You are on page 1of 9

STUDY TENTANG PENYAKIT PNEUMONIA DAN BAKTERI YANG

TERDAPAT PADA ANTIBIOTIK.

Dinda Tri Yunisa, Tasafima Tesari, Yulia Dwi Asparita


Universitas Negeri Malang
E-mail : dinda1.d166@gmail.com;;

ABSTRAK : Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) Mengetahui bakteri lain yang
dapat menyebabkan penyakit pneumonia pada manusia (2) Mengetahui beberapa senyawa
kimia yang terdapat dalam Actinomycetes yang dapat digunakan sebagai antibiotik. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat data yang
valid dari jurnal serta laman KEMENKES (Kementrian Kesehatan). Pneumonia adalah
penyakit infeksi yang merupakan penyebab utama kematian pada balita di dunia. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa kematian balita di Indonesia
mencapai 15,5%. Proses pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut
pada bronkus. Penyakit pneumonia disebabkan oleh beberapa bakteri yag masuk dalam
saluran pernafasan. Beberapa bakteri juga tidak hanya menimbulkan penyakit, tetapi dapat
menguntungkan bagi manusai contohnya penggunaan antibiotik. Antibiotik dihasilkan dari
beberapa bakteri salah saltunya Actinomycetes. Actinomycetes merupakan bakteri yang
sebagian besar terdapat dalam tanah dan mempunyai kemampuan sebagai penghasil
antibiotik terbesar. Bakteri ini dapat digunakan sebagai penghasil antibiotik karena
mengandung beberapa senyawa kimia. Salah satunya yaitu senyawa streptomisin yang
dihasilkan oleh Streptomyces griseus

Kata kunci: Pneumonia, Actinomycetes, dan Antibitik

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada
bronkus. Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang
secara mendadak. 1, 2 Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak
dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia. World Health
organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh
dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta, di mana sekitar 70 persennya terjadi di
negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara.
Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas
seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.5 Pada umumnya,
pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara, dengan
sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk
droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia
masuk ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara
penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk,
bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita.()

Data pneumonia yang terdapat pada beberapa rumah sakit (Sumber : Athena anwar,
2014)

Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kejadian pneumonia


pada balita, baik dari aspek individu anak, perilaku orang tua (ibu), maupun lingkungan.
Kondisi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan perilaku
penggunaan bahan bakar dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit seperti TB,
katarak, dan pneumonia.7-9 Rumah yang padat penghuni, pencemaran udara dalam ruang
akibat penggunaan bahan bakar padat (kayu bakar/ arang), dan perilaku merokok dari
orangtua merupakan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita terhadap
pneumonia.()
Bakteri tidak hanya menimbulkan halyang merugikan tetapiterdapat hal yang juga
menguntungkan. Contohnya yang digunakan sebagai antibotik. Bakteri yang digunakan
sebagai antibiotik yaitu Actnomycetes. Ko (2001) juga memaparkan bahwa di dalam gua
yang gelap itu biasanya hanya ditemukan bacteria, Actinomycetes, fungi. Menurut Holland
(1967) koloni menyerupai lichen yang ditemukan di dinding beberapa gua, ialah
Actinomycetes dari genus Streptomyces. Aspeknya menyerupai bubuk dan menimbulkan bau
khas tanah.
Sumber mikroba penghasil antibiotic antara lain, berasal dari tanah, air laut, lumpur,
kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan lain-lain. Tanah merupakan
habitat alami bagi mikroba dan produk-produk antimikrobanya (Deharven 2004). Namun
kebanyakan mikroba penghasil antibiotik diperoleh dari mikroba tanah terutama
Streptomyces dan jamur. Tanah juga merupakan tempat interaksi biologis yang paling
dinamis dan mempunyai lima komponen utama yaitu mineral, air, udara, zat organik dan
organisme hidup dalam tanah antara lain bakteri, Actinomycetes, fungi, algae, dan protozoa
(Setiadi, 1989).
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh mikroba. Dalam konsentrasi
rendah, mikroba mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba lain. Peranan
mikroba belakangan ini sangatlah menarik untuk diteliti karena mikroba dapat menghasilkan
berbagai macam senyawa bioaktif metabolit sekunder yang bermanfaat, salah satunya adalah
antimikroba. Antimikroba ini selanjutnya sering dikenal sebagai antibiotik (Lestari, 2001).
Setiap antibiotik mempunyai aktivitas penghambatan hanya terhadap grup mikroba spesifik
yang disebut spektrum penghambat. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000
antibiotik, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara komersial (Gale 1960). Beberapa
antibiotik telah dapat diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroba dan modifikasi kimia,
antara lain golongan penisilin, sefalosporin, dihidrostreptomisin, klindamisin, tetrasiklin dan
rifamisin.
Menurut informasi dari Madigan (1997) Actinomycetes merupakan kelompok bakteri
berfilamen, gram positif dengan GC tinggi berkisar 63-78%. Menurut Suwandi (1989) sekitar
70% dari senyawa bioaktif antibakteri dan antifungi dihasilkan oleh Actinomycetes. Menurut
Elberson (2000) sendiri Actinomycetes merupakan mikroorganisme tanah yang umum
dijumpai pada berbagai jenis tanah dengan jumlah populasi yang besar.

