You are on page 1of 10

Jurnal Penelitian Karet, 2016, 34 (2) : 141 - 150

Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2016, 34 (2) : 141 - 150

PENDUGAAN AKSI GEN PADA KARAKTER KOMPONEN HASIL DAN


DAYA HASIL LATEKS BEBERAPA GENOTIPE KARET HASIL
PERSILANGAN TETUA KLON IAN 873 X PN 3760

Estimation of Gene Action on Yield Component and Latex Yield Potential


Characters of Some Rubber Genotypes from Crossing Result of
IAN 873 X PN 3760 Parental Clones

SAYURANDI1*) dan Sekar WOELAN2)


1
Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet
PO. Box 1415 Medan 20001 Sumatera Utara
*Email : sayurandi_sp@yahoo.com
2
Pusat Penelitian Karet
Jalan Salak Nomor 1 Bogor 16151 Jawa Barat

Diterima : 12 Agustus 2016 / Direvisi : 25 September 2016 / Disetujui : 22 Oktober 2016

Abstract Keywords: Hevea brasiliensis; yield


component characters; latex
The objective of this research was to yield potential; genetic
study the estimation of gene action on yield variability; gene action.
components and latex yield potential
characters of rubber genotypes crossing
results of IAN 873 X PN 3760 parental clones. Abstrak
The research was done at Seedling
Evaluation Trial and Agronomy Laboratory, Tujuan dari penelitian ini adalah
Sungei Putih Research Centre, Indonesian untuk mempelajari pendugaan aksi gen
Rubber Research Institute located at Deli karakter komponen hasil dan daya hasil
Serdang, North Sumatra Province. Exactly 35 lateks pada genotipe hasil persilangan klon
genotypes and 2 parental clones were used in IAN 873 X PN 3760. Penelitian dilakukan di
this research. The yield component characters Pengujian Evaluasi Semaian F1 dan
which were observed namely girth, plant Laboratorium Agronomi Balai Penelitian
height, number of main branch, height of main Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet yang
branch, bark thickness, number of latex berada di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
vessels, diameter of latex vessels, timber Sumatera Utara. Sebanyak 35 genotipe dan
volume, and latex yield potential. The 2 tetua digunakan dalam penelitian ini.
research results showed that nine characters Karakter komponen hasil yang diamati yaitu
which were observed had genetic variability lilit batang, tinggi tanaman, jumlah cabang
with coefficient of phenotypic variation among pertama, tinggi cabang pertama, tebal kulit,
11.4 – 66.3%. Based on gene action, jumlah ring pembuluh lateks, diameter sel
complementary epistasis was found on girth, pembuluh lateks, volume kayu, dan daya
plant height, number of main branch, bark hasil lateks. Hasil penelitian menunjukkan
thickness, number of latex vessels rings, bahwa terdapat keragaman genetik dari
timber volume, and latex yield characters. It sembilan karakter yang diamati dengan nilai
meant that seven characters were controlled keragaman fenotipik antara 11,4 – 66,3%.
by polygenes, while the dominant epistasis Berdasarkan aksi gen, epistasis
was found on high main branch and diameter komplementer ditemukan pada karakter lilit
of latex vessel rings characters. It meant that batang, tinggi tanaman, jumlah cabang
two characters were controlled by slightly utama, tebal kulit, jumlah ring pembuluh
gene. lateks, volume kayu, dan hasil lateks yang
artinya ketujuh karakter tersebut sangat

