You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit yang biasa

terjadi pada laki-laki usia lanjut, ditandai dengan pertumbuhan yang sangat

cepat pada kelenjar prostat yaitu pada epitel prostat dan daerah transisi

jaringan fibromuscular pada daerah periurethral, sehingga dapat menghalangi

dan mengakibatkan pengeluaran urin yang tertahan. Data prevalensi tentang

BPH secara mikroskopi dan anatomi sebesar 40% dan 90 % terjadi pada

rentang usia 50-60 tahun dan 80-90 tahun.(Amalia, R. 2012)

World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2014, dua

diantara tiga lansia diseluruh dunia yang berjumlah 600 juta, hidup dan

bertempat tinggal di negara-negara sedang berkembang, kenaikan sebanyak

ini akan terjadi di Asia. Sampai sekarang ini, penduduk di 11 negara anggota

WHO kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142

juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tiga kali lipat di

tahun 2050. Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup ini, WHO

memperkirakan jumlah penderita benigna Prostate Hyperplasia di dunia

adalah sekitar 30 juta penderita dan akan meningkat pula pada tahun-tahun

mendatang.(Rasyidin, Zahi, Mahyuddin & Harkas. Y. 2013)

Prevalensi penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) di Indonesia

tahun 2013 adalah sebesar 0,2% atau diperkirakan sebanyak 25.012

penderita. Provinsi yang memiliki prevalensi kanker prostat tertinggi adalah

D.I.Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan yaitu sebesar

1
0,5%, sedangkan berdasarkan estimasi jumlah penderita penyakit kanker

postat terbanyak berada di pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa

Tengah.(Infodatin Kemenkes RI,2013)

Penyebab terjadinya BPH hingga saat ini belum diketahui secara pasti,

tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) dan proses aging (penuaan)

(Haryono R, 2013).

Data di Rumah Sakit Tk II Pelamonia Makassar Selama 3 tahun terakhir

di mana pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 36 pasien diantaranya yang

dirawat sebanyak 15% dan mengalami operasi sebanyak 10% dan yang

keluar 11%, pada tahun 2013 sebanyak 62 pasien diantaranya yang dirawat

sebanyak 30% dan mengalami operasi sebanyak 20% dan yang keluar 12%,

pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien diantaranya yang dirawat sebanyak

20% dan mengalami operasi sebanyak 10 % dan yang keluar 14%,

sedangkan pada tahun 2015 belum terakumulasi (Nur A, 2014).

Berdasarkan latar belakang dan fakta diatas penulis tertarik untuk

menyusun suatu karya tulis ilmiah “Asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia)” di Ruang Mawar

Rumah Sakit Tk II Pelamonia Makassar.

2
B. Rumusan Masalah

“Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia) Di ruang Mawar Rumah

Sakit TK II Pelamonia Makassar.?"

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk menerapkan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada

pasien dengan gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia).

2. Tujuan Khusus

a) Untuk melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien

dengan gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia).

b) Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia).

c) Untuk menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia).

d) Untuk melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien

dengan gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia).

e) Untuk melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan

gangguan BPH (Benigna Prostate Hyperplasia).

3
D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi mahasiswa

Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang penerapan dan

aplikasi dalam memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan pada

pasien dengan Gangguan BPH “ Benigna Prostate Hyperplasia”.

2. Manfaat bagi Institusi

Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan mutu pendidikan di

masa yang akan datang.

3. Manfaat bagi profesi

Sebagai suatu referensi dan sumber pengetahuan bagi tenaga

keperawatan untuk meningkatkan kualitas Asuhan Keperawatan

secara komprehensif, sehingga berimplikasi pada peningkatan kualitas

kesehatan.

4. Manfaat keluarga dan pasien

Untuk dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai BPH

dan upaya pencegahan penyakit.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara singkat dan menyeluruh

tentang isi penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan

sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN : Pada bab ini membahas tentang :

A. Latar belakang masalah

B. Rumusan masalah

C. Tujuan penulisan

4
D. Manfaat penulisan

E. Sistematika penulisan

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA:Pada bab ini membahas tentang :

A. Tinjauan keperawatan

B. Tinjauan proses keperawatan

BAB III : TINJAUAN KASUS : Pada bab ini membahas tentang :


A. Pengkajian

B. Diagnosa keperawatan

C. Perencanaan

D. Implementasi

E. Evaluasi

BAB IV : PEMBAHASAN : Pada bab ini menjelaskan tentang :

A. Pengumpulan data dasar

B. DIagnosa keperawatan

C. Perencanaan

D. Implementasi

E. Evaluasi

BAB V : PENUTUP Pada bab ini membahas tentang :


A. Kesimpulan

B. Saran

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit BPH

1. Defenisi

Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)

menurut beberapa ahli adalah :

a. Benigna Prostate Hyperplasia adalah pembesaran progresif dari

kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)

menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran

urinalis. (Padilla,2012)

b. Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan

jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan

endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar

yang berlapis kapsula dengan berat kira-kira 20 gram, berada di sekliling

uretra dan di bawah leher kandung kemih pada pria. Bila terjadi

pembesaran lobus bagian tengah kelenjar prostat akan menekan dan

uretra akan menyempit. (Suharyanto T & Madjid A,2013)

c. BPH (Benigna Prostate Hyperplasia) adalah pembesaran progresif dari

kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obsrtuksi dan ritriksi pada

jalan urine (Urethra). (Clevo RM dan Margareth TH,2012).

