You are on page 1of 11

1.

Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan istilah yang digunakan dalam menjelaskan
akuntansi perencanaan serta pengukuran dan evaluasi kinerja organisasi sepanjang garis
pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban merupakan kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan
yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya hanya dapat diterapkan pada manusia dan
pertanggungjawaban ini muncul akibat adanya hubungan antara atasan dengan bawahan. Pusat
pertanggungjawaban merupakan bagian dalam organisasi yang diakumulasikan secara
menyeluruh untuk kepentingan pencatatan. Asumsinya bahwa seseorang pada pusat
pertanggungjawaban mempunyai pengendalian terhadap seluruh catatan-catatan tersebut.
Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian
rupa sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan pendapatan dilakukan sesuai dengan pusat
pertanggungjawaban dalam organisasi dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok
orang yang bertanggung jawab atas penyimpangan biaya dan pendapatan yang dianggarkan
(Mulyadi, 2004: 218). Dalam akuntansi pertanggungjawaban, masalah-masalah bisnis dapat
dikendalikan seefektif mungkin dengan cara mengendalikan orang-orang yang bertanggung
jawab dalam menjalankan operasi tersebut. Salah satu tujuan akuntansi pertanggungjawaban
adalah memastikan bahwa individu-individu pada seluruh tingkatan perusahaan telah
memberikan kontribusi yang memuaskan terhadap pencapaian tujuan perusahaan secara
menyeluruh. Dalam hal ini maka akuntansi pertanggungjawaban ditunjukkan untuk manusia,
peran mereka, dan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka.

