Professional Documents
Culture Documents
141
Sayurandi dan Woelan
dikendalikan oleh banyak gen, sedangkan karet IAN 873 X PN 3760. Klon IAN 873
epistasis dominan ditemukan pada karakter merupakan Generasi Wickham yang
tinggi cabang utama dan diameter sel diseleksi di Instituto Agronomico do Norte
pembuluh lateks yang artinya bahwa kedua yang merupakan hasil persilangan antara
karakter tersebut dikendalikan oleh sedikit klon PB 86 x F 1717. Klon tersebut memiliki
gen. karakter potensi hasil lateks tinggi, namun
pertumbuhan tanaman tergolong sedang.
Kata kunci: Hevea brasiliensis; karakter Klon PN 3760 merupakan hasil eksplorasi
komponen hasil; daya hasil IRRDB tahun 1981 di Brasil yang memiliki
lateks; keragaman genetik; karakter pertumbuhan tanaman cepat,
aksi gen. namun potensi hasil lateks tergolong
rendah. Karakter kedua tetua yang berbeda
(distinct) tersebut dapat digunakan dalam
PENDAHULUAN mempelajari karakter turunan (F1) hasil
persilangan dengan harapan menghasilkan
Keragaman genetik tanaman hasil keturunan yang mewarisi sifat dari kedua
persilangan buatan (hand pollination) tetua (Aidi-Daslin, Suhendry, & Azwar,
merupakan modal dasar bagi pemulia 2000).
tanaman untuk menyeleksi suatu individu
tanaman. Variabilitas genetik tinggi yang Keragaman genetik terdiri atas
terbentuk dari suatu program persilangan ragam genetik aditif, dominan, dan epistasis.
diharapkan akan diperoleh genotipe sesuai Ragam genetik aditif adalah ragam genetik
dengan karakter yang diinginkan oleh yang menyebabkan terjadinya kesamaan
pemulia tanaman (Syukur, Sujiprihati, & sifat di antara tetua dan turunannya.
Yunianti, 2014). Khusus pada tanaman Fenotipe pada aksi gen aditif disebabkan
karet, peningkatan potensi hasil lateks penjumlahan dari masing-masing alel tanpa
masih merupakan tujuan utama para interaksi dengan alel lain (interaksi alelik
pemulia karet (Aidi-Daslin, 2012). atau non alelik), sedangkan pada aksi gen
epistasis, fenotipe ditentukan oleh interaksi
Pemulia karet saat ini sedang alel-alel dari lokus yang berbeda (Roy, 2000;
mengalami kendala dalam peningkatan Yunianti et al., 2007; Barrell et al., 2010).
potensi genetik tanaman. Keterbatasan
keragaman genetik dengan menggunakan Pada tanaman kedelai, toleransi
klon-klon yang ada (Generasi Wickham) kedelai terhadap tanah masam dikendalikan
sebagai tetua pada program persilangan oleh aksi gen aditif yang juga dipengaruhi
berdampak terhadap lambatnya aksi gen epistasis. Kuswantoro, Basuki, dan
peningkatan hasil lateks yang disebabkan Arsyad (2011) menyatakan bahwa pewarisan
secara genetik tanaman pada generasi sifat jumlah polong kedelai di tanah masam
tersebut telah mengalami tekanan silang dikendalikan oleh aksi gen epistasis.
dalam (inbreed depression). Usaha yang Sedangkan pada tanaman kacang panjang,
dapat ditempuh untuk menghilangan efek kerentanan genetik kacang panjang
inbreeding pada tanaman karet salah terhadap penyakit mosaik dikendalikan oleh
satunya adalah dengan melakukan kegiatan gen resesif yang saling berinteraksi
persilangan antar tetua tanaman yang (Kuswanto, Guritno, Soetopo, & Kasno,
memiliki hubungan kekerabatan genetik 2004). Menurut Phillips (2008) aksi gen
jauh. Hasil persilangan antar tanaman epistasis sangat berperan penting dalam
berkerabat jauh diharapkan akan menentukan karakter kualitatif dan
membentuk keragaman genetik tinggi pada kuantitatif pada suatu tanaman.