6
2. Etiologi

Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin

bertambah sesuai dengan betambahya umur, sehingga diatas umur 80

tahun kira-kira 80% mendertita kelainan ini. Sebagai etiologi sekarang

dianggap ketidak seimbangan endokrin, testosteron dianggap

mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (Dibuat oleh

kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat. (Clevo RM dan

Margareth TH,2012).

Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi dapat dikaitkan

dengan keberadaan hormonal yaitu hormon laki-laki (androgen yaitu

testosteron). Diketahui bahwa hormon estrogen juga ikut berperan sebgai

penyebab BPH. Hal ini, didasarkkan pada fakta bahwa BPH terjadi ketika

seorang laki-laki kadar hormon estrogen meningkat dan kadar hormon

testosteron menurun, dan ketika jaringan prostat menjadi lebih sensiti

terhadap estrogen serta kurang responsive terhadap : dihidroTestosterone

(DHT), yang merupakan Testosterone eksogen. (Suharyanto T & Madjid

A,2013)

3. Patofisiologi

Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan fisiologis yang

sangat erat dengan dengan dihidrotestosterone (DHT). Hormon ini

merupakan hormon yang memacu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar

ejakulat yang nantinya akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini di

sintesis dalam kelenjar prostat dari hormon Testosterone dalam darah.

Selain DHT yang sebagai precursor, estrogen juga memiliki pengaruh

terhadap pembesaran kelenjar prostat.

7
Seiring dengan penambahan usia, maka prostat akan lebih sensitif

dengan stimulasi androgen, sedangkan estrogen mampu memberikan

proteksi terhadap BPH. Dengan pembesaran yang sudah melebihi normal,

maka akan terjadi desakan pada taraktus urinarius. Pada tahap awal,

obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan, karena dengan

dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat. Detrusor mampu

mengeluarkan urine secara spontan. Namun, obstruksi yang sudah kronis

membuat dekompensasi dari m. detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya

menimbulkan obstruksi saluran kemih.(Prabowo E dan Pranata AE, 2014)

BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun) dimana fungsi

testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan

ketidak seimbangan hormon testosterone dan dehidrotesteosterone

sehingga mamacu pertumbuhan/pembesaran prostat.

Maksroskopik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-kadang lebih

besar lagi hingga 200 gram atau lebih.Tonjolan biasanya terdapat pada

lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak dapat mengenai bagian

posterior dari lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus

posterior, yang sering merupakan tempat berkembangya karsinoma

(Moore).

Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen

urethra meyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-

kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat

menutup lumen urethra. (Clevo RM dan Margareth TH,2012).

8
4. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala BPH dapat diklasifikasikan karena obstruksi dan

iritasi. Gejala-gejala obstruksi meliputi hesitancy, intermitten, pengeluaran

urin yang tidak tuntas, aliran urin yang buruk, dan retensi urin.

Gejala-gejala iritasi meliputi seiring berkemih, seiring berkemih di

malam hari (nokturia), dan urgency (dorongan ingin berkemih)

Dengan adanya stasis urin di dalam kandung kemih akan berisiko

terjadinya infeksi saluran kemih dan batu kandung kemih. Batu kandung

kemih terbentuk dari kristalisasi dari garam-garam di dalam urin residu.

Menurut Suharyanto T & Madjid A,2013 Manifestasi klinis klien dengan

BPH adalah :

a. Poliuria (seiring buang air kemih), Karena kandung kemih hanya

mampu mengeluarkan sedikit air kemih.

b. Aliran air kemih menjadi terhambat, karena terjadi penyempitan uretra.

c. Hematuria (air kemih mengandung darah), akibat kongesti basis

kandung kemih.

d. Retensi urin

e. Hidronefrosis dan kegagalan ginjal, terjadi akibat tekanan balik

melewati ureter ke ginjal

5. Komplikasi

Komplikasi pada benigna prostate hyperplasia menurut Clevo RM dan

Margareth TH, 2012 yaitu :

a. Urinary traktus infection adalah masuknya kuman atau bibit penyakit

dimana pada urin yang diperiksa ditemukan mikrooorganisme lebih

dari 10.000 per ml.

9
b. Retensi urin akut adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi

meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau

suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya

kemampuan untuk mengosongkanya secara sempurna.

c. Obstruksi dengan dilatasi uretra,Hidronefrosis, dan gangguan fungsi

ginjal.

6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik menurut Prabowo E dan Pranata AE, 2014

yang dilakukan untuk mengetahui apakah pembesaran prostat ini bersifat

benigna atau maligna dan unutk memastikan tidak adanya penyakit

penyerta lainya yaitu :

a. Urinalis dan kultur urine

Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (red

blood cell I) dalam urine yang memanifestasikan adanya perdarahan/

Hematuria.

b. DPL (Deep Peritoneal Lavage)

Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan

internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah cairan abdomen

dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.

c. Ureum, elektrolit dan serum kreatinin

Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai

data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH,

karena osbtruksi yang berlangsung kronis seringkali menimbulkan

Hidronefrosis yang lambat laun akan memperberat fungsi ginjal dan

pada akirnya menjadi gagal ginjal.

10
d. PA (Patologi Anatomi)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi.

Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk

mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna, sehingga

akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.

e. Catatan harian berkemih

Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine sehingga akan

terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini menjadi

bekal untuk membandigkan dengan pola eliminasi urine yang normal.

f. Uroflowmetri

Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran

urine. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah bahkan

meningkat. Hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat pada

truktus urinarius. Selain itu, volume residu urine juga harus diukur.

