakan > 500.000 pendertia CP di Amerika. Disamping
peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah anak – anak dan
dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah atau mungkin lebih
meningkat sedikit selam 30 tahun terakhir. Angka harapan hidup penderita CP tergantung
dari tipe CP dan beratnya kecacatan motorik 2
III. KLASIFIKASI
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastic
diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah satu
bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP. Hingga saat ini, CP
diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori,
yaitu : 2
7
A. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas,
pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.
Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang dikenal
dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers, 1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada
kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat
9
Klasifikasi Perkembangan Gejala Penyakit
motorik penyerta
Minimal Normal, hanya Kelainan tonus sementar Gangguan
terganggu secara Refleks primitif menetap komunikasi
kualitatif terlalu lama Gangguan
Kelainan postur ringan belajar
Gangguan gerak motorik spesifik
kasar dan halus,
misalnya clumpsy
Ringan Berjalan umur 24 Perkembangan refleks
bulan primitif abnormal
Respon postular
terganggu
Gangguan motorik
seperti tremor
Gangguan koordinasi
Sedang Berjalan umur 3 Berbagai kelainan Retardasi
tahun kadang neurologis mental
memerlukan Refleks primitif menetap Gangguan
bracing. Tidak Respon postural belajar dan
perlu alat khusus terlambat komunikasi
Kejang
Berat Tidak bisa gejala neurologis
berjalan atau dominan
berjalan dengan refleks primitif menetap
alat bantu, respon postural tidak
kadang butuh muncul
operasi
10
perilaku, dan penglihatan dan pendengaran. 4 Penyakit – penyakit yang berhubungan dengan
CP adalah :
1. Gangguan mental
Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan
gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental
sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
2. Kejang atau epilepsi
Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selam kejang, aktivitas elektri
dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan karena letupan listrik
yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan epilepsi, gangguan tersebut akan
tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh, seperti
kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otal dan menyebabkan
gejala kejang parsial. Kejang tonik-klonik secara umum menyebabkan penderita
menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan
lengan, gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih.
3. Gangguan pertumbuhan
Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat,
terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk
mendeskripsikan anak – anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya
walaupun dengan asupan makanan yang cukup. Tampak pendek dan tidak tampak
tanda maturasi seksual. Sebagai tambahan, otot tungkai yang mengalami
spastisitas mempunyai kecenderungan lebih kecil dibanding normal. Kondisi
tersebut juga mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai
(disuse atrophy).
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri
sehingga menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi dapat
menimbulkan gangguan berat pada mata.
5. Sensasi dan persepsi normal
Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk merasakan
sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami stereognosia, atau
kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek melalui sensasi.
IV. PATOFISIOLOGI
11
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan
degenerasi laminar akan menimbulkan narrow ergyiri, suluran sulci dan berat otak
rendah. CP digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang
disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu
presentasi CP dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum
dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan
ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi). 1
Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi kejadian
spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan pusat
motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa penyebab CP kongenital adalah :
a. Infeksi pada kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan menyebabkan
kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi lain yang dapat
menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis.
b. Ikterus neonatorum
Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam waktu
singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus
berat dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen. 6
c. Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan.
Asfiksia sering dijumpai pada bayi bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia
menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak
tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik
ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi asfiksia berat, dimana daat
bersama dengan gangguan mental dan kejang. 6
d. Stroke
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau
bayi baru lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan
terjasinya masalah neurologis.
15
pada sebagian kasus, pengulangan pemeriksaan akan sangat berguna untuk konfirmasi
diagnostik dimana penyakit lain dapat disingkirkan.
PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIK
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab CP
perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan
pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat
menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya.
Dengan informasi dari CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita CP.
MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar
yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan tulang
dibanding dengan CT scan kepala.
Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak CP jika
etiologi tidak dapat ditemukan.
Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak
adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras
dan UUB tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan MRI, tehnik
tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan
periode lama pemeriksaannya.
8. Guru
Seseorang yang dapat berperan penting jika terdapat gangguan mental atau
gangguan proses belajar
17
Penderita, keluarga dan pengasuh merupakan kunci dari keberhasilan terapi, mereka
seharusnya terlibat jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan keputusan, dan
mengaplikasikan terapi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan determinasi
personal adalah dua dari prediktor-prediktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan
jangka panjang
Alat Mekanik
Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang
canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan
19
dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk
menutupi keterbatasannya.
Komputer merupakan contoh yang canggih sebagai alat baru yang dapat membuat
perubahan yang bermakna dalam kehidupan penderita CP. Sebagai contoh, anak yang
tidak dapat berbicara atau menulis tetapi dapat membuat gerakan dengan kepala mungkin
dapat belajar untuk mengendalikan komputer dengan menggunakan pointer lampu khusus
yang diletakkan di ikat kepala. Dengan dilengkapi dengan komputer dan sintesiser suara,
anak akan berkomunikasi dengan orang lain. Pada kasus lain, tehnologi telah mendukung
penemuan versi baru dari alat lama, misalnya kursi roda tradisional dan bentuk yang lebih
baru yang dapat berjalan dengan menggunakan listrik.
