Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
lupus juga disebut sebagai “penyakit perempuan”. Menurut Tiara Savitri
(Mansjoer, 2011).
Pada awal terkena lupus, odapus seringkali mengalami fase denial atau
penolakan terhadap sakitnya dimana odapus tidak menerima bahwa dirinya
terkena lupus dan berusaha menyangkalnya. Sebagian besar odapus pada
awalnya takut akan prognosis (kejadian-kejadian yang akan mereka alami
dikemudian hari). Menghadapi diagnosis lupus bisa menjadi masalah yang
sulit. Secara umum, penderita penyakit kronis yang tidak dapat menerima
keadaan dirinya cenderung untuk mengalami depresi (Ward, 2009).
Selain itu pula, dampak lupus terhadap tubuh odapus adalah sakit pada
sendi, sering merasa cepat lelah, sensitif terhadap sinar matahari sehingga
mengurangi aktivitas di siang hari, rambut rontok dan adanya ruam merah
diwajah mereka sehingga membuat odapus tidak percaya diri dan malu. Obat-
obatan untuk penyakit ini dari golongan kortikostreoid pun berefek samping
mempengaruhi berat badan mereka dan moonface sehingga muncul anggapan
diri sendiri buruk karena perubahan fisik ini.
Oleh karena itu, perlu adanya intervensi keperawatan yang harus
dilakukan untuk mengurangi masalah yang dialami oleh odapus. Perawat
sangat berperan penting dalam memberikan asuhan keperawatan dan juga
dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk meningkatkan
kesehatan dan membantu dalam membangun kualitas hidup yang dialami oleh
odapus. Terkait dengan intervensi yang akan diberikan, diperlukan suatu
intervensi yang dapat membantu para odapus membangun kualitas hidup
yang tidak hanya sekedar untuk bertahan hidup dengan penyakit lupus yang
mereka derita, tetapi juga mampu memunculkan kekuatan-kekuatan yang ada
dalam diri mereka.
2
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita systemic
lupus erythematosus (SLE)?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita systemic lupus
erythematosus (SLE)?
1.2.8 Apa saja komplikasi dari penyakit systemic lupus erythematosus (SLE)?
1.2.9 Apa saja pengkajian yang dilakukan pada penderita systemic lupus
erythematosus (SLE)?
1.2.10 Apa saja diagnosa yang muncul pada penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)?
1.2.11 Apa saja intervensi yang harus dilakukan pada penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)?
1.2.12 Bagaimana implementasi yang dilakukan pada penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)?
1.2.13 Bagaimana evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan pada penyakit
systemic lupus erythematosus (SLE)?
1.2.14 Bagaimana perkembangan diagnosa keperawatan setelah dilakukan
implementasi keperawatan pada penyakit systemic lupus erythematosus
(SLE)?
1.2.15 Bagaimana trend issue yang ditemukan pada penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
kasus systemic lupus erythematosus (SLE)
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari penyakit systemic lupus erythematosus
(SLE)
2. Menjelaskan klasifikasi dari penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)
3. Menjelaskan etiologi dari penyakit systemic lupus erythematosus
(SLE)
4. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari systemic lupus erythematosus
(SLE)
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
penderita systemic lupus erythematosus (SLE)
3
7. Menjelaskan penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita
systemic lupus erythematosus (SLE)
8. Menjelaskan komplikasi pada penderita systemic lupus
erythematosus (SLE)
9. Menjelaskan pengkajian yang dilakukan pada penderita systemic
lupus erythematosus (SLE)
10. Menjelaskan diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit
systemic lupus erythematosus (SLE)
11. Menjelaskan intervensi keperawatan yang harus dilakukan pada
penyakit systemic lupus erythematosus (SLE)
12. Menjelaskan implementasi keperawatan yang sudah dilakukan
pada penyakit systemic lupus erythematosus (SLE)
13. Menjelaskan evaluasi keperawatan pada penyakit systemic lupus
erythematosus (SLE)
14. Menjelaskan perkembangan keperawatan pada penyakit systemic
lupus erythematosus (SLE)
15. Menjelaskan jurnal pada diagnosa keperawatan penyakit systemic
lupus erythematosus (SLE)
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam
menelaah suatu fenomena kesehatan yang spesifik tentang penyakit systemic
lupus erythematosus (SLE)
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem
pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari
makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri,
protozoa dan parasit.Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan
proses yang berbeda yang semuanya siap bertindak begitu tubuh kita
diserang oleh berbagai bibit penyakit seperti virus, bakteri, mikroba,
parasit dan polutan. Sebagai contoh adalah cytokines yang mengarahkan
sel-sel imun ke tempat infeksi, untuk melakukan proses penyembuhan.
2.1.2 DEFINISI
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit
autoimun pada jaringan ikat. Autoimun berarti bahwa sistem imun
menyerang jaringan tubuh sendiri (Rovianti, 2012)
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang
melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang
ringan sampai berat. Pada keadaan awal sering sekali sulit untuk dikenali
6
sebagai LES karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan
(Mansjoer, 2011).
2.1.3 KLASIFIKASI
Menurut Herdman, (2015) ada tiga jenis lupus, yaitu :
a. Lupus eritematosus sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi
seperti lupus otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-jari
tangan atau kaki, lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot,
lupus retina, lupus sendi, dan lainlain.
b. Lupus discoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan
kulit. Termasuk paling banyak menyerang.
c. Lupus obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh
sendiri dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan
dengan pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide
(untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur).
2.1.4 ETIOLOGI
a. Autoimun
Mekanisme primer SLE adalah autoimunitas, suatu proses
kompleks dimana sistem imun pasien menyerang selnya sendiri. Pada
SLE, sel-T menganggap sel tubuhnya sendiri sebagai antigen asing dan
berusaha mengeluarkannya dari tubuh. Diantara kejadian tersebut
terjadi stimulasi limfosit sel B untuk menghasilkan antibodi, suatu
molekul yang dibentuk untuk menyerang antigen spesifik. Ketika
antibodi tersebut menyerang sel tubuhnya sendiri, maka disebut
autoantibodi.
b. Faktor genetik
7
Memegang peranan penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang juga
menderita SLE. Saudara kembar identik sekitar 25-70% (setiap pasien
memiliki manifestasi klinik yang berbeda) sedangkan non-identik 2-
9%. Jika seorang ibu menderita SLE maka kemungkinan anak
perempuannya untuk menderita penyakit yang sama adalah 1:40
sedangkan anak laki-laki 1:25. Penelitian terakhir menunjukkan adanya
peran dari gen-gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan
dengan haptolip MHC tertentu, terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3
serta komplemen (C1q , C1r , C1s , C4 dan C2) telah terbukti.
Faktor genetik, saudara kandung pasien SLE sekitar 30 kali
lebih mungkin mengembangkan SLE dibandingkan dengan individu
tanpa saudara kandung yang terpengaruh. Tingkat penemuan gen di
SLE telah meningkat selama beberapa tahun terakhir berkat studi
asosiasi genome-wide (GWAS) besar menggunakan ratusan ribu
penanda nukleotida polimorfisme (SNP) tunggal (Gambar 2).
GWAS pada lupus telah menegaskan pentingnya gen yang terkait
dengan respons imun dan inflamasi.
