You are on page 1of 23

Textbook Reading

TERAPI CAIRAN DAN TRANSFUSI

Oleh : dr. Awang Supriady

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/
RSUP HAJI ADAM MALIK
2015
PENILAIAN VOLUME INTRAVASKULER
Penilaian dan evaluasi klinis volume intravascular biasanya dapat dipercaya, sebab pengukuran volume
cairan kompartemen belum ada. Volume cairan intravascular dapat ditaksir dengan menggunakan
pemeriksaan fisik atau laboratorium atau dengan bantuan monitoring hemodynamic yang canggih.
Dengan mengabaikan metoda yang ada, evaluasi serial diperlukan untuk mengkonfirmasikan kesan awal
dan panduan terapi cairan. Lebih dari itu, perlu melengkapi satu sama lain, sebab semua parameter
tidak langsung, pengukuran volume nonspesifik, kepercayaan pada tiap parameter mungkin salah.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik preoperative adalah yang paling dapat dipercaya .Tanda- tanda hipovolemia meliputi
turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut nadi yang kuat, denyut jantung dan tekanan darah dan
orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau posisi berdiri, dan mengukur pengeluaran urin.
Banyak obat yang pakai selama pembiusan, seperti halnya efek fisiologis dari stress pembedahan,
mengubah tanda-tanda ini dan memandang tak dapat dipercaya periode sesudah operasi. Selama
operasi, denyut nadi yang kuat (radial atau dorsalis pedis), pengeluaran urin, dan tanda tidak langsung,
seperti respon tekanan darah ke tekanan ventilasi yang positive dan vasodilatasi atau efek inotropic
negative dari anestesi, adalah yang paling sering digunakan.

Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur atau pada pretibial pada pasien yang dapat berjalan-
peningkatan pengeluaran urin adalah tanda hypervolemia pada pasien dengan dengan jantung, hepar,
dan fungsi ginjal yang normal. Gejala lanjut dari hypervolemia yaitu tachycardia, pulmonary crackles,
wheezing, cyanosis, dan frothy pulmonary secretion.

Tabel. Tanda-Tanda Kehilangan Cairan (Hipovolemia)

Evaluasi Laboratorium

Beberapa pengukuran laboratorium digunakan untuk menilai volume intravascular dan ketercukupan
perfusi.jaringan Pengukuran ini meliputi serial hematocrits, seperti pH darah arteri, berat jenis atau
osmolalitas urin, konsentrasi klorida atau natrium dalam urin, Natrium dalam darah, dan creatinin
serum, ratio blood urea nitrogen (perbandingan BUN). Ini hanya pengukuran volume intravascular
secara tidak langsung dan sering tidak bisa dipercaya selama operasi sebab dipengaruhi oleh beberapa
variabel dan hasilnya sering terlambat. Tanda-tanda laboratorium dari dehidrasi yaitu peningkatan
hematocrit progresif acidosis metabolic yang progresif, berat jenis urin >1.010, Natrium dalam urin <10
mEq/L, osmolalitas > 450 mOsm/kg, hypernatremia, dan ratio BUN- -kreatinin >10:1. Tanda-tanda pada
foto roentgen adalah meningkatnya vaskularisasi paru dan interstitiel yang ditandai dengan ( Kerly " B")
atau infiltrasi difus pada alveolar adalah tanda-tanda dari overload cairan
Pengukuran Hemodinamik

Monitoring CVP diindikasikan pada pasien dengan jantung dan fungsi paru yang normal jika status
volume sukar untuk dinilai dengan alat lain atau jika diharapkan adanya perubahan yang cepat.
Pembacaan CVP harus diinterpretasikan nilai yang rendah(< 5 mm Hg) mungkin normal kecuali jika ada
tanda-tanda hypovolemia. Lebih dari itu, respon dari bolus cairan ( 250 mL) yang ditandai dengan:
sedikit peningkatan ( 1-2 mm Hg) merupakan indikasi penambahan cairan, sedangkan suatu peningkatan
yang besar (> 5 mm Hg) kebutuhan cairan cukup dan evaluasi kembali status volume cairan.. CVP yang
terbaca >12 mmHg dipertimbangkan. hypervolemia dalam disfungsi ventricular kanan, meningkatnya
tekanan intrathorakal, atau penyakit pericardial restriktif.

Monitoring tekanan arteri Pulmonary dimungkinkan jika CVP tidak berkorelasi dengan gejala klinis atau
jika pasien mempunyai kelainan primer atau sekunder dari fungsi ventrikel kanan, kelainan fungsi tubuh;
yang juga berhubungan dengan paru-paru atau penyakit pada ventrikel kiri. Pulmonary Artery Occlusion
Pressure (PAOP) <8 mmHg menunjukkan adanya hypovolemia ,dikonfirmasi dengan gejala klinis;
bagaimanapun, nilai <15 Mm Hg berhubungan dengan pasien yang hipovolemia relative dengan
compliance ventrikel lemah. Pengukuran PAOP >18 mmHg dan biasanya menandakan beban volume
ventrikel kiri yang berlebih. Adanya penyakit katup Mitral (stenosis), stenosis aorta yang berat, atau
myxoma atrium kiri atau thrombus mengubah hubungan yang normal antara PAOP dan volume diastolic
akhir ventrikel kiri. Peningkatan tekanan pada thorak dan tekanan pada jalan nafas paru terlihat adanya
kesalahan; sebagai konsekwensi, semua pengukuran tekanan selalu diperoleh pada waktu akhir expirasi
.