2. Aspek Keperilakuan pada Akuntansi Pertanggungjawaban


Organisasi merupakan suatu kegiatan usaha, baik itu organisasi yang menyediakan jasa
maupun organisasi yang melakukan produksi, yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
terlibat dalam organisasi tersebut. Dalam proses menjalankan organisasi, tidak bisa dinafikkan
kalau orang - orang yang terlibat di dalamnya memiliki warna yang berbeda dan kepentingan
yang berbeda pula.
Namun dari semua perbedaan tersebut hal yang terpenting adalah bagaimana agar semua
itu sesuai dengan visi dan misi organisasi oleh karena itu dibutuhkan sistem pengendalaian yang
baik dan dilakukan secara konsisten dan sistematis dengan tujuan untuk memperkecil bentuk-
bentuk kepentingan tersebut demi tercapainya tujuan dan kepentingan organisasi yang apabila
dibawa dalam ekonomi ada yang dikatakan akuntansi keperilakuan yang lebih terfokus pada
laporan kinerja atau laporan prilaku karyawan, sebagai pengawas perusahaan atau organisasi.
Dalam akuntansi keperilakuan yang berbicara tentang perilaku selalu berbarengan dengan
akuntansi pertanggung jawaban dimana merupakan penjelas akuntansi perencanaan, pengukur,
pengevaluasi kinerja organisasi, pemegang kendali bagi orang-orang yang bertanggung jawab
menjalankan operasi dan jawaban bagi setiap masalah umum pada akuntansi managemen, serta
merupakan komponen penting dari sistem pengendalian sebab pada laporan pertanggung
jawababn mencakup semua aspek perilaku yang akan dikendalikan oleh perusahaan.
Akuntansi pertanggung jawaban memberikan suatu kerangkah kerja yang berarti untuk
melakukan perencanaan, agregasi data, dan pelaporan hasil kinerja operasi di sepanjang jalur
pertanggung jawaban dan pengendalian, yang ditujukan untuk manusia , peran mereka serta
tugas yang dibebankan kepada mereka yang merupakan penilaian terhadap kerja perusahaan dan
bukan sebagai mekanisme imporsonal untuk akumulasi dan pelaporan data secara menyeluruh.
Akuntansi pertanggung jawaban berbeda dengan akuntansi konvensional, dalam hal cara
operasi direncanakan dan cara data akuntansi diklasifikasikan dan diakumulasikan. Dalam
akuntansi konvensional, data diklasifikasikan berdasarkan hakikat dan fungsinya dan tidak
digambarkan sebagai individu-individu yang bertanggung jawab atas terjadinya dan
pengendalian terhadap data tersebut.
Sedangkan pada akuntansi pertanggung jawaban tidaklah melibatkan deviasi apapun dari
prinsip akuntansi yang diterima secara umum, akuntansi pertanggung jawaban meningkatkan
relefansi dan informasi akuntansi dengan menetapkan suatu kerangka untuk perencanaan,
akumulasi data, dan pelaporan yang sesuai dengan struktur organisasi dan hirarki
pertanggungjawaban dari suatu perusahaan.
Akuntansi pertanggung jawaban melaporkan baik siapa yang menjalankan uang tersebut
maupun apa yang dibeli oleh uang tersebut. Olehnya itu sangat pantas bila pada akuntansi
pertanggung jawaban dilibatkan dimensi manusia pada perencanaan, akumulasi data dan
pelaporan. Akuntansi pertanggung jawaban memperkecil penyelewengan dana karena biaya
dianggarkan dan diklasifikasikan sepanjang garis tanggungjawaban, sehingga dengan begitu
laporan yang diterima oleh pihak manager segman sangat sesuai untuk mengevaluasi kinerja dan
alokasi penghargaan.
Bisa dikatakan bahwa akuntansi pertanggung jawaban merupakan salah satu kajian dalam
ilmu akuntasi yang lebih memfokuskan diri pada aspek tanggungjawab dari satu atau lebih
anggota organisasi atas suatu pekerjaan , bagian atau segmen tertentu. Akuntansi pertanggung
jawaban juga melibatkan aspek keperilakuan dari anggota organisasi yang menyebabkan
akuntansi pertanggung jawaban dapat dipandang sebagai alat pengendali bagi organisasi.
Kinerja setiap individu, kelompok, maupun devisi dapat dijelaskan dari laporan yang
diungkapkan dalam akuntansi pertanggung jawaban.
Oleh karena itu aspek-aspek keperilakuan juga menjadi sorotan penting dalam
implementasi akuntansi pertanggung jawaban. Masalah-masalah yang terkait dengan keprilakuan
dalam akuntansi pertanggungjawaban dapat berdampak serius bagi individu dan organisasi.
Perilaku menyimpang dari yang diharapkan, rendahnya motivasi dan tidak layaknya para
manajer pusat pertanggungjawaban adalah contoh - contoh dari gagalnya pusat pertanggung
jawaban untuk mengakomodasi aspek-aspek keprilakuan secara tepat.
Sistem pengendalian pada setiap perusahaan harusnya tidak hanya melihat perilaku
menyimpangnya tapi juga harus mencari tahu kenapa hal tersebut muncul dan menjadi wabah
pada tiap karyawan, adanya penyimpangan mengisyaratkan adanya ketidak puasan, hal ini
merupakan gejala yang menghasilkan gejala baru dan tidak bisa dinafikkan ketika terjadi
ketidakpuasan maka akan muncul reaksi baru yang juga memunculkan ketidak puasan baru.
Salah satu faktor penyebab pembangkangan para karyawan dikarenakan tidak sesuainya
tenaga dengan hasil yang mereka peroleh, memang sangat betul motivasi tiap karyawan
merupakan salah satu solusi dari penyimpangan tersebut namun yang jadi masalah betul tidak
motivasi tersebut sesuai dengan kebutuhan yang mereka harapkan, dan betul tidak hal tersebut
bisa menumbuhkan semangat kerja mereka.
Seharusnya sistem pengendalian melihat semuanya itu tidak hanya mengharap kinerja yang
baik yang nantinya akan dibawa dalam laporan pertanggung jawaban tapi juga harus menjadi
solusi dari penyimpangan tersebut. Kalau memang sistem pengendalian dan fungsi dari pada
akuntansi pertanggung jawaban bisa terlaksana dengan optimal maka kesenjangan ekonomi tidak
perlu lagi dicari solusinya bila gaji karyawan dinilai berdasarkan kinerja maka keadilan kaum
buruh bukan menjadi mimpi lagi, tapi yang menjadi masalah kenapa sampai sekarang
kesenjangan ekonomi antara kaum buruh masih sangat terlihat jelas dan keadilan terhadap kaum
buruh masih menjadi mimpi indah yang selalu menjadi harapan palsu.
Bila segala sesuatunya betul-betul dinilai berdasarkan kinerja maka dengan sendirinya akan
memotivasi tiap karyawan dan atasan untuk bekerja lebih baik dan pasti visi dan misi
perusahaan akan menjadi tujuan bersama karena ada motivasi berupa penghargaan yang
mendorong untuk bekerja lebih giat, sebab tidak bisa dinafikkan segala bentuk kecurangan,
kemalasan dan hal - hal yang menyimpang lainya itu muncul karena adanya kekecewan yang
berarti pengendalian terhadap karyawan itu tidak terlaksana secara optimal, meskipun optimal
belum menjamin para karyawan akan bekerja sesuai kebutuhan perusahaan karena tidak ada
kepuasan yang diterima oleh karyawan, harusnya akuntansi pertanggung jawaban menjadi
ukuran tinggi rendahnya gaji karyawan dan tidak hanya berfokus pada arus kas perusahaan dan
penilaian terhadap kinerja tanpa imbalan yang berarti.

3. Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban


Kinerja manajer dalam kerangka akuntansi pertanggungjawaban disamakan dengan
kemampuan mereka untuk mengelola faktor-faktor operasional tertentu yang dapat dikendalikan.
Pusat pertanggungjawaban dikelompokkan kedalam enam kategori yaitu:
1) Pusat pendapatan
Kinerja manajer pusat pendapatan diukur dalam hal kemampuan mereka untuk mencapai
target penjualan yang telah ditentukan. Untuk memperoleh manfaat motivasional dan
pengendalian yang efektif, manajer pusat pendapatan sebaiknya berpartisipasi dalam
proses penetapan tujuan dan menerima umpan balik yang tepat waktu atas hasil kinerja.
2) Pusat Biaya
Selama proses perencanaan, para manajer pusat biaya dapat berpartisipasi dalam
menetapkan tujuan biaya yang realitis. Manajer dalam pusat biaya ini hendaknya
memahami terkait dengan biaya-biaya apa saja yang memang harus dikeluarkan oleh
perusahaan, dan mereka juga mampu untuk mengetahui biaya mana yang dapat
diminimalisir pengeluarannya asalkan tetap bersifat realistis. .
3) Pusat Biaya Teknik
Kinerja manajer dalam pusat pertanggung jawaban ini akan diukur berdasarkan efisiensi
dan efektifitasnya. Sebagai seorang manajer dalam pusat biaya teknik, maka sangat
diperlukan untuk memahami input-input apa saja yang diperlukan agar output yang
diinginkan perusahaan dapat tercapai, sehingga biaya aktual tidak akan melebihi biaya
yang dianggarkan.
4) Pusat Biaya Kebijakan
Pada pusat biaya ini, tidak ditunjukkan untuk mengukur efisiensi, tetapi lebih ditekankan
pada kemampuannya dalam menjalankan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Yaitu
kemampuan melakukan kegitan sesuai rencana yang ditetapkan.
5) Pusat Laba
Untuk meminimalkan tindakan disfungsional yang disebabkan oleh orientasi jangka
pendek yang kaku, manajer pusat laba sebaiknya diharapkan memelihara dan atau
memperbaiki moral dari bawahan mereka, memelihara bangunan dan fasilitas produksi
serta memberikan kontribusi terhadap kepemimpinan produk dan keanggotaan
perusahaan.
6) Pusat Investasi
Prestasi manajer dalam pusat investasi dinilai berdasarkan kemampuannya dalam
memperoleh laba yang dibandingkan dengan asset (investasi) yang digunakan.