2.1.5 PATOFISIOLOGI
Akar penyebab lupus adalah disfungsional sistem imun. Pada orang
sehat, sel-sel limfositnya memiliki permukaan yang tertutup molekul
glikoform dan protein komplemen yang akan membentuk struktur
glikoprotein. Pada penderita SLE, sel-sel ini kehilangan struktur
glikoprotein tertentu, sehingga bentuk permukaan sel menjadi berbeda
dibandingkan dengan sel-sel sehat yang mengakibatkan selsel imun
melakukan kesalahan dengan menganggap sel-sel tubuhnya sendiri sebagai
musuh dan melakukan penyerangan terhadapnya. Hal inilah yang
menyebabkan gejala gejala seperti peradangan kulit dan sendi,kelelahan
yang ekstrim,kerusakan ginjal dan seterusnya. Organ yang paling banyak
terpengaruh pada penderita SLE adalah ginjal dan kulit.
Pada ginjal penderita lupus terdapat antibodi yang mengikat DNA
utas ganda yang berasal dari tubuh sendiri.Reaksi ini adalah reaksi
autoimun, dan pentingnya antibodi anti Double-Stranded DNA (anti DS-
DNA) ini telah diteliti dan terdapat pada 70% pasien lupus. Antibodi ini
juga yang menyebakan kerusakan jaringan-jaringan tubuh lain, terutama
karena sifatnya yang menyerang inti sel. Selain itu ditemukan pula
antibodi lain yang mengikat protein-protein yang berhubungan dengan inti
sel. Kehadiran antibodi anti-Ro dan anti-La menyebabkan komplikasi
jantung fetus pada ibu hamil.Ini yang menyebabkan SLE berbahaya bagi
bayi yang dikandung ibu yang menderita SLE.Selain itu juga, kedua
antigen ini bertanggunng jawab pada gejala SLE yang berupa lesi kulit
Autoantibodi dapat terjadi pada seseorang yang sehat dengan tidak
9
membahayakan dan justru memegang peranan dan memproteksi tubuh.
Namun auto antibodi pada SLE tidaklah sama dan menyebabkan
kerusakan jaringan.Proses terbentuknya antibodi Ig-G berafinitas tinggi
yang mengikat DS-DNA dengan sangat kuat disebabkan oleh
antigen.Permukaan sel yang membawa antigen (antigen presenting cel-
APC), memiliki molekul major histocmpatibility complex (MHC) yang
mengikat antigen, berikatan dengan Sel T pada reseptor sel-T (TCR). Hal
ini menstimulasi interaksi antara B7 dan CD28 yang mengakibatkan
pelepasan sitokin, sel B help dan peradangan atau penghambatan interaksi
antara B7 dengan CTLA yang menekan aktivasi. Pada penderta lupus, sel
B berperan sebagai sel yang memiliki antigen, berikatan dengan sel T pada
situs CD 40. Sel T dan sel B saling mempengaruhi, sel T menghasilkan
TNF-α, interferon-γ dan interleukin-10 yang menstimulasi sel B untuk
menghasilkan antibodi terhadap antigen yang terikat tersebut. Mekanisme
ini diketahui dan membuka peluang untuk pengembangan pengobatan
lupus dengan mencari molekul yang menghambat interaksi kedua sel
tersebut.Pada proses apoptosis yang normal, sel yang rusak
mengeluarkan/mengekspos antigen untuk dikenali oleh antibodi, yang
selama ini terkubur/tertutup oleh kepingan-kepingan sel penutup
antigen.Pada penderita lupus hal ini terjadi secara tidak normal pada sel
sehat yang yang distimulasi oleh faktor pemicu dari lingkungan, sehingga
mengakibatkan pemusnahan sel sejenis oleh produksi antibodi
(Luhuputu, 2016).
11
Direkomendasikan hanya pada pasien SE yang memiliki manifestasi
klinis infeksi SSP.
c. EEG (elektoensefalografi)
Sangat berperan untuk menunjukkan fokus dari suatu kejang di area
tertentu otak. Continuous EEG (cEEG) sangat berguna pada
penatalaksanaan SE di ruang intensive care unit (ICU), dilakukan dalam
satu jam sejak onset jika kejang masih berlanjut. Ini bermanfaat untuk
mempertahankan dosis obat antiepilepsi selama titrasi dan mendeteksi
berulangnya kejang. Indikasi penggunaan cEEG pada SE adalah kejang
klinis yang masih berlangsung atau SE yang tidak pulih dalam 10
menit, koma, postcardiac arrest, dugaan nonconvulsive SE pada pasien
dengan perubahan kesadaran. Durasi EEG seharusnya paling sedikit
dalam 48 jam.
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang
terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga
juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan
antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi
terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini
hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki
antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen
(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan
antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan
aktivitas dan lamanya penyakit.
e. Ruam kulit atau lesi yang khas
f. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis .
g. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung .
h. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
i. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel
darah.
j. Biopsi ginjal.
k. Pemeriksaan saraf (Ward, 2009).
l. Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)
m. Urin rutin dan mikroskopik, protein kuantitatif 24 jam, dan bila
diperlukan kreatinin urin.
n. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)
12
o. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
p. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
q. Foto polos thorax
pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk
monitoring.
Setiap 3-6 bulan bila stabil
Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif, ANA,
antibodi antinuklear; PT/PTT, protrombin time/partial
tromboplastin time Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari
manifestasi SLE. Waktu pemeriksaan untuk monitoring dilakukan
tergantung kondisi klinis pasien (George Bertsias, 2012).
2.1.8 PENATALAKSANAAN
a. Tindakan keperawatan
1) hitung nyeri tekan
2) melihat bengkak sendi
3) Advis tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat,
pentingnya latihan.
4) Edukasi
sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang
menyadari hubungan antara stress dan serangan aktivitas penyakit
akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka.
5) Dukungan psikologis
merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat
memberi dukungan dan dorongan.
b. Tindakan medis
Ada dua tujuan pokok pengobatan yaitu mengurangi peradangan pada
jaringan tubuh yang tertera dan menekan ketidaknormalan sistem
kekebalan tubuh.
1) Kortikosteroid
merupakan hormon yang berfungsi mencegah peradangan (anti
inflamatori) dan merupakan pengatur kekebalan tubuh, bentuknya
krim, salep, pil atau disuntikkan. Homon ini dapat mengendalikan
berbagai fungsi metabolisme di dalam tubuh. Kortikosteroid untuk
mengurangi peradangan dan menekan aktivitas berlebihan dari
sistem kekebalan. Penggunaan obat ini tergantung pada kebutuhan
pasien, misalnya pasien dengan gejala demam, radang sendi
13
(atritis), atau radang selaput dada/paru yang tidak bereaksi terhadap
obat-obat non steroid. Umumnya, di beri obat kortikosteroid oral
dengan dosis rendah, seperti prednisone atau motil prednisolone
(prednisolone). Pada pasien tingkat serius diberikan seperti radang
ginjal dengan protein yang sangat banyak pada air seni, amoniak,
jumlah trombosit rendah (trombositopenia) dan kejang-kejang.