Teknik terbaru mengukur volume ventrikel dengan transesophageal echocardiography atau oleh
radioisotop dan lebih akurat tetapi belum banyak tersedia.

CAIRAN INTRAVENA

Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi kedua-duanya. Solusi
cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul rendah (garam) dengan atau
tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat molekul tinggi seperti protein atau
glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan oncotic plasma dan sebagian besar ada di intravascular,
sedangkan cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.

Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid untuk pasien dg pembedahan. Para
ahli mengatakan bahwa koloid dapat menjaga plasma tekanan oncotic plasma, koloid lebih efektif dalam
mengembalikan volume intravascular dan curah jantung.Ahli yang lain mengatakan bahwa pemberian
cairan kristaloid efektif bila diberikan dalam jumlah yang cukup. Pendapat yang mengatakan bahwa
koloid dapat menimbulkan edema pulmoner pada pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler
paru adalah tak benar, sebab tekanan onkotik interstitial paru-paru sama dengan plasma ( lihat Bab 22).
Beberapa pernyataan dibawah ini yang mendukung :

1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam
mengembalikan volume intravascular.

2. Mengembalikan deficit volume intravascular dengan kristaloid biasanya memerlukan 3-4 kali
dari jumlah cairan jika menggunakan koloid.

3. Kebanyakan pasien yang mengalami pembedahan mengalami deficit cairan extracellular


melebihi deficit cairan intravascular..

4. Defisit cairan intravascular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan menggunakan
cairan koloid.

5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema jaringan.

Beberapa kasus membuktikan bahwa, adanya edema jaringan mengganggu transport oksigen,
memperlambat penyembuhan luka dan memperlambat kembalinya fungsi pencernaan setelah
pembedahan.

Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien dengan syok hemoragik dan septic
syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma kepala untuk menjaga tekanan perfusi otak, dan
pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar. Jika 3-4 L cairan kristaloid telah diberikan, dan respon
hemodinamik tidak adekuat, cairan koloid dapat diberikan.

Ada beberapa macam cairan kristaloid yang tersedia. Pemilihan cairan tergantung dari derajat dan
macam kehilangan cairan. Untuk kehilangan cairan hanya air, penggantiannya dengan cairan hipotonik
dan disebut juga maintenance type solution. Jika hehilangan cairannya air dan elektrolit,
penggantiannya dengan cairan isotonic dan disebut juga replacement type solution. Dalam cairan,
glukosa berfungsi menjaga tonisitas dari cairan atau menghindari ketosis dan hipoglikemia dengan
cepat. Anak- anak cenderung akan menjadi hypoglycemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam puasa. Wanita mungkin
lebih cepat hypoglycemia jika puasa (> 24 h) disbanding pria.

Kebanyakan jenis kehilangan cairan intraoperative adalah isotonik, maka yang biasa digunakan adalah
replacement type solution, tersering adalah Ringer Laktat. Walaupun sedikit hypotonic, kira-kira 100 mL
air per 1 liter mengandung Na serum 130 mEq/L, Ringer Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan
cairan extraselular dan paling sering dipakai sebagai larutan fisiologis. Laktat yang ada didalam larutan
ini dikonversi oleh hati sebagai bikarbonat. Jika larutan salin diberikan dalam jumlah besar, dapat
menyebabkan dilutional acidosis hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang tinggi (154 mEq/L):
konsentrasi bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi Clorida meningkat.
Larutan saline baik untuk alkalosis metabolic hipokloremik dan mengencerkan Packed Red Cell untuk
transfusi. Larutan D5W digunakan untuk megganti deficit air dan sebagai cairan pemeliharaan pada
pasien dengan restriksi Natrium. Cairan hipertonis 3% digunakan pada terapi hiponatremia simptomatik
yang berat (lihat Bab 28). Cairan 3 – 7,5% disarankan dipakai untuk resusitasi pada pasien dengan syok
hipovolemik. Cairan ini diberikan lambat karena dapat menyebabkan hemolisis.

Cairan Koloid

Aktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid untuk menjaga cairan ini ada di
intravascular. Walaupun waktu paruh dari cairan kristaloid dalam intravascular 20-30 menit, kebanyakan
cairan koloid mempunyai waktu paruh dalam intravascular 3-6 jam. Biasanya indikasi pemakaian cairan
koloid adalah :

1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang berat (misal: syok
hemoragik) sampai ada transfusi darah.

2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana

Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien luka bakar, koloid diberikan jika
luka bakar >30% dari luas permukaan tubuh atau jika > 3-4 L larutan kristaloid telah diberikan lebih dari
18-24 jam setelah trauma.

Beberapa klinisi menggunakan cairan koloid yang dikombinasi dengan kristaloid bila dibutuhkan cairan
pengganti lebih dari 3-4 L untuk transfuse. Harus dicatat bahwa cairan ini adalah normal saline ( Cl 145 –
154 mEq/L ) dan dapat juga menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik.

Banyak cairan koloid kini telah tersedia. Semuanya berasal dari protein plasma atau polimer glukosa
sintetik. Koloid yang berasal dari darah termasuk albumin ( 5% dan 25 % ) dan fraksi plasma protein
(5%). Keduanya dipanaskan 60 derajat selama 10 jam untuk meminimalkan resiko dari hepatitis dan
penyakit virus lain. Fraksi plasma protein berisi alpha dan beta globulin yang ditambahkan pada albumin
dan menghasilkan reaksi hipotensi. Ini adalah reaksi alergi yang alami da melibatkan aktivasi dari
kalikrein.