141
Sayurandi dan Woelan

dikendalikan oleh banyak gen, sedangkan karet IAN 873 X PN 3760. Klon IAN 873
epistasis dominan ditemukan pada karakter merupakan Generasi Wickham yang
tinggi cabang utama dan diameter sel diseleksi di Instituto Agronomico do Norte
pembuluh lateks yang artinya bahwa kedua yang merupakan hasil persilangan antara
karakter tersebut dikendalikan oleh sedikit klon PB 86 x F 1717. Klon tersebut memiliki
gen. karakter potensi hasil lateks tinggi, namun
pertumbuhan tanaman tergolong sedang.
Kata kunci: Hevea brasiliensis; karakter Klon PN 3760 merupakan hasil eksplorasi
komponen hasil; daya hasil IRRDB tahun 1981 di Brasil yang memiliki
lateks; keragaman genetik; karakter pertumbuhan tanaman cepat,
aksi gen. namun potensi hasil lateks tergolong
rendah. Karakter kedua tetua yang berbeda
(distinct) tersebut dapat digunakan dalam
PENDAHULUAN mempelajari karakter turunan (F1) hasil
persilangan dengan harapan menghasilkan
Keragaman genetik tanaman hasil keturunan yang mewarisi sifat dari kedua
persilangan buatan (hand pollination) tetua (Aidi-Daslin, Suhendry, & Azwar,
merupakan modal dasar bagi pemulia 2000).
tanaman untuk menyeleksi suatu individu
tanaman. Variabilitas genetik tinggi yang Keragaman genetik terdiri atas
terbentuk dari suatu program persilangan ragam genetik aditif, dominan, dan epistasis.
diharapkan akan diperoleh genotipe sesuai Ragam genetik aditif adalah ragam genetik
dengan karakter yang diinginkan oleh yang menyebabkan terjadinya kesamaan
pemulia tanaman (Syukur, Sujiprihati, & sifat di antara tetua dan turunannya.
Yunianti, 2014). Khusus pada tanaman Fenotipe pada aksi gen aditif disebabkan
karet, peningkatan potensi hasil lateks penjumlahan dari masing-masing alel tanpa
masih merupakan tujuan utama para interaksi dengan alel lain (interaksi alelik
pemulia karet (Aidi-Daslin, 2012). atau non alelik), sedangkan pada aksi gen
epistasis, fenotipe ditentukan oleh interaksi
Pemulia karet saat ini sedang alel-alel dari lokus yang berbeda (Roy, 2000;
mengalami kendala dalam peningkatan Yunianti et al., 2007; Barrell et al., 2010).
potensi genetik tanaman. Keterbatasan
keragaman genetik dengan menggunakan Pada tanaman kedelai, toleransi
klon-klon yang ada (Generasi Wickham) kedelai terhadap tanah masam dikendalikan
sebagai tetua pada program persilangan oleh aksi gen aditif yang juga dipengaruhi
berdampak terhadap lambatnya aksi gen epistasis. Kuswantoro, Basuki, dan
peningkatan hasil lateks yang disebabkan Arsyad (2011) menyatakan bahwa pewarisan
secara genetik tanaman pada generasi sifat jumlah polong kedelai di tanah masam
tersebut telah mengalami tekanan silang dikendalikan oleh aksi gen epistasis.
dalam (inbreed depression). Usaha yang Sedangkan pada tanaman kacang panjang,
dapat ditempuh untuk menghilangan efek kerentanan genetik kacang panjang
inbreeding pada tanaman karet salah terhadap penyakit mosaik dikendalikan oleh
satunya adalah dengan melakukan kegiatan gen resesif yang saling berinteraksi
persilangan antar tetua tanaman yang (Kuswanto, Guritno, Soetopo, & Kasno,
memiliki hubungan kekerabatan genetik 2004). Menurut Phillips (2008) aksi gen
jauh. Hasil persilangan antar tanaman epistasis sangat berperan penting dalam
berkerabat jauh diharapkan akan menentukan karakter kualitatif dan
membentuk keragaman genetik tinggi pada kuantitatif pada suatu tanaman.
keturunannya, sehingga mempermudah
melakukan seleksi pada karakter yang Karakter komponen hasil dan daya
diinginkan (Woelan, Nisa, Chaidamsari, & hasil lateks pada tanaman karet merupakan
Irwansyah, 2015). karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh
banyak gen minor (poligenik) dimana
Persilangan tanaman berkerabat pengaruh masing-masing gen terhadap
jauh telah dilakukan di Balai Penelitian penampilan karakter fenotipenya kecil dan
Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet yang bersifat aditif. Gen-gen yang mengendalikan
salah satunya adalah menyilangkan klon karakter kuantitatif tersebut bekerja secara

