You are on page 1of 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

SYOK NEUROGENIK PADA ANAK

Oleh :
Puteri Dwi Arini Anwar
C111 14 526

Pembimbing :
dr. Merlyn Meta Astari
dr. Yusrizal

Supervisor:
Dr. dr. Idham Jaya Ganda, Sp.A(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Puteri Dwi Arini Anwar
NIM : C11114526
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Hasanuddin
Judul PKMRS : Syok Neurogenik pada Anak
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2018


Residen Pembimbing I Residen Pembimbing II

dr. Merlyn Meta Astari dr. Yusrizal

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. Idham Jaya Ganda, Sp.A(K)

2
1. Pendahuluan
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dengan akibat
ketidakcukupan pasokan oksigen dan substrat metabolik lain ke jaringan serta
kegagalan pembuangan sisa metabolisme. Berdasarkan komponen system
sirkulasi, terdapat 3 jenis syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, dan
distributif. (Pudjiadi, 2011)
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat. Syok
merupakan diagnosa klinis, namun deteksi masih merupakan masalah terutama
pada anak. Syok sebaiknya dideteksi dengan tanda klinis dan laboratorium yang
meliputi takipnea dan takikardia, vasodilatasi perifer sehingga ekstremitas
menjadi dingin, hipotermia atau hipertermia, diikuti dengan berkurangnya jumlah
urin, asidosis metabolik dan peningkatan laktat darah, bahkan dapat terjadi
penurunan kesadaran dan kematian. Oleh karena itu, deteksi tanda-tanda syok dini
sangatlah penting begitu pula dengan penanganan syok haruslah dilakukan secara
dini.
Sebagai sindrom klinis yang kompleks, syok ditandai oleh disfungsi sirkulasi
akut dimana hubungan antara kebutuhan oksigen dan pasokan terganggu.
Akibatnya, sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi utamanya, yakni
membawa substrat dan membuang metabolit, sehingga terjadi metabolisme
anaerob dan asidosis jaringan. Umumnya semua keadaan syok berakhir dengan
berkurangnya hantaran atau gangguan utilisasi substrat sel yang esensial, sehingga
fungsi sel normal berhenti.
Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan
faktor penyebab. Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari
hipofisis adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang
besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang
mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang,
otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok
atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang
mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel. (Anderson, 1995)
3
2. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc
Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan
tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk
mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat
sisa yang sudah tidak diperlukan.
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan
sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital
ataumenurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Pada seseorang
yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan, terhambatnya
pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energi
oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara
adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya
dapat menimbulkan kematian.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinue atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut :
1. Hipotensi : tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial
pressure atau tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau
menurun 30v lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek.

Ada beberapa macam syok, berikut klasifikasinya:

4
Gambar 1. Tipe syok.
Syok neurogenik disebut juga syok spinal yang merupakan bentuk dari syok
distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusatvasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruhtubuh, sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tamping (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemikini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cederaspinal, atau general
anestesi yang terlalu dalam).
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan
oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa
pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan
berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi tidak
akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab
yang lain. Trauma pada medulaspinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi
tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.

3. Epidemiologi
5
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat. Syok
merupakan diagnosa klinis, namun deteksi masih merupakan masalah terutama
pada anak. Syok sebaiknya dideteksi dengan tanda klinis dan laboratorium yang
meliputi takipnea dan takikardia, vasodilatasi perifer sehingga ekstremitas
menjadi dingin, hipotermia atau hipertermia, diikuti dengan berkurangnya jumlah
urin, asidosis metabolik dan peningkatan laktat darah, bahkan dapat terjadi
penurunan kesadaran dan kematian. Oleh karena itu, deteksi tanda-tanda syok dini
sangatlah penting begitu pula dengan penanganan syok haruslah dilakukan secara
dini.
Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun
penyebabnya berbeda tiap-tiap negara. (American, 1997)

4. Etiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur
system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi
pasien dengan syok neurogenik: Nadi normal, tekanan darah rendah, keadaan kulit
hangat, normal, lembab. Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan
fungsi autonom normal (Elaine, 2009)
Selain itu syok neurogenik juga dapat terjadi karena:
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat
anestesispinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