Koloid sintetik termasuk Dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan histamine
mediated- allergic reaction dan tidak tersedia di United States.Dextran terdiri dari Dextran 70 (
Macrodex ) dan Dextran 40, yang dapat meningkatkan aliran darah mikrosirkulasi dengan menurunkan
viskositas darah. Pada Dextran juga ada efek antiplatelet. Pemberian melebihi 20 ml/kg/hari dapat
menyebabkan masa perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat juga bersifat
antigenic dan anafilaktoid ringan dan berat dan ada reaksi anafilaksis. Dextan 1 ( Promit ) sama dengan
Dextran 40 atau dextran 70 untuk mencegah reaksi anafilaxis berat.;bekerja seperti hapten dan
mengikat setiap antibody dextran di sirkulasi.
Hetastarch (hydroxyetil starch) tersedia dalam cairan 6 % dengan berat molekul berkisar 450.000.
Molekul-molekul yang kecil akan dieliminasi oleh ginjal dan molekul besar dihancurkan pertama kali
oleh amylase. Hetastarch sangat efektif sebagai plasma expander dan lebih murah disbanding albumin..
Lebihjauh, Hetastarch bersifat nonantigenik dan reaksi anafilaxisnya jarang. Studi masa koagulasi dan
masa perdarahan umumnya tidak signifikan dengan infus 0.5 – 1 L. Pasien transplantasi ginjal yang
mendapat hetastarch masih controversial. Kontroversi ini dihubungkan juga dengan penggunaan
hetastarch pada pasien yang menjalani bypass kardiopulmoner. Pentastarch, cairan starch dengan berat
molekul rendah, sedikit efek tambahannya dan dapat menggantikan hetastarch.

TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan cairan normal dan kehilangan
cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

Kebutuhan Pemeliharaan Normal

Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan cepat karena adanya
pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari
kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Tabel Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan

Berat Badan Kebutuhan

10 kg pertama 4 ml/kg/jam

10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam

Masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam

Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab: 40+20+5=65 ml/jam

Preexisting Deficit

Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan menyebabkan defisit cairan
sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal
maintenance dengan lamanya puasa. Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40 + 20 + 50) ml / jam x
8 jam atau 880 ml. Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal.
Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering terdapat hubungan
antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.

Penggantian Cairan Intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit cairan preoperative
seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah, redistribusi dari cairan, dan penguapan).
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan darah.
Pada kasus kehilangan darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat
digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan.
Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara
volume cairan intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko
transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan transfuse sel darah merah. Transfusi dapat
diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21 - 24%).

Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL
biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas
lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam
prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari banyaknya darah yang hilang,
dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai dicapai Hb yang diharapkan.

Tabel. Perkiraan Volume Darah Rata-Rata (Average Blood Volumes)

Umur Volume Darah

NEONATES

PREMATURE 95 ML/KG

FULL-TERM 85 ML/KG

INFANTS 80 ML/KG

ADULTS

MEN 75ML/KG

WOMAN 65 ML/KG

Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.
Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan perkiraan volume darah.
Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari
volume darah mereka. Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan
. Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung
sebagai berikut:

• Estimasi volume darah dari Tabel 29-5.

• Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative (RBCV preop).

• Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah normal.

• Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit 30% adalah RBCV lost =
RBCV preop - RBCV 30%.

• Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Contoh :

Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa banyak jumah darah
yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?

Volume Darah yang diperkirakan = 65 mL/kg x 85 kg = 5525 ml.

RBCV 35 % = 5525 x 35 % = 1934 mL.

RBCV30% = 5525 x 30 % = 1658 mL

Kehilangan sel darah merah pada 30% = 1934 - 1658 = 276 mL.

Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL = 828 mL.

Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan darah melebihi 800 ml.
Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit hingga 24% (hemoglobin < 8.0
g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung banyaknya darah yang hilang, contohnya pada penyakit
jantung dimana diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL.

Tabel. Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan

DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN PENAMBAHAN CAIRAN

MINIMAL (contoh hernioraphy) 0 – 2 ml/Kg


SEDANG ( contoh cholecystectomy) 2 – 4 ml/Kg

BERAT (contohreseksi usus) 4 – 8 ml/Kg

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:

1. Satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada
orang dewasa); dan

2. 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.

Menggantikan Hilangnya Cairan Redistribusi dan Evaporasi

Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat manipulasi dan pembedahan,
dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan. Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan
menurut tabel di atas, berdasar pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat. Ini
hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya bervariasi pada masing-masing pasien.

TRANSFUSI

GOLONGAN DARAH

Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenic berbeda. Sedikitnya 20 antigen
golongan darah terpisah dapat dikenal; tanda dari masing-masing adalah di bawah control genetic dari
chromosom loci. Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem yang penting pada transfusi darah. Setiap orang
biasanya menghasilkan antibody ( alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari
transfusi. Antibodi dapat menjadi “alami” atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau
transfusi sebelumnya.

Sistem ABO

Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua alleles: A dan B. Masing-masing merepresentasikan
suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan antigen
yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir semua individu tidak mempunyai A
atau B " natural" yang menghasilkan antibody [ sebagian besar immu-noglobulin M ( IgM)] melawan
antigens ( Tabel 29-7) di dalam tahun pertama kehidupan. Antigen H adalah precursor dari system ABO
tetapi diproduksi oleh suatu chromosom tempat berbeda. Tidak adanya antigen H( hh genotype, juga
disebut Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu dengan kondisi sangat jarang
ini akan mempunyai anti-A, anti-B, dan anti-H antibodi.