Normalnya residual urine < 100 ml. Namun, residual yang tinggi

membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu mengeluarkan urine

secara baik karena adanya obstruksi.

g. USG Ginjal dan Vesika Urinaria

USG Ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari

BPH, misalnya Hidronefrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria

akan memperlihatka gambaran pembesaran kelenjar prostat.

11
7. Penatalaksanaan

Menurut Padilla, 2012 modalitas terapi BPH adalah :

a. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap

tahun tergantung keadaan klien.

b. Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan

berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:

Phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenos repens, dll), gelombang alfa

blocker dan gotongan supresor androgen.

c. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.

2) Klien dengan residual urin > 100 ml.

3) Klien dengan penyulit.

4) Terapi medikamentosa tidak berhasil

5) Flowmetri menunjukan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

1) TURP (Trans Uretral Resektion Prostate → 90-95% ).

2) Retropubic atau extravesical prostatectomy.

3) Perenial prostatectomy

4) Suprapubic atau transvesical prostatectomy

d. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, dan terapi

Ultrasonik).

12
Menurut Haryono R, 2013 penatalaksanaan pada pasien BPH adalah :

a. Terapi medikamnetosa

1) Penghambat andrenergenik misalnya Prazosin, Dexazosin, Alfluzosi

n atau a 1a (tamsulosin).

2) Penghambat enzim 5-a-reduktase, misalnya finasteride

3) Fisioterapi, misalnya eviprosat

b. Terapi bedah: waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi

tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah, yaitu :

1) Reteinsio urin lambung

2) Hematuria

3) Tanda penurunan fungsi ginjal

4) Infeksi saluran kencing berulang

5) Tanda–tanda obstruksi berat yaitu divertikal, hidroureter, dan

Hidronefrosis .

6) Ada batu saluran kemih

Macam – macam tindakan bedah pada klien BPH :

a. Prostatektomi

Ada berbagai macam Prostatektomi yang dapat dilakukan, masing-

masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :

1) Prostatektomi suprapubis

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi

abdomen, yaitu suatu insisi yang dibuat dalam kandung kemih

dan kelenjar prostat diangkat ke atas.

13
2) Prostatektomi perineal

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam

perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan

sangat berguna untuk biopsi terbuka.

3) Prostatektomi retropubik

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan

suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati

kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih

tanpa memasuki kandung kemih.

b. Insisi prostat Transuretral (TUIP)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan

instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah kapsul prostat untuk

mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi

kontrinfeksi saluran kemihi uretral.

c. TURP (Transuretral Reseksi Prostat)

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat

uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop

merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan

uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang

disambungkan dengan arus listrik.

14
Patways (NANDA, NIC-NOC 2105)

Hormon estrogen & Teststerone Factor Usia Sel prostat umur panjang Prolikerasi abnormal sel strem
tidak seimbang

Sel stroma pertumbuhan Sel yang mati kurang Produksi stroma dan epitel
berpacu berlebihan

Menghambat aliran urina Retensi urine Prostat membesar

Penyempitan fumen ureter Penekanan serabut-serabut Resiko perdarahan TURP


prostatika Saraf Nyeri

Iritasi mukosa kandung Pemasangan folley cateter


Peningkatan resistensi leher Kerusakan mukosa urogenital kencing, terputusnya jaringan,
V.U dan daerah V.U trauma bekas insisi
Obstruksi oleh jendolan darah
post op
Pe ketebalan otot
destruksor (fase kompensasi) Penurunan pertahanan tubuh Rangsangan syaraf diameter
kecil
Gangguan eliminasi urine

Terbentuknya sakula/trabekula Resiko infeksi


Gate kontrole terbuka
Kurangya informasi terhadap
Kelemahan otot destruktor Media pertumbuhan kuman pembedahan
Nyeri akut

Pe kemampuan fungsi V.U Residu urin berlebih Ansietas

Resiko ketidakefektifan
Refluk urine Hidronefrosis Perfusi ginjai

15
B. Konsep Proses Keperawatan

1. Pengertian Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan

pasien secara sistematis, meliputi fisik, psikologi, sosiokultural, spiritual,

kognitif, kemampuan fungsional, perkembangan ekonomi dan gaya hidup.

Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,

pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, laboratorium dan

diagnostik, serta review catatan sebelumnya.

Menurut Andra S.P & Yessie M.P, 2013 Dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien yang membutuhkan perawatan tidak terlepas

dari pendekatan dengan proses keperawatan. Proses keperawatan yaitu

suatu proses pemecahan yang dinamis dalam usaha untuk memperbaiki

dan melihat pasien sampai kataraf optinum melalui suatu pendekatan yang

sistematis untuk mengenal, membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari

dengan melalui langkah-langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,

dan evaluasi keperawatan yang berkesinambungan.

Berikut ini tinjauan teoritis tentang pelaksanaan asuhan keperawatan

pada pasien dengan penyakit Benigna Prostate Hyperplasia :

a. Langkah-langkah Pengkajian

1) Data Biografi

Meliputi :

a) Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

atau bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat,

tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, catatan

kedatangan.

16
b) Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan sumber informasi,

beserta nomor telepon.

2) Riwayat kesehatan atau perawatan

Meliputi :

a) Keluhan utama/ alasan masuk rumah sakit. Biasanya klien

mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga mengelu sering

buang air kecil berulang-ulang (anyang-anyangan), terbangun

untuk miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat

mendesak, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus

mengedan, kencing terputus-putus.

b) Riwayat kesehatan sekarang

(1) Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu

lama, dan harus mengedan.

