Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus.
Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan
daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara.1 Terdapat empat pasang
sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi,
sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan
sinus sphenoidalis di belakang bola mata.1,2,3 Sampai saat ini sinus paranasal
merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena
bentuknya bervariasi pada tiap individu.2 Terdapat membran yang melapisi sinus
tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidung
melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. Sinus yang sehat tidak
mengandung bakteri atau virus yang belum steril.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Hidung dan Sinus
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan
kavum nasi dengan nasofaring.7
sensoris dari n. etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang
berasal dan n. oftalmikus (N.V-I). Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribrosa
dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada rnukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.7
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna,
di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di
belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan
dari cabang–cabang a.fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari
cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina
mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis
(pendarahan hidung) terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur
luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus.
Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi
untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.7
Hidung memiliki fungsi sebagai : 7
Fungsi respirasi : Hidung sebagai tempat masuk dan keluarnya udara dari
lingkungan menuju sistem respirasi dan sebaliknya.
Fungsi penghidu : Hidung sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum.
Fungsi fonetik : Resonansi oleh hidung untuk kualitas suara ketika
berbicara dan menyanyi. Hidung membantu proses pembentukkan kata-
kata.
5
sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka media
terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis perlekatan konka
media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara kedua kelompok. Proctor
berpendapat bahwa salah satu fungsi penting sinus paranasal adalah sebagai sumber
lendir yang segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung. Selain itu
juga sinus paranasal berfungsi untuk mengatur kondisi udara, menahan suhu,
membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi udara, meredam perubahan
tekanan udara dan membantu produksi mukus. 7
2.2 Sinusitis
2.2.1 Definisi Sinusitis
Sinusitis adalah proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus
paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.1
2.2.2 Epidemiologi sinusitis
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada
batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis
dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran napas atas pada
dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. Di US dilaporkan bahwa lebih
dari 30 juta pasien menderita sinusitis.8
2.2.3 Etiologi Sinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osteo-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik
seperti HIV, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negeri
adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak-anak penyebab sinusitis terbanyak adalah
hipertrofi adenoid.9
7
2.2.4 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobal
dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.10
Organ-organ yang membetuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema mukosa yang berdekatan atau berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bakterial dan biasanya sembuh
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. 10
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan
ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. 10
Jika inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.
Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. 10
oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang- kadang tanpa tulang
pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau
inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau
melalui pembuluh darah dan limfe.
2. Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu
keadaan yang tidak jarang ditemukan. Angka kejadiannya meningkat dengan
meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obatan
imunosupresan dan radio terapi. Kondisi yang merupakan predisposisi antara
lain diabetes melitus, neutropenia, penyakit AIDS/HIV dan perawatan yang
lama di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi
sinus paranasal ialah spesies Aspergilus dan Candida. Perlu diwaspadai
adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut: sinusitis unurateral, yang
sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang:9,10
1. Sinusitis Dentogen
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, seringkali turun ke
tenggorokan (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti
demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang
mengalami gangguan. Ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga
terasa di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila,
nyeri di antara atau di antara kedua bola mata menandakan sinusitis edmoid,
nyeri di dahi atau di seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan
daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi
dan telinga.
9
kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat
kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam sinus.
2.2.7 Terapi
Terapi sinusitis diberikan berdasarkan penyebabnya, antara lain : 9,10
1. Sinusitis Dentogen
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis
akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis, antibiotik diberikan
selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik
diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi yang dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mokolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau proetz displacement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi
terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskandan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi
adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel; polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2. Sinusitis Jamur
12
HIV merupakan sebuah retrovirus yang memiliki genus lentivirus, genus ini
memiliki tipe klinis seperti sumber penyakit infeksi yang kronis, periode laten klinis
yang panjang, replikasi virus yang persisten dan terlibat dalam sistem saraf pusat.
Virus ini berbeda dengan virus lain karena tubuh manusia tidak dapat menyingkirkan
virus ini. HIV menyebar melalui cairan tubuh dan memiliki cara khas dalam
menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel CD4 atau sel-T.11
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,
karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap
hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat
ditularkan selama hidup penderita tersebut. 11
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein.
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120
berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap
pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan
dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV
hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat
juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.11
Western Blot, dan PCR (Polymerase chain reaction) dengan sampel whole blood,
dried bloodspots, saliva dan urin.12
Rapid test disarankan untuk kasus kecelakaan kerja bagi petugas yang
terpapar darah penderita HIV/AIDS atau pada penderita yang kemungkinan tidak
mau datang kembali untuk menyampaikan hasil tes HIV. Tes ELISA merupakan
pemeriksaan yang umum dilakukan karena praktis dan sensitifitasnya tinggi.
Rekomendasi WHO jika tes ELISA dengan 3 reagen yang berbeda hasilnya postif
semua atau rapid test dengan 3 reagen hasilnya positif semua maka tidak dianjurkan
tes Western Blot (WB). 12
2.3.5 Pengobatan
Pengobatan HIV AIDS saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang
efektif. Sehingga pengobatan HIV AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok, dengan
tujuan sebagai pengobatan suportif, pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan
antiretroviral (ARV).13
1. Pengobatan Suportif
Pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini
terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simtomatik, vitamin, dan dukungan
psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal
mungkin. Pengobatan infeksi oportunistik dilakukan secara empiris. 13
Sinusitis menimbulkan masalah klinis yang sulit pada pasien terinfeksi HIV
karena tingginya tingkat kekambuhan dan berhubungan dengan patogen yang tidak
biasa. Jika penyakit sinus atau komplikasinya bertahan meskipun terapi medis yang
luas, operasi harus dipertimbangkan. Pembedahan sinus endoskopik (ESS) berhasil
dalam memberikan pengurangan terhadap gejala yang ditandai dengan sinusitis
kronis dan penyakit hidung pada orang yang terinfeksi HIV. Friedman dkk
melaporkan bahwa pasien yang menjalani standar ESS memiliki tingkat keberhasilan
yang memuaskan.15
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. Stefanus Adeodatus Petu
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Katolik
Alamat : Perumnas Jalan Kokus NO VIII
Pekerjaan : Dosen
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2018
3.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 30 November 2018
1. Keluhan Utama:
Hilang pendengaran sejak ± 1 minggu lalu.