Pemberian obat dalam dosis tinggi bisa melalui oral, suntikan atau
infus intravena (bolus terapi). Begitu gejala beraksi terhadap
pengobatan ini, dosis berangsur dikurangi.efek samping dari
kortikosteroid yaitu meningkatnya tekanan darah,meningkatnya
kadar gula,tukak ulkus pada lambung atau duodenum dan masalah
pada kulit.pencegahan salah satunya utuk menghindari efek
samping yaitu jangan meminum kortikosteroid saat lambung
kosong karena dapat membahayakan ke sistem pencernaan.
2) Non Steroidal Antiinflamatory Drugs (NSAIDS)
Merupakan obat-obatan anti radang dan imunosupresif yang kuat
dan manjur seperti steroid (kortison dan prednisone). Obat-obat
anti radang dan penghilang anti sakit (analgesik) dapat digunakan
khususnya bagi kelompok obat-obatan anti radang non steroid
(NSAIDS). Tujuan khususnya adalah meringankan gejala-gejala,
seperti demam ringan, rasa lelah, atritis, dan radang selaput dada
atau paru (Luhuputu, 2016).
c. Farmakologi
14
2.1.9 KOMPLIKASI
a. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita SLE.
Gagal ginjal dapat terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen
pada glomerulus disertai pengaktifan komplemen resultan yang
menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas tipe III
b. Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikadium yang
mengelilingi jantung)
c. Peradangan membran pleura yang mengelilingi paru dapat membatasi
perapasan. Sering terjadi bronkhitis.
d. Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
e. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang.
Perubahan kepribadian, termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi.
Perubahan kepribadian mungkin berkaitan dengan terapi obat atau
penyakitnya (Roviati, 2012).
2.2.1 PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
CT Scan direkomendasikan setelah stabilisasi jalan nafas dan sirkulasi. Jika hasil
pencitraan negatif, fungsi lumbal dapast dipertimbangkan untuk menyingkirkan
etiologi infeksia.
b. Lumbal Punksi
16
Sangat berperan untuk menunjukkan fokus dari suatu kejang di area tertentu otak.
Continuous EEG (cEEG) sangat berguna pada penatalaksanaan SE di ruang
intensive care unit (ICU), dilakukan dalam satu jam sejak onset jika kejang masih
berlanjut. Ini bermanfaat untuk mempertahankan dosis obat antiepilepsi selama
titrasi dan mendeteksi berulangnya kejang. Indikasi penggunaan cEEG pada SE
adalah kejang klinis yang masih berlangsung atau SE yang tidak pulih dalam 10
menit, koma, postcardiac arrest, dugaan nonconvulsive SE pada pasien dengan
perubahan kesadaran. Durasi EEG seharusnya paling sedikit dalam 48 jam.
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat
pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan
pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus
dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar
yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua
penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar
komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk
menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan
aktivitas dan lamanya penyakit.
e. Ruam kulit atau lesi yang khas
f. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis .
g. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan
pleura atau jantung .
h. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
i. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
j. Biopsi ginjal.
k. Pemeriksaan saraf.
2.2.5 INTERVENSI
17
1) Ketidakefektifan pola nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pernafasan pasien dalam
batas normal,ditunjukkan sebagai berikut :
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi yang cukup-cukup berat dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Status pernafasan :
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frefrekuensi pernafasan
2 Irairama pernafasan
3 Kekedalaman inspirasi
Intervensi :
Tingkat nyeri :
1. Berat
18
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
No Indicator 1 2 3 4 5
1 Nyeri yang
dilaporkan
2 Panjang episode
nyeri
3 Ekspresi nyeri
wajah
4 Frekuensi nafas
5 Penekanan darah
6 Nadi
Intervensi
1. manajemen lingkungan
a. Ciptakan lingkungan tenang dan mendukung
b. Hindari papasan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu panas
maupun dingin
2. manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri kompherensif
b. Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan
c. Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk membantu menurunkan
nyeri
d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
3) Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitas pasien dapat terpenuhi
dengan mandiri.
1. berat
2. cukup berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada
No Indicator 1 2 3 4 5
1 Nyeri
2 Cemas
3 Meringis
4 Sesak nafas
5 Mendesah
6 Ketegangan wajah
Intervensi
19
1. Terapi aktivitas
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan.
b. Dorong aktivitas kreatif yang tepat.
c. Bantu pasien untuk tetap fokus pada kekuatan.
2. Menejemen energi
a. Monitor dan catat waktu dan lama istirahat atau tidur.
b. Monitor lokasi dan sumber ketidaknyamanan yang dialami pasien selama
aktivitas.
c. Lakukan ROM aktif atau pasif untuk menghilangkan ketegangan otot.
d. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan asupan energi
dan makanan.
20
BAB 3
TINJAUAN KASUS
B. Riwayat kesehatan
1) Diagnosa Medis
SLE
2) Keluhan utama
Saat masuk rumah sakit
21
Pasien meengatakan awal bulan desember mesara nyeri diseluruh
badan, terasa seperty ditusuh tusuk dengan skala nyeri 5, terasa
hilang timbul dan pasien juga merasakan bahwa badannya lemas
lalu pasien di opname di rs blitar dan dirujuk ke rs soetomo
surabaya pada tanggal 26 desember 2019.
Saat pengkajian
Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan nyeri yang dirasakan
seperty ditusuk tusuk dengan skala nyeri terasa hilang timbul
(biasanya sakit menjelang waktu magrib)`
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada kaki tidak diketahui
penyebabnya nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang jika
mengkonsumsi obat, pasien mengatakan nyeri yang sirasakan
seperti ditusuk tusuk terasa dibagian kaki kanan nyeri yang
dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu aktifitas.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan pada tahun 2002 terkena lupus dan arthritis
Alergi (obat obatan dan makanan)
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi obat maupun
makanan
Obat obatan yang digunakan / pengobatan
Pasien mengatakan jika sakit mengkonsumsi obat dari dokter dan
tidak mengetahui jenis obat yang diberikan.
Pernah dirawat/ oprasi
Pasien mengatakan tidak pernah dioprasi tetapi pernah dirawat
diRS Blitar.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan dari keluarga orang tua maupun saudara
saudara tidak ada yang mempunya penyakit yang sama.
Genogram
A. Pengkajian keperawatan
1. Pola personal hyegine (mandi, siakt gigi, kramas)
Sebelum sakit : pasien mengatakan mandi 2-3 kali / hari sikap
gigi 1x/ hari keramar 2x sehari
Saat sakit : pasien mengatakan hanya diseka pagi dan sore
2. Pola nutrisi
Sebelum sakit : pasien mengatakan makan nasi 3 kali dalam
sehari sayur dan ikan
Saat sakit : Pasien mengaakan makan porsi rumah sakit hanya ¼
saja.
3. Pola aktifitas
Sebelum sakit : pasien mengatakann sebagai ibu rumah tangga
(menyapu memasak mengurus anak)
Saat sakit : pasien mengatakan badan terasa lemes untuk
aktifitas perlu dibantu keluarga kaki kanan tidak bisa diangkat.
4. Pola eliminasi urine
Sebelum sakit : pasien mengatakan buang air kecil lancar , 1-2
x perhari.
Saat sakit : pasien mengatakan buang air kencing berwarna
kuning bau khas (sebelum kateter dilepas 700cc).