4. Korelasi dengan Struktur Organisasi


Komunikasi sangat berperan didalam suatu organisasi. Adapun organisasi sendiri
merupakan kumpulan orang-orang yang selalu membutuhkan berkomunikasi dengan sesamanya.
(Miftah Thoha, 1983). Komunikasi organisasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang
tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Proses komunikasi dalam struktur formal
tersebut pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga dimensi yaitu:
1) Dimensi Vertical, adalah dimensi komunikasi yang mengalir dari atas kebawah dan
sebaliknya dari bawah keatas. Hal ini dilukiskan dengan hubungan kerja antara atasan
dan bawahan.
2) Dimensi Horizontal, yakni pengiriman dan penerimaan berita atau informasi yang
dilakukan antara berbagai pejabat yang mempunyai kedudukan sama. Tujuan dari
komunikasi adalah melakukan koordinasi.
3) Dimensi Luar Organisasi, dimensi komunikasi ini timbul akibat adanya kenyataan bahwa
suatu organisasi tidak bisa hidup sendirian. Ia merupakan bagian dari lingkungan. Dalam
dimensi ini informasi masuk kedalam suatu organisasi berasal dari luar, demikian pula
sebaliknya suatu informasi dikirim dari suatu organisasi ke pihak luar.

Selanjutnya kaitannya dengan pertanggungjawaban, Siegel (1989) menyatakan bahwa


pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam mendesain struktur organisasi dan dalam
membebankan tanggung jawab bervariasi dari perusahaan ke perusahaan tergantung pada pilihan
manajemen puncak dan gaya kepemimpinan. Berbagai pendekatan tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai struktur vertical atau horizontal.
1) Struktur Vertikal. Dalam struktur vertical, organisasi dibagi berdasarkan fungsi-fungsi
utama. Tanggungjawab secara keseluruhan untuk fungsi produksi, penjualan, dan
keuangan diberikan kepada wakil direktur, yang mendelegasikan tanggung jawab mereka
ke struktur yang dibawahnya sesuai dengan hierarki. Tetapi, tanggung jawab akhir untuk
setiap fungsi tetap berada di tangan mereka.
2) Struktur Horizontal. Jika maksudnya adalah untuk membebankan tanggung jawab atas
laba dan investasi kepada beberapa direktur, maka struktur horizontal untuk
pendelegasian tanggung jawab adalah yang paling sesuai. Struktur tersebut dapat dibagi
berdasarkan produk atau area geografis. Masing-masing wakil direktur mengendalikan
suatu pusat laba atau investasi daripada pusat pendapatan atau biaya pusat fungsional.
Mereka bertanggung jawab atas produksi, penjualan, dan pendanaan atau dengan kata
lain atas seluruh bidang fungsional dalam area atau kelompok produknya.

5. Menetapkan Pertanggungjawaban
Setelah menyeleksi tipe struktur organisasi tugas yang penting dalam membuat konstruksi
sistem perilaku pertanggungjawaban yang efektif secara keperilakuan adalah menggambarkan
pertanggungjawaban itu sendiri. Setiap orang memiliki pertanggungjawaban dan tantangan.
Bertanggung jawab terhadap sesuatu membuat seseorang merasa kompeten dan penting, hal
tersebut mengimplikasikan wewenang pengambilan keputusan dapat memotivasi mereka untuk
memperbaiki kinerjanya. Dalam menetapkan pertanggungjawaban perlu adanya tugas yang
spesifik untuk tugas individu. Setiap orang diberi tanggungjawab dan ditentukan pula aktivitas
dan fungsinya, dalam kenyataannya adalah berarti tugas dengan atasan. Setiap individu
mempunyai tanggungjawab pada satu direksi, agar tidak terjadi overlapping tanggungjawab.
Faktor terpenting dalam menggambarkan tanggungjawab adalah persetujuan dengan direksi
dan pertanggungjawaban atas sumber daya yang didelegasikan berdasarkan fungsi atau tugas.
Dalam hal ini manajer harus memiliki kemampuan untuk memprediksi perubahan yang
signifikan, misalnya manajer marketing seharusnya dapat mengontrol biaya advertising dan
promosi. Kontrol merupakan pelengkap dalam lingkungan kerja yang perlu dipertimbangkan.
The Comitte on Cost Concept and Standard American Accounting Association, pada tahun 1956,
merekomendasikan hal berikut:
1) Orang yang memiliki wewenang, baik atas akuisisi maupun penggunaan barang dan jasa
sebaiknya dibebankan dengan biaya dari barang dan jasa tersebut.
2) Orang yang secara signifikan dapat memengaruhi jumlah biaya melalui tindakan-
tindakannya dapat dibebankan dengan biaya tersebut.
3) Bahkan orang yang tidak dapat memengaruhi secara signifikan jumlah baiaya melalui
tindakan langsung, dapat dibebankan dengan elemen-elemen untuk mana manajemen
ingin agar orang tersebut memerhatikannya, sehingga ia akan membantu memengaruhi
orang lain yang bertanggung jawab.
Penggambaran akhir dari pertanggungjawaban seharusnya seimbang dan diterima oleh semua
pihak yang terlibat. Jika dilakukan secara memadai, maka hal tersebut seharusnya bersifat
superior secara motivasional dibandingkan dengan praktik-praktik umum yang menganggap
manajer bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak dapat mereka ubah.