2. Keluhan Penyerta:
Pasien sering mengorek telinga kanan dan kirinya, tetapi pada telinga
kanan keluar kotoran telinga yang keras disertai dengan rasa telinga seperti
tertutup. Flu dirasakan sejak 1 bulan lalu, dengan ingus berwarna
kekuningan yang dirasakan turun ke tenggorokan. Batuk (+) dengan dahak
berwarna hijau kekuningan. Nyeri disekitar wajah dan kepala (-), pasien
memiliki karies gigi pada rahang atas (+), demam (+), badan lemah (+),
mual (+), muntah (-), napsu makan dan berat badan menurun, diare (+).
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang pasien laki-laki berusia 37 tahun dirawat di ruangan Flamboyan di
RSUD T.C. Hillers yang didiagnosis dari bagian Penyakit Dalam dengan
B20 + Pneumonia + Dispepsia + Hearing Loss. Pasien mengeluh
pendengaran berkurang karena dirasakan pada telinga kanan seperti
20
tertutup yang terjadi sejak ± 1 minggu lalu. Pasien juga mengeluh adanya
flu yang dirasakan sejak hari itu, ingus berwarna kekuningan yang
dirasakan turun ke tenggorokan. Batuk (+) dengan dahak berwarna hijau
kekuningan. Nyeri disekitar wajah dan kepala (-), pasien memiliki karies
gigi pada rahang atas (+), demam (+), badan lemah (+), diare (+), rasa mual
tetapi tidak muntah, napsu makan dan berat badan menurun,
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah mengalami gejala seperti yang diderita sekarang
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki gejala seperti pasien
Status Generalis
Kesadaran : compos mentis Sianosis : -
Tensi : 90/60 mmHg Stridor inspirasi : -
Nadi : 80x/menit Retraksi suprasternal : -
Respiratory rate : 20 x/menit Retraksi intercostal : -
Suhu : afebris Epigastrial : -
Anemia : conjungtiva anemis (-)
22
9Gb.
T2 T1
Hiperemi -
Granulae -
MAE hiperemis -/- Laringoskopi indirek : dalam
Hyperemia -/-
Edema -/- Edema -/- batas normal
Nyeri tekan -/-
sekret -/-
Rinoskopi posterior
Septum nasi
Kauda konka Terdapat
Meatus nasi sekret
Muara tuba eus
Fossa rosenmuller
Atap nasofaring
Tes transluminasi : tidak
dilakukan
23
Kesan :
Pada pemeriksaan foto waters (01-12-2018) dikesankan tampak
opasitas dalam sinus maxilaris bilateral yang membentuk air fluid
level samar, mengarah sinusitis maxilaris bilateral, sinusitis frontalis
normal lusen, septum nasi deviasi, concha bilateral tak hipertrofi,
tulang yang tervisualisasi intak.
3.5 Diagnosis
Tuba Oklusi/ Rhinitis Akut dengan DD: Sinusitis Maxilaris Akut
3.6 Penatalaksanaan
Cuci hidung dengan NaCl 0,9%
Metilprednisolon 3 x 4mg
Lapifed 2 x 1 tab
24
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Resume
O: Rinoskopi anterior : tidak terdapat edema vestibulum nasi, konka media berwarna
merah muda, nampak normal. Rinoskopi posterior : terdapat sekret pada bagian
nasofaring.
Hidung :
Pemeriksaan penunjang :
Foto waters : Adanya deviasi pada septum nasi dan nampak opasitas dalam
sinus maxilaris bilateral yang membentuk air fluid level samar, mengarah
sinusitis maxilaris bilateral
25
4.2 Pembahasan
Sinus adalah rongga yang terdapat di dalam tulang kepala. Terdapat 4 pasang
sinus yang terletak di sekitar wajah. Sinus berguna sebagai pengatur kondisi udara,
menahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi udara,
meredam perubahan tekanan udara dan membantu produksi mukus.10
Sinusitis adalah inflamasi pada sinus. Sinusitis dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri dan jamur. Bakteri yang paling sering menyebabkan sinusitis adalah
Streptococcus pneumonia, Hemophylus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Jamur
yang paling sering menyebabkan sinusitis adalah spesies Aspergilus dan Candida.
Selain itu sinusitis juga dapat disebabkan oleh ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-
meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia
seperti pada sindroma kartagener, fibrosis kistik dan hipertrofi adenoid. 10
Sinusitis yang paling sering adalah sinusitis maksilaris oleh karena (1)
merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar
sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus
maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat
26
menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di
sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Sinusitis sering terjadi pada pasien dengan defisiensi imun yang disebabkan
oleh HIV, dengan kejadian hingga 60% pada beberapa kasus, akut maupun kronis,
dengan atau tanpa drainase postnasal mukopurulen. Organisme penyebab terjadinya
sinusitis pada pasien HIV seperti Alternaria alternata, Aspergillus sp.,
Pseudoallescheria boydii, Cryptococcus neoformans dan Candida albicans, serta
agen-agen yang terlibat untuk terjadinya sinusitis pada inang tanpa infeksi HIV.14
DAFTAR PUSTAKA