5. Pola eliminasi alfi
Sebelum sakit : pasien mengatakan buang air besar 1-2 x/hari
padat dan berwana kuning
Saat sakit : pasien mengatakann Bab kanya 3 kli mulai masuk
rumah sakit , bab terakhir kemarin berwana khas dan warna
sedikit kehitaman.
6. Pola tidur dan istirakhat
Sebelum sakit : pasien mengtakan tidur nyenyak kurang lebih 6-
8 jam / hari
Saat sakit : Pasien mengatakan susah untuk memulai untuk tidur
dan mudah terbangun 4-5 jam/ hari
7. Pola kognetif
Sebelum sakit : pasien mengatakan mengerti tentang
penyakitnya
Saat sakit : Pasien mengtakan sangat mengerti tentang penyakit
yang dialaminya.
8. Pola hubungan psikososial
23
Sebelum sakit : pasien mengatakan hubungan dengan
keluarganya baik
Saat sakit : pasien mengatakan hubungan dengan kluargannya
semakin baik ditandai dengan kedatangan saudara saudara dan
ditemanin oleh suaminya.
9. Pola rebroduksi
Pasien mengatakan ibu rumah tangga dengan memiliki 1 anak
cowok.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Keadaaan penyakit : sedang
Suara bicara : jelas
Kesadaran : komposmentis ,
Gcs : E:4, V:5, M:6
Tanda tanda vital
TD : 120/70 mmHg
N : 80x/menit
S : 36,5c
RR :20X/Menit
Spo2 : 98%
6. Wajah
Tampak pucat, tampak meringis, tampak cemas, tampak gelisah,
tampak letih,tidak ada ruam/butterflay
7. Leher
Tidak ada kelenjar tyroid, tidak ada benjolan , tidak ada kretiasi trakea
8. Thoraks dan paru paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, tidak ada
deformitas, tidak ada bantuan nafas,
Palpasi : vokal femitus sama
Perkusi : terdapat bunyi sonor
Auskultasi : vesikuler diseluruh lapang paru(ronchi- wheezing)
Jantung
9. Abdomen
Inspeksi : permukaan perut kering, tidak ada luka atau bekas
operasi
Auskultasi : bising usu terdengar 10x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
10. Ekstremitas
25
Terpasang infus dengan cairan Nacl 0.9% pada tangan kanan (vena
metacarpal)
Kekuatan otot : 5 5
4 5
11. Neorologis
Fasialis : pada kondisi ini dianjurkan pasien untuk tersenyum didapatkan pipi
sebbelah kanan tidak simestris
12. Kulit dan kuku
Crt lebih dari 2 detik
Permukaan kulit kering
Kuku kotor
13. Genetalia dan anus
Pasien terpasang pempers, tidak ada darah atau keputihan
C. Terapi obat
4 4. Paracetamol
50 500 mg oral 06.00 Mual
14.00 Gatal gatal
22.00 Kulit kering
26
HASIL LABORATORIUM
WRBC % 0,0 %
EO % 0,1 % 0,6-5,4
IG% 1,1 %
27
IG# 0,17 10^3/ uL
PDW 87 FL 9,6-15,2
HASIL LABORATORIUM
Tanggal : 02-01-2019, jam 10.49
NO PARAMETER HASIL SATUAN REMARKS NILAI
RUJUKAN
1. GDA 152 Mg/dl Normal :
<100 dm :
>126
2. HbA1C 12,5 %
3. BUN 21,0 Mg/dl $$
4. Kreatinin Serum 0,83 Mg/dl $
C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Keletihan
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
ANALISA DATA
Nama : Ny. S
No RM : 102893XX
MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
ANALISA DATA
Nama : Ny. S
No RM : 102893XX
MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
29
2. Ds. Pasien mengatakan Penyakit lupus Keletihan
lemas untuk
Hb menurun
beraktivitas dan
dibantu oleh suplay oksigen
keluarga menurun
ANALISA DATA
Nama : Ny. S
No RM : 102893XX
MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
30
3. Ds. Pasien Penyakit lupus Hambatan mobilitas
mengatakan fisik
Gangguan
kaki kanan
muskuloskletal
tidak bisa
diangkat kelemahan pada
anggota tubuh
Do. GCS (4,5,6),
tampak pucat, penurunan kekuatan
tampak letih, otot
tampak cemas,
Hambatan mobilitas
tampak
fisik
berbaring di
tempat tidur,
kekuatan otot
4 5
1 5
31
ANALISA DATA
Nama : Ny. S
No RM : 102893XX
MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
4. Ds. Pasien Penyakit lupus Ketidakseimbangan
mengatatakan nutrisi kurang dari
kehilanganstruktur
makan hanya ¼ kebutuhan tubuh
glikoprotein
saja
nafsu makan menurun
Do. GCS (4,5,6)
anoreksia
Keadaaan
umum : cukup
BB menurun
tampak letih,Hb
8,1
Ketidakseimbangan nutrisi
Antroprometri:
kurang dari kebutuhan tubuh
BB sebelum sakit
:65
BB saat sakit : 51
Tb : 165
Biokimia : hasil
laboratorium
terlamipir
Dietri :
Tidak ada
gangguan
menelan,nasi
putih dan lauk
dari RS,tidak ada
sariawan
IMT = BB
TBxTB
(m)
= 51
1,65x1,65 = 19
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Kualitas tidur
Saturasi O2
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPRAWATAN
Nama Klien : Ny. S
No. RM :102093XX
Dx. Keperawatan : Keletihan b.d Hb menurun
TANGGAL JAM IMPLEMENTASI TANDA TANGAN
05.01. 2019 07.30 1. Mngontrol asupan nutrisi pasien Vendy Restu
Hasil : pasien makan porsi rumah sakit ¼ dihabiskan (Mahasiswa)
IMPLEMENTASI KEPRAWATAN
Nama Klien : Ny. S
No. RM :102093xx
Dx. Keperawatan : Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
IMPLEMENTASI KEPRAWATAN
Nama Klien : Ny. S
No. RM :102093XX
Dx. Keperawatan : Ketidseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
TANGGAL JAM IMPLEMENTASI TANDA TANGAN
05.01. 2019 07.30 1. Mentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi Vendy Restu
kebutuhan gizi dengan berkolaborasi dengan tim medis
(Mahasiswa)
Hasil : pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi sendiri
07.45 2. Menanyakan adanya alergi makanan
Hasil : pasien tidak memiliki alergi makanan
08.00 3. Edukasi pasien mengenai kebutuhan nutrisi yang ahrus terpenuhi
09.15 4. Memonitor BAB
Hasil : pasien BAB 1x konstipasi lembek berbau khas warna kuning
kecoklatan
EVALUASI KEPRAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. S
No. Reg : 102893XX
Dx. Keperawatan : Keletihan b.d Hb menurun
TANGGAL JAM EVALUASI
05-01-2019 13.00 S = Pasien mengatakan lemas, untuk beraktivitas dibantu oleh keluarga