6. Asumsi Keperilakuan dari Akuntansi Pertanggungjawaban


Perencanaan pertanggungjawaban, akumulasi data, dan sistem pelaporan didasarkan pada
beberapa asumsi berikut yang berkenaan dengan operasi dan perilaku manusia, yaitu sebagai
berikut:

1) Management by Exception (MBE)


Management by Exception atau manajemen berdasarkan perkecualian
mengasumsikan bahwa untuk mengelola dan mengendalikan aktivitas organisasi dengan
paling efektif, manajer sebaiknya mengonsentrasikan perhatian mereka pada bidang-
bidang di mana hasil aktual menyimpang secara substansial dari tujuan yang dianggarkan
atau standar. Sayangnya, hanya perbedaan yang tidak diinginkan dan titik masalah yang
telah jelas yang menerima perhatian segera. Oleh karena itu, pusat tanggung jawab
seringkali menganggap laporan kinerja sebagai alat yang menekankan kegagalan.
Manajer tingkat bawah cenderung melihat laporan semacam ini sebagai hukuman dan
bukan sebagai informasi. Untuk meralat dari persepsi dari laporan selisih, perusahaan
seharusnya menyediakan sistem reward yang cukup atas pencapaian hasil dengan kinerja
yang sukses.
Karakteristik laporan periodik dari akuntansi pertanggungjawaban yang ideal
adalah menggambarkan manajemen dalam area deviasi dari aturan yang telah ditentukan
dan termasuk menentukan tindakan perbaikan untuk penguatan atau perbaikan perilaku.
2) Management by Objective (MBO)
Akuntansi pertanggungjawaban menfasilitasi management by objective atau
manajemen berdasarkan tujuan. Hal ini merupakan pendekatan manajemen yang
dirancang untuk mengatasi kesalahan tanggapan manusiawi yang sering timbul oleh
usaha untuk mengendalikan operasi berdasarkan dominasi. Sebagai sebuah cara
pengendalian manajemen, MBO memfasilitasi keinginan untuk tidak didominasi dengan
memberi manajer dan bawahannya sebuah kesempatan untuk secara bersama
merumuskan pencapaian dan kegiatan bagi pusat tanggung jawab masing-masing.
Manajer ataupun bawahannya ingin melakukan tugas dengan caranya sendiri karena
yakin bahwa mereka mampu mengarahkan diri dan pekerjaannya sendiri. Sejarah
menunjukkan bahwa banyak pencapaian yang paling signifikan telah dicapai ketika
individu-individu bertindak tanpa dibatasi, dimotivasi, dan dibimbing hanya oleh
kemuliaan tujuan dan cita-cita mereka.
Akuntansi pertanggungjawaban menyediakan kerangka yang ideal untuk
memformulasikan tujuan secara detail. Untuk mendapatkan motivasi dan komunikasi dari
MBO dan akuntansi pertanggungjawaban, kondisi lingkungan yang baik harus ada, antara
lain sebagai berikut:
a. Dalam menentukan tujuan dari akuntansi pertanggungjawaban, top manajemen
menyediakan semua petunjuk yang spesifik atas semua tujuan perusahaan secara
keseluruhan.
b. Dalam memformulasikan secara detail tujuan kinerja dan rencana kerja, top
manajemen dan manajer akuntansi pertanggungjawaban harus secara maksimal
menyeleraskan antara kebutuhan pribadi dan aspirasi dari grup dan tujuan perusahaan
secara keseluruhan.
c. Motivasi timbul jika orang-orang percaya bahwa tercapainya tujuan perusahaan
secara simultan akan memenuhi kebutuhan pribadinya.
d. Jika tujuan perusahaan merasa dimiliki oleh setiap orang dalam perusahaan, maka
setiap orang akan menginternalisasi tujuan perusahaan sehingga keselarasan tujuan
akan tercapai.
Manajer dan bawahan harus berkerjasama, misalnya bawahan diajak bekerja sama
dalam memformulasikan biaya dan target pendapatan yang akan dipresentasikan pada
level yang lebih tinggi dalam pusat pertanggungjawaban.
Hasil kinerja dievaluasi sebagai alat untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi, siapa
yang berhak menjelaskan mengapa penyimpangan tersebut terjadi, dan menentukan
tindakan perbaikan. Hasil kinerja secara periodik tidak hanya untuk mendapatkan
penghargaan ataupun hukuman, namun dapat dijadikan sebagai motivasi dalam
memperbaiki kualitas tindakan perbaikan.
3) Kesesuaian antara Jaringan Pertanggungjawaban dan Struktur Organisasi
Akuntansi pertanggungjawaban mengasumsikan bahwa pengendalian organisasional
ditingkatkan dengan penciptaan jaringan pusat pertanggungjawaban yang sesuai dengan
struktur organisasi formal. Maksud manajemen puncak untuk mendelgasikan dan