142
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760

bersama-sama sehingga secara genetik ketinggian ± 54 m di atas permukaan laut


memiliki pengaruh lebih besar (dpl). Materi genetik yang digunakan pada
dibandingkan pengaruh lingkungan penelitian ini adalah 35 genotipe hasil
(Aquaah, 2007; Sobir & Syukur, 2015). persilangan IAN 873 X PN 3760 yaitu G32,
Banyaknya gen yang terlibat pada karakter G33, G36, G37, G39, G80, G79, G76, G75,
kuantitatif menyebabkan pola sebaran G74, G73, G69, G68, G67, G57, G56, G55,
karakter tersebut lebih bersifat kontinu, G54, G53, G52, G50, G48, G47, G41, G81,
sedangkan jika membentuk sebaran diskrit G82, G83, G115, G120, G150, G146, G136,
maka karakter tersebut digolongkan sebagai G135, G130,G128 dan dua tetua yaitu IAN
karakter kualitatif. Karakter kualitatif 873 (P1) dan PN 3760 (P2). Genotipe-
tersebut pada umumnya dikendalikan oleh genotipe tersebut ditanam pada tahun 2002.
gen-gen mayor (monogenik). Pada kasus ini Masing-masing genotipe ditanam sebanyak
jumlah dan aksi gen yang mengendalikan satu tanaman dengan jarak tanam 2 m x 2 m,
suatu karakter komponen hasil dan daya sedangkan klon IAN 873 diamati pada
hasil lateks dapat diketahui melalui penelitian ini berasal dari kebun komersial
perhitungan statistik dengan dan klon PN 3760 diamati di kebun koleksi
memanfaatkan nilai skewness dan kurtosis plasma nutfah IRRDB 1981.
(Roy, 2000).
Pengamatan dilakukan pada
Skewness merupakan ukuran masing-masing genotipe berumur sembilan
kemenjuluran kurva sebaran suatu populasi tahun yang meliputi: lilit batang tanaman,
dan kurtosis merupakan ukuran tinggi tanaman, tinggi batang bebas cabang,
kegemukan kurva. Jika nilai skewness jumlah cabang primer, tebal kulit, jumlah
mendekati nol atau sama dengan nol dapat ring pembuluh lateks, diameter sel
diduga bahwa aksi gennya bersifat aditif, pembuluh lateks, volume kayu, dan hasil
jika skewness bersifat negatif, maka aksi gen lateks. Data hasil penelitian dianalisis
yang terlibat adalah aditif dengan pengaruh menggunakan statistik dengan
epitasis duplikat, sedangkan jika skewness memanfaatkan Program MINITAB Ver. 16
bernilai positif, maka karakter tersebut untuk mendapatkan nilai tengah, minimum,
dikendalikan oleh sifat aditif dengan maksimum, simpangan baku dan koefisien
pengaruh epistasis komplementer. keragaman fenotipik (KKF). Sebaran data
setiap karakter pada populasi turunan F1
Pendugaan nilai kurtosis digunakan dianalisis dengan menggunakan uji
untuk menduga jumlah gen pengendalinya. kenormalan kurva. Analisis ini digunakan
Jika kurtosis bernilai > 3 maka sebarannya untuk menduga jumlah dan aksi gen yang
disebut leptokurtic dan karakter tersebut mengendalikan suatu karakter tertentu.
dikendalikan oleh sedikit gen (slightly gene), Pendugaan aksi gen yang mengendalikan
sedangkan jika kurtosis bernilai < 3 maka karakter yang diamati dilakukan melalui
sebarannya disebut platykurtic dan karakter analisis skewness dan kurtosis (Roy, 2000)
tersebut dikendalikan oleh banyak gen dengan memanfaatkan Program MINITAB
(polygenes) (Roy, 2000). Tujuan dari Ver. 16.
penelitian ini adalah untuk mempelajari
pendugaan aksi gen karakter komponen Nilai skewness (Sk) dihitung dengan
hasil dan daya hasil lateks beberapa menggunakan rumus matematika sebagai
genotipe karet hasil persilangan klon IAN berikut:
873 X PN 3760.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Pengujian


Evaluasi Semaian F1 (SET = Seedling Sedangkan nilai kurtosis (Kc)
Evaluation Trial) dan Laboratorium dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Agronomi, Balai Penelitian Sungei Putih,
Pusat Penelitian Karet yang terletak di
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara. Lokasi penelitian berada pada