O = - GCS ( 4-5-6)
- Tampak pucat
- Tampak letih
- Tampak cemas
- Tampak gelisah
- Oedema pada kelopak mata
- Terdapat kantung mata
- Tekanan darah = 130/90 mmHg
- N\adi = 87x/menit
- Suhu = 36,4°C
- Respiratory rate = 19x/menit
- SPO2 = 96%
Indikator SA ST SE
Kelelahan 3 5 4
Nyeri sendi 3 5 4
ADL 3 5 4
Kualitas istirahat 3 5 4
Kualitas tidur 3 5 4
Saturasi O2 3 5 5
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. S
Dx. Keperawatan : Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
No. Reg : 10289356
TANGGAL JAM EVALUASI
05-01-2019 13.00 S = Pasien mengatakan kaki kanan masih tidak bisa diangkat, hanya bisa bergeser
O = - GCS ( 4-5-6)
- Tampak pucat
- Tampak letih
- Tampak terbaring lemah di tempat tidur
- Kekuatan otot 4 5
15
- Tekanan darah = 130/90 mmHg
- N\adi = 87x/menit
- Suhu = 36,4°C
- Respiratory rate = 19x/menit
- SPO2 = 96%
Indikator SA ST SE
Gerakan otot 3 5 4
Gerakan sendi 3 5 3
Berjalan 3 5 3
Bergerak dengan mudah 3 5 4
EVALUASI KEPRAWATAN
Nama Klien : Ny. S
No. RM :102093XX
Dx. Keperawatan : Ketidseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
TANGGAL JAM EVALUASI
05.01. 2019 13.00 S : pasien mengatakan makan hanya ¼ sendok
O : GCS (4,5,6)
Keadaaan umum : cukup tampak letih,Hb 8,1
Antroprometri:
BB sebelum sakit :65
BB saat sakit : 51
Tb : 165
Biokimia : hasil laboratorium terlamipir
Dietri :
Tidak ada gangguan menelan,nasi putih dan lauk dari RS,tidak ada sariawan
IMT = BB
TBxTB (m)= 51
1,65x1,65 = 19
A: Maslah belum Teratasi
no Indikator SA ST SE
1. Asupan gizi 4 5 5
2. Asupan makanan 3 5 3
3. Asupan cairan 4 5 5
4. Rasio berat badan/ tinggi badan 3 5 3
Catatan perkembangan
Nama klien :ny.s tgl pengkajian : 07-01-19 (07.00)
Dx. Keperawatan : nyeri akut b.d peradangan pada sendi no. Reg: 102893xx
S O A p I E
Pasien -gcs (4-5-6) Nyeri akut 1.Manajemen nyeri 1. (07:30) melakukan (10:15)
-tampak cemas pengkajian nyeri S: pasien
mengatakan a. Lakukan pengkajian nyeri
-tampak gelisah 2. (08:30) menggunakan
komprehensif mengatakan nyeri yang
nyeri yang di -tampak komunikasi terapeutik
b. Gunakan komunikasi terapeutik
3. (09:00) memonitor di rasakan pada kaki
rasakan pada terbaring c. Dorong pasien untuk memonitor
tanda tanda vital
nyeri kanan sudah tidak terasa
kaki kanan lemah di 4. (09:15) membantu
d. Ajarkan penggunaan tehnik O: gcs(4-5-6)
pasien untuk memonitor
sudah tempat tidur relaksasi dan -tampak cemas
nyeri
-TD: 130/90 infarmakologi(relaksasi,musik,hipn -tampak gelisah
berkurang , 5. (09:20) mengajarkan
otis) -tampak terbaring
mmhg kepada pasien
nyeri yang di 2. terapi musik
-N: 87 X/M penggunan tehnik non lemah di tempat tidur
rasakan -S: 36,4 C a. Pertimbangkan minat klien pada farmakologi yaitu -TD: 120/80 mmhg
-RR: 19 x/m musik dengan mendengarkan -N: 104 X/M
dengan skala 1
-spo2: 96% b. Identifikasi musik yang di sukai musik (musik sesuai -S: 36,5 C
terasa hilang c. Pastikan bahwa volume musik dengan minat/kesukaan -RR: 20 x/m
adekuat dan tidak terlalu keras pasien) -spo2: 97%
timbul seperti
3. bantuan pasien untuk mengontrol
di tusuk tusuk
pemberian analgesik indikator s s S
p t e
a. Berkolaborasi dengan dokter, -nyeri 3 5 5
pasien, dan anggota keluarga dalam yang di
3 5 5
memilih jenis obat. laporkan
-Panjang 3 5 5
episode nyeri
3 5 5
-ekspresi
nyeri wajah 3 5 4
- 5 5
3
mengerang atau
menangis
-
ketegangan otot
-tidak bisa
istirahat
A: masalah teratasi
P:hentikan
implementas
Catatan perkembangan
Nama klien :Ny.s Tgl pengkajian : 07-01-19 (07.00)
Dx. Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh No. Reg: 102893xx
S O A P I E
Ds. Pasien - GCS (4,5,6) Ketidaksei 1.Manajemen nutrisi 1. Mentukan status gizi S : pasien mengatakan makan
-Keadaaan umum
mengatataka mbangan a. Tentukan status gizi pasien dan pasien dan hanya ¼ sendok
: cukup tampak O : GCS (4,5,6)
n makan nutrisi kemampuan (pasien) untuk kemampuan (pasien)
Keadaaan umum : cukup tampak
letih,Hb 8,1
hanya ¼ saja kurang dari memenuhi kebutuhan gizi untuk memenuhi
-Antroprometri: letih,Hb 8,1
b. Identifikasi adanya alergi atau
BB sebelum sakit kebutuhan kebutuhan gizi dengan Antroprometri:
intoleransi makanan yang dimiliki BB sebelum sakit :65
:65 BB saat tubuh berkolaborasi dengan
BB saat sakit : 51
pasien
sakit : 51 tim medis ( Hasil : Tb : 165
c. Instruksikan pasien mengenai
Tb : 165 Biokimia : hasil laboratorium
pasien tidak dapat
-Biokimia : hasil kebutuhan nutrisi
terlamipir
2. Manajemen saluran cerna memenuhi kebutuhan
laboratorium Dietri :
a. Monitor BAB termasuk frekuensi,
gizi sendiri). 08.00 Tidak ada gangguan
terlamipir
konsistensi, bentuk, volume, dan 2. Menanyakan adanya
-Dietri : Tidak menelan,nasi putih dan lauk
warna, dengan cara yang tepat alergi makanan
ada gangguan dari RS,tidak ada sariawan
b. Monitor bising usus
(Hasil : pasien tidak
menelan,nasi 3. Terapi intravena
a. Verifikasi perintah untuk terapi memiliki alergi
putih dan lauk
makanan)
dari RS,tidak b. Instruksikan pasien tentang
ada sariawan prosedur 3. Edukasi pasien
c. Jaga teknik aseptik dengan ketat
mengenai kebutuhan
d. Lakukan prinsip lima benar
IMT = BB nutrisi yang ahrus
sebelum memulai infus atau
TBxTB pemberian pengobatan terpenuhi.08.15
4. Memonitor BAB ( Hasil
(m) e.Monitor tanda vital
IMT = BB
= 51 : pasien BAB 1x
TBxTB (m)
1,65x1,65 = 19
konstipasi lembek = 51
1,65x1,65 = 19
berbau khas warna
kuning kecoklatan). A: Maslah belum Teratasi
09.00
P : lanjutkan implementasi
no Indikator STSE
1. Asupan gizi
2. Asupan
3.
makanan
4.