menyebarkan dijelaskan oleh “hierarki wewenang” atau “struktur organisasi”, yang
menugaskan wewenang dan tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu berdasarkan
tingkatan hierarki untuk mencapai pembagian kerja yang berarti.
Ketika wewenang diberikan kepada manajer individual, maka manajer menganggap
hal itu sebagai kekuasaan untuk bertindak secara resmi dalam lingkup pendelegasiannya
dan untuk mempengaruhi perilaku bawahannya. Manajer dapat mendelegasikan kembali
sebagian atau seluruh tanggung jawab tersebut dengan tetap bertanggung jawab kepada
atasan untuk pencapaian tugas yang diberikan dan diharapkan untuk menanggapi deviasi
dari tujuan kinerja yang telah dinegosiasi.
Sayangnya, banyak organisasi yang diganggu oleh kelemahan-kelemahan yang parah
dalam delegasi. Perincian formal organisasi menimbulkan tugas-tugas dan tanggung
jawab yang tumpang tindih sehingga mengundang sikap “sekedar lewat”, serta
perselisihan dan kebencian antar-departemen. Jika tanggung jawab diberikan kepada
seseorang yang tidak memiliki kekuatan untuk memenuhinya, frustasi dan kekecewaan
dapat terjadi. Akuntansi pertanggungjawaban memberikan tanggung jawab kepada
manajer segmen seolah-olah mereka adalah individu yang terisolasi. Hal tersebut
terkadang mengabaikan fakta bahwa manajer adalah pemimpin dari kelompok formal dan
informal dan kinerja kelompoklah yang diukur. Dinamika kelompok seharusnya
dipertimbangkan ketika merancang sistem akuntansi pertanggungjawaban.
4) Penerimaan Tanggungjawab
Unsur yang terpenting dalam keberhasilan penerapan sistem akuntansi
pertanggungjawaban adalah bahwa manajer pusat pertanggungjawaban menerima
tanggungjawab dan tugas yang diberikan kepadanya dengan layak dan kesediaan mereka
melaksanakannya.
Para manajer akan merasa bersedia menerima tugas dan tanggungjawab tersebut
dengan baik jika mereka merasa dibutuhkan secara fisik dan sumber daya. Para manajer
akan melaksanakannya dengan baik jika budaya organisasi dimana tempatnya
menjalankan tugas memberikan kebebasan untuk melaksanakan tugas dengan cara-cara
mereka sendiri. Budaya organisasi yang ada juga harus dapat memberikan toleransi jika
manajer mengalami kegagalan. Dan para manajer hendaknya diberikan kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat dan pandangan mereka sendiri tanpa adanya rasa takut.
Ketika sistem akuntansi pertanggungjawaban mengukur keberhasilan atauoun
kegagalan manajer, ada suatu kepercayaan bahwa mereka diawasi dan dikendalikan oleh
para atasannya. Penentuan pencapaian sasaran yang dihubungkan dengan akuntansi
pertanggungjawaban akan meningkatkan komunikasi dengan terbuka, dan dapat
menentukan ukuran dan strategi yang hendak dicapai. Keinginan manajer untuk
menerima tanggung jawab bergantung atas bagaimana manajer mempersepsikan
penentuan dan pengendalian atas manusia dan sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas.
5) Kapabilitas untuk Mendorong Kerja Sama
Akuntansi pertanggungjawaban mampu meningkatkan kerjasama organisasi yang
memperlihatkan para manajer bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Akuntansi
pertanggungjawaban juga menunjukan tingkat loyalitas dan kemampuan dalam membuat
keputusan sendiri di dalam kerangka tanggungjawab yang didelegasikan kepada para
manajer. Sehingga para manajer akan merasa menjadi bagian penting dalam organisasi
dan merasa dihargai yang menyebabkan secara bersama-sama mempunyai keinginan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Semangat kerjasama para manajer akan tercipta
dan meningkat. Hal ini juga dapat meyakinkan para manajer bahwa mereka sedang
mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Para manajer merasa menjadi sesuatu hal
yang penting, dan tentu saja akan berpikir bahwa jika terjadi kegagalan tentulah akan
memengaruhi masa depan.
Namun, tekanan yang berlebihan dalam pencapaian tujuan, meski diperbolehkan akan
menghancurkan manfaat yang diperoleh dari kerjasama yang harmonis. Sebagai gantinya,
mungkin adalah kompetisi yang tidak sehat diantara bagian dan adanya tekanan yang
ekslusif dalam jangka pendek.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Aspek Perilaku dalam Akuntansi Pertanggungjawaban