143
Sayurandi dan Woelan

Keterangan (Remarks): (Oktavia et al., 2010; Sayurandi & Aidi-


n: Jumlah tanaman Daslin, 2011). Klon IAN 873 yang
xi: Parameter x pada nilai ke-i merupakan tetua betina berasal dari
x: Nilai rata-rata parameter Populasi Wickham pada tahun 1876,
s: Standar deviasi sedangkan klon PN 3760 merupakan hasil
ekspedisi IRRDB pada tahun 1981. Selain
Dimana, itu, diduga juga diakibatkan oleh sifat
w Nilai skewness = 0 sebaran normal: aksi heterozigot heterogen pada hasil keturunan
gen aditif tanaman karet yang dapat diketahui dari
w Nilai skewness < 0 sebaran tidak normal: nilai kisaran genotipe dan nilai KKF yang
aksi gen aditif dan terdapat pengaruh cukup beragam. Menurut Novalina (2009),
epistasis duplikat keragaman genetik yang jauh antara tetua
w Nilai skewness > 0 sebaran tidak normal: Populasi Wickham dan IRRDB 1981
aksi gen aditif dan terdapat pengaruh mengakibatkan gen-gen yang terlibat pada
epistasis komplementer penampilan suatu karakter tanaman
w Nilai kurtosis < 3 sebaran platykurtic: bersegregasi pada populasi turunan
karakter dikendalikan oleh banyak gen pertama.
w Nilai kurtosis > 3 sebaran leptokurtic:
karakter dikendalikan oleh sedikit gen Tabel 1 menunjukkan bahwa salah
satu genotipe memiliki jumlah cabang
primer melebihi nilai rata-rata kedua tetua
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan jumlah cabang primer sebanyak 7
cabang, demikian halnya dengan diameter
Keragaan Karakter Komponen Hasil dan sel pembuluh lateks salah satu genotipe
Daya Hasil Lateks memiliki diameter sel pembuluh lateks (34,4
µm) melebihi nilai rata-rata kedua tetua.
Analisis statistik terhadap karakter Ukuran lilit batang dan hasil lateks untuk
komponen hasil dan daya hasil lateks semua genotipe memiliki nilai tengah jauh
beberapa genotipe hasil persilangan IAN 873 lebih rendah dibandingkan dengan kedua
X PN 3760 disajikan pada Tabel 1. Hasil tetua. Berdasarkan karakter pertumbuhan
pengamatan menunjukkan bahwa karakter lilit batang dan hasil lateks genotipe hasil
jumlah cabang utama dan volume kayu persilangan tersebut menunjukkan bahwa
memiliki keragaman fenotipik yang paling belum diperoleh segregan-segregan
tinggi dengan nilai koefisien keragaman potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.
fenotipik (KKF) yaitu masing – masing Woelan et al (2014) melaporkan bahwa hasil
sebesar 66,3% dan 64,2%. persilangan tetua berkerabat jauh yakni
klon RRIM 600 X PN 1546 pada pengujian
Karakter komponen hasil lainnya SET belum berhasil menemukan segregan
yang diamati menunjukkan keragaman potensial yang dapat dikembangkan sebagai
fenotipik berkisar antara 11,4 – 36,2%. genotipe penghasil lateks tinggi.
Karakter diameter sel pembuluh lateks
menunjukkan keragaman fenotipik yang Novalina (2009) juga telah
paling rendah (KKF = 11,4%) dengan nilai melaporkan bahwa persilangan antara klon
tengah sebesar 27µm. Hal ini PB 260 X PN 7 dan PB 260 X PN 7111 belum
mengindikasikan bahwa karakter diameter memberikan hasil nyata terhadap perbaikan
sel pembuluh lateks antar genotipe lebih potensi hasil lateks pada genotipe F1.
seragam dibandingkan dengan karakter Demikian halnya dalam penelitian ini masih
lainnya. Koefisien keragaman yang rendah belum memberikan kemajuan seleksi
pada diameter sel pembuluh lateks juga terhadap genotipe F1 hasil persilangan klon
sudah pernah dilaporkan pada penelitian IAN 873 X PN 3760. Dari beberapa hasil
sebelumnya (Novalina et al., 2008; Woelan et penelitian yang telah dilaporkan ternyata
al., 2014). genotipe F1 hasil persilangan antara
populasi Wickham dengan genotipe IRRDB
Terdapatnya keragaman karakter 1981 masih jauh dari harapan untuk
komponen hasil dan daya hasil antar memperoleh kandidat klon karet unggul.
genotipe diduga lebih diakibatkan oleh Potensi hasil karet kering genotipe-genotipe
faktor genetik. Hal ini dapat dipahami tersebut masih jauh di bawah potensi hasil
mengingat tetua betina dan tetua jantan karet kering pada klon-klon yang sudah
memiliki kekerabatan genetik yang jauh dibudidayakan saat ini (Sayurandi &
Woelan, 2015).
144
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760