METODE
Metodologi yang digunakan dengan tipe peneltian yang digunakan adalah deskriptif..
Tidak terdapat lokasi untuk diteliti karena hanya menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari buku-buku dan jurnal sebagai pustaka yang mendukung dan sesuai dengan permasalahan
penelitian. Serta digunakannya laman KEMENKES (Kementrian Kesehatan) untuk
mendapatkan data-data penyakit yang baru dan juga penyaki yang disebabkan oleh
mikroba/bakteri.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bakteri lain yang dapat menyebabkan penyakit pneumonia pada manusia
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ida dan Ni Putu (FK Unud, 2010), terdapat
beberapa bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pneumonia pada manusia. Diantaranya
adalah Staphylococcus coagulase positif 34%, Staphylococcus ludgunensis 18%,
Staphylococcus hominis dan Staphylococcus intermedius masing-masing 8%, Staphylococcus
albus dan Flavimonas oryzihabitans masing-masing 4%, Eschericia coli, Staphylococcus
xylosus, Staphylococcus capitis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus mitis, Acinetobacter
baumani, Klebsiela pneumoniae, Staphylococcus sciuri, Staphylococcus chromogenes,
Streptococcus haemoliticus, Staphylocus cohni, Pseudomanona sp. masing masing 2%.

Penentuan etiologic pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di


luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai Negara menunjukkan bahwa
Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Streptococcus pneumoniae
adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini, yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam
bentuk rantai, mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan
antiserum spesifik. Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian
atas manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia,
meningitis, dan proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kirakira
75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus bakteremia pneumokokus
yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23 merupakan penyebab yang paling sering.
Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berbiak dalam jaringan.
Bakteri ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan oleh
fungsi simpainya yang mencegah atau menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh
fagosit. Serum yang mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan
melindungi terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi engan polisakarida tipe spesifik, serum
tersebut akan kehilangan daya pelindungnya. Hewan atau manusia yang diimunisasi dengan
polisakarida pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun terhadap tipe pneumokokus itu dan
mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk tipe polisakarida tersebut.
Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian atas
pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada anak-anak dan
kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak dan orang dewasa.
Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes pembengkakan simpai
menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan Hemophylus influenzae pada flora normal
saluran napas bagian atas tidak bersimpai. Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat
terjadi setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada
orang tua atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau pneumonia
akibat influenzae.
Hemophylus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin. Organisme yang tidak
bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran napas manusia. Simpai bersifat
antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang
bersimpai, khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan supuratif (sinusitis,
laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil, meningitis. Darah dari
kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun mempunyai daya bakterisidal kuat
terhadap Hemophylus influenzae, dan infeksi klinik lebih jarang terjadi. Hemophylus
influenzae tipe b masuk melalui saluran pernapasan. Tipe lain jarang menimbulkan penyakit.
Mungkin terjadi perluasan lokal yang mengenai sinus-sinus atau telinga tengah. Hemophylus
influenzae tipe b dan pneumokokus merupakan dua bakteri penyebab paling sering pada otitis
media bakterial dan sinusitis akut. Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa ke
selaput otak atau, jarang, dapat menetap dalam sendi-sendi dan menyebabkan artritis septik.

No. Bakteri
1. Staphylococcus coagulase
2.
3.
4.
5.
6.
Table hasil pengamatan bakteri lain yang menyebabkan penyakit pneumonia

Senyawa kimia yang terdapat dalam Actinomycetes yang dapat digunakan sebagai
antibiotik
Terdapat beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam Actinomycetes yang dapat
digunakan untuk antibiotik, diantaranya adalah senyawa streptomisin yang dihasilkan oleh
Streptomyces griseus untuk penyembuhan tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, selain itu ada juga Actinomadura, Actinoplanes, Ampullariella, Actinosynnema
dan Dactylosporangium.