Asupan cairan
Rasio berat
badan/
tinggi
badan
(1,2,3,4,5)
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama klien : Ny.S Tgl Pengkajian : 07 – 01 – 2019
No. Reg : Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot No. RM : 1028xxxx
S O A P I E
Pasien - GCS (4-5-6) Hambatan 1. Peningkatan Jam Jam 12.00
- Tampak mekanik tubuh 07.30 S : Pasien mengatakan kanan masih tidak bisa
mengatakan Mobilitas
pucat a. Edukasi pasien 1. Memberikan diangkat, hanya bisa bergeser
kaki kanan - Tampak Fisik tentang pentingnya informasi O : - GCS (4-5-6)
letih postur tubuh yang tentang posisi
tidak bisa
- Tampak benar untuk penyebab nyeri
diangkat berbaring mencegah ketegangan 08.00 - Tampak letih
pada otot / sendi
lemah b. Bantu untuk - Tampak pucat
hanya bisa 2. Menganjurkan
ditempat mendemonstrasikan - Kekuatan otot
pasien miring
digeser tidur posisi tidur yang tepat 09.15 4 5
kanan dan kiri
- Kekuatan c. Berikan 1 5
setiap 2 jam
otot informasi tentang - Tampak berbaring ditempat tidur
3. Melakukan
- 4 5 kemungkinan posisi - Tekanan Darah : 120/80 mmHg
ROM pasif
- melindungi pasien 09.45 - Nadi : 104x/ menit
untuk
1 5 2. Perawatan Tirah - Suhu : 36,5 0C
menghindari
- Tekanan baring - Respiratory Rate : 20 x / menit
kekuatan otot
Darah : a) Gunakan alat - SPO2 : 97 %
4. Memberikan
130/90 ditempat tidur yang informasi
mmHg melindungi pasien tentang
- Nadi : 87x/ b) Balikkan pasien pentingnya
menit setiap 2 jam postur tubuh
- Suhu : 36,4 c) Anjurkan latihan yang benar saat Indikator
C 0 SA ST SE
ditempat tidur tidur
- Respiratory - Gerakan otot 3 5 3
Rate : 19x /
menit
- SPO2 : 96 % - Gerakan sendi 3 5 3
- Berjalan 3 5 3
- Bergerak dengan 3 5 3
mudah
p I E
s o a
Pasien -gcs (4-5-6) Nyeri akut 1.Manajemen nyeri 6. (07:30) melakukan (10:15)
-tampak cemas pengkajian nyeri S: pasien mengatakan
mengatakan e. Lakukan pengkajian nyeri
-tampak 7. (08:30)
komprehensif nyeri yang di
nyeri yang di menggunakan
gelisah f. Gunakan komunikasi terapeutik
komunikasi rasakan pada kaki
rasakan pada -tampak g. Dorong pasien untuk memonitor
terapeutik
nyeri kanan sudah tidak
kaki kanan terbaring 8. (09:00) memonitor
h. Ajarkan penggunaan tehnik
tanda tanda vital terasa
sudah lemah di relaksasi dan
9. (09:15) membantu O: gcs(4-5-6)
infarmakologi(relaksasi,musik,h
berkurang , tempat tidur pasien untuk -tampak cemas
ipnotis)
-TD: 130/90 memonitor nyeri -tampak gelisah
nyeri yang di 2. terapi musik
10. (09:20) -tampak terbaring
mmhg
rasakan d. Pertimbangkan minat klien pada mengajarkan
-N: 87 X/M lemah di tempat
musik kepada pasien
dengan skala -S: 36,4 C
e. Identifikasi musik yang di sukai penggunan tehnik tidur
-RR: 19 x/m
1 terasa f. Pastikan bahwa volume musik non farmakologi -TD: 120/80 mmhg
-spo2: 96%
adekuat dan tidak terlalu keras yaitu dengan -N: 104 X/M
hilang timbul
3. bantuan pasien untuk mendengarkan -S: 36,5 C
seperti di musik (musik -RR: 20 x/m
mengontrol pemberian
sesuai dengan -spo2: 97%
tusuk tusuk
analgesik minat/kesukaan
pasien)
b. Berkolaborasi dengan dokter,
pasien, dan anggota keluarga Indikator sp se
-nyeri yang di
dalam memilih jenis obat.
laporkan
-Panjang
episode
nyeri
-ekspresi nyeri
wajah 33
-mengerang
atau
menangis
-ketegangan
otot
-tidak bisa
istirahat
A: masalah teratasi
P:hentikan implementas
Catatan perkembangan
Nama klien :Ny.s Tgl pengkajian : 08-01-19
Dx. Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh No. Reg: 102893xx
P I E
s o a
Ds. Pasien- GCS (4,5,6) Ketidakseim 1.Manajemen nutrisi 1. Mentukan status gizi S : pasien mengatakan makan
-Keadaaan
mengatata bangan a. Tentukan status gizi pasien pasien dan kemampuan hanya ½ porsi
umum : O : GCS (4,5,6)
kan nutrisi dan kemampuan (pasien) (pasien) untuk
cukup Keadaaan umum : cukup
makan kurang dari
untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
tampak
kebutuhan
tampak letih,Hb 8,1
hanya ¼ letih,Hb 8,1 gizi gizi dengan Antroprometri:
tubuh b. Identifikasi adanya alergi BB sebelum sakit :65
Antroprometri: berkolaborasi dengan
saja BB saat sakit : 51.Tb : 165
BB sebelum atau intoleransi makanan
tim medis ( Hasil : Biokimia : hasil laboratorium
sakit :65 BB
yang dimiliki pasien
saat sakit :
pasien tidak dapat terlamipir ,Dietri :
c. Instruksikan pasien mengenai
51 memenuhi kebutuhan
kebutuhan nutrisi
Tb : 165 2. Manajemen saluran cerna gizi sendiri).08.00
-Biokimia : hasil a. Monitor BAB termasuk 2.Menanyakan adanya
laboratorium
frekuensi, konsistensi, alergi makanan (Hasil :
terlamipir
-Dietri : Tidak bentuk, volume, dan warna, pasien tidak memiliki
ada dengan cara yang tepat alergi makanan) . 08.15
b. Monitor bising usus 3.Edukasi pasien mengenai
gangguan
3. Terapi intravena
kebutuhan nutrisi yang
menelan,nasi a. Verifikasi perintah untuk ahrus terpenuhi. 08.30 Tidak ada gangguan
putih dan 4. Memonitor BAB
terapi menelan,nasi putih dan lauk
lauk dari b. Instruksikan pasien tentang ( Hasil : pasien BAB
dari RS,tidak ada sariawan
RS,tidak ada prosedur 1x konstipasi lembek IMT = BB
sariawan
c. Jaga teknik aseptik dengan TBxTB (m)= 51
berbau khas warna
IMT = BB 1,65x1,65 = 19
ketat
TBxTB (m)= 51 kuning kecoklatan) A: Masalah teratasi sebagian
d. Lakukan prinsip lima benar
1,65x1,65 = 19 no Indikator SA SE SE
sebelum memulai infus atau
1. Asupan gizi 5
pemberian pengobatan 2. Asupan 55 4
3. 5
makana
e.Monitor tanda vital 4. 4
n
Asupan
cairan
Rasio berat
badan/
tinggi
badan
P:lanjutkan implementasi
(1,2,3,4,5)
Catatan perkembangan
Nama klien :Ny.s Tgl pengkajian : 09-01-2019
Dx. Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh No. Reg: 102893xx
s P I E
o a
Ds. Pasien - GCS (4,5,6) Ketidakseim 1.Manajemen nutrisi 1. Mentukan status gizi S : pasien mengatakan
-Keadaaan
mengatatak bangan a. Tentukan status gizi pasien pasien dan kemampuan makan hanya 1/2