Tabel 1. Nilai tengah karakter pertumbuhan, anatomi kulit, dan hasil lateks dari beberapa
genotipe hasil persilangan IAN 873 X PN 3760 pada umur 9 tahun
Table 1. Mean value of growth, bark anatomy, and latex yield characters of some genotype
crossing result of IAN 873 X PN 3760 parental clones at 9 years old
Nilai tengah Kisaran
Karakter genotipe genotipe
P1 P2 σ KKF
Characters Mean value Genotype (%)
of genotype range
Lilit batang (cm) 58,0 85,0 42,3 21,5 - 64,5 11,6 27,5
Tinggi tanaman (m) 18,5 28,0 11,7 5,5 - 14,5 2,2 20,1
Jumlah cabang primer 4,0 3,0 2,0 1,0 - 7,0 1,3 66,3
Tinggi cabang utama (m) 7,2 12,4 6,7 0,7 - 10,0 2,4 36,2
Tebal kulit (mm) 7,0 8,0 3,9 2,5 - 5,0 0,7 17,7
Jumlah ring pembuluh lateks 11,0 5,0 4,6 3,0 - 6,5 0,9 22,2
Diameter sel pembuluh lateks(µm) 29,8 18,6 27,0 16,9 - 34,4 3,1 11,4
Volume kayu (m3/pohon) 0,2 0,4 0,1 0,01 - 0,29 0,1 64,2
Hasil lateks (g/p/s) 35,0 11,5 13,7 10,5 - 20,7 2,3 27,7
P1 = tetua betina IAN 873 (female parent); P2= tetua jantan PN 3760 (male parent); σ = simpangan baku
(standard deviation); KKF = koefisien keragaman fenotipe (coefficient of phenotypic variation)

Klon karet hasil pemuliaan yang Pendugaan Aksi Gen Pengendali Karakter
berkembang saat ini seperti klon seri PB, seri Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks
RRIM, dan seri IRR memiliki hasil lateks
(g/p/s) sebesar ± 25 g pada penyadapan Hasil analisis pola sebaran karakter
tahun pertama (TM-1) dan terus meningkat komponen hasil dan hasil lateks disajikan
sejalan dengan bertambahnya umur pada Gambar 1 hingga Gambar 5. Pola
tanaman, sedangkan genotipe-genotipe penyebaran karakter komponen hasil dan
hasil persilangan antara klon IAN 873 dan daya hasil lateks yang diamati dari 35
PN 3760 yang diamati pada tahun pertama genotipe hasil persilangan klon IAN 873 (P1)
sadap (TM-1) memiliki rata-rata hasil lateks X PN 3760 (P2) menunjukkan karakter
hanya sebesar 13,7 g dengan kisaran antara komponen hasil dan daya hasil membentuk
10,5 – 20,7 g. kurva menjulur ke kiri dan ke kanan.

20
6

5 P1
15

4
P2
Frekuensi

Frekunsi

10
3 P1
2
P2
5

0 0
20 30 40 50 60 70 80 5 10 15 20 25
Lilit Batang (cm) Tinggi Tanaman (m)

Gambar 1. Pola sebaran data ukuran lilit batang dan tinggi tanaman pada 35 genotipe hasil
persilangan tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 1. Distribution pattern data of girth and plant high of 35 genotypes crossing result of
IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.

145
Sayurandi dan Woelan

20
9 P1
8

15 7
P2
6

Frekuensi
Frekuensi

5
10
P1 P2
4

3
5
2

0 0
1 2 3 4 5 6 7 0 3 6 9 12
Jumlah Cabang Primer Tinggi Cabang Pertama (m)

Gambar 2. Pola sebaran data jumlah cabang primer dan tinggi cabang pertama pada 35
genotipe hasil persilangan tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 2. Distribution pattern data of number of main branch and high main branch of 35
genotypes crossing result of IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.

18
14
16
12
P2
14

10 12

P1
Frekuensi
Frekuensi

8 10

8
6

P1 6 P2
4
4

2
2

0 0
4 6 8 10 17,5 20,0 22,5 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0
Jumlah Ring Pembuluh Lateks Diameter Sel Pembuluh Lateks (mu)

Gambar 3. Pola sebaran data jumlah ring pembuluh lateks dan diameter sel pembuluh lateks
pada 35 genotipe hasil persilangan tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 3. Distribution pattern data of number of latex vessels and diameter of latex vessel of 35
genotypes crossing result of IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.

10
20

8
15
P2
Frekuensi
Frekuensi

P2 P1 10
4
P1
5
2

0 0
3 4 5 6 7 8 10 15 20 25 30 35
Tebal Kulit (mm) Hasil lateks (g/p/s)

Gambar 4. Pola sebaran data tebal kulit dan hasil lateks pada 35 genotipe hasil persilangan
tetua klon IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 4. Distribution pattern data of bark thickness and latex yield of 35 genotypes crossing
result of IAN 873 (P1) X PN 3760 (P2) parental clones.