5. Patofisiologi

6
Pada anak, hipotensi biasanya baru terjadi pada syok yang telah lanjut, oleh
karena itu hipotensi tidak merupakan keharusan untuk diagnosis syok. Pada fase
awal, terjadi kompensasi tubuh, secara klinis dapat dijumpai takikardi, ekstremitas
dingin, capillary refill yang mulai memanjang, pulsasi perifer melemah,
sementara tekanan darah masih normal. Lebih lanjut ketika mekanisme
kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh, akan dijumpai
penururnan kesadaran, hipotermia atau hipertermia, penurunan produksi urin,
asidosis metabolic atau peningkatan kadar laktat darah. Selanjutnya tekanan darah
menurun hingga tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran semakin menurun,
anuria disertai kegagalan system organ lain. (Pudjiaji, 2010)
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat diatasi oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan irreversibel (tidak dapat pulih).
a. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu
menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada
tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan
darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-
gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang
mengalami syok terlihat normal.
b. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan
fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-
organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan
perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan
gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat,
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat,
serta kesadaran yang mulai terganggu.
c. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan
tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan
sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat
sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.
Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak
7
dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal
menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal.
Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang
terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance
vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi
umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan
oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa
pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan
berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak
akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab
yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi
tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Syok neurogenik disebabkan oleh cedera pada medulla spinalis yang menyeba
bkan gangguan aliran keluar otonom simpatis. Sinyal4sinyal tersebut berasal dari
kornu grisealateralis medulla spinalis antara T1 dan L2. Konsekuensi penurunan
tonus adrenergic adalahketidakmampuan meningkatkan kerja inotopik jantung
secara tepat dan konstriksi buruk vaskularisasi perifer sebagai respon terhadap
stimulasi eksitasional. tonus vagal yang tidak mengalami perlawanan
menyebabkan hipotensi dan bradikardia. Vasodilatasi perifer menyebabkan kulit
menjadi hangat dan kemerahan. Hipotermia dapat disebabkan oleh tidak adanya
vasokontriksi pengatur otonomik pada redistribusi darah ke inti tubuh. lebih
tinggitingkat cedera medulla spinalis karena lebih banyak massa tubuh terpotong

8
dari regulasi simpatisnya. Syok neurogenik biasanya tidak terjadi cedera dibawah
T6 (Greenberg, dkk.2007)
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering
terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas
kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primeryang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi
ventrikel.Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan
akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik
mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal).
Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi kulit.Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan
yangmengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga
perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh
suhu lingkunganyang panas, terkejut, takut atau nyeri.Syok neurogenik bisa juga
akibat rangsangan parasimpatis ke jantungyang memperlambat kecepatan denyut
jantung dan menurunkan rangsangansimpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguanemosional. Pada penggunaan anestesi spinal,
obat anestesi melumpuhkan kendalineurogenik sfingter prekapiler dan menekan
tonus vasomotor. Pasien dengannyeri hebat, stres emosi dan ketakutan
meningkatkan vasodilatasi karenamekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.

6. MANIFESTASI KLINIS
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.

9
Gambar 2. Pemeriksaan fisik.
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak
sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dal
am arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarnakemerahan.

Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, dan bukan
dingin, lembabseperti yang terjadi pada syok hipovolemik. tanda lainnya adalah
bradikardia dan bukan takikardi seperti yang terjadi pada bentuk syok lainnya
(Leksana, 2015).

7. KLASIFIKASI
Kalsifikasi syok, antara lain :
10
JENIS SINDROM KLINIS
Hipovolemik Hemoragik
Nonhemoragik :
 Muntah
 Diare
 Luka bakar
 Sekuestrasi internal (misalnya ileus
obstruksi)
 KAD (ketoasidosis diabetik)
 Sindrom nefrotik
 Bentuk dehidrasi lain
Kardiogenik Infark miokard
Gagal jantung bendungan
Bedah jnatung
Penyakit katup/koarktasi
Disritmia
Pintas kardiopulmoner
Syok septik
Intoksikasi obat
Obstruktif Tamponade jantung
Penyakit katup/koarktasi
Pneumotoraks
Emboli paru
Distributif Syok septik
Syok toksik
Syok neurogenik
Gagal adrenal akut
Intoksikasi obat
Disosiatif Keracunan (misalnya sianida,
methemoglobin, karbon monoksida)
Anemia berat
Syok dapat diklasifikasikan secara umum sebagai berikut :
1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
2. Syok hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