Sistem Rh

Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome. Ada sekitar 46 Rh-berhubungan dengan
antigens, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan
antibody .Biasanya, ada atau tidak allele yang paling immunogenic dan umum, D antigen,
dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen D. Individu
yang kekurangan allele ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya
setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative
melahirkan bayi Rh-Positive).

Sistem Lain

Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan
Chido Rodgers antigens. Kebetulan, dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi
melawan sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.

TES KOMPATIBILITAS

Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigen-antibody sebagai hasil
transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak
baik.

Tabel. Golongan darah ABO

TIPE Adanya antibodi dalam serum Insidensi*

A anti– B 45%

B anti – A 8%

AB - 4%

O anti A, anti–B 43%

* angka rata-rata pada orang di Eropa

Tes ABO-Rh
Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO; antibody
yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing), mengaktifkan
komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravascular. Sel darah merah pasien diuji dengan serum
yang dikenal mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan jenis darah. Oleh karena
prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi jenis darah kemudian dibuat dengan menguji
serum pasien melawan sel darah merah dengan antigen yang dikenal.

Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk menentukan Rh. Jika hasilnya adalah Rh-
Negative, adanya antibodi anti-D d dapat diuji dengan mencampur serum pasien dengan sel darah
merah Rh (+).Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah paparan pertama pada antigen Rh
adalah 50-70%.

Crossmatching

Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima. Crossmatch mempunyai tiga
fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh ( kurang dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan
darah lain , dan ( 3) mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah. Yang
dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.

Screening Antibodi

Tujuan test ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi yang biasanya dihubungkan
dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal juga Coombs Tes tidak langsung) memerlukan 45
menit dan dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah dari antigen yang dikenal; jika ada
antibodi spesifik, membran sel darah merah dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi antiglobulin
menghasilkan aglutinasi sel daraah. Screening ini rutin dilakukan pada seluruh donor darah dan
dilakukan untuk penerima donor sebagai ganti dari crossmatch .

Type & Crossmatch versus Type & Screen

Timbulnya suatu reaksi hemolytic yang serius setelah transfusi dari ABO- dan Rh-Compatible Transfusi
dengan screening negatif tetapi tanpa crossmatch kurang dari 1%. Crossmatching, bagaimanapun,
meyakinkan pentingnya kemanan yang optimal dan mendeteksi adanya antibody yang lain yang muncul
dalam screening. Crossmatch kini dilakukan hanya untuk prosedur operasi elektif dg kemungkinan
transfusi darah. Oleh karena waktunya sekitar 45 menit jika sebelumnya prosedur dua type dan screen
telah didokumentasikan, pada beberapa Center telah memulai crossmatch secara komputer.
Pemesanan Darah Untuk OperasiKebanyakan rumah sakit menyusun daftar operasi yang akan dilakukan
dan yang maksimum jumlah unit yang dapat dicrossmatch preoperati. Seperti pada praktek mencegah
berlebihan Crossmatching darah. Daftar pada umumnya didasarkan pada masing-masing pengalaman
institusi. Suatu crossmatch-to-transfusion perbandingan kurang dari 2.5:1 dipertimbangkan bisa
diterima. Hanya suatu type and screen dilakukan jika timbulnya transfusi untuk suatu prosedur kurang
dari 10%. Jika transfusi diperlukan, dilakukan cross-match . Pinjaman secara khas dibuat untuk pasien
anemic dan mereka yang mempunyai kelainan pembekuan.

TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT

Ketika pasien sedang exsanguinating, kebutuhan transfusi terjadi sebelum penyelesaian suatu
crossmatch, penyaringan , atau bahkan identifikasi tipe darah. Jika jenis darah pasien sudah dikenal,
dilakukan crossmatch kurang dari 5 menit, akan mengkonfirmasikan kompatibilitas ABO. Jika jenis darah
penerima tidak dikenal dan transfusi harus dimulai sebelum penentuan, jenis O Rh-Negative darah
mungkin bisa digunakan.

BANK DARAH

Darah dari pendonor disaring untuk mengeluarkan zat-zat yang dapat mempengaruhi kondisi medis
yang kurang baik bagi penerima donor. Hematocrit ditentukan, jika >37% untuk allogeneic atau 32%
untuk donor autologous, darah dikumpulkan, diidentifikasi, disaring untuk antibodi, dan dilakukan
pengujian adanya Hepatitis B, Hepatitis C, sipilis,human T cell leukemia virus ( HTLV)-1 dan HTLV-2, dan
Human immunodeficiency virus ( HIV)-1 dan HIV-2. Kebanyakan pusat penelitian sedang melakukan tes
terhadap asam nucleat virus RNA untuk mendeteksi Hepatitis B dan C dan virus HIV ,dan sedang
melakukan deteksi terhadap West Nile Virus. Ada test yang sangat sensitif, dan mereka perlu membatasi
virus dengan window positif tetapi test negatif.

Pertama, darah dikumpulkan kemudian tambahkan larutan anticoagulant. Larutan yang paling umum
digunakan adalah CPDA-1, yang berisi sitrat sebagai antikoagulan (berikatan dengan Calcium), fosfat
sebagai buffer, dextrose sebagai sumber energi sel darah merah, dan adenosine sebagai precursor dari
sintesa ATP.

Darah dengan CPDA-1- dapat disimpan untuk 35 hari, setelah kelangsungan hidup sel darah merah
dengan cepat berkurang. Sebagai alternatif, penggunaan AS-1 ( Adsol) atau AS-3 ( Nutrice) meluas umur
rata-rata 6 minggu.

Semua unit yang dikumpulkan dipisahkan ke masing-masing komponen, yang diberi nama, sel darah
merah, platelets, dan plasma.