146
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760

12

10

8 P1

Frekuensi
6 P2
4

0
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Volume Kayu (m3/phn)

Gambar 5. Pola sebaran data volume kayu pada 35 genotipe hasil persilangan tetua klon IAN
873 (P1) X PN 3760 (P2)
Figure 5. Distribution pattern data of timber volume of 35 genotypes crossing result of IAN 873
(P1) X PN 3760 (P2) parental clones.

Terdapat karakter komponen hasil yang dalam membentuk suatu fenotipe (Saxena,
memiliki nilai karakter diantara kedua tetua Saxena, Kumar, & Varshney, 2012).
yaitu pada karakter diameter sel pembuluh Epistasis terdiri dari epistasis komplementer
lateks. Menurut Jambormias (2014), dan epistasis duplikat. Epistasis
karakter kuantitatif pada tanaman yang komplementer adalah interaksi gen dimana
penyebarannya menjulur ke kiri atau ke fungsi suatu gen akan diperlukan oleh gen
kanan menunjukkan adanya pengaruh lain untuk membentuk suatu fenotipe,
lingkungan, interaksi genotipe x lingkungan, sedangkan epistasis duplikat adalah
pautan gen atau epistasis. interaksi yang hanya jika dua gen
menghasilkan bahan yang sama untuk
Epistasis adalah interaksi antara membentuk fenotipe yang sama (Klug,
dua gen atau lebih dari lokus yang berbeda Cummings, Spencer, & Palladino, 2011).

Tabel 2. Pendugaan aksi gen dan jumlah gen karakter agronomi pada 35 genotipe hasil
persilangan klon IAN 873 X PN 3760.
Table 2. Gene action estimation and number of genes on agronomy character of 35 genotypes
crossing result of IAN 873 X PN 3760 rubber parental clones
Jumlah gen
Karakter Aksi gen
Skewness Kurtosis Number of
Characters Gene action
genes

