You are on page 1of 24

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah Gangguan Peredaran darah Otak

(GPDO), merupakan sindroma klinis berupa tanda-tanda klinis yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang terjadi

mendadak dan berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (WHO).1

Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan

utama yang menyebabkan kematian. Dari data South East Asian Medical Information

Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di

Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei,

Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke non

hemoragik merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti

secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan perdarahan subaraknoid

dengan angka kejadian masing-masingnya sebesar 38,5%, 7,2%, dan 1,4%.2

Berdasarkan etiologinya stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke non-

hemoragik (stroke iskemik) dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat berupa

perdarahan intraserebral atau subarakhnoid. Dari seluruh kejadian stroke,

duapertiganya adalah ischemic dan sepertiganya adalah hemorrhagic. Disebut stroke

ischemic karena adanya sumbatan pembuluh darah oleh thromboembolic yang

mengakibatkan daerah di bawah sumbatan tersebut mengalami ischemic. Hal ini


2

sangat berbeda dengan stroke hemorrhagic yang terjadi akibat adanya

mycroaneurisme yang pecah.3,4


3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara

cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskular.1,3,4

2.2 Epidemiologi

Insidens serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per tahun.

Insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Konsekuensinya, dengan

semakin panjangnya angka harapan hidup, termasuk di Indonesia, akan semakin

banyak pula kasus stroke dijumpai. Perbandingan antara penderita pria dan wanita

hampir sama. Prevalensi stroke berkisar 5-12 per 1000 penduduk. MacDonald et al.

(2000) yang meneliti prevalensi dari berbagai jenis penyakit susunan saraf

menemukan prevalensi stroke sebesar 800 per 100.000 penduduk.5

2.3 Etiologi

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:6

1) Stroke Iskemik

Stroke iskemik atau stroke non hemoragik merupakan penurunan aliran darah

ke otak yang disebabkan vasokonstriksi akibat penyumbatan di satu atau lebih arteri
4

besar pada sirkulasi serebrum sehingga suplai darah ke otak mengalami penurunan.

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik. Klasifikasi stroke iskemik

berdasarkan waktunya atau perjalanan klinisnya terdiri atas: 1) Transient Ischaemic

Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 24 jam yang

dimana gejala-gejalanya seperti hemiparesis, monoparesis atau disfasia, 2) Reversible

Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis membaik lebih dari 24 jam

namun kurang dari 21 hari, 3) Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke

merupakan stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu, 4)

Completed Stroke dengan kelainan neurologisnya menetap dan tidak berkembang

lagi. Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

 Trombosis: Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,

poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan

atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati

(penyakit sel sabit).

 Embolisme: Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark

miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup

prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik

di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan

hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.

 Vasokonstriksi

 Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).


5

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua

stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan

otak.

Stroke Hemoragik terbagi atas Pendarahan Intraserebral (pada parenkim otak)

dan Pendarahan Subaraknoid (pendarahan pada kompartemen meningeal

disekitarnya).

A. Perdarahan Intraserebral

Penyebab tersering perdarahan intracranial adalah hipertensi arterial.

Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang

kecil, menyebabkan microaneurisme (aneurisme Charcot) yang dapat ruptru spontan.

Lokasi predileksi untuk perdarah intraserebral hipertensif adalah ganglia basalis,

talamus, nukleus serebeli dan pons. Substansia alba serebri jarang terkena.

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan juga oleh banyak penyebab selain

hipertensi arterial. Penyebab yang paling penting adalah malformasi arterivenosus,

tumor,aneurisme, penyakit vaskular yang meliputi vaskulitis dan angiomiopati

amiloid. Perdarahan intraserebral kemungkinan disebabkan oleh sesuatu selain


6

hipertensi atrerial bila tidak terdapat di salah satu lokasi predileksi untuk perdarahan

hipertensif atau pasien tidak menderita hipertensi arterial bermakna.

B. Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan

karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai

stroke. Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan

yaitu, ketika perdarahan merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti

kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya

aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang

menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.

Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul

pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah

bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.

Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.

Ada beberapa jenis aneurisme salah satunya aneurisme sakular (berry)

ditemukan pada titik bifurcatio arteri intracranial. Aneurisme ini terbentuk pada lesi

dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik kerusakan struktural

(biasanya kongenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisme

sakular adalah arteri comunicans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di
7

fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya

arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior, 30%) dan basilar tip (10%).

Aneurisme dapat menimbulkan defisit neurologis dengan menekan struktur

disekitarnya sebelum ruptur. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterir

dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga

(pasien mengalami diplopia).