(2) Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual

(3) Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa

(4) Pasien mengeluh sering buang air kecil berulang-ulang

(5) Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam

hari

c) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah

pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumya.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang ,enderita

penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang.

17
e) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah

pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumya.

f) Riwayat kesehatan keluarga

Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang ,enderita

penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang.

3) Pola fungsi kesehatan meliputi :

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan

metabolisme, pola eliminasi, pola aktifitas dan tidur, pola kognitif dan

persepsi, persepsi diri dan konsep diri, pola peran hubungan, pola

seksual dan repsoduksi, pola koping dan toleransi stres, keyakinan

dan kepercayaan.

4) Pemeriksaan fisik

Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami

tanda-tanda penurunan mental seperti neuropati perifer. Pada waktu

palpasi adanya nyeri tekan pada kandung kemih.

a) Data dasar pengkajian

(1) Sirkulasi

Tanda ; peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)

(2) Eliminasi

Gejala :

(a) Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine tetesan

(b) Keragu-raguan pada berkemih awal

(c) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih

dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih.

18
(d) Nokturia, dysuria, Hematuria

(e) Duduk untuk berkemih

(f) Infeksi saluran berkemih berulang, riwayat batu (statis

urinaria)

(g) Tandanya adalah : Massa padat dibawah abdomen bawah

(distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih, dan

Hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan

tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan

kandung kemih mengatasi tahanan).

(3) Makanan / cairan

Gejala :

(a) Anoreksia, mual, muntah

(b) Penurunan berat badan

(4) Nyeri / kenyamanan

Gejala :

(a) Nyeri suprapubik, panggul atau panggung, tajam, kuat

(pada prostates akut)

(b) Nyeri panggung bawah

(5) Keamanan

Gejala :

(a) Demam

(6) Seksualitas

Gejala :

(a) Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan

seksual

19
(b) Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim

(c) Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi

(7) Penyuluhan dan pembelajaran

Gejala :

(a) Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal

(b) Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik

urinaria atau gen antibiotik, obat yag dijual bebas, batuk

flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.

(8) Aktifitas/istirahat

(a) Riwayat pekerjaan

(b) Lamanya istirahat

(c) Kebersihan tubuh

(d) Pengaruh penyakit terhadap aktifitas

(e) Pengaruh penyakit terhadap istirahat

(9) Hygiene

(a) Penampilan umum

(b) Aktifitas sehari-hari

(c) Kebersihan tubuh

(d) Frekuensi mandi

(10) Integritas ego

(a) Pengaruh penyakit terhadap stres

(b) Gaya hidup

(c) Masalah finansial

20
(11) Neurosensori

(a) Apakah ada sakit kepala

(b) Status mental

(c) Ketajaman penglihatan

(12) Pernapasan

(a) Apakah ada sesak napas

(b) Riwayat merokok

(c) Frekuensi pernapasan

(d) Bentuk dada

(e) Auskultasi

(13) Interaksi sosial

(a) Status perkawinan

(b) Hubungan dalam masyarakat

(c) Pola interaksi keluarga

(d) Komunikasi verbal / non verbal

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual

atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,

mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito cit Dian

Husada, 2012).

21
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul menurut NANDA NIC-

NOC,2015 adalah :

a. Gangguan elminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran

pengeluaran pada saluran pada kandung kemih: Benigna Prostate

Hyperplasia.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik (spasme kandung

kemih).

c. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek

sekunder dari prosedur pembedahan.

d. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping

pembedahan.

e. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal.

f. Retensi urine

g. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan

pembedahan.

3. Tindakan/Intervensi Keperawatan NANDA NIC-NOC, 2015

Intervensi keperawatan adalah adalah sesuatu yang telah

dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses

keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan

masalah.

Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya

berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa

keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan

asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau

mengeliminasi masalah kesehatan klien.

22
N Diagnosa
Tujuan/Kriteria Intervensi
o Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin NOC : NIC :
Defenisi :Disfungsi pada 1. Urinary elimination Urinary Retention Care
eliminasi 2. Urinary contiunence 1. lakukan penilaian kemih yang
urine Kriteria hasil : komprehensif berfokus pada
Batasan Karakteristik : 1. Kandung kemih inkontinensia(misanya, output
1. Disuria kosong urin, pola berkemih, fungsi
2. Sering berkemih secara penuh kognitif,dan masalah kencing
3. Anyang-anyangan 2. Tidak ada residu urine preaksisten)
4. Inkontinensia > 100-200 cc 2. Memantau penggunaan obat
5. Nokturia 3. Intake cairan dalam re dengan sifat antikolinergik
6. Retensis ntang normal atau properti alpha agonis.
7. Dorongan 4. Bebas dari infeksi 3. Memonitor efek dari obat-
Faktor yang berhubungan saluran kemih obatan yang diresepkan,
1. Obstruksi anatomic 5. Tidak ada spasme Seperti calcium channel
2. Penyebab multiple bladder blockers dan antikolirgenik.
3. Gangguan sensori 6. Balance cairan 4. Menyediakan penghapusan
motorik seimbang privasi
4. Infeksi saluran kemih 5. Gunakan kekuatan
sugesti dengan menjalankan
air atau disiram toilet.
6. Merangsang refleks kandung
kemih dengan menerapkan
dingin untuk perut, membelai
tinggi batin atau air.
7. Sediakan waktu yang cukup
untuk pengosongan kandung
kemih (10 menit).
8. Gunakan spirit
wintergreen di pispot atau
uranil.