Lilit batang (cm) 0,66 Epistasis komplementer 0,91 Banyak gen

Tinggi tanaman (m) 2,33 Epistasis komplementer 9,97 Sedikit gen

Jumlah cabang primer 1,88 Epistasis komplementer 4,81 Sedikit gen

Tinggi cabang utama (m) -0,27 Epistasis dominan 0,30 Banyak gen

Tebal kulit (mm) 2,13 Epistasis komplementer 5,90 Sedikit gen

Jumlah ring pembuluh lateks 2,46 Epistasis komplementer 9,97 Sedikit gen

Diameter sel pembuluh lateks (µm) -0,95 Epistasis dominan 2,51 Banyak gen

Volume kayu (m3/pohon) 1,13 Epistasis komplementer 1,62 Banyak gen

Hasil lateks (g/p/s) 0,70 Epistasis komplementer 1,71 Banyak gen

147
Sayurandi dan Woelan

Nilai skewness dan kurtosis untuk menduga leptokurtic yang berarti karakter-karakter
aksi gen dan jumlah gen karakter agronomi tersebut dikendalikan oleh sedikit gen.
dari 35 genotipe hasil persilangan IAN 873 X Menurut Mather dan Jinks (1977) bahwa
PN 3760 disajikan pada Tabel 2. grafik tidak menyebar normal terjadi akibat
gen-gen non aditif yang mengendalikan
Tabel 2 menunjukkan bahwa keragaman pada populasi dipengaruhi oleh
karakter lilit batang, tinggi tanaman, jumlah adanya pautan, adanya keterlibatan gen
cabang, tebal kulit, jumlah ring pembuluh mayor, dan pengaruh lingkungan yang
lateks, volume kayu dan hasil lateks besar.
memiliki nilai skewness > 0. Nilai skewness
> 0 menunjukkan bahwa karakter-karakter Berdasarkan penelitian yang telah
tersebut memiliki sebaran tidak normal dan dilakukan diketahui bahwa perwarisan
aksi gen yang mengendalikan karakter karakter kuantitatif yang diamati pada
tersebut bersifat epistasis komplementer populasi genotipe yang berasal dari
yang artinya karakter tersebut dikendalikan persilangan klon IAN 873 X PN 3760 tidak
oleh banyak gen yang berbeda lokus diwariskan secara sederhana melainkan
berinteraksi dalam menghasilkan suatu dipengaruhi oleh banyak gen. Menurut
fenotipe tertentu. Aksi gen dari suatu lokus Mather dan Jinks (1977), karakter
dapat menutupi aksi gen pada lokus yang kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen
lain. Penampilan suatu karakter atau (poligenik), sedangkan menurut Roy (2000),
fenotipe adalah hasil suatu proses hampir semua karakter kuantitatif yang
metabolisme yang pada setiap tahapannya dipelajari dikendalikan secara poligenik
melibatkan kerja suatu gen, oleh karena itu dengan aksi gen aditif dengan pengaruh
diperlukan sederetan gen (Sobir & Syukur, epistasis duplikat, epistasis aditif maupun
2015). epistasis komplementer. Terdapatnya
epistasis menegaskan bahwa perlu lebih
Karakter tinggi cabang utama dan banyak individu-individu segregan yang
diameter sel pembuluh lateks memiliki nilai ditanam pada generasi berikutnya sehingga
skewness < 0. Kedua karakter tersebut akan menghasilkan genotipe harapan yang
memiliki sebaran tidak normal dengan aksi lebih potensial. Selain itu, pengaruh
gen bersifat epistasis dominan. Hubungan epistasis komplementer dan duplikat akan
antara ciri-ciri suatu sifat tidak selalu menurun seiring dengan lanjutnya generasi
memiliki hubungan dominan-resesif. Pada bersegregasi.
penelitian ini menunjukkan bahwa ciri yang
muncul pada genotipe hasil persilangan
ternyata bukan merupakan ciri dari salah KESIMPULAN
satu tetua, melainkan campuran dari kedua
tetua yang memiliki hubungan kodominan Terdapat keragaman karakter
sebab tidak ditemukannya alel dominan- komponen hasil dan daya hasil lateks
resesif, kedua alel berinteraksi dan genotipe hasil persilangan klon IAN 873 X PN
berekspresi menghasilkan fenotipe baru 3760 dengan nilai KKF berkisar antara
yang berbeda dengan tetuanya (Susanto, 11,4–66,3%. Berdasarkan pendugaan aksi
2011; Sobir & Syukur, 2015). gen diperoleh epistasis komplementer pada
karakter lilit batang, tinggi tanaman, jumlah
Tabel 2 menunjukkan nilai kurtosis cabang utama, tebal kulit, jumlah ring
masing-masing karakter agronomi. Karakter pembuluh lateks, volume kayu, dan hasil
lilit batang, tinggi cabang utama, diameter lateks yang artinya ketujuh karakter
sel pembuluh lateks, volume kayu, dan hasil tersebut sangat dikendalikan oleh banyak
lateks memiliki nilai kurtosis < 3. Nilai gen, sedangkan epistasis dominan terdapat
kurtosis < 3 menunjukkan bahwa karakter- pada karakter tinggi cabang utama dan
karakter tersebut memiliki grafik sebaran diameter sel pembuluh lateks yang artinya
platykurtic yang berarti karakter tersebut bahwa kedua karakter tersebut
dikendalikan oleh banyak gen (poligenik). dikendalikan oleh sedikit gen. Untuk
Karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, mengetahui informasi yang lebih mendalam
tebal kulit, dan jumlah ring pembuluh lateks terhadap genotipe-genotipe tersebut, maka
memiliki nilai kurtosis > 3, grafik dengan perlu dilakukan pengujian pada skala yang
nilai kurtosis > 3 memiliki sebaran lebih luas.

148
Pendugaan Aksi Gen Pada Karakter Komponen Hasil dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet
Hasil Persilangan Tetua Klon IAN 873 X PN 3760

UCAPAN TERIMA KASIH Kuswanto, B., Guritno, L., Soetopo., &


Kasno, A. (2004). Pendugaan jumlah
Ucapan terima kasih dan dan model aksi gen ketahanan kacang
penghargaan tinggi disampaikan kepada panjang (Vigna sesquipedalis L.
Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Fruwirth) terhadap cowpea aphid
Penelitian Karet atas bantuan dana riset borne mosaiv virus. J. Agrivita, XXVI
melalui program In House Research TA 2015 (3), 262-270.
serta kepada para Teknisi Penelitian a.n
Indra Gunawan, Ervina, dan Gani atas Kuswantoro, H., Basuki, N., & Arsyad, D. M.
bantuan dan kerjasama selama (2011). Inheritance of soybean pod
pelaksanaan kegiatan penelitian sehingga number trait on acid soil. J. Agrivita,
dapat berjalan dengan baik dan selesai tepat 3 3 ( 2 ) , 1 1 9 - 1 2 6 .
waktu. Doi:10.17503/agrivita.v3312.53

Mather, F. R. S. S. K., & Jinks, F. R. S. J.