keturunannya, sehingga mempermudah
melakukan seleksi pada karakter yang Karakter komponen hasil dan daya
diinginkan (Woelan, Nisa, Chaidamsari, & hasil lateks pada tanaman karet merupakan
Irwansyah, 2015). karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh
banyak gen minor (poligenik) dimana
Persilangan tanaman berkerabat pengaruh masing-masing gen terhadap
jauh telah dilakukan di Balai Penelitian penampilan karakter fenotipenya kecil dan
Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet yang bersifat aditif. Gen-gen yang mengendalikan
salah satunya adalah menyilangkan klon karakter kuantitatif tersebut bekerja secara
142
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760
143
Sayurandi dan Woelan
Tabel 1. Nilai tengah karakter pertumbuhan, anatomi kulit, dan hasil lateks dari beberapa
genotipe hasil persilangan IAN 873 X PN 3760 pada umur 9 tahun
Table 1. Mean value of growth, bark anatomy, and latex yield characters of some genotype
crossing result of IAN 873 X PN 3760 parental clones at 9 years old
Nilai tengah Kisaran
Karakter genotipe genotipe
P1 P2 σ KKF
Characters Mean value Genotype (%)
of genotype range
Lilit batang (cm) 58,0 85,0 42,3 21,5 - 64,5 11,6 27,5
Tinggi tanaman (m) 18,5 28,0 11,7 5,5 - 14,5 2,2 20,1
Jumlah cabang primer 4,0 3,0 2,0 1,0 - 7,0 1,3 66,3
Tinggi cabang utama (m) 7,2 12,4 6,7 0,7 - 10,0 2,4 36,2
Tebal kulit (mm) 7,0 8,0 3,9 2,5 - 5,0 0,7 17,7
Jumlah ring pembuluh lateks 11,0 5,0 4,6 3,0 - 6,5 0,9 22,2
Diameter sel pembuluh lateks(µm) 29,8 18,6 27,0 16,9 - 34,4 3,1 11,4
Volume kayu (m3/pohon) 0,2 0,4 0,1 0,01 - 0,29 0,1 64,2
Hasil lateks (g/p/s) 35,0 11,5 13,7 10,5 - 20,7 2,3 27,7
P1 = tetua betina IAN 873 (female parent); P2= tetua jantan PN 3760 (male parent); σ = simpangan baku
(standard deviation); KKF = koefisien keragaman fenotipe (coefficient of phenotypic variation)
Klon karet hasil pemuliaan yang Pendugaan Aksi Gen Pengendali Karakter
berkembang saat ini seperti klon seri PB, seri Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks
RRIM, dan seri IRR memiliki hasil lateks
(g/p/s) sebesar ± 25 g pada penyadapan Hasil analisis pola sebaran karakter
tahun pertama (TM-1) dan terus meningkat komponen hasil dan hasil lateks disajikan
sejalan dengan bertambahnya umur pada Gambar 1 hingga Gambar 5. Pola
tanaman, sedangkan genotipe-genotipe penyebaran karakter komponen hasil dan
hasil persilangan antara klon IAN 873 dan daya hasil lateks yang diamati dari 35
PN 3760 yang diamati pada tahun pertama genotipe hasil persilangan klon IAN 873 (P1)
sadap (TM-1) memiliki rata-rata hasil lateks X PN 3760 (P2) menunjukkan karakter
hanya sebesar 13,7 g dengan kisaran antara komponen hasil dan daya hasil membentuk
10,5 – 20,7 g. kurva menjulur ke kiri dan ke kanan.
20
6
5 P1
15
4
P2
Frekuensi
Frekunsi
10
3 P1
2
P2
5
0 0
20 30 40 50 60 70 80 5 10 15 20 25
Lilit Batang (cm) Tinggi Tanaman (m)
Gambar 1. Pola sebaran data ukuran lilit batang dan tinggi tanaman pada 35 genotipe hasil
persilangan tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 1. Distribution pattern data of girth and plant high of 35 genotypes crossing result of
IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.
145
Sayurandi dan Woelan
20
9 P1
8
15 7
P2
6
Frekuensi
Frekuensi
5
10
P1 P2
4
3
5
2
0 0
1 2 3 4 5 6 7 0 3 6 9 12
Jumlah Cabang Primer Tinggi Cabang Pertama (m)
Gambar 2. Pola sebaran data jumlah cabang primer dan tinggi cabang pertama pada 35
genotipe hasil persilangan tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 2. Distribution pattern data of number of main branch and high main branch of 35
genotypes crossing result of IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.
18
14
16
12
P2
14
10 12
P1
Frekuensi
Frekuensi
8 10
8
6
P1 6 P2
4
4
2
2
0 0
4 6 8 10 17,5 20,0 22,5 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0
Jumlah Ring Pembuluh Lateks Diameter Sel Pembuluh Lateks (mu)
Gambar 3. Pola sebaran data jumlah ring pembuluh lateks dan diameter sel pembuluh lateks
pada 35 genotipe hasil persilangan tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 3. Distribution pattern data of number of latex vessels and diameter of latex vessel of 35
genotypes crossing result of IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.