23
2. Nyeri akut NOC : NIC :
Defenisi : pengalaman 1. Pain level Paint Management
sensori dan emosional 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
yang tidak menyenangk 3. Comfort level secara komprehensif
an yang muncul akibat Kriteria Hasil termasuk lokasi,
kerusakan jaringan yang 1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
actual atau potensial nyeri frekuensi, kualitas dan
atau digambarkan 2. (tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi.
dalam hal kerusakan mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal
sedemikian rupa teknik nonfarmakologik dari ketidaknyamanan.
(InternationalAssociation untuk mengurangi 3. Gunakan teknik komunikasi
for the study of Pain): nyeri, mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
awitan yang tiba-tiba 3. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien.
atau lambat dari nyeri berkurang 4. Kaji kultur yang
intensitas ringan hingga dengan menggunakan mempengaruhi respon
berat dengan akhir yang manajemen nyeri. nyeri.
dapat diantisipasi atau 4. Mampu mengenali 5. Evaluasi pengalaman nyeri
diprediksi dan nyeri (skala, intensitas, masa lalu
berlangsung <6 bulan. frekuensi dan tanda 6. Evaluasi bersama pasien
Batasan karakteristik : nyeri) dan tim kesehatan lain
1. Perubahan selera 5. Menyatakan rasa 7. ketidakefektifan control
makan nyaman setelah nyeri nyeri masa lampau.
2. Perubahan tekanan berkurang. 8. Bantu pasien dan keluarga
darah untuk mencari dan
3. Perubahan frekuensi menemukan dukungan.
Jantung 9. Kontrol lingkungan yang
4. Perubahan frekuensi dapat mempengaruhi nyeri
pernapasan seperti suhu
5. Laporan isyarat ruangan, penchayaan dan
6. diaforesis kebisingan
7. Perilaku distraksi Analgesic administration
(mis:berjalan mondar 1. Tentukan lokasi,
mandir mencari orang karakteristik, kualitas dan
lain dan atau aktifitas derajat nyeri sebelum

24
lain, aktifitas yang pemberian obat
berulang. 2. Cek instruski dokter tentang
8. Mengekspresikan jenis obat, dosis, dan
perilaku (mis: gelisah frekuensi.
merengek,menangis) 3. Cek riwayat alergi
9. Masker wajah ( mis., 4. Pilih analgesik yang
mata kurang diperlukan atau kombinasi
bercahaya,tampak dari anlgesik ketika
kacau, gerakan mata pemberian lebih dari satu.
berpencar atau tetap 5. Tentukan pilihan analgesik
pada satu focus tergantung tipe dan beratnya
meringis) nyeri.
10. Sikap melindungi 6. Tentukan analgesik pilihan,
area nyeri. rute pemberian dan dosis
11. Focus menyempit optimal.
(mis: gangguan 7. Pilih rute pemberian secara
persepsi nyeri, IV, IM untuk pengobatan
hambatan proses nyeri secara teratur.
berfikir, penurunan 8. Monitor vital sign sebelum
Interaksidengan dan sesudah pemberian
orang dan analgesik pertama kali
lingkungan) 9. Berikan analgesik tepat
12. Indikasi nyeri yang waktu terutama saat nyeri
dapat diamati hebat.
13. Perubahan posisi 10. Evaluasi efektifitas
untuk menghindari analgesik, tanda dan gejala.
nyeri
14. Sikap tubuh
melindungi
15. Dilatasi pupil

16. Melaporkan nyeri


secara verbal
17. Gangguan tidur

25
Faktor yang berhubungan
1. Agen cedera
(mis:bilogis,zat kimia,fisi,
psikologis).
3. Resiko infeksi NOC : NIC :
Defenisi: Mengalami  Immune status Infection control (kontrol infeksi)
pengingkatan resiko  Knowledge : infection 1. Bersihkan lingkungan
terserang organisme control setelah dipakai pasien lain.
patogenik.  Rinfeksi saluran kemih 2. Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko: kontrol 3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Penyakit kronis Kriteria hasil : 4. Instruksikan kepada
o Diabetes militus 1. Klien bebas dari pengunjuung untuk mencuci
o Obesitas tanda dan gejala tangan saat berkunjung dan
2. Pengetahuan yang infeksi setelah berkunjung
tidak cukup untuk men 2. Mendeskripsikan meniinggalkan pasien.
ghindari pemanjanan proses penularan 5. Gunakan sabun antimikroba
pathogen penyakit, faktor yang untuk cuci tangan.
a. Pertahanan tubuh mempengaruhi 6. Cuci tangan setiap sebelum
primer yang tidak penularan serta dan sesudah tindakan
adekuat. penatalaksanaanya. keperawatan.
b. Gangguan 3. Menunjukkan kemamp 7. Gunakan baju, sarung
peristalsis uan untuk mencegah tangan sebagai alat
c. Kerusakan timbulnya infeksi pelindung.
integritas kulit 4. Jumlah leukosit dalam 8. Pertahankan lingkungan
(pemasangan batas normal aseptik selama pemasangan
kateter Intravena, 5. Menunjukkan perilaku alat.
prosedur invasif). hidup sehat 9. Ganti letak IV perifer dan line
d. perubahan sekresi central dan dressing sesuai
PH. dengan petunjuk umum.
e. Penurunan kerja 10. Gunakan keteter intermiten
siliaris untuk menurunkan infeksi
f. pecah ketuban dini kandung kencing
g. pecah ketuban 11. Tingkatkan intake nutrisi
lama