https://www.scribd.com/doc/69934110/Aspek-Perilaku-Dalam-Akuntansi Pertanggungjawaban.
Diakses Pada Tanggal 20 September 2018.

Lubis, Arfan Ikhsan. 2014. Akuntansi Keperilakuan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

Manurung, Ruth Leli Ravita. 2014. Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban dalam


Memperkuat Hubungan Sistem Pengendalian Manajemen dengan Pencapaian Kinerja
Perusahaan: Suatu Telaah Kepustakaan. Banten: Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan.

Mengko, Stefanly M. P. 2015. Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban dengan Anggaran


sebagai Alat Pengendalian Biaya pada PT. Gotrans Logistic Cabang Manado. Manado: Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, Universitas Sam Ratulangi Manado.

Manopo, Jirre V. 2014. Peran Komunikasi Organisasi dalam Membentuk Efektivitas Kerja
Karyawan CV.Magnum Sign and Print Advertising Samarinda. Samarinda: ejournal.ilkom.fisip-
unmul.ac.id.

Napitupulu, Mely D.M. 2018. Pengaruh Akuntansi Pertanggungjawaban terhadap Motivasi


Manajer. Yogyakarta: http://e-journal.uajy.ac.id.

Yusra, Muhammad. 2016. Akuntansi Keperilakuan. Lhokseumawe: Modul Akuntansi


Keperilakuan Fakulatas Ekonomi dan Bisnis Universias Malikussaleh.
AKUNTANSI KEPERILAKUAN

“Aspek Keperilakuan pada Akuntansi Pertanggungjawaban dan Asumsi Keperilakuan


dari Akuntansi Keperilakuan”

OLEH :

KELOMPOK 4

I Gusti Ayu Tri Bhuwana Dewi 1607531067

Kadek Yurika Dwi Safitri 1607531101

Komang Putra Suardana 1607531127

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2018

You might also like