10
20
8
15
P2
Frekuensi
Frekuensi
P2 P1 10
4
P1
5
2
0 0
3 4 5 6 7 8 10 15 20 25 30 35
Tebal Kulit (mm) Hasil lateks (g/p/s)
Gambar 4. Pola sebaran data tebal kulit dan hasil lateks pada 35 genotipe hasil persilangan
tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 4. Distribution pattern data of bark thickness and latex yield of 35 genotypes crossing
result of IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.
146
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760
12
10
8 P1
Frekuensi
6 P2
4
0
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Volume Kayu (m3/phn)
Gambar 5. Pola sebaran data volume kayu pada 35 genotipe hasil persilangan tetua klon IAN
873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 5. Distribution pattern data of timber volume of 35 genotypes crossing result of IAN 873
(P1) X PN 3760 (P2) parental clones.
Terdapat karakter komponen hasil yang dalam membentuk suatu fenotipe (Saxena,
memiliki nilai karakter diantara kedua tetua Saxena, Kumar, & Varshney, 2012).
yaitu pada karakter diameter sel pembuluh Epistasis terdiri dari epistasis komplementer
lateks. Menurut Jambormias (2014), dan epistasis duplikat. Epistasis
karakter kuantitatif pada tanaman yang komplementer adalah interaksi gen dimana
penyebarannya menjulur ke kiri atau ke fungsi suatu gen akan diperlukan oleh gen
kanan menunjukkan adanya pengaruh lain untuk membentuk suatu fenotipe,
lingkungan, interaksi genotipe x lingkungan, sedangkan epistasis duplikat adalah
pautan gen atau epistasis. interaksi yang hanya jika dua gen
menghasilkan bahan yang sama untuk
Epistasis adalah interaksi antara membentuk fenotipe yang sama (Klug,
dua gen atau lebih dari lokus yang berbeda Cummings, Spencer, & Palladino, 2011).
Tabel 2. Pendugaan aksi gen dan jumlah gen karakter agronomi pada 35 genotipe hasil
persilangan klon IAN 873 X PN 3760.
Table 2. Gene action estimation and number of genes on agronomy character of 35 genotypes
crossing result of IAN 873 X PN 3760 rubber parental clones
Jumlah gen
Karakter Aksi gen
Skewness Kurtosis Number of
Characters Gene action
genes
Tinggi cabang utama (m) -0,27 Epistasis dominan 0,30 Banyak gen
Jumlah ring pembuluh lateks 2,46 Epistasis komplementer 9,97 Sedikit gen
Diameter sel pembuluh lateks (µm) -0,95 Epistasis dominan 2,51 Banyak gen
147
Sayurandi dan Woelan
Nilai skewness dan kurtosis untuk menduga leptokurtic yang berarti karakter-karakter
aksi gen dan jumlah gen karakter agronomi tersebut dikendalikan oleh sedikit gen.
dari 35 genotipe hasil persilangan IAN 873 X Menurut Mather dan Jinks (1977) bahwa
PN 3760 disajikan pada Tabel 2. grafik tidak menyebar normal terjadi akibat
gen-gen non aditif yang mengendalikan
Tabel 2 menunjukkan bahwa keragaman pada populasi dipengaruhi oleh
karakter lilit batang, tinggi tanaman, jumlah adanya pautan, adanya keterlibatan gen
cabang, tebal kulit, jumlah ring pembuluh mayor, dan pengaruh lingkungan yang
lateks, volume kayu dan hasil lateks besar.
memiliki nilai skewness > 0. Nilai skewness
> 0 menunjukkan bahwa karakter-karakter Berdasarkan penelitian yang telah
tersebut memiliki sebaran tidak normal dan dilakukan diketahui bahwa perwarisan
aksi gen yang mengendalikan karakter karakter kuantitatif yang diamati pada
tersebut bersifat epistasis komplementer populasi genotipe yang berasal dari
yang artinya karakter tersebut dikendalikan persilangan klon IAN 873 X PN 3760 tidak
oleh banyak gen yang berbeda lokus diwariskan secara sederhana melainkan
berinteraksi dalam menghasilkan suatu dipengaruhi oleh banyak gen. Menurut
fenotipe tertentu. Aksi gen dari suatu lokus Mather dan Jinks (1977), karakter
dapat menutupi aksi gen pada lokus yang kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen
lain. Penampilan suatu karakter atau (poligenik), sedangkan menurut Roy (2000),
fenotipe adalah hasil suatu proses hampir semua karakter kuantitatif yang
metabolisme yang pada setiap tahapannya dipelajari dikendalikan secara poligenik
melibatkan kerja suatu gen, oleh karena itu dengan aksi gen aditif dengan pengaruh
diperlukan sederetan gen (Sobir & Syukur, epistasis duplikat, epistasis aditif maupun
2015). epistasis komplementer. Terdapatnya
epistasis menegaskan bahwa perlu lebih
Karakter tinggi cabang utama dan banyak individu-individu segregan yang
diameter sel pembuluh lateks memiliki nilai ditanam pada generasi berikutnya sehingga
skewness < 0. Kedua karakter tersebut akan menghasilkan genotipe harapan yang
memiliki sebaran tidak normal dengan aksi lebih potensial. Selain itu, pengaruh
gen bersifat epistasis dominan. Hubungan epistasis komplementer dan duplikat akan
antara ciri-ciri suatu sifat tidak selalu menurun seiring dengan lanjutnya generasi
memiliki hubungan dominan-resesif. Pada bersegregasi.