26
h. merokok
i. stasis cairan tubuh
j. trauma jaringan
(mis: trauma
destruksi jaringan)
3. Ketidak adekuatan
pertahanan sekunder
a. Penurunan
hemoglobin
b. Imunosupresi
(mis:imunitas di
dapat tidak
adekuat, agen
farmaseutikal
termasuk imunosu
presan, steroid,
antibodi
monoclonal,
imunomudulator)
c. Supresi respon
inflamasi
4. Vaksinasi tidak
Adekuat
5. Pemajanan terhadap
pathogen lingkungan
meningkat.
a. Wabah
6. Prosedur invasive
7. Malnutrisi

27
4. Resiko Perdarahan NOC : NIC :
Defenisi : Beresiko 1. Blood lose severity Bleeding precautions
mengalami penurunan 2. Blood koagulation 1. Monitor tanda-tanda
volume darah yang dapat Kriteria Hasil : perdarahan
menganggu kesehatan. 1. Tidak ada Hematuria 2. Catat nilai Hb dan Ht
Faktor resiko dan Hematesis sebelum dan sesudah
1. Aneurisme 2. Kehilangan darah terjadinya perdarahan
2. Sirkumsisi yang terlihat 3. Monitor nilai lab (koagulasi)
3. Defisiensi 3. Tekanan darah dalam yang meliputi PT
pengetahuan batas normal sistol (protrombin time),
4. Koagulasi intravaskuler dan diastole PTT(partial
diseminati 4. Tidak ada perdarahan trombloplastin time),
5. Riwayat jatuh pervagina trombosit
6. Gangguan 5. Tidak ada distensi 4. Monitor TTV ortostatik
Gastrointestinal abdominal 5. Pertahankan bed rest
(mis : penyakit ulkus 6. Hemoglobin dan selama perdarahan aktif
lambung, polip, varise) hematrokrit dalam 6. Kolaborasi dalam pemberian
7. Gangguan hati batas normal produk darah (platelet atau
(mis:sirosis,hepatitis) Plasma,PT(protrombin fresh frozen plasma)
8. Koagulopati inheren time), PTT (partial 7. Lindungi pasien dari trauma
( mis : trombositopenia) trombloplastin time) yang dapat menyebabkan
9. Komplikasi pasca dalam batas normal perdarahan
partum (mis : otoni 8. Hindari mengukur suhu
uteri, retensi plasenta) lewat rectal
10. Trauma 9. Hindari pemberian aspirin
11. Efek samping terkait dan anticoagulant
terapi (mis : pembedah 10. Anjurkan pasien untuk
an, pemberian obat, meningkatkan intake
pemberian produk makanan yang banyak
darah defisiensi mengandung vitamin K
trombosit,kemoterapi) 11. Hindari terjadinya konstipasi
dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake
cairan yang edekuat dan

28
pelembut fese

Bleeding reduction
1. Identifikasi penyebab
perdarahan
2. Monitor trend tekanan darah
dan parameter hemodinamik
(CVP,pulmonary capillary/
artery wedge pressure
3. Monitor penentu pengiriman
oksigen ke jaringan (Pa02,
Sa02 dan level Hb dan
Caridiac output)
4. Perthahankan patensi IV line
Bleeding reduction: wound/luka
1. Lakukan manual pressure
(tekanan) pada area
perdarahan
2. Gunakan ice pack pada
area perdarahan
3. Lakukan pressure dressing
(perban yang menekan)
pada area luka
4. Tinggikan ekstremitas yang
perdarahan
5. Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
6. Monitor nadi distal dari area
yang luka atau perdarahan
7. Instruksikan pasien untuk
menekan area luka pada
saat bersin atau batuk
8. Instruksikan pasien untuk
membatasi aktifitas

29
Bleeding reduction
gastrointestinal
1. Observasi adanya darah
dalam sekresi cairan tubuh
:emesis, feces, urine, residu
lambung, dan drainase
luka.
2. Monitor complite blood
count dan leukosit
3. Kolaborasi dalam
pemberian terapi: lactule
atau vasopressin
4. Lakukan pemasangan
NGT untuk memonitor
sekresi dan perdarahan
lambung.
5. Lakukan bilas langsung
dengan Nacl dingin
6. Dokumentasikan warna,
jumlah, dan karakteristik feses
7. Hindari PH lambung yang
ekstrim dengan kolaborasi
pemberian antacids atau
histamine blocking agent)
8. Kurangi faktor stress
9. Pertahankan jalan nafas
10.Hindari penggunaaan
antikoagulant
11. Monitor status nutrisi
pasien
12.Berikan cairan Intravena
13.Hindari penggunaan aspirin
dan ibuprofen