2. Terapi Medikamentosa 6
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang
terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara
individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat
mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan
tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang
mungkin membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai
efektivitas pengontrolan kejang
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita
CP adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia <6 bulan
tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan diberikan dengan
dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan tidak melebihi
10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang
akan menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
■ 2 - 7 tahun:
Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 -
5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari
20
■ 8 - 11 tahun:
Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 60 mg/hari
■ > 12 tahun:
Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80
mg/hari
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga
kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari. Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas
untuk periode singkat, tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum
sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat - obatan tersebut dapat menimbulkan efek
samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka
panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu solusi
untuk menghindari efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru untuk
memberi obat - obat tersebut
Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-obatan
yang dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering
digunakan termasuk golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan
aktivitas acetilkoline yang merupakan bahan kimia messenger yang akan
menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan terjadinya kontraksi otot.
Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan
procyclidine hydrochloride.
Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol atau injeksi
alkohol kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode singkat.
Tehnik tersebut sering digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi
perkembangan kontraktur. Alkohol yang diinjeksikan kedalam otot akan
melemahkan otot selama beberapa minggu dan akan memberikan waktu untuk
melakukan bracing, terapi. Pada banyak kasus, teknik tersebut dapat menunda
kebutuhan untuk melakukan pembedahan.
21
Botulinum Toxin (BOTOX)
Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan
acetilcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot
yang kaku akan menyebabkan kelemahan otot. Kombinasi terapi antara
melemahkan otot dan menguatkan otot yang berlawanan kerjanya akan
meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang sesuai dengan
pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan
deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang
menyebabkan gait jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor
lutut yang menyebabkan crouch gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai
berkembangnya saraf terminal, yang merupakan proses dengan puncak terjadi
pada 60 hari.
Intervensi botulinum dapat digunakan pada deformitas ekstremitas atas yang
secara sekunder akibat tonus otot abnormal dan tumbuhnya tulang. Kelainan
yang sering dijumpai adalah aduksi bahu dan rotasi internal, fleksi lengan,
pronasi telapak tangan dan fleksi pergelangan tangan dan jari-jari. Botulinum
toksin sangat efektif untuk memperbaiki kekakuan siku dan ekstensi ibu jari.
Seperti sudah diduga sebelumnya, fungsi motorik halus tidak banyak mengalami
perbaikan. Keuntungan dari segi kosmetik untuk memperbaiki fleksi siku sangat
dramatik.
Komplikasi injeksi botulinum toksin dikatakan minimal. Nyeri akibat injeksi
minimal, biasanya akan hilang tidak lebih dari 5 menit setelah injeksi. Efikasi
tercapai dalam 48-72 jam dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah injeksi.
Lama waktu penggunaan botulinum toksi dilanjutkan tergantung dari derajat
abnormalitas tonus otot, respon penderita dan kemampuan untuk memelihara
fungsi yang diinginkan.
Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui
pompa yang ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi
kekakuan otot berat yang sangat mengganggu fungsi normal tubuh. Karena
Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif, obat oral dalam dosis tinggi
diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan jika dibandingkan dengan
22
cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan tampak
letargik.
Baclofen intratekal diberikan pertama kali sejak tahun 1980 sebagai obat
untuk mengendalikan spasme otot berat akibat trauma pada tulang belakang.
Sejak tahun 1990, metode pengobatan ini mulai digunakan untuk koreksi pada
penderita CP dan menunjukkan efikasi yang baik.
23
VIII. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY
Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP, derajat
kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis,
dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional.
Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi
masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986). Tingkat kognisi sangat berhubungan
dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan kualitas hidup seseorang.
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya selalu
dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan sementara
saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang
lebih runcing dibanding dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi
sensoris parietalis dan defek sensori tersebut akan membatasi kemampuan fungsi
motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak dengan hemiplegia akan mengalami
hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat duduk dikelas untuk
memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang terjadi pada
anak yang hemiplegik. 10
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan tesering
pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa kasus
membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan secara umum akan terkena
dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan yang terjadi minimal. Abnormal
gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai.
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total; paling
banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun. Fungsi
intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan
menambah kesulitan yang sudah ada.
Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang persisten
merupakan gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak
tersebut memiliki limitasi intelektual.
Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang
berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan.
Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya masih sulit. Sebagian
besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar berjalan.
Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks, tonik neck refleks
asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks parasut tidak
24
mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat duduk pada
usia 4 tahun dapat belajar berjalan.
25
BAB III
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
ANAMNESIS
Identifikasi faktor resiko: BBLR, 2300 gram
Riwayat infeksi TORCH selama hamil,
Gangguan bicara
pemeriksaan antenatal yang tidak rutin.
Trauma kapitis selama bersalin, Gangguan penglihatan, mata
BBLR, proses persalinan yang lama. tidak fokus
Identifikasi riwayat pertumbuhan:
Keterbelakangan mental.
Keterlambatan untuk tengkurap,
duduk, merangkak, dan berjalan, Keterlambatan tengkurap, duduk,
26
Jarang dipakai.
DIAGNOSIS
Spasitas Kejang + cerebral palsy
Tonus otot yang berubah
Koreo-atetosis
Ataksia
Gangguan pendengaaran
Gangguan bicara
Gangguan mata
PENATALAKSANAAN
Terapi fisik, perilaku, dan Menjalani fisioterapi sebelumnya.
lainnya.
Pemasangan alat bantu
Medikamentosa : spasmolitik
27