Ketika disentrifuge, 1 unit Whole blood utuh menghasilkan sekitar 250 mL packed red blood cel (
hematocrit 70%); mengikuti penambahan larutan saline, volume suatu unit packed red cell sering
mencapai 350 mL. Sel darah merah secara normal disimpan pada 1-6°C. Sel darah merah dapat
dibekukan dalam larutan glycerol hypertonis sampai 10 tahun. Teknik yang belakangan pada umumnya
disediakan untuk penyimpanan darah dengan phenotypes jarang. Supernatant disentrifuge untuk
menghasilkan platelets dan plasma. 1 Unit platelets yang diperoleh biasanya berisi 50-70 mL plasma dan
dapat disimpan pada 20- 24°C untuk 5 hari. Sisa plasma supernatant diproses dan dibekukan untuk
menghasilkan Fresh frozen plasma; pembekuan cepat mencegah inaktifasi faktor pembekuan ( V dan
VIII). Pencairan yang lambat dari Fresh frozen plasma menghasilkan suatu gelatin presipitat (cryo-
precipitate) yang berisi faktor VIII dan fibrinogen dengan konsentrasi tinggi. Ketika dipisahkan,
cryoprecipitate ini dapat dibekukan kembali untuk disimpan. Satu unit darah menghasilkan sekitar 200
mL plasma, yang mana dapat dibekukan untuk disimpan; sekali ketika, harus ditransfusi dalam 24 jam.
Platelets boleh sebagai alternatif untuk mencapai plateletpheresis, yang ekuivalen dengan enam unit
reguler dari pasien .

TRANSFUSI INTRAOPERATIF

Packed Red Blood Cells

Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat mengoptimalkan penggunaan dan
pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood Cell ideal untuk pasien yang memerlukan sel darah merah
tetapi tidak penggantian volume ( misalnya, pasien anemia dengan congestive heart failure). Pasien
yang dioperasi memerlukan cairan seperti halnya sel darah merah; kristaloid dapat diberikan dengan
infuse secara bersama-sama dengan jalur intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.

Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara hati-hati dicek dengan kartu dari bank
darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabung transfusi berisi 170-J.m untuk menyaring
gumpalan atau kotoran. Dengan ukuran sama dan saringan berbeda digunakan untuk mengurangi
leukocyte isi untuk mencegah febrile reaksi transfusi febrile pada pasien yang sensitif. Darah untuk
transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai 37°C. terutama jika lebih dari 2-3 unit yang akan
ditransfusi; jika tidak akan menyebabkan hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan secara khas
2,3-diphosphoglycerate ( 2,3-DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang disimpan dapat menyebabkan
suatu pergeseran kekiri ditandai hemoglobin-oxygen kurva-disosiasi dan, menyebabkan hipoxia jaringan.
Penghangat darah harus bisa menjaga suhu darah > 30°C bahkan pada aliran rata-rata sampai 150
ml/menit

Fresh Frozen Plasma

Fresh Frozen Plasma ( FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor pembekuan. Transfusi
FFP ditandai penanganan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan warfarin therapy, dan koreksi
coagulopathy berhubungan dengan penyakit hati. Masing-Masing unit FFP biasanya meningkatkan
faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada umumnya dosis awal 10-15 mL/kg. Tujuannya adalah
untuk mencapai 30% dari konsentrasi faktor pembekuan yang normal.

FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive. Pasien dengan
defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocyto-penic thrombotic dapat diberikan FFP
transfusi.

Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar yang sama sebagai unit darah utuh. Sebagai
tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap protein plasma. ABO-COMPATIBLE biasanya diberi
tetapi tidak wajib. Seperti butir-butir darah merah, FFP biasanya dihangatkan 37°C sebelum transfusi.

Platelets

Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau dysfunctional platelets
dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat diberikan pada pasien dengan hitung trombosit
10,000-20,000 oleh karena resiko perdarahan spontan.

Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan peningkatan perdarahan selama
pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang mengalami pembedahan atau prosedur invasive
harus diberikan profilaxis transfusi trombosit sebelum operasi, hitung trombosit harus meningkat diatas
100,000 x 109/L. Persalinan pervaginam dan prosedur bedah minor dapat dilakukan pada pasien dengan
hitung trombosit yang agak rendah tapi fungsi trombosit normal dan hitung trombosit >50,000 x 109/L.

Masing-Masing unit platelets mungkin diharapkan untuk meningkatkan 10,000-20,000 x 109/L dari
trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang sejenisnya enam unit donor tunggal. Peningkatan lebih
sedikit dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan
perdarahan pada pembedahan bahkan ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative
dengan memeriksa masa perdarahan. . Transfusi. Platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi
trombosit dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah
diinginkan tetapi tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti
transfusi. ABO kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-
Negative donor dalam kaitan dengan adanyanit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat
diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan
pada pembedahan bahkan ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative dengan
memeriksa masa perdarahan. . Transfusi. Platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit
dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet transfusi adalah diinginkan
tetapi tidak perlu. Transfused Platelets biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi. ABO
kompatibel dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-Negative donor
dalam kaitan dengan adanya beberapa butir-butir darah merah di (dalam) Rh-Positive platelet Unit.
Lebih dari itu, anti-A atau anti-B zat darah penyerang kuman di (dalam) yang 70 mL plasma pada setiap
platelet unit dapat menyebabkan suatu reaksi hemolytic melawan terhadap butir-butir darah merah
penerima ketika sejumlah besar ABO-incompatible platelet unit diberi. Administrasi Rh immuno-globulin
ke Rh-Negative Individu dapat melindungi dari Rh sensitisasi yang mengikuti Rh-Positive platelet
Transfusi. Pasien yang kembang;kan zat darah penyerang kuman melawan terhadap HLA antigens
lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi) atau platelet spesifik antigens memerlukan HLA-
COMPATIBLE atau single-donor unit. Penggunaan plateletpheresis transfusi boleh ber/kurang
kemungkinan sensitisasi.