2.4 Faktor Resiko Terjadinya Stroke

Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke terdiri atas

faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi dijelaskan

dalam tabel berikut:7,8

Tabel 2.1 Faktor Resiko Stroke Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Faktor Resiko Keterangan


Yang Tidak
Dapat
Dimodifikasi
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65;
70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke
adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55
tahun.
Jenis Kelamin Pria lebih beresiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita
8

yang meninggal karena stroke. Resiko stroke pria 1,25 lebih


tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria
terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan
hidup juga lebih tinggi.
Riwayat Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
keluarga tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki
yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan
dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke
Ras dan Etnik Orang Asia memiliki kecendrungan terkena stroke lebih
besar dari orang Eropa, hal ini ada kaitannya dengan
lingkungan hidup, pola makan dan sosial ekonomi

Tabel 2.2 Faktor Resiko Stroke Yang Dapat Dimodifikasi

Faktor Resiko Yang Keterangan


Tidak Dapat
Dimodifikasi
Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko utama yang
menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor resiko stroke 4-6
kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan
sekitar 40-90% pasien stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke
Penyakit Jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke
dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
9

Diabetes Mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli
sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding
orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh
darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid
atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Hiperlipidemia Makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan
berpengaruh pada resiko aterosklerosis dan penebalan
pembuluh darah sehingga resiko terkena penyakit
jantung dan stroke.
Merokok Penelitian meta-analisis angka studi, menunjukkan
bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko
stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin,
tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok
yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok
dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Alkohol Berlebih Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subaraknoid, dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan
sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di
darah aliran otak dan autoregulasi.
10

Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral


melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam
dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematokrit ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama
viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen,
memainkan peranan penting. Ketika meningkat
viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala
umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang- kadang dapat
terjadi.
Peningkatan tingkat Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko
fibrinogen dan untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan
kelainan system darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan
pembekuan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan
dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan obat Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis
yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark.
Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan
11

subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan


setelah penggunaan kokain.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan
risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan
estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling
kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen
tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab
autoimun

2.5 Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam

arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 2.1). Bisa terjadi di arteri

karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.6

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20

menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu

arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri

tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke

daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai

proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat

berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan

trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat
12

gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan

aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau

pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang

subaraknoid.6

Gambar 2.1 Sirkulus Willisi

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang

serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit

neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung

membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam

24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien.6
13

1) Stroke Iskemik6

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis

(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat mengaktifkan

mekanisme pembekuan darah sehingga dapat membentuk trombus. Trombus dapat

pecah dari dinding pembuluh darah dan akan terbawa sebagai emboli ke aliran darah

otak yang mengakibatkan terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan

hilangnya fungsi otak secara akut atau permanen pada daerah yang terlokasi.

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan

cara:

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan

insufisiensi aliran darah

b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau

perdarahan aterom

c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai

emboli

d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi

aneurisma yang kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di

bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang

menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada.

Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat.


14

Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area

sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada

perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat

‘penumbra iskemik’ yang tetap viable untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat

pulih jika aliran darah baik kembali.

2) Stroke Hemoragik6

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua

stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan

otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid

(PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain

pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini

dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.

Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering

terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari

banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan

di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan

memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.

Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas

pertama pada keterlibatan kapsula interna.


15

Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan dinding

aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di

luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar

ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain

dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan

otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta

mengiritasi selaput otak.

2.6 Gejala Klinis 9,10,11,12

1. Stroke Hemoragik

 Hemoragik intraserebral

Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi langsung ke parenkim otak.

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,

serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas

hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam

ventrikel lateral lalu menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam rongga

subaraknoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal.

Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas

dalam parenkim otak.

Gambaran klinis berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang

kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal

dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih
16

dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit

neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.

 Hemoragik Subaraknoid

Perdarahan yang masuk ke dalam rongga subaraknoid. Onsetnya sangat

mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.

Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih

banyak pada wanita.

Gejala klinis perdarahan subaraknoid berupa sakit kepala kronik akibat

penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya

aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan

kesadaran.

2. Stroke Non Hemoragik

Stroke iskemik merupakan penyakit progresif dengan berbagai macam

tampilan klinis, dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke iskemik

dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi), hiperrefleksia

anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan reflex

muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan kesadaran.