umum :
an makan nutrisi dan kemampuan (pasien) (pasien) untuk porsi RS
cukup
kurang dari O : GCS (4,5,6)
hanya ¼ untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
tampak
kebutuhan
Keadaaan umum :
saja letih,Hb 8,1 gizi gizi dengan
tubuh cukup tampak
-Antroprometri: b. Identifikasi adanya alergi
berkolaborasi dengan
BB sebelum letih,Hb 8,1
atau intoleransi makanan
tim medis ( Hasil : Antroprometri:
sakit :65
yang dimiliki pasien BB sebelum sakit :65
BB saat
pasien tidak dapat
c. Instruksikan pasien BB saat sakit : 51
sakit : 51 memenuhi kebutuhan Tb : 165
mengenai kebutuhan nutrisi
Tb : 165 Biokimia : hasil
2. Manajemen saluran cerna gizi sendiri).08.00
-Biokimia : a. Monitor BAB termasuk 2.Menanyakan adanya laboratorium
hasil
frekuensi, konsistensi, alergi makanan (Hasil : terlamipir
laboratoriu Dietri :
bentuk, volume, dan warna, pasien tidak memiliki
m terlamipir Tidak ada gangguan
-Dietri : Tidak dengan cara yang tepat alergi makanan).08.15
menelan,nasi putih
b. Monitor bising usus 3.Edukasi pasien mengenai
ada
3. Terapi intravena dan lauk dari
gangguan
kebutuhan nutrisi yang
a. Verifikasi perintah untuk
RS,tidak ada
menelan,nas ahrus terpenuhi. 08.30
terapi
4. Memonitor BAB sariawan
b. Instruksikan pasien tentang
i putih dan prosedur ( Hasil : pasien BAB 1x
IMT = BB
lauk dari c. Jaga teknik aseptik dengan TBxTB (m)= 51
konstipasi lembek
1,65x1,65 = 19
RS,tidak ketat
berbau khas warna A:Masalah terasi
d. Lakukan prinsip lima benar
ada
kuning kecoklatan). sebagian
sariawan
sebelum memulai infus atau
IMT = BB 09.00 no Indikator SASTSE
pemberian pengobatan
TBxTB 1. Asupan gizi 4 5 5
e.Monitor tanda vital
(m) 2. Asupan 3 5 5
= 51 3. 4 5 5
1,65x1,65 = 19 makanan
4. 3 5 4
Asupan cairan
Rasio berat
badan/ tinggi
badan
P : Hentikan intervensi
pasien rawat jalan.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama klien : Ny.S Tgl Pengkajian : 09– 01 - 2019
No. Reg : Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot No. RM : 10289356
S O A P I E
Pasien - GCS (4-5- Hambatan 1. Peningkatan Jam Jam 21.00
6) Mobilitas mekanik tubuh 21.00 S : Pasien mengatakan kanan masih tidak bisa diangkat,
mengatak
- Tampak Fisik a) Edukasi 1. Memberik hanya bisa bergeser
an kaki pucat pasien tentang an O : - GCS (4-5-6)
- Tampak pentingnya informasi
kanan
letih postur tubuh tentang
tidak bisa - Tampak yang benar 21.10 - Tampak letih
posisi
berbaring untuk - Tampak pucat
diangkat penyebab
lemah mencegah - Kekuatan otot
nyeri pada
hanya bisa ditempat ketegangan 21.15 4 5
otot /
tidur b) Bantu untuk 1 5
digeser sendi
- Kekuatan mendemonstr - Tampak berbaring ditempat tidur
2. Menganju
otot asikan posisi - Tekanan Darah : 130/90 mmHg
rkan
- 4 5 tidur yang 21.3 - Nadi : 95x/ menit
pasien
1 5 tepat - Suhu : 36,2 0C
0 miring
- Tekanan c) Berikan - Respiratory Rate : 18 x / menit
kanan dan
Darah : informasi - SPO2 : 97 %
kiri setiap
130/90 tentang Indikator SA ST SE
2 jam
mmHg kemungkinan 3. Melakuka - Gerakan otot 3 5 5
- Nadi :95x/ posisi n ROM
menit melindungi pasif - Gerakan sendi 3 5 5
- Suhu : 36,2 pasien untuk
0
C 2. Perawatan Tirah menghind - Berjalan 3 5 5
- Respiratory baring ari
Rate : 18x / a) Gunakan alat kekuatan - Bergerak dengan 3 5 5
menit ditempat tidur otot mudah
- SPO2 : 97 % yang 4. Memberik
melindungi an
pasien informasi A : Masalah teratasi sebagian
b) Balikkan tentang P : Hentikan intervensi pasien rawat jalan
pasien setiap pentingny
2 jam a postur
c) Anjurkan tubuh
latihan yang
ditempat benar saat
tidur tidur
- 3.
BAB 4
PEMBAHASAN JURNAL
FENOMENA
Ny. S (54 th) MRS di Rs. Dr. Soetomo Surabaya pada tgl 26 Des 18
dengan diagnosa medis Systemic Lupus Erythematous (SLE). Keluhan saat
datang adalah kaki lemas bagian kanan dan nyeri di kaki kanan seperti
ditusuk-tusuk dengan skala 5,nyeri biasanya terasa jika sore menjelang
malam. Pasien mengatakan menderita SLE pada tahun 2002 namun sudah
sembuh. Namun awal bulan desember 2018 pasien merasakan nyeri yang
sampai mengganggu aktivitas.nyeri terasa didaerah kaki,yang terberat adalah
kaki sebelah kanan.terasa seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 5.terasa
hilang timbul dan pasien juga merasa badannya ini terasa lemas,kaki bagian
kanan tidak bisa di angkat hanya bisa bergeser.lalu pasien di opname di
rumah sakit blitar setelah itu dirujuk oleh rumah sakit blitar ke rumah sakit
dokter soetomo surabaya.
TEORI
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu
jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan –
bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion
kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan
respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti
pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk)
Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang
disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:
1. Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang
menghantar dengan kecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri
cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta
memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada
dekat permukaan kulit.
2. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah
0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik
atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.
Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien systemic lupus
erytematous. Pada umumnya nyeri yang dirasakan adalah nyeri sendi (Apfelbaum,
Chen, Mehta,& Gan, 2003 & McGrath, 2004).
Pasien dengan kondisi seperti yang diungkapkan pada fenomena
sangat membutuhkan manajemen nyeri. Manajemen nyeri yang tepat adalah yang
mencakup semua aspek nyeri, seperti fisik dan psiko-kognitif (McGrath, 2004).