Transfusi Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien neutropenia dengan
infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam
sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulocytes pada umumnya
diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan
endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi
leukosit (lihat di bawah), tetapi mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim ( granulocyte
colony-stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-macrophage colony-stimulating
faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.

KOMPLIKASI TRANSFUSI

A. Komplikasi Imun

Komplikasi imun setelah transfusi darah terutama berkaitan dengan sensitisasi donor ke sel darah
merah, lekosit, trombosit atau protein plasma.

1. Reaksi Hemolytic

Reaksi Hemolytic pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah yang ditransfusikan
oleh antibody resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolysis sel darah merah resipien terjadi sebagai hasil
transfusi antibody sel darah merah.Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting faktor, atau
cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B ( atau kedua-duanya)
alloantibodies. Transfusi dalam jumlah besar dapat menyebabkan hemolisis intravascular.

Reaksi Hemolytic biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau delayed ( extravascular).

Reaksi Hemolytic Akut

Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan Inkompatibilitas ABO dan frekwensi
yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi. Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi suatu
pasien, spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat. Resiko suatu reaksi
hemolytic fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien yang sadar, gejala meliputi rasa dingin,
demam, nausea, dan sakit dada. Pada pasien yang dianestesi, manifestasi dari suatu reaksi hemolytic
akut adalah suhu meningkat, tachycardia tak dapat dijelaskan , hipotensi, hemoglobinuria, dan oozing
yang difus dari lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan fungsi
ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali tergantung pada berapa banyak
darah yang inkompatibel yang sudah diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi setelah infuse 10 – 15 ml
darah yang ABO inkompatibel. Manajemen reaksi hemoiytic dapat simpulkan sebagai berikut:

• Jika dicurigai suatu reaksi hemolytic, transfusi harus dihentikan dengan segera.

• Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.

• Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.

• Osmotic diuresis harus diaktipkan dengan mannitol dan cairan kedalam pembuluh darah.

• Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

Reaksi hemolytic lambat

Suatu reaksi hemolytic lambat biasanya disebut hemolysis extravascular biasanya ringan dan disebabkan
oleh antibody non D antigen Sistem Rh atau ke asing alleles di system lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd
antigens. Berikut suatu transfusi ABO dan Rh D-compatible,pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan
membentuk antibody untuk melawan antigen asing. Pada saat itu

Sejumlah antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa bulan), tranfusi sel darah
telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun dan mungkin tidak terdeteksi.
Terpapar kembali dengan antigen asing yang sama selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan
respon antibody melawan antigen asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen. Reaksi
hemolytic pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala biasanya ringan, terdiri dari
malaise, jaundice, dan demam. Hematocrit pasien tidak meningkat setelah transfusi dan tidak adanya
perdarahan. Serum bilirubin unconjugated meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.

Diagnosa antibody - reaksi hemolytic lambat mungkin difasilitasi oleh antiglobulin (Coombs) Test.
Coombs test mendeteksi adanya antibody di membrane sel darah. Test ini tidak bisa membedakan
antara membrane antibody resipien pada sel darah merah dengan membrane antibody donor pada sel
darah merah. Jadi, ini memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada
kedua spesimen : pasien dan donor.

Penanganan reaksi hemolytic lambat adalah suportif. Frekwensi reaksi transfusi hemolytic lambat
diperkirakan kira-kira 1:12,000 transfusi. Kehamilan ( terpapar sel darah merah janin) dapat juga
menyebabkan pembentukan alloan-tibodies pada seldarah merah.
2. Reaksi Imun Nonhemolitik

Reaksi imun Nonhemolytic adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari resipien ke donor lekosit,
platelets, atau protein plasma.

Febrile Reaksi

Sensitisasi lekosit atau Platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febrile. Reaksi ini umumnya ( 1-
3% tentang episode transfusi) dan ditandai oleh suatu peningkatan temperatur tanpa adanya hemolysis.
Pasien dengan suatu riwayat febrile berulang harus menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi sarah
merahh dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtration, atau teknik freeze-thaw.

Reaksi Urtikaria

Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh erythema, penyakit gatal bintik merah dan bengkak, dan
menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan
dengan sensitisasi pasien ke transfusi protein plasma. Reaksi Urticaria dapat diatasi dengan obat
antihistamine ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroids.

Reaksi Anafilaksis

Reaksi anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 150,000 transfusi). Reaksi ini berat dan terjadi setelah
hanya beberapa mililiter darah ditranfusi, secara khas pada IgA- Pasien dengan Deficiensi anti-IgA yang
menerima tranfusi darah yang berisi IgA. Prevalensi defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada populasi
yang umum. Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinephrine, cairan, corticosteroids, dan H1, dan H2
blockers. Pasien dengan defisiensi IgAperlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen
red cells, atau IgA-Free blood Unit .

Edema Pulmonary Noncardiogenic

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury [ TRALI]) merupakan komplikasi yang
jarang terjadi(< 1:10,000). Ini berkaitan dengan transfusi antileukocytic atau anti-HLA antibodi yang
saling berhubungan dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.Tranfusi
sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin. Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan
Acute Respiratory distress syndrome ( ARDS), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan therapy
suportif.
Graft versus Host Disease

Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel darah berisi lymfosit mampu
mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah
penyakit graft-versus-host; iradiasi ( 1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet
secara efektif menginaktifasi lymfosit tanpa mengubahefikasi dari transfusi.