30
5. Risiko ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi ginjal 1. Circulation status Acid- base Management
Defenisi : Beresiko 2. Electrolit and acid 1. Observasi status hidrasi
terhadap penurunan 3. Base balance (kelembaban membran
sirkulasi darah keginjal 4. Fluid balance mukosa, TD ortostatik,
yang dapat menganggu 5. Hidration dan keadekuatan dinding
kesehatan 6. Tissue prefusion nadi)
Faktor risiko 7. Urinary eliminasion 2. Monitor HMT, ureum,
1. Sindrome Kriteria Hasil : albumin, total protein, serum
kompartement 1. Tekanan systole osmolalitas dan urine
abdomen diastole dalam batas 3. Observasi tanda-tanda
2. Usia lanjut normal cairan berlebih/retensi (CVP
3. Nekrosis kortikal 2. Tidak ada gangguan meningkat, oedem,
Bilateral mental, orientasi distensi vena leher dan
4. Luka buang air kecil kognitif dan kekuatan asites)
5. Pembedahan jantung otot 4. Pertahankan intake dan
6. Bypass kardiopulmonal 3. Na, k, Cl, Ca, Mg, output secara akurat
7. Diabetes militus BUN, creat dan biknat 5. Monitor TTV
8. Pajanan terhadap dalam batas normal 6. Monitor glukosa darah
Toksisn 4. Tidak ada distensi arteri dan serum, elektrolit
9. Jenis kelamin wanita vena leher urine
10. Glomerulonefritis 5. Tidak ada bunyi paru 7. Monitor hemodinamik status
11. Hipertensi tambahan 8. Bebaskan jalan nafas
12. Hiposemia, hipoksia 6. Intake output 9. Manajement akses
13. Infeksi (mis : sepsis, seimbang intravena
infeksi likal) 7. Tidak ada oedem Pasien hemodialisis
14. Interstitial nephritis perifer dan asites 1. Observasi terhadap
15. Keganasan 8. Tidak ada rasa dehidrasi
16. Hipertensi malignan haus yang abnormal 2. Monitor TD
17. Asidosis metabolik 9. Membran mukosa 3. Monitpr BUN, creat, HMT,
18. Multitrauma, lembab dan elektrolit
polinefritis 10. Hematokrit dbn 4. Timbang BB sebelum dan
19. Stenosis arteri renalis 11. Warna dan bau sesudah prosedur
20. Penyakit ginjal (ginjal urine dalam batas

31
polikitik) normal 5. Kaji status mental
21. Merokok 6. Monitor CT
22. Penyalahgunaan zat 7. Pasien peritoneal dialysis
Sindrome respon 8. Kaji temprature, TD, denyut
inflamasi sistemik perifer, RR, dan BB
23. Efek samping terkait 9. Kaji BUN, creat pH, HMT,
terapi (mis: obat, elektrolit selama prosedur
pembedahan) emboli 10. Monitor adanya respiratory
vaskuler distress
24. Vaskulitis 11. Monitor banyaknya dan
penampakan cairan
12. Monitor tanda-tanda infeksi

6.
Retensi Urine NOC : NIC :
Defenisi : pengosongan 1. Urinary elimination Urinary retention care
Kandung kemih tidak 2. Urinary continance 1. Monitor intake dan output
komplit 3. Kriteria hasil : 2. Monitor penggunaan obat
Batasan karakteristik 4. Kandung kemih antikoliogenik
1. Tidak ada haluaran kosong secara penuh 3. Monitor derajat distensi
urine 5. Tidak ada residu urin bladder
2. Distensi kandung > 100-200 cc 4. Instruksikan pada pasien
kemih 6. Bebas dari infeksi dan keluarga untuk
3. Menetes saluran kemih mencatat output urine
4. Disuria 7. Tidak ada spasme 5. Sediakan privacy untuk
5. Sering berkemih bladder eliminasi
6. Inkontinensia aliran 8. Balance cairan 6. Stimulasi refleks bladder
berlebih seimbang Instruksikan pada pasien
7. Residu urine dan keluarga untuk
8. Sensasi kandung mencatat output urine
kemih penuh 7. Sediakan privacy untuk
9. Berkemih sedikit eliminasi
Faktor yang berhubungan 8. Stimulasi refleks bladder
1. Sumbatan dengan kompres dingin pada
2. Tekanan ureter tinggi abdomen

32
3. Inhibasi urkus reflex
4. Sfingter kuat 9. Katerisasi jika perlu
10. Monitor tanda dan gejala
Infeksi saluran kemih
(panas, Hematuria,
perubahan bau dan
urine
Urinary eliminationt
Management

7.
Ansietas NOC : NIC :
Defenisi : perasaan tidak 1. Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
nyaman atau kehawatiran 2. Anxiety level kecemasan)
yang samar disertai 3. Coping 1. Gunakan pendekatan yang
respon autonom (sumber Kriteria hasil menenangkan
sering kali tidak spesifik 1. Klien mampu 2. Nyatakan dengan jelas
atau tidak diketahui oleh mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
individu); perasaan takut mengungkapakan pasien
yang disebabkan oleh gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur
antisipasi terhadap 2. Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
bahay. Hal ini merupakan mengungkapkan dan selama prosedur
isyarat kewaspadaan menunjukan teknik 4. Pahami perspektif pasien
yang memperingatkan untuk mengontrol terhadap situasi stres
individu akan adanya cemas. 5. Temani pasien untuk
bahaya dan kemampuan 3. Vital sign dalam memberikan keamanan dan
individu untuk bertindak batas normal mengurangi takut
menghadapi ancaman. 4. Postur tubuh, 6. Dorong keluarga untuk
Batasan Karakteristik ekspresi wajah, menemani anak
1. Perilaku : bahasa tubuh dan 7. Lakukan back / neck rub
a. Penurunan tingkat aktifitas 8. Dengarkan dengan penuh
produktifitas menunjukan perhatian
b. Gerakan yang berkurangya 9. Identifikasi tingkat
ireleven kecemasan. kecemasan