Terdapat dua pendekatan manajemen nyeri pascabedah yaitu secara farmakologis
dan non farmakologis. Secara farmakologis mencakup pemberian obat- obatan
seperti analgetik dan analgesik. Pemberian obat-obatan ini harus tepat karena
dapat menim- bulkan efek samping adiksi. Pemberian obat jenis narkotika tidak
terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosis. Cara non-farmakologis,
seperti distraksi dapat digunakan untuk me- lengkapi. Ada berbagai macam teknik
distraksi, diantaranya distraksi visual, taktil, audiotori, dan intelektual. Terapi
musik atau terapi murottal merupakan metode distraksi audiotori yang banyak
diteliti.
Terapi musik berguna untuk proses penyembuhan karena dapat
menurunkan nyeri dan membuat relaksasi. Rangsangan musik meningkatkan
pelepasan endorfin sehingga mengurangi kebutuhan obat analgesik. Musik dapat
memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak, bahkan me- mengaruhi
irama pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah (Campbell, Mainos, &
Looney, 2001). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terapi musik dapat
mengurangi intensitas nyeri pada pasien pascabedah pemasangan kateter jantung,
pasien fraktur, dan nyeri sendi (Jafari, Zeydi, Khani, Esmaeili, dan Soleimani,
2012 & Twiss, Seaver,& McCaffrey, 2006).
Liu, Chang, dan Chen (2010) menyebutkan terapi musik
menurunkan tingkat nyeri, tekanan darahsistolik, nadi dan berpengaruh juga pada
kecemasan. Hal ini karena musik mempengaruhi sistem limbik yang merupakan
pusat pengatur emosi. Dari limbik, jaras (neuron) pendengaran dilanjutkan ke
hipokampus, tempat salah satu ujung hipokampus berbatasan dengan nuklei
amigdala. Amigdala yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada
tingkat bawah sadar, menerima sinyal dari korteks limbik lalu menjalarkannya ke
hipotalamus (Ranggakayo, 2012). Di hipotalamus yang merupakan pengaturan
sebagian fungsi vegetatif dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya banyak aspek
perilaku emosional, jaras pendengaran diteruskan ke formatio retikularis sebagai
penyalur impuls menuju serat saraf otonom. Serat tersebut mempunyai dua sistem
saraf, diantaranya sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Kedua
sistem saraf ini mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ- organ. Dengan
musik maka sistem saraf otonom ini dapat memerintahkan tubuh untuk melakukan
relaksasi, sehingga timbulah ketenangan (Tamsuri,2007).
Mengenai terapi murottal atau pembacaan ayat Al-Qur’an beberapa
studi menyebutkan efek yang sama dengan terapi usik. Pada penelitian tiga pria
dan dua perempuan, Robb (2000) menemukan bahwa mereka mendapatkan
ketenangan sebanyak 65% ketika mendengarkan murottal meski tidak memahami
Bahasa Arab dan tidak diberi tahu bahwa yang diperdengarkan adalah ayat Al
Quran. Responden hanya mendapatkan ketenangan seba- nyak 35% ketika
mendengarkan alunan bahasa Arab yang bukan dari Al Quran. Izzat dan Arif
(2011) mengatakan bahwa terapi murottal dapat menurunkan tekanan darah. Di
Pakistan, men- dengarkan Al Quran telah dijadikan sebagai salah satu terapi
pengobatan untuk berbagai penyakit.
Al-Quran merupakan sarana pengobatan untuk mengembalikan
keseimbangan sel yang rusak. Jika mendengarkan musik klasik dapat
memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ), maka
bacaan Al Quran juga me- mengaruhi kecerdasan spiritual (SQ) (Shihab,1998).
Penelitian yang dilakukan oleh Sodikin (2012) di RS Cilacap menyatakan terapi
bacaan Al-Quran dapat bersinergi dengan terapi farmakologi dalam menurunkan
nyeri. Pemberian terapi Al-Quran memberikan efek non farmakologi adjuvan
dalam mengatasi nyeri. Hal ini sejalan dengan teori nyeri: Keseimbangan antara
analgesik dan efek samping dari Good yang menyatakan bahwa pemberian
analgetik akan memberikan efek samping sehingga dibutuhkan terapi
komplementer (Rachmawati, 2008).
Ayat Al-Qur’an yang sering dilatunkan sebagai terapi murottal
adalah surat Al-Faatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, An Naas, ayat Qursy, surat
Yaasin ayat ke 58 dan Al An’am ayat 1-3, dan 13. Semua surat itu mengaktifkan
energi Ilahiyah dalam diri pasien yang dapat mengusir penyakit dan rasa sakit
yang diderita (Ramadhani, 2007).
Murottal alquran didefinisikan sebagai salah satu musik yang
memiliki efek positif pada pendengar dan bekerja pada otak. Yang ketika
dirangsang oleh rangsangan eksternal maka otak akan menghasilkan zat kimia
yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan masuk ke dalam reseptor dalam
tubuh dan memberikan umpan balik dalam bentuk kesenangan atau kenyamanan.
Murottal alquran digunakan sebagai intervensi pelengkap untuk mengurangi rasa
sakit. Wahida dan Andarini (2015) membuktikan bahwa terapi murottal alquran
surah arrahman dapat meningkatkan kadar bendorphin sehingga dapat mengurangi
intensutas nyeri. Membaca Allah dapat juga mengurangi intensitas rasa sakit serta
kecemasan pada pasien.
OPINI
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem
tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara
jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, Virus) karena
autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi
tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi
yang terikat pada antigen) di dalam jaringan. Manifestasi dapat berbeda dari
satu pasien dengan pasien lainnya tergantung dari target organ yang terkena.
Gejala yang timbul dapat menyerupai penyakit lain seperti multiple sclerosis,
arthritis reumathoid, atau bahkan demam berdarah, sehingga sering
menyulitkan dalam penegakkan diagnose. Tanda gejala yang dialami dalam
kasus ini yaitu nyeri yang sampai mengganggu aktivitas. nyeri terasa didaerah
kaki,yang terberat adalah kaki sebelah kanan.terasa seperti ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri 5. Terasa hilang timbul dan pasien juga merasa badannya ini
terasa lemas,kaki bagian kanan tidak bisa di angkat hanya bisa bergeser
5.2 SARAN
1. Perlu mengenali gejala-gejala pada penyakit lupus ini agar dapat ditangani
dengan baik sejak awal untuk mempercepat proses penyembuhan dan atau
merawat penyakit ini untuk menghindari penyebarannya keseluruh organ
tubuh.
2. Manajemen nyeri nonfarmakologi yang bisa diberikan adalah terapi
murottal Alqur’an
3. Dalam upaya melakukan preventif terhadap penyakit lupus perlu
ditingkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia baik oleh pemerintah
maupun semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan. pasien juga
harus diberi penyuluhan tentang lupus apa, bahayanya dan bagaimana
gejalanya agar pasien bisa turut berperan aktif dalam upaya pencegahan
penyakit lupus
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Retikapati Luhu Putu (2016). Laporan Pendahuluan Konsep Dasar Teori Dan
Asuhan Keperawatan Intensif Pada Pasien Dengan Systemic Lupus
Erythematosus. Tingkat 4 Semeter 7. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Keperawatan Prodi 4
Reguler.