Purpura Posttransfusi

Thrombocytopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan berkembangnya
alloantibody trombosit. Karena alasan yang tidak jelas, antibodi menghancurkan trombosit. Hitung
trombosit secara jelas menurun 1 minggu setelah tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.

Imun Supresi

Transfusi leukosit-merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi. Ini adalah terlihat jelas
pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif nampak untuk meningkatkan survival
dari graft. Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan malignan mungkin lebih
mirip pada pasien yang menerima transfusi darah selamapembedahan. Dari kejadian yang ada juga
menyatakan bahwa tranfusi leukocyte allogenic dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada
akhirnya, transfusi darah dapat meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau
trauma.

B. Komplikasi Infeksi

1. Infeksi virus

Hepatitis

Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis setelah transfusi
darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaitan dengan hepatitis C virus. Timbulnya
hepatitis posttransfusi antarab 1:63,000 dan 1:1,600,000; 75% tentang kasus ini adalah anicteric, dan
sedikitnya 50% berkembang;menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir
ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.

Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS )

Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi darah. Semua darah
dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi . Dengan adanya FDA yang menguji asam
nukleat memperkecil waktu kurang dari satu minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV melalui
tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.

Infeksi Virus Lain

Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit sistemik ringan atau
asimptomatik.Yang kurang menguntungkan, pada beberapa individu menjadi pembawa infeksi
asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor dapat menularkan virus. Pasien immunosupresi dan
Immunocompromise ( misalnya, bayi prematur dan penerima transplantasi organ ) peka terhadap
infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya, . pasien- pasien menerima hanya CMV negative.
Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari transfusi dari darah yang
leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV negative. Oleh karena itu, pemberian darah
dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus
lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah
dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan
Parvovirus telah dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis
transient aplastic pada pasient immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya
mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.

2. Infeksi parasit

Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria, toxoplasmosis, dan Penyakit
Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.

3. Infeksi Bakteri

Kontaminasi bakteri dalam adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi. Prevalensi kultur positif
dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000 untuk pRBC. Prevalensi sepsis oleh
karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk pRBC. Angka-angka ini
secara relatif besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta. Baik
bakteri gram-positive ( Staphylococus) dan bakteri gram-negative ( Yersinia dan Citrobacter) jarang
mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari
bakteri, darah harus berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui
transfusi darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam
rickettsia.

C. Transfusi Darah Masif


Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu sampai dua kali volume
darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20 unit.

Koagulopati

Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional thrombocytopenia. Secara
klinis dilusi dari factor koagulasi tidak biasa terjadi pada pasien normal. Studi Koagulasi dan hitung
trombosit, jika tersedia, idealnya menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa Viscoelastic dari
pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot Analisa) juga bermanfaat.

Keracunan Sitrat

Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat menjadi penting setelah transfusi
darah dalam jumlah besar. Secara klinis hypocalcemia penting, karena menyebabkan depresi jantung,
tidak terjadi pada pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab metabolisme
sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau disfungsi hepar ( dan kemungkinan pada pasien
hipothermi) memerlukan infuse calcium selama transfusi massif ).

Hypothermia

Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua produk darah cairan intravena
hangat ke temperatur badan normal. Arhitmia Ventricular dapat menjadi fibrilasi ,sering terjadi pada
temperatur sekitar 30°C. Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat infus
cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah sungguh mengurangi timbulnya
insiden hypothermia yang terkait dengan transfusi.

Keseimbangan asam basa

Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan antikoagulan asam sitrat dan
akumulasi dari metabolit sel darah merahs (carbondioxida dan asam laktat), berkenaan dengan
metabolisme acidosis metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari
kelainan asam basa setelah tranfusi darah massif adalah alkalosis metabolic postoperative.Ketika perfusi
normal diperbaiki, asidosis metabolic berakhir dan alkalosis metabolic progresif terjadi, sitrat dan laktat
yang ada dalam tranfusi dan cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.

Konsentrasi Kalium Serum Konsentrasi kalium Extracellular dalam darah yang disimpan meningkat
dengan waktu. Jumlah kalium extracellular yang transfusi pada unit masing-msaing kurang dari 4 mEq
perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi
100 mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali dihubungkan dengan
alkalosis metabolisme.
STRATEGI ALTERNATIF UNTUK PENAGANAN KEHILANGAN DARAH SELAMA PEMBEDAHAN

Transfusi Autologous

Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu kemungkinan tinggi untuk transfusi
dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan selama operasi. Darah ini dapat
dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi. Pasien diperbolehkan untuk mendonorkan satu
kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kebutuhan
pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan membuat volume plasma kembali
normal. Dengan suplementasi besi dan terapi eritropoetin rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya
tiga atau empat unit pada umumnya dikumpulkan sebelum operasi. Beberapa studi menyatakan bahwa
transfusi darah autologous tidak mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien
yang mengalami operasi untuk kanker. Walaupun transfusi autologous mungkin mengurangi resiko
infeksi dan reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi
reaksi immunologi yang berhubungan dengan n kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan
label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi dapat terjadi dalam kaitan
dengan allergen (misalnya, ethylen oksida), dapat masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan
gudang/penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative autologous dilakukan dengan frekwensi
berkurang.

Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang

Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vascular dan bedah tulang. Darah di aspirasi
intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah ( heparin) ke dalam suatu
reservoir. Setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan dan dicuci
untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di transfusikan kembali ke dalam pasien.
Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai hematocrits 50-60%. Untuk digunakan secara efektif,
teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi
pencemaran dari luka yang busuk dan tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang
kemungkinan reinfusi sel malignan via teknik tills tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana
memungkinkan rein-fusion darah tanpa centrifugae.

Normovolemic Hemodilusi

Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi sel darah merah
dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah dalam jumlah besar
ditumpahkan; lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume intravascuiar terkontrol. Darah
umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena yang besar dan digantikan dengan
cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah
yang dikeluarkan disimpan dalam kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari
trombosit; darah di transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika
diperlukan.

Donor - Transfusi Langsung

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang mengandung ABO
kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan umumnya memerlukan donor
kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah dan mengkonfirmasikan kompatibilitas.

Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara random tidak ada
perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.

KONSEP UTAMA

1. Walaupun waktu paruh cairan kristaloid didalam intravascular adalah 20-30 menit, kebanyakan
cairan koloid mempunyai waktu paruh antara 3-6 jam.

2. Pasien dengan hematocrit normal bisanya ditransfusi hanya setelah kehilangan darah lebih dari
10-20% dari volume darahnya. Ini berdasarkan kondisi medis pasien dan prosedur pembedahan.

3. Reaksi transfusi yang paling berat yaitu yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO,
antibody yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen dalam transfusi (asing),
mengaktifkan komplemen,dan mengakibatkan hemolysis intravascular.

4. Pada pasien yang dianestesi, manifestasi dari reaksi hemolytic akut adalah kenaikan temperatur,
tachycardia yang tak dapat dijelaskan,hypotensi, hemoglobinuria dan oozing difus dari lapangan operasi.

5. Transfusi leukocit termasuk produk darah dapat menjadi immunosuppressive.

6. Pasien immunosupresi dan immunocompromised (misalnya, bayi premature dan penerima


transplantasi organ) terutama peka terhadap infeksi cytomegalovirus (CMV) melalui transfusi. Seperti
pasien yang hanya menerima unit CMV-NEGATIVE.

7. Penyebab tersering pendarahan dari transfusi darah yang massif adalah dilutional
thrombocytopenia.

8. Secara klinis hypocalcemia, menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada pasien normal
kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap 5 menit.
9. Ketidakseimbangan asam basa yang paling sering setelah transfusi darah masif adalah alkalosis
metabolic post operative.

You might also like

  • ISI
    ISI
    Document17 pages
    ISI
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Zinc
    Zinc
    Document1 page
    Zinc
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Jadwal Jaga Juni
    Jadwal Jaga Juni
    Document1 page
    Jadwal Jaga Juni
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Hiperprolaktinemia
    Hiperprolaktinemia
    Document18 pages
    Hiperprolaktinemia
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document3 pages
    Bab 1
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Antiaritmia
    Antiaritmia
    Document21 pages
    Antiaritmia
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • 11 Pengujian Hipotesis Rata Rata Dua Populasi
    11 Pengujian Hipotesis Rata Rata Dua Populasi
    Document8 pages
    11 Pengujian Hipotesis Rata Rata Dua Populasi
    Dikdik Pramiady Putra
    No ratings yet
  • BAB 2 Zinc
    BAB 2 Zinc
    Document3 pages
    BAB 2 Zinc
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document3 pages
    Bab 1
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Zinc
    Zinc
    Document1 page
    Zinc
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Paper Osteosarkoma
    Paper Osteosarkoma
    Document20 pages
    Paper Osteosarkoma
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • TraumaKepala
    TraumaKepala
    Document33 pages
    TraumaKepala
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • LAPKAS Anestesi Intususepsi, Invaginasi
    LAPKAS Anestesi Intususepsi, Invaginasi
    Document44 pages
    LAPKAS Anestesi Intususepsi, Invaginasi
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Hipertensi Pada Kehamilan
    Hipertensi Pada Kehamilan
    Document24 pages
    Hipertensi Pada Kehamilan
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Fisiologi Kardiovaskuler Dan Anestesi
    Fisiologi Kardiovaskuler Dan Anestesi
    Document53 pages
    Fisiologi Kardiovaskuler Dan Anestesi
    D'ian See TreeDhi
    No ratings yet
  • Hipertensi Pada Kehamilan
    Hipertensi Pada Kehamilan
    Document24 pages
    Hipertensi Pada Kehamilan
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Journal Reading Cover
    Journal Reading Cover
    Document10 pages
    Journal Reading Cover
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • TBR Pak Dos
    TBR Pak Dos
    Document19 pages
    TBR Pak Dos
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • TBR Pak Dos
    TBR Pak Dos
    Document19 pages
    TBR Pak Dos
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Reference
    Reference
    Document3 pages
    Reference
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document34 pages
    Daftar Isi
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document2 pages
    Daftar Isi
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Chapter II
    Chapter II
    Document22 pages
    Chapter II
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Lapkas Jadi
    Lapkas Jadi
    Document41 pages
    Lapkas Jadi
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Anatomi Kelenjar Tiroid
    Anatomi Kelenjar Tiroid
    Document16 pages
    Anatomi Kelenjar Tiroid
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Chapter I
    Chapter I
    Document3 pages
    Chapter I
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Nomor ICD
    Nomor ICD
    Document19 pages
    Nomor ICD
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet
  • Boiii
    Boiii
    Document11 pages
    Boiii
    Muhammad Harmen Reza Siregar
    No ratings yet