17

2.7 Perbedaan Stroke Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik

Tabel 2.3 Perbedaan Klinis Stroke non Hemoragik dan Stroke Hemoragik

2.8 Diagnosis

Anamnesis mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat

serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, gangguan

visual, penurunan kesadaran, serta faktor resiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-

lain).6

Pemeriksaan fisik berupa penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu

tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
18

kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung

kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ektremitas. 6

Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan krinalis, rangsangan selaput

otak, system motorik, sikap dan cara jalan, reflex, koordinasi, sensorik dan fungsi

kognitif. 6

Penegakan diagnosis memerlukan alat penunjang CT scan kepala sebagai

pemeriksaan baku emas atau MRI yang dapat mendeteksi stroke yang terjadi kurang

daari 3 jam. CT scan merupakan alat pentinguntuk membedakan tipe stroke (iskemik

atau perdarahan) secara definitif. Selain itu juga, berguna untuk mengetahui lokasi

lesi dan menentukan luas atau beratnya penyakit. 6

Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke dapat

ditegakkan dengan skor Siriraj:13

(2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x


tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:

Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma


= 2 Muntah: tidak = 0 ; ya = 1

Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1

Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma


= 1 (anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:

Skor > 1 : Perdarahan otak

< -1: Infark otak


19

2.9 Penatalaksanaan14

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar

dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke

sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang harus

dilakukan adalah:

- Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing,

Circulation)

- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau

gagal napas

- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 %

dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis

seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat

memperhebat edema otak

- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung

- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut

- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto

rontgen toraks

- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah

perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit,


20

ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa

tromboplastin parsial

- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi

hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi

- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik

- CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia

2.10 Prognosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,

discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut

terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek

tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus

dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi

oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam setelah

serangan stroke.15

Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional stroke pada

infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity daily living

(ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun

pertama. Bermawi, et al., (2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60 % penderita

stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas

hidup sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi
21

aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu

penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan

menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke. 15

Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang

terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur

diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of

life, serta mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA

dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia,

diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai.

Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien

dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan

stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8

% dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun. 15


22

BAB 3

KESIMPULAN

Stroke menurut World Health Organization adalah sindrom klinis

yang terdiri dari tanda-tanda klinis dari gangguan fokal ataupun global dari fungsi

serebral yang terjadi dengan cepat atau akut berlangsung lebih dari 24 jam akibat

gangguan aliran darah otak Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke

hemoragik.

Gejala klinis bergantung pada lokasi dan ukuran lesi dan hematoma pembuluh

darah pecah/lesi. Dalam penentuan, pertama yang penting adalah anamnesis untuk

mengetahui jenis stroke harus diperhatikan kapan dan bagaimana gejala awal defisit

neurologis, gejala penyerta dan riwayat penyakit sehingga bisa dihitung dalam Siriraj

score.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain melihat kekuatan otot, reflek

fisiologi, reflek patologi dan juga dibutuhkannya juga pemeriksaan penunjang seperti

CT-scan dan pemeriksaan laboratorium.

Pengobatan pada serangan stroke adalah sesuai gejala yang ada tergantung

dengan kondisi pasien. Perilaku hidup seseorang menentukan kejadian itu sendiri

contohnya dalam mengontrol tekanan darah dimana tekanan darah adalah faktor

utama akan terjadinya stroke.


23

DAFTAR PUSTAKA

1. Hatono S. Experience from a multicentre stroke register : a preliminary report.


World Health Organization. 1976;p.54.
2. Roger VL, Go AS, Lloyd-Jones DM, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB et
al. Heart disease and stroke statistics 2012. Am Hear Assoc. 2012;
3. Guyton, Arthur C; John E Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology edisi
11. Terjemahan; Dian Ramadhani; Fara Indriyani; Frans Dany; Imam
Nuryanto; Srie Sisca Prima Rianti; Titiek Resmisari; Joko Suryono. 2008. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC.
4. Hananta, I Putu Yuda; Harry Freitag L.M. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan
Hipertensi dan Stroke. Yogyakarta: Media Pressindo.
5. MacDonald BK, Cockerell OC, Sander JWAS, Shorvon SD. 2000. The
incidence and lifetime prevalence of neurological disorders in a prospective
community-based study in the UK. Brain; 123: 665-676.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: EGC; 2006. 736-739 p.
7. Sotirios A. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York:
Thieme Stuttgart; 2003.
8. Silbernagl S, Lang F. Teks & Altlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC;
2007.
9. Weinberger J. Management of intracerebral hemorrhage. 2007;p.3,701–9.
10. Naidech AM. Diagnosis and Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage. . 2015;p.21.
11. Suarez JI. Diagnosis and management of subarachnoid haemorrhage.
Continuum (Minneap Minn). 2015;86:25–6.
12. Hinson HE, Street NW, Street NW, Ziai WC. Management of Intravescular
Hemorrhage. Curr Neurol Neurosci Repp. 2011;10(2):73–82.
24

13. Poungvarin N. Skor Siriraj Stroke danStudi Validasi Untuk membedakan


Perdarahan Intraserebral Supratentorial dari Infark. NCBI [Internet]. 2012;
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347
14. Sotirios A. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York:
Thieme Stuttgart; 2003.
15. Frotscher MBM. Dagnosis Topik Neurologi DUUS : anatomi, fisiologi, tanda,
gejala. EGC; 2015. p.48-94-378.

You might also like