33
c. Gelisah 10. Bantu pasien mengenal
d. Melihat sepintas situasi yang menimbulkan
e. Insomnia kecemasan
f. Kontak mata yang 11. Dorong pasien untuk
buruk megungkapkan perasaan,
g. Mengekspresikan ketakutan, persepsi
kehawatiran 12. Instruksikan pasien
karena perubahan menggunakan teknik
dalam peristiwa relaksasi
hidup 13. Berikan obat untuk
h. Agitasi mengurangi kecemasan
i. Mengintai
j. Tampak waspada
2. Afektif
1. Gelisah, distres
2. Kesedihan yang
mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan tidak
edekuat
5. Berfokus pada diri
sendiri
6. Peningkatan
Kewaspadaan
7. Irabilitasi
8. Gugup senang
berlebihan
9. Rasa nyeri yang
meningkatkan
ketidak berdayaan
10. Peningkatan rasa
ketidakberdayaan
yang perisisten
11. Bingung,

34
menyesal
12. Ragu/tidak
percaya diri
13. Khawatir
3. Fisiologis
a. Wajah tegang,
tangan tremor
b. Peningkatan
keringat
c. Peningkatan
Ketegangan
d. Suara bergetar
4. Simpatik
1. Anoreksia
2. Eksitasi
Kardiovaskular
3. Diare, mulut kering
4. Wajah merah
5. Jantung berdebar
-debar
6. Peningkatan
tekanan darah
7. Peningkatan denyut
nadi
8. Peningkatan reflek
9. Peningkatan
frekuensi
pernafasan, pupil
melebar
10. Kesulitan
bernapas
11. Vasokontriksi
superfisial
12. Lemah, kedutan

35
pada otot
5. Parasimpatik :
1.Nyeri abdomen
2.Penurunan tekanan
darah
3.Penurunan denyut
nadi
4.Diare,mual,vertigo
5.Letih,gangguan tidur
6.Kesemutan pada
ekstremitas
7.Sering berkemih
8.Anyang-anyangan
9. Dorongan segera
berkemih
6.Kognitif
1. Menyadari gejala
fisiologis
2. Bloking fikiran
3. Penurunan lapang
persepsi
4. Kesulitan
berkonsentrasi
5. Penurunan
kemampuan untuk
memecahkan
masalah
6. Ketakutan terhadap
Konsekuensi yang
tidak spesifik
7. Lupa, gangguan
perhatian
8. Khawatir,melamun
9. Cenderung menyala

36
hkan orang lain
Faktor yang berhubungan
1.Perubahan dalam
(status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran)
2.Pemajanan toksin
3.Terkait keluarga
4.Herediter
5.Infeksi/kontaminan
interpersonal
6.Penularan
penyakit interpersonal
7.Krisis maturasi, krisis
situasional
8.Stres, ancaman
kematian
9.Penyalahgunaan zat
10. Ancaman pada
(status ekonomi,
lingkungan,status
kesehatan)
11. Pola interaksi
12. Fungsi peran, status
peran, konsep diri
13. Konflik tidak disadari
mengenai tujuan
penting hidup
14. Konflik tidak disadari
mengenai nilai yang
esensial/penting
kebutuhan yang tidak

37
dipenuhi

38
4. Implementasi Keperawatan Benigna prostate hyperplasia

Implementasi merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai

setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders

untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena

itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. (Carpenito

cit Dian Husada, 2012)

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah Tindakan intelektual untuk melengka

pi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil

dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses

keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap

proses (Carpenito cit Dian Husada, 2012)

39
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rizki. (2012). Faktor-faktor terjadinya pembesaran prostat jinak.


Semarang. (http//www.prosiding seminar nasional.Unimus)

Rasyidin, Zahi. Mahyuddin & Harkas. Y. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kejadian Hipertropi Prostat. Jurnal Stikes Nani Hasanuddin.
Volume 2 nomor (3)

Clevo. RM & Margareth.TH. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah dan


penyakit dalam, Yogyakarta: Nuha Medika

Husada, D. (2012). konsep proses, Dokumentasi dan berfikir kritis dalam proses
keperawatan.diakses tanggal 3 desember 2015.(http//:www.dian Husada
KDK I.co.id)

Haryono, R. (2013). Keperawatan medikal bedah: sistem perkemihan.


Yogyakarta: Rapha Publishing

Nur, A. (2014). Asuhan keperawatan pada klien Tn.T dengan Hypertropi prostat
di Ruang Bedah lantai IV Rs. TK II Pelamonia Makassar. Diakses
tanggal 5 Desember 2015 (http//:www.asmanurs. Asuhan keperawatan
pada klien Tn.T dengan Hypertropi Prostat.com)

Kemenkes. RI. (2015).Prevalensi kanker prostat di Indonesia, diakses tanggal 25


November 2015 (http//:www.Infodatinkemenkesri.com )

Nurarif, AH & Kusuma.H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Padilla, (2012), Buku ajar: Keperawatan medikal bedah,. Yogyakarta: Medikal
Book.

Probowo.E & Pranata AE, (2014). Buku ajar asuhan keperawatan sistem
perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika

Suharyanto.T. dan Madjid.A.(2013),Asuhan keperawatan pada klien dengan


gangguan sistem perkemihan. Jakarta:TIM.

40
Wijaya, SA. & Putri, M.Y. (2013). Keperawatan medikal bedah: Keperawatan
dewasa, teori, contoh askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

41

You might also like