penelitian ini menunjukkan bahwa ciri yang
muncul pada genotipe hasil persilangan
ternyata bukan merupakan ciri dari salah KESIMPULAN
satu tetua, melainkan campuran dari kedua
tetua yang memiliki hubungan kodominan Terdapat keragaman karakter
sebab tidak ditemukannya alel dominan- komponen hasil dan daya hasil lateks
resesif, kedua alel berinteraksi dan genotipe hasil persilangan klon IAN 873 X PN
berekspresi menghasilkan fenotipe baru 3760 dengan nilai KKF berkisar antara
yang berbeda dengan tetuanya (Susanto, 11,4–66,3%. Berdasarkan pendugaan aksi
2011; Sobir & Syukur, 2015). gen diperoleh epistasis komplementer pada
karakter lilit batang, tinggi tanaman, jumlah
Tabel 2 menunjukkan nilai kurtosis cabang utama, tebal kulit, jumlah ring
masing-masing karakter agronomi. Karakter pembuluh lateks, volume kayu, dan hasil
lilit batang, tinggi cabang utama, diameter lateks yang artinya ketujuh karakter
sel pembuluh lateks, volume kayu, dan hasil tersebut sangat dikendalikan oleh banyak
lateks memiliki nilai kurtosis < 3. Nilai gen, sedangkan epistasis dominan terdapat
kurtosis < 3 menunjukkan bahwa karakter- pada karakter tinggi cabang utama dan
karakter tersebut memiliki grafik sebaran diameter sel pembuluh lateks yang artinya
platykurtic yang berarti karakter tersebut bahwa kedua karakter tersebut
dikendalikan oleh banyak gen (poligenik). dikendalikan oleh sedikit gen. Untuk
Karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, mengetahui informasi yang lebih mendalam
tebal kulit, dan jumlah ring pembuluh lateks terhadap genotipe-genotipe tersebut, maka
memiliki nilai kurtosis > 3, grafik dengan perlu dilakukan pengujian pada skala yang
nilai kurtosis > 3 memiliki sebaran lebih luas.
148
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760
149
Sayurandi dan Woelan
Saxena, K. B., Saxena, R. K., Kumar, R. V., & Syukur, M., Sujiprihati, S., & Yunianti, R.
Varshney, R. K. (2012). Evidance of a (2014). Teknik pemuliaan tanaman.
unique inter-allelic epistasis Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.
interaction for seed coat color in
pigeonpea (Cajanus cajan (L.) Woelan, S., Nisa, C., Chaidamsari, T., &
Millspaugh}. J. Euphytica, 186(3), 813- Irwansyah, E. (2015). Analisis genetik
816. Doi: 10.1007/s10681-011-0610- populasi hasil persilangan klon RRIM
z. 600 dengan genotipe plasma nutafh
1981. Jurnal Penelitian Karet, 33(2):
Sayurandi., & Aidi-Daslin. (2011). Heterosis 101-120.
dan heritabilitas pada progeni F1 hasil
persilangan kekerabatan jauh Woelan, S., Sayurandi., & Irwansyah, E.
tanaman karet. Jurnal Penelitian (2014). Keragaman genetic tanaman
Karet, 29(1), 1-15. karet (Hevea brasiliensis Muell Arg)
dari hasil persilangan interspesifik.
Sayurandi., & Woelan, S. (2015). Keragaan Jurnal Penelitian Karet, 32(2), 109-121.
dan potensi hasil karet kering dari
beberapa genotipe hasil persilangan Yunianti, R., Satrosumarjo, S., Sujiprihati,
antar tetua tanaman berkerabat jauh. S., Surahman, M., & Hidayat, S. H.
Jurnal Penelitian Karet, 33(1), 1-10. (2007). Ketahanan 22 genotipe cabai
(Capsicum spp) terhadap Phytoptora
Sobir., & Syukur, M. (2015). Genetika capsici Leonian dan keragaman
Tanaman. Bogor, Indonesia: IPB Press. genetiknya. Bul. Agron., 35(2), 103-
111.
Susanto, A. H. (2011). Genetika. Yogyakarta,
Indonesia: Graha Ilmu Press.
150