8. Diagnosis
 Anamnesis
Selain tanda-tanda syok, beberapa penyebab syok yang sering pada anak
dapat digali dari anamnesis. (Pudjiaji, 2010)

11
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
dari anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.
Diagnosis syok dapat ditegakkan bila ditemukan takikardia, disertai tanda
penurunan perfusi organ atau perfusi perifer, termasuk pulsasi nadi perifer yang
lebih kecil dari sentral, penurunan kesadaran, waktu pengisian kapiler yang lebih
dari 2 detik, ekstremitas yang dingin atau mottled, atau penurunan produksi urin.
(Padjiadi, 2010)
 Pemeriksaan penunjang
Saturasi oksigen mixed vein (SvO2) dapat menggambarkan keseimbangan
antara pasokan (DO2) dan kebutuhan oksigen (VO2), penurunan SvO2 sebesar 5%
menunjukkan penurunan DO2 atau peningkatan VO2. (Pudjiaji, 2010)
Pemantauan kadar laktat darah arteri dan saturasi vena sentral S cvO2 dapat
digunakan untuk menilai defisiensi oksigen global. (Pudjiaji, 2010)
Foto Rontgen thoraks pada syok kardiogenik dapat menunjukkan gambaran
edema paru. (Pudjiaji, 2010)
Indikator hemodinamik lain dapat diperoleh melalui pemasangan pulmonary
artery catheter (PAC) atau pulse contour continuous cardiac output monitoring
(PICCO). (Pudjiaji, 2010)
Pemeriksaan penunjang lain seperti:
1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
2. Analisa gas darah
3. EKG

9. Penatalaksanaan

12
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut. (American, 1997 dan Schwarz, 2004)
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip
A(airway)-B(breathing)-C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti dengan
beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap
baik (life support), diantaranya:
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.(American, 1997)
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9v atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan
yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output
untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) : (Krausz, 2006 dan Rifqi, 1999)
 Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis >10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
13
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini
merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih
besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini
dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat
ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
 Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
 Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

14
Gambar 4. Alur syok neurogenik
Pasien-pasien yang diketahui atau diduga mengalami syok neurogenik harus
diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena
sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok

10. Komplikasi
Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat
penurunan alirandarah yang berkepanjangan.
b. Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi
pembatasan alveolus4kapiler karena hipoksia.
c. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi
intravascular diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi (Corwin, 2009)

15
DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life


SupportCourse for Physicians. USA, 1993 ; 75-94.
American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life
Support Untuk Dokter. 1997. 89-115
Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid
1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book
ofIntensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Carcillo, Joseph A. 2009. Syok Pada Anak (Goal-Directed Management Of
Pediatric Shock In The Emergency Department). Jakarta : Farmedia
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care: Initial Assesment and Management in the
Emergency Departement. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku, Jakarta. EGC.
Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock.
Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasiveand
Noninvasive Clinical Application. USA : EB. SaundersCo. 1995 ; 441-
499.
Greenberg, Michael I. dkk. 2007. Teks-Atlas Kedokteran Kegawatdaruratan
Greenberg. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions.
Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook ofCritical
Care. Philadelphia, 1989 ; 993-1002.
Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency
Surgery. 2006. 1-14
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Vol 42 No. 5 hal 393.
16
Pudjiadi AH, Badriul H, Setyo H, Nikmah S.I, Alien P.G, Eva D.H, penyunting.
Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
h.294-5.
Pudjiadi AH, Latief A, Budiwardhana N, penyunting. Sepsis dan Kegagalan Multi
Organ. Dalam: Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2011. h.154-7
Rifki. Syok dan penanggulangannya. F2KUA. Padang.1999
Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalamkumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock &Critical Care. Jakarta-
Indonesia, August 30-September 1,1996 ; 1-4.
Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November
26th2011]. http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and
Management of Shock, dalam buku: Fundamental CriticalSupport. Society
of Critical Care Medicine, 1997.

17

You might also like