Actinomycetes dikenal sebagai bakteri yang berperan dalam siklus biogeokimiawi


(Farida,2008). Actinmycetes tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada pH
5,0. Rentang pH yang paling cocok adalah antara 6,8 dan 8,0. Temperatur antara 25 ºC- 30oC
cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes (Rao,1994). Mikroba mempunyai nilai kelembaban
optimum. Umumnya untuk pertumbuhan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas
85% sedangkan Actinomycetes memerlukan kelembaban yang rendah, yaitu dibawah 80%
(Sari,2009).

Actinomycetes merupakan bakteri yang umum ditemukan di tanah, tetapi ada yang
ditemukan hidup di ekosistem laut, mangrove, di dalam daun dan ekosistem lainnya.
Actinomycetes aktif mendekomposisi material organic dan berperan penting dalam proses
mineralisasi sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Bakteri ini dapat mendegrasi
senyawa seperti lignin, selulosa, khitin, pectin, lateks dan bahkan senyawa alcohol dan
aromatic (Prescott.,2008). Selain itu, pembentukan miselia aerial dan sporulasi merupakan
salah satu tahap penting dalam siklus hidup Streptomyces (Abee,1994).

Menurut Miyadoh dan Otoguro (2004) Spora Actinomycetes akan berkembang


menjadi miselium dan koloni apabila nutrisi, kelembapan dan suhu, serta kondisi lainnya
memenuhi untuk kehidupan. Isolat terpilih yang berasal dari penelitian ini menunjukkan
bahwa Actinomycetes gua cenderung memiliki warna miselium aerial yang berwarna putih,
abu-abu, merah dan hitam dengan pertumbuhan koloni yang relatif lambat. Actinomycetes
khususnya Streptomyces dikarakterisasi dengan pertumbuhan koloni yang spesifik. Koloni
Actinomycetes bukan akumulasi dari kumpulan sel-sel tunggal dan seragam seperti halnya
bakteri, melainkan bentuk masa filamen bercabang (Locci et al. 1983). Koloni yang tumbuh
pada medium padat tersusun secara vegetatif dan dengan miselia berantena atau bersungut.
Pada koloni yang belum tumbuh miselianya, permukaan koloni terlihat mengkilap.

Pada genus Streptomyces, miselium tumbuh secara luas menempel pada medium
padat dan keseluruhan unit mudah diambil dengan kawat Ose (Cross 1982). Kebanyakan
Streptomyces mengeluarkan bau yang khas seperti tanah. Asam asetat, acetaldehida, etanol,
isobutanol, dan isobutil asetat sekarang ini sudah diidentifikasi sebagai aroma senyawa utama
yang dihasilkan oleh Streptomyces. Bahkan hidrogen sulfida dipercaya berperan dalam
pembentukan aroma tanah yang dikeluarkannya (Goodfellow 1983).

No. Senyawa kimia Bakteri


Streptomisin Streptomyces griseus

Table hasil senyawa kimia yang terdapat pada Actinomycetes


Dijelaskan lebih lanjut oleh Siswandono (1995) bahwa metabolit antimikroba dari
Actinomycetes merupakan antibiotika dengan spektrum luas yaitu, efektif baik terhadap Gram
positif maupun Gram negatif.
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR RUJUKAN
World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet N°331 [cited 2013
Nov 13]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331 /en/2013
Anonim. ISPA dan Pneumonia. http://www.tempointeraktif.com. 26 Maret
2004.
2. Said Mardjanis. Sayang Si Buah Hati, Kenali Pneumonia. Universitaria- (Vol.5
No.11). http://www.majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2006.
Ko, R.K.T. 2001. Kawasan Karst MarosPangkep, Nilai Lebihnya dalam Bidang
Non Pertambangan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan
Pemanfaatan Kawasan Karst MarosPangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Madigan MT, Martikno JM dan Parker J. 1997.


Biology of Microorganism. Prentice Hall
International: New Jersey.
Pelczar MJ, Chan ECS, Krieg NR. 1993.
Microbiology, Conceps and Application.
New York: Mc.Graw Hill.
Rao, N. S. S., 1994, Mikrobiologi Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman,
diterjemahkan oleh Susilo, H. Jakarta:
UI Press.
Siswandi, U. 1992. “Mekanisme Kerja
Antibiotik”. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran Nomor 76 tahun 1992.
Tortora, G.J, Funke, B.R., dan Chase, C.L.
(2004). Microbiology an Introduction.
8th .Ed. San Fransisco: Pearson Benjamin
Cumming

Deharveng, et al. 2007. Zoological


Investigations in The Karst of South and
Southeast Sulawesi. Project Report.
Museum National d’Histoire Naturelle
de Paris. Paris.Unpublished.

You might also like