DAFTAR PUSTAKA (1977). Introduction to Biometrichal
Genetics, the study of continous
Aidi-Daslin., Suhendry, I., & Azwar, R. variation 3rd edition. New York, USA:
(2000). Growth characteristic and Chapman and Hall.
yield performance or recommended
clones in commercial planting. Novalina, Jusuf, M., Wattimena, G. A.,
Proceedings International Rubber Suharsono, Sumarmadji, & Aidi-
Conference and IRRDB Symposium Daslin. (2008). Keragaan dan
2000 (p. 150-158). Medan – Indonesia: hubungan berbagai komponen hasil
IRRI-IRRDB. tanaman karet (Hevea brasiliensis
Muell. Arg.) pada dua populasi hasil
Aidi-Daslin. (2012). Evaluasi pengujian persilangan PB 260 dengan PN. Bul.
lanjutan klon karet IRR seri 120-140. Agron, 36(2), 152-159.
Jurnal Penelitian Karet, 30(2), 65-74.
Novalina. (2009). Deteksi marka genetik yang
Aquaah, G. (2007). Principles of Plant terpaut dengan komponen produksi
Genetics and Breeding. USA: Blackwell lateks pada tanaman karet (Hevea
Publishing. brasiliensis Muell Arg.) melalui
Pemetaan QTL (Disertasi), Institut
Barrell, P. J., Wakelin, A. M., Gatehouse, M. Pertanian Bogor, Indonesia.
L., Lister, C. E., & Conner, A. J. (2010).
Inheritance and epistasis of loci Oktavia, F., Lasminingsih, M., &
influencing caratenoid content in petal Kuswanhadi. (2010). Hubungan
and pollen color variants of california kekerabatan genetik antar klon karet
poppy. J. Heredity, 101(6), 750-756. sebagai dasar pemilihan tetua untuk
Doi: 10.1093/jhered/esq079. mendapatkan klon unggul lateks
kayu. Jurnal Penelitian Karet, 28(2), 1-
Jambormias, E. (2014). Analisis genetik dan 10.
segregasi transgresif berbasis
informasi kekerabatan untuk potensi Phillips, P.C. (2008). Epistasis, the essential
hasil dan panen serempak kacang role of gene interactions in the
hijau (Disertasi), Institut Pertanian structure and evolution of genetic
Bogor, Indonesia. systems. Nat. Rev. Genet, 9(11), 855-
67. Doi:10.1038/nrg2452.
Klug, W. S., Cummings, M. R., Spencer, C.
A., & Palladino, M. A. (2011). Concepts Roy, D. (2000). Plant breeding analysis and
of Genetict. California, USA: Pearson exploitation of variation. New Delhi,
Press. India: Narosa Publishing House.

149
Sayurandi dan Woelan

Saxena, K. B., Saxena, R. K., Kumar, R. V., & Syukur, M., Sujiprihati, S., & Yunianti, R.
Varshney, R. K. (2012). Evidance of a (2014). Teknik pemuliaan tanaman.
unique inter-allelic epistasis Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.
interaction for seed coat color in
pigeonpea (Cajanus cajan (L.) Woelan, S., Nisa, C., Chaidamsari, T., &
Millspaugh}. J. Euphytica, 186(3), 813- Irwansyah, E. (2015). Analisis genetik
816. Doi: 10.1007/s10681-011-0610- populasi hasil persilangan klon RRIM
z. 600 dengan genotipe plasma nutafh
1981. Jurnal Penelitian Karet, 33(2):
Sayurandi., & Aidi-Daslin. (2011). Heterosis 101-120.
dan heritabilitas pada progeni F1 hasil
persilangan kekerabatan jauh Woelan, S., Sayurandi., & Irwansyah, E.
tanaman karet. Jurnal Penelitian (2014). Keragaman genetic tanaman
Karet, 29(1), 1-15. karet (Hevea brasiliensis Muell Arg)
dari hasil persilangan interspesifik.
Sayurandi., & Woelan, S. (2015). Keragaan Jurnal Penelitian Karet, 32(2), 109-121.
dan potensi hasil karet kering dari
beberapa genotipe hasil persilangan Yunianti, R., Satrosumarjo, S., Sujiprihati,
antar tetua tanaman berkerabat jauh. S., Surahman, M., & Hidayat, S. H.
Jurnal Penelitian Karet, 33(1), 1-10. (2007). Ketahanan 22 genotipe cabai
(Capsicum spp) terhadap Phytoptora
Sobir., & Syukur, M. (2015). Genetika capsici Leonian dan keragaman
Tanaman. Bogor, Indonesia: IPB Press. genetiknya. Bul. Agron., 35(2), 103-
111.
Susanto, A. H. (2011). Genetika. Yogyakarta,
Indonesia: Graha Ilmu